Anda di halaman 1dari 14

TUGAS KEGAWATDARURATAN

KONSEP MANAJEMENT AIRWAY DAN BREATHING

Dosen Pengampu Mata Ajar:


Ns. Selamat Budiman, S.Kep., M.Kep

Disusun oleh :
Aisah

(171009314401001)

AKADEMI KEPERAWATAN SETIH SETIO MUARA BUNGO


TAHUN 2020
1. KONSEP MANAJEMENT AIRWAY

a. Pengenalan gangguan jalan nafas


Terganggunya jalan nafas dapat secara tiba-tiba dan komplit, atau perlahan,
parsial dan progresif atau rekuen. Tachypnea walaupun dapat disebabkan nyeri atau
ketakutan, namun harus selalu diingat kemungkinan gangguan jalan nafas yang dini.
Karena itu penilaian jalan nafas serta pernafasan sangat penting. Penderita dengan
kesadaran menurun mempunyai resiko tinggi untuk gangguan jalan nafas karena :
 Selalu akan timbul cairan dan refleks menelan menghilang.
 Refleks batuk hilang dengan akibat aspirasi dan obstruksi airway.
Keadaan ini kerap kali memerlukan jalan nafas definitif. Penderita tidak sadar,
intoksikasi alkhohol atau perlukan intra toraks kemungkinan terganggu breathing
(pernafasan). Pada penderita seperti ini jalan nafas definitif ditujukan untuk :
a. Memberi jalan nafas.
b. Dapat memberikan oksigen tambahan.
c. Membantu ventilasi.
d. Mencegah aspirasi.
Mencegah oksigenasi serta mencegah hiperkarbia sangat penting pada trauma
kapitis. Petugas harus antisipasi kemungkinan muntah pada semua penderita trauma.
Adanya cairan gaster di orofaring menandakan kemungkinan aspirasi yang dapat
terjadi secara mendadak. Trauma pada wajah merupakan keadaan lain yang
memerlukan perhatian segera. Mekanisme perlukan biasanya adalah penumpang mobil
yang tanpa sabuk pengaman dan kemudian terlempar ke kaca depan saat tubrukan.
Trauma pada bagian tengah wajah (mid face) dapat menyebabkan fraktur dislokasi
yang dapat mengganggu oro atau naso faring.
Fraktur tulang wajah dapat menyebabkan perdarahan, sekresi yang meningkat
serta ovulasi gigi yang menambah masalah pada jalan masalah. Fraktur ramus
mandibula, terutama bilateral, dapat menyebabkan lidah jatuh ke belakang dan
gangguan jalan nafas pada posisi terlentang. Penderita yang menolak untuk berbaring
mungkin ada gangguan jalan nafas. Perlukaan daerah leher mungkin ada gangguan
jalan nafas karena rusaknya laring atau trakea atau karena perdarahan dalam jaringan
lunak yang menekan jalan nafas.
Pada saat penilaian awal, ini untuk sementara menjamin adanya airway yang baik.
Karena itu, tindakan paling utama adalah berusaha berbicara dengan penderita.
Jawaban yang adekuat menjamin airway yang baik, pernafasan yang baik serta perfusi
ke otak yang baik. Gangguan dalam menjawab pertanyaan menunjukkan gangguan
kesadaran, gangguan pada pernafasan.
b. Sumbatan Jalan Napas
Ada beberapa keadaan di mana adanya sumbatan jalan napas harus diwaspadai, yaitu:
a. Trauma pada wajah yang dapat menyebabkan fraktur atau dislokasi dengan
gungguan orofaring dan nasofaring. Fraktur tulang wajah dapat menyebabkan
perdarahan, sekresi yang meningkat serta avulsi gigi yang menambah masalah
jalan napas
b. Fraktur ramus mandibula, terutama bilateral, dapat menyebabkan tidah jatuh
ke belakang dan gangguan jalan napas pada posisi terlentang
c. Perlukaan daerah leher mungkin menyebabkan gangguan jalan napas karena
rusaknya laring atau trakea atau karena perdarahan dalam jaringan lunak yang
menekan jalan napas.
d. Adanya muntahan, darah, atau benda lain daları mulut atau orofaring dapat
menycbabkan aspirasi
e. Edema laring akut: karena trauma atau infeksi

c. Definisi Pembebasan Jalan Napas


Pembebasan jalan napas adalah tindakan untuk menjamin pertukaran udara secara
normal sehingga pasien tidak jatuh dalam kondisi hipoksia dan atau hperkarbia.
Prioritas utama dalam manajemen jalan napas adalah membebaskan jalan napas dan
mempertahankarn agar jalan napas tetap bebas untuk menjamin jalan masuknya udara
ke paru secara normal sehingga menjamin kecukupan oksigen tubuh. Pengelolaan
jalan napas dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan alat dan tanpa alat (cara
manual). Cara manual dapat dilakukan di mana saja, dan kapan saja, walaupun hasil
lebih baik bila menggunakan alat namun pertolongan cara manual yang cepat dan
tepat dapat meughindarkan resiko kematian atau kecacatan permanen. Pada kasus
trauma, pengelolaan jalan napas tanpa alat dilakukan dengan tetap memperhatikan
kontrol tulang leher. Jika sumbatan jalan napas tidak teratasi, maka pasien akan
mengalami
a. Gelisah karena hipoksia
b. Gerak otot napas tambahan (retraksi sela iga, tracheal tug)
c. Gerak dada dan perut paradoksal
d. Sianosis
e. Kelelahan dan meninggal
Langkah yang harus dikerjakan untuk pengelolaan jalan napas yaitu
1) Bicara kepada pasien. Pasien yang dapat menjawab dengan jelas adalah tanda
bahwa jalan napasnya bebas. Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan
jalan napas buatan dan bantuan pernapasan. Penyebab obstruksi pada pasien
tidak sadar umumnya adalah jatuhnya pangkal lidah ke belakang Jika ada
cedera kepala, leher, atau dada dan diperlukan tindakan intubasi maka pada
waktu intubasi trakea, tulang leher (cervical spine) harus dilindungi dengan
imobilisasi segaris (in-line imobilisation).
2) Berikan suplemen oksigen, kalau perlu ventilasi dibantu. Oksigen diberikan
dengan sungkup muka (simple masker) (rebreatking/non rebreathing mask)
atau nasal kateter atau nasal prong walaupun belum sepenuhnya jalan napas
dapat dikuasai dan dipertahankan bebas.
3) Nilai jalan napas. Sebelum melakukan tindakan untuk membebaskan jalan
napas lanjut maka yang harus dilakukan pertama kali yaitu memeriksa jalan
napas sekaligus melakukan pembebasan jalan napas secara manual apabila
pasien tidak sadar atau kesadaran menurun berat (coma). Cara pemeriksacn
Look-Lisien-Feel (LLF) dilakukan secara simultan, menilai jalan napas
sekaligus fungsi pernapasan:
L-Look (lihat) Lihat gerakan napas arau pengembangan dada, adanya retraksi
sela iga, warna mukosa/kulit dan kesadaran. Lihat apakah korban mengalami
kegelisahan (agitasi), tidak capat berbicara, penurunan kesadaran, sianosis
(kulit biru dan keabu-abuan) yang menunjukkan hipoksemia. Sianosis dapat
dilihat pada kuku, lidah, telinga, dan kulit sekiar mulut. Lihat apakah terdapat
retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan.
L-Listen (dengar) Dengar aliran udara pernapasan, dengan adanya suara-suara
napas yang abnormal. Pernapasan yang berbunyi (suara napas tambahan)
adalah pernapasan yang tersumbat. Suara mendengkur, berkumur, dan stridor
mungkin berhubungan dengan sumbatan parsial pada daerah faring sampai
laring. Suara parau (hoarseness, disfonia) menunjukkan sumbatan pada faring
F-Feel (rasakan) Rasakan ada tidaknya udara yang dapat didengarkan dari
hidung dan mulut. Dengan perlakuan seperti ini maka dapat dengan cepat
ditentukan apakah ada atau tidaknya sumbatan pada jalan napas. Rasakan
adanya aliran udara pernapasan dengan menggunakan pipi penolong.

d. Obstruksi Jalan Napas


1) Obstruksi partial dapat dinilai dari ada tidaknya suara napas tambahan yaitu
i. Mendengkur (snoring), berasal dari sambatan pangkal lidah. Cara
mengatasinya dengan head tilt, chin lift, jaw thrust pemasangan pipa
orofaring/nasofuring, pemasangan pipa endotrakeal
ii. Suara berkumur (gargling), penyebabnya adalah adanya cairan di daerah
hipofuring, Cara mengatasi: finger sweep, siuction atau pengisapan.
iii. Crowing Strider, oleh karena sumbatan di plika vokalis Cara mengatasi:
cricothyroidotomi, tracheosiomy
2) Obstruksi total dapat dinilai dari adanya pernapasan "see saw" pada menit-menit
pertama terjadinya obstruksi total. Apabila tidak ada pertolongan untuk
membebaskan jalan napas, maka dalam waktu kurang dari 2 menit napas akan
barhenti (apneu)

e. Teknik penjaga jalan nafas


Pada penderita, tidak sadar jatuh ke belakang dan kemudian menyebabkan
obstruksi jalan nafas. Hal ini dapat diatasi dengan chin lift atau jaw thrust, untuk
kemudian dipasang oro-pharingeal atau naso-pharingeal airway. Cara membersihkan
jalan nafas tanpa alat :
1) Head tilt
Cara : letakkan 1 telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah, sehingga kepala
menjadi tengadah dan penyangga lidah tegang akhirnya lidah terangkat ke depan.
2) Chin lift
Cara : memakai jari-jari dua tangan yang diletakkan dibawah mandibula untuk
kemudian mendorong dagu anterior. Ibu jari tangan yang sama sedikit menekan bibir
bawah untuk menekan mulut.
Bila diperlukan ibu jari dapat diletakkan dalam mulut di belakang gigi seri untuk
mengangkat dagu. Tindakan chin lift ini tidak boleh mengakibatkan hiperextensi
leher. Tindakan chin lift ini bermanfaat pada penderita trauma karena tidak
mengakibatkan kelumpuhan bila ada fraktur servikal.
3) Jaw thrust
Cara : tindakan ini dilakukan memakai dua tangan masing-masing satu tangan di
belakang angulus mandibula dan menarik rahang ke depan. Bila tindakan ini
dilakukan memakai face-mask akan dicapai penutupan sempurna dari mulut
sehingga dapat dilakukann ventilasi yang baik.
4) Orofaringeal airway (“guedel”/mayo tube)
Orofaringeal airway dimasukkan ke dalam mulut dan diletakkan di belakang
lidah. Cara terbaik adalah dengan menekan lidah memakai tong spatel dan
masukkan alat ke arah posterior. Alat tidak boleh mendorong lidah ke belakang dan
malah menyumbat faring. Alat ini tidak boleh dipakai pada penderita sadar karena
akan menyebabkan muntah dan kemudian aspirasi.
Cara lain adalah dengan memasukkan alat secara terbaik sampai menyentuh
palatum mole, lalu diputar 180 derajat dan diletakkan di belakang lidah. Teknik ini
tidak boleh dipakai pada anak kecil karena mungkin mematahkan gigi.
5) Naso-faringeal airway

Alat ini dimasukkan salah satu lubang hidung


lalu secara perlahan dimasukkan sehingga ujungnya terletak di faring.
Alat ini lebih baik dari pada oro-faringeal airway pada penderita sadar karena
tidak akan menyebabkan muntah dan lebih ditolerir penderita. Alat ini harus
dilunasi dengan baik dan dimasukkan ke dalam lubang hidung yang tampak tidak
tersumbat. Bila pada saat pemasangan ditemukan hambatan, berhenti dan pindah
ke lubang hidung yang lain. Bila ujung alat ini tampak di orofaring, mungkin akan
dapat dipasang Nasogastric Tube (NGT) pada penderita dengan fraktur tulang
wajah.
6) Jalan nafas definitif
Jalan nafas definitif adalah suatu pipa dalam trachea dengan balon yang
berkembang dan biasanya memerlukan suatu bentuk ventilasi bantuan dengan
juga memakai oksigen. Ada tiga jenis airway definitif yakni naso-trachea, oro-
tracheal atau surgical (Crico-Throidomi Atau Tracheostomy).
Indikasi untuk pemasangan jalan nafas definitif adalah :
a) Apnoe.
b) Kegagalan menjaga jalan nafas dengan cara lain.
c) Proteksi jalan nafas terhadap aspirasi darah atau muntahan.
d) Kemungkinan terganggunya jalan nafas karena perlukaannya sendiri
seperti luka bakar inhalasi, fraktur tulang atau kejang-kejang.
e) Trauma kapitis yang memerlukan hiperventilasi.
f) Kegagalan memberikan cukup oksigen melalui face-mask.
Urgensi dan keadaan saat itu menentukan pilihan airway. Ventilasi assisted dapat
dibantu sedasi, analgesia atau muscle relaxant. Pemakaian pulse oxymeter dapat
membantu dalam menentukan indikasi jalan nafas definitif yang tersering dipakai
adalah naso-tracheal dan oro-tracheal. Kemungkinan adanya fraktur servikal
merupakan perhatian utama.
7) Intubasi oro tracheal
Pada setiap penderita tidak sadar dengan trauma kapitis tentukanlah perlunya
intubasi.
Ingat : kontrol servikal dulu baru trauma ...!!!!!
Bila penderita dalam keadaan apnue, intubasi dilakukan oleh dua orang,
dengan satu petugas melakukan imobilisasi segaris.
Setelah pemasangan oro-tracheal tube, balon dikembangkan dan dimulai
ventilasi assisted. Penempatan ETT yang tepat dapat diperiksa dengan auskultasi
kedua paru. Bila terdengar bunyi pernafasan ETT sudah benar. Terdengarnya
suara dalam daerah lambung terutama pada inspirasi, memperkuat dengan bahwa
ETT terpasang dalam esofagus dan menuntut intubasi.
8) Intubasi naso-tracheal
Intubasi naso-tracheal bermanfaat pada fraktur servikal,
Catatan : disini dimaksudkan “blind naso-tracheal intubations” apnoe adalah
kontra indikasi yang lain adalah fraktur tulang wajah yang berat atau fraktur basis
cranii anterior. Perhatian akan adanya fraktur servikal adalah sama seperti pada
intubasi oro-tracheal. Pemilihan jenis intubasi terutama tergantung pada
pengalaman dokter. Kedua cara di atas aman bila dilaksanakan dengan benar.
Penutupan kartilago krikoid oleh seorang asisten bermanfaat untuk mencegah
terjadinya aspirasi dan visualisasi jalan nafas yang lebih jelas (disebut sebagai
Sellick Maneuver)
Malposisi ETT harus dipertimbangkan pada semua penderita yang datang dengan
sudah terpasang ETT. Malposisi dapat dengan ETT terdorong lebih jauh masuk ke
bronchus, atau tercabut selama transportasi.
Kembungnya daerah epigastrium harus diwaspadai akan kemungkinan malposisi
ETT. Foto toraks dapat membantu diagnosis letak ETT yang benar, namun tidak
menyingkirkan kemungkinan intubasi esofagus.
Bila keadaan penderita memungkinkan dapat dipakai teknik Endoskopi fiberoptik
dalam pemasangan ETT. Ini terutama di-indikasikan pada fraktur maksilofasial
dan fraktur servikal dan penderita dengan leher pendek. Bila keadaan-keadaan di
atas menghambat intubasi oro atau naso-tracheal dapat langsung ke surgical erico-
thyroidotomy.
9) Airway surgical
Ketidakmampuan intubasi trachea adalah indikasi jelas untuk surgical airway.
Bila edema glottis, fraktur laring atau perdarahan oro pharingeal airway yang
berat menghambat intubasi trachea dapat dipertimbangkan surgical airway.
Pemasangan jarum (Needle Cricothyroidotomy) merupakan cara sementara untuk
dalam keadaan emergency memberikan oksigen sampai dapat dipasang surgical
airway.
 Jet insufflation
Jet insufflation dapat meberikan 45 menit tambahan menunggu intubasi
dilakukan. Jet insufflation dilakukan memakai jarum ukuran 12-14 (anak
no.16/18) melalui membrana cricothyroid. Jarum kemudian dihubungkan dengan
oksigen pada flow 15 liter/menit (40-50 psi) dengan suatu y-connector, atau
dengan tube yang dilubangi pada sisinya. Kemudian dilakukan insufflation,1 detik
tutup 4 detik buka dengan memakai ibu jari. Penderita hanya dapat dilakukan
oksigenisasi cukup dengan cara ini untuk hanya 30-45 menit, karena CO 2 akan
terakumulasi secara perlahan (yang akan berbahaya, terutama pada penderita
trauma kapitis). Jet insufflation harus berhati-hati bila ada obstruksi total glottis
oleh benda asing. Walaupun ada kemungkinan benda asing terdorong keluar
oleh tekanan oksigen, namun ada kemungkinan lain yakni rupture paru
dengan pneumotoraks. Dalam keadaan ini flow oksigen hanya 5-7 liter/menit.
 Surgical Cricothyroidotomy
Surgical Needle Cricothyroidotomy dilakukan oleh dokter.
2. Konsep manajement Breathing

a. Breathing + cegah terjadinya tension pneumotoraks

Kecepatan pernafasan. Wanita bernafas lebih cepat daripada pria. Kalau bernafas
secara normal maka ekspirasi akan menyusul inspirasi, dan kemudian ada istirahat
sebentar. Inspirasi-ekspirasi istirahat, pada bayi yang sakit urutan ini ada kalanya
terbalik dan urutannya menjadi : inspirasi istirahat-ekspirasi. Hal ini disebut
pernafasan terbalik.
Kecepatan pernafasan normal setiap menit
 Bayi baru lahir ...................... 30-40 x/menit
 12 bulan ...................... 30 x/menit
 Dari 2-5 tahun ...................... 24 x/menit
 Orang dewasa ...................... 12-20 x/menit
b. Pengenalan masalah ventilasi
Penentuan adanya jalan nafas yang baik barulah langkah yang pertama yang
penting, langkah kedua adalah memastikan bahwa ventilasi yang cukup. Ventilasi
dapat terganggu karena sumbatan jalan nafas, tetapi juga dapat terganggu oleh
mekanika pernafasan atau depresi Susunan Saraf Pusat (SSP). Bila pernafasan tidak
bertambah baik dengan perbaikan jalan nafas, penyebab lain dari gangguan ventilasi
harus dicari. Trauma langsung ke thoraks dapat menjadi dangkal dan selanjutnya,
hipoksemia. cedera servikal rendah dapat menyebabkan penafasan diafragma
sehingga dibutuhkan bantuan ventilasi.
c. Tanda objektif masalah ventilasi
1. Look : perhatikan peranjakan thorax simetris atau tidak. Bila asimetris pikirkan
kelainan intra-torakal atau flail chest. Setiap pernafasan yang sesak harus dianggap
sebagai ancaman terhadap oksigenisasi.
2. Listen : auskultasi kedua paru. Bising nafas yang berkurang atau menghilang pada
satu atau kedua hemi thorax menunjukkan kelainan intra torakal. Berhati-hatilah
terhadap tachypneu karena mungkin disebabkan hipoksia.
3. Feel : lakukan perkusi, seharusnya sonor dan sama ke-2 lapang paru. Bila
hipersonor berarti ada pneumotoraks, bila pekak ada darah (hematoraks).
d. Pengelolaan
Penilaian patensi jalan nafas serta cukupnya ventilasi harus dilakukan dengan
cepat dan tepat. Bila ditemukan atau dicurigai gangguan jalan nafas atau ventilasi
harus segera diambil tindakan ini memperbaiki oksigenisasi dan mengurangi resiko
penurunan keadaan. Tindakan ini meliputi teknik menjaga jalan nafas, jalan nafas
definitif (termasuk surgical airway) dan cara untuk membantu ventilasi. Karena
semua tindakan diatas akan menyebabkan gerakan pada leher, harus diberikan
proteksi servikal, terutama bila dicurigai atau diketahui adanya fraktur servikal.
Pemberian oksigen harus memberikan sebelum dan setelah tindakan
mengatasi masalah airway. Suction selalu harus tersedia, dan sebaiknya dengan ujung
penghisap yang kaku.
e. Penanganan
Berikan tambahan oksigen bila tersedia. Jika udara masuk ke dalam lambung,

jangan dikeluarkan dengan menekan lambung karena akan berisiko aspirasi. Nafas

buatan dilakukan dengan in-line immobilisation (fiksasi kepala-leher) agar tulang

leher tidak banyak bergerak.

1) Cara memberikan nafas buatan dari mulut ke mulut

Untuk memberikan bantuan pernafasan mulut ke mulut, jalan nafas

korban harus terbuka. Perhatikan kedua tangan penolong pada gambar masih

tetap melakukan teknik membuka jalan nafas “Chin lift”. Hidung korban

harus ditutup bisa dengan tangan atau dengan menekankan pipi penolong pada

hidung korban. Mulut penolong mencakup seluruh mulut korban. Mata

penolong melihat ke arah dada korban untuk melihat pengembangan dada.

Pemberian pernafasan buatan secara efektif dapat diketahui dengan melihat

pengembangan dada korban.Berikan 1 kali pernafasan selama 1 detik, berikan

pernafasan biasa.kemudian berikan pernafasan kedua selama 1 detik. Berikan


nafas secara biasa untuk mencegah penolong mengalami pusing atau

berkunang-kunang. Untuk bayi dan anak, nafas buatan yang diberikan lebih

sedikit dari orang dewasa, dengan tetap melihat pengembangan

dada.Usahakan hindari pemberian pernafasan yang terlalu kuat dan terlalu

banyak karena dapat menyebabkan kembung dan merusak paru-paru korban.

Konsentrasi oksigen melalui udara ekspirasi mulut sekitar 17 %.

2) Cara memberikan nafas buatan dari mulut ke hidung

Cara ini direkomendasikan jika pemberian nafas buatan melalui mulut

korban tidak dapat dilakukan misalnya terdapat luka yang berat pada mulut

korban, mulut tidak dapat dibuka, korban di dalam air atau mulut penolong

tidak dapat mencakup mulut korban.

3) Cara memberikan nafas buatan dari mulut ke stoma (lubang trakeostomi)

Cara ini diberikan pada pasien trakeostomi. Caranya sama dengan mulut

ke mulut hanya saja lubang tempat masuknya udara adalah lubang trakeostomi

4) Pemberian nafas buatan dengan menggunakan alat

Ambu bag terdiri dari bag yang berfungsi untuk memompa oksigen udara

bebas, valve/pipa berkatup dan masker yang menutupi mulut dan hidung

penderita. Penggunaan ambu bag atau bagging sungkup memerlukan

keterampilan tersendiri. Penolong seorang diri dalam menggunakan amb bag

harus dapat mempertahankan terbukanya jalan nafas dengan mengangkat

rahang bawah, menekan sungkup ke muka korban dengan kuat dan memompa

udara dengan memeras bagging. Penolong harus dapat melihat dengan jelas

pergerakan dada korban pada setiap pernafasan.


Ambu bag sangat efektif bila dilakukan oleh dua orang penolong yang

berpengalaman. Salah seorang penolong membuka jalan nafas dan

menempelkan sungkup wajah korban dan penolong lain memeras bagging.

Kedua penolong harus memperhatikan pengembangan dada korban Ambu bag

digunakan dengan satu tangan penolong memegang bag sambil memompa

udara sedangkan tangan lainnya memegang dan memfiksasi masker. Pada

Tangan yang memegang masker, ibu jari dan jari telunjuk memegang masker

membentuk huruf C sedangkan jari-jari lainnya memegang rahang bawah

penderita sekaligus membuka jalan nafas penderita dengan membentuk huruf

E. Konsentrasi oksigen yang dihasilkan dari ambu bag sekitar 20 %. Dapat

ditingkatkan menjadi 100% dengan tambahan oksigen. Untuk kondisi yang

mana penderita mengalami henti nafas dan henti jantung, dilakukan resusitasi

jantung-paru-otak.

5) Ventilasi dan oksigenasi


Tujuan utama dari ventilasi adalah mendapatkan oksigenisasi sel yang
cukup dengan cara memberikan oksigen dan ventilasi yang cukup.
 Oksigenisasi
Oksigenisasi sebaiknya diberikan melalui suatu masker yang terpasang
baik dengan flow 10-12 liter/menit. Cara memberikan oksigen lain (nasal
kateter, kanul dsb) dapat memperbaiki oksigenisasi. Karena perubahan kadar
oksigen darah dapat berubah cepat, dan tidak mungkin dikenali secara klinis,
maka harus dipertimbangkan pulse oksimeter bila di duga ada masalah
intubasi atau ventilasi. Ini termasuk pada saat transport penderita luka parah.
Nilai normal saturasi O2 adalah lebih dari 95%.
 Ventilasi
Ventilasi yang cukup dapat tercapai dengan teknik mouth to face atau bag-
valve-face-mask. Seringkali hanya satu petugas tersedia,Namun hanya lebih
efektif bila ada petugas kedua yang memegang face mask. Intubasi mungkin
memerlukan beberapakali usaha dan tidak boleh menggangu oksigenisasi.
Dengan demikian lebih baik pada saat mulai intubasi petugas menarik nafas
dalam dan menghentikan usaha pada saat petugas harus inspirasi. Bila sudah
intubasi, ventilasi dapat dibantu dengan bagging, atau lebih baik memakai
respirator. Dokter harus selalu waspada terhadap baro trauma (akibat positive
pressure ventilation) yang dapat mengakibatkan pneumotorax atau malah
tension pneumotorax akibat “bagging” yang terlalu bersemangat.

Anda mungkin juga menyukai