Anda di halaman 1dari 8

TUGAS KEGAWATDARURATAN

TRAUMA KEPALA DAN SPINAL

Dosen Pengampu Mata Ajar:


Ns. Muh Hasan Basri, S.Kep., M.Kep

Disusun oleh :
Aisah
(171009314401001)

AKADEMI KEPERAWATAN SETIH SETIO MUARA BUNGO


TAHUN 2020
1. PENGERTIAN
a. Pengertian trauma kepala
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan (accelerasi) dan perlambatan
(decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan
peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta rotasi yaitu
pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada
tindakan pencegahan (Doenges, 1989).
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi
otak yang di sertai atau tanpa di sertai perdarahan interstisial dalam substansi otak
tanpa di ikuti terputusnya kontinuitas otak. (Arif Muttaqin, 2008)

Gambar 1.1 : trauma tulang kepala

b. Pengertian trauma spinalis


Cedera medula spinalis (CMS) atau spinal cord injury (SCI ) ditandai dengan
adanya tetralegia atau paraplegia, parsial atau komplit, dan tingkatan atau level
tergantung area terjadinya lesi atau CMS. Tetraplegia atau quadriplegia adalah
kehilangan fungsi sensorik dan motorik di segmen servikal medulla spinalis.
Sedangkan paraplegia adalah gangguan fungsi sensorik dan motorik di segmen
thorakal, lumbal dan sakrum ( Kirshblum & Benevento, 2009).
Cedera Medula Spinalis adalah cedera yang mengenai Medula Spinalis baik
itu bagian servikalis, torakalis, lumbal maupun sakral akibat dari suatu trauma yang
mengenai tulang belakang. (Arif Muttaqin,2008).
Tulang belakang (vertebrae) adalah tulang yang memanjang dari leher sampai
ke selangkangan. Tulang vertebrae terdiri dari 33 tulang, antara lain: 7 buah tulang
servikal, 12 buah tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral. Diskus
intervertebrale merupakan penghubung antara dua korpus vertebrae. Sistem otot
ligamentum membentuk jajaran barisan (aligment) tulang belakang dan
memungkinkan mobilitas vertebrae. Di dalam susunan tulang tersebut terangkai pula
rangkaian syaraf-syaraf, yang bila terjadi cedera di tulang belakang maka akan
mempengaruhi syaraf-syaraf tersebut (Mansjoer, Arif, et al. 2000).

Gambar 1.2 : trauma tulang belakang.

2.DAMPAK DARI TRAUMA KEPALA DAN SPINA


a. Dampak Trauma kepala
Komplikasi lain secara traumatic :
a. Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)
b. Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis,
abses otak)
c. Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi)
Komplikasi lain:
a. Hemorrhagie
b. Infeksi
c. Edema
d. Herniasi
e. Kegagalan nafas

b. Dampak Trauma spinal


a. Neurogenik shock
b. Hipoksia
c. Gangguan paru-paru
d. Instabilitas spinal
e. Orthostatic hipotensi
f. Ileus paralitik
g. Infeksi saluran kemih
h. Kontraktur
i. Dekubitus
j. Inkontinensia bladder
k. Konstipasi (Fransisca B.Batticaca: 2008)

3.MEKANISME TERJADINYA TRAUMA KEPALA DAN TRAUMA SPINAL

a. Mekanisme Terjadinya Trauma Kepala


Mekanisme cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologi dari trauma kepala kepala. Pada trauma kepala terjadi
akselerasi (gerakan yang cepat dan mendadak yang terjadi jika benda yang sedang bergerak
membentur kepala yang diam) dan deselerasi (penghentian akselerasi secara mendadak yaitu
jika kepala membentur benda yang tidak bergerak). Pada waktu akselerasi berlangsung,
terjadi dua kejadian yaitu akselerasi tengkorak ke arah dampak (kup) dan pergeseran otak ke
arah yang berlawanan dengan arah dampak primer (kontra kup). Apabila akselerasi
disebabkan oleh pukulan pada oksiput, maka pada tempat di bawah tampak terdapat tekanan
positif akibat identasi ditambah tekanan positif yang dihasilkan oleh akselerasi tengkorak ke
arah dampak dan penggeseran otak ke arah yang berlawanan. Di seberang tempat terdapat
tekanan negatif akibat akselerasi kepala yang ketika itu juga akan ditiadakan oleh tekanan
yang positif yang diakibatkan oleh pergeseran seluruh otak.
Maka pada trauma kepala dengan dampak pada oksiput, gaya kompresi di bawah
berdampak cukup besar untuk bisa menimbulkan lesi. Lesi tersebut bisa berupa perdarahan
pada permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil tanpa kerusakan pada
duramater (lesi kontusio). Jika lesi terjadi di bawah dampak disebut lesi kontusio “kup” dan
jika terjadi di seberang dampak disebut lesi kontusio “kontra kup”. Sehingga dari sana bisa
timbul gejala-gejala deficit neurologist berupa reflek babinski yang positif dan kelumpuhan
UMN. Setelah kesadaran pulih kembali, si penderita biasanya menunjukkan gambaran
“organic brain syndrom” dan berdampak juga pada autoregulasi pembuluh darah serebral,
sehingga terdapat vasoparalisis.
Akselerasi dan penggeseran otak yang terjadi bersifat linear dan bahkan akselerasi
yang sering kalidiakibatkan oleh trauma kepala disebut akselerasi rotarik. Pergeseran otak
pada akselerasi dan deselerasi linear dan rotarik bisa menarik dan memutuskan vena-vena
yang menjembatani selaput arakhnoida dan dura sehingga timbul perdarahan subdural. Vena-
vena tersebut “Bridging Veins”.

b. Mekanisme terjadinya trauma spinal


1. Fleksi
Trauma terjadi akibat fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi pada vertebra.
Vertebra mengalami tekanan berbentuk remuk yang dapat menyebabkan kerusakan atau
tanpa kerusakan ligamen posterior. Apabila terdapat kerusakan ligamen posterior, maka
fraktur bersifat tidak stabil dan dapat terjadi subluksasi

2. Fleksi dan rotasi


Trauma jenis ini merupakan suatu trauma fleksi yang bersama-sama dengan
rotasi. Terdapat strain dari ligamen dan kapsul, juga ditemukan fraktur faset. Pada
keadaan ini terjadi pergerakan kedepan/dislokasi vertebra di atasnya. Semua fraktur
dislokasi bersifat tidak stabil.

3. Kompresi Vertikal (aksial)


Suatu trauma vertikal yang secara langsung mengenai vertebra yang akan
menyebabkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan memecahkan permukaan serta
badan vertebra secara vertikal. Material diskus akan masuk dalam badan vertebra dan
menyebabkan vertebra menjadi rekah (pecah). Pada trauma ini elemen posterior masih
intak sehingga fraktur yang terjadi bersifat stabil

4. Hiperekstensi atau retrofleksi


Biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi kombinasi distraksi dan ekstensi.
Keadaan ini sering ditemukan pada vertebra servikal dan jarang pada vertebra torako-
lumbalis. Ligamen anterior dan diskus dapat mengalami kerusakan atau terjadi fraktur
pada arkus neuralis. Fraktur ini biasanya bersifat stabil.

5. Fleksi lateral
Kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan fleksi lateral akan
menyebabkan fraktur pada komponen lateral, yaitu pedikel, foramen vertebra, dan sendi
faset.

6. Fraktur dislokasi
Suatu trauma yang menyebabkan terjadinya fraktur tulang belakang dan terjadi
dislokasi pada ruas tulang belakang

4.KLASIFIKASI TRAUMA KEPALA DAN TRAUMA SPINAL

a. Klasifikasi Trauma kepala


Berdasarkan klinis, terbagi menjadi:

1. Simple Head Injury

 GCS 15, composmentis, no amnesia.


2. Cedera Otak Ringan

 GCS 14, atau


 GCS 15 dengan kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit.
 Dapat disertai nyeri kepala, mual, muntah dan vertigo.
3. Cedera Otak Sedang

 GCS 9-13
 Kehilangan kesadaran antara 30 menit-24 jam, dapat mengalami fraktur tengkirak
dan disorientasi ringan (bingung).
 Defisit neurologis bisa (+) atau (-)
4. Cedera Otak Berat

 GCS 3-8
 Kehilangan kesadaran lebih dari 24 jam, meliputi: kontusio cerebri, laserasi,
hematoma dan edema cerebri.
 Defisit neurologis (+)

Berdasarkan tempat fraktur:

1. Fraktur Cranium

a. Fraktur linier

 Selalu tertutup
 Bila ada luka  jahit

b. Fraktur impresi

 Fragmen tulang masuk melebihi satu tebal tulang


 Terbuka: cito operasi
 Tertutup: konservatif, kecuali bila ada: indikasi kosmetik, kejang, defisit
neurologis.
2. Fraktur Basis Cranii

a. Anterior, gejala:

 Rinorrhea
 Brill hematom
 Lesi N. I & II
b. Media, gejala:

 Otorrhea
 Battle sign (hematom retroaurikuler)
 Lesi N. VII & VIII

b. Klasifikasi Trauma spinal

Penilaian neurologis pada cedera medula spinalis meliputi penilaian berikut


seperti:
 Sensasi pada tusukan (traktus spinotalamikus)

 Sensasi pada sentuhan halus dan sensasi posisi sendi (kolum posterior)

 Kekuatan kelompok otot (traktus kortikospinal)

 Refleks (abdominal, anal dan bulbokavernosus)

 Fungsi saraf kranial (bisa dipengaruhi oleh cedera servikal tinggi, seperti disfagia
Dengan memeriksa dermatom dan miotom dengan cara demikian, level dan
completeness dari cedera medula spinalis dan keberadaan kerusakan neurologis lainnya
seperti cedera pleksus brakialis dapat dinilai. Segmen terakhir dari fungsi saraf spinal yang
normal, seperti yang diketahui dari pemeriksaan klinis, disebut sebagai level neurologis
dari lesi tersebut. Hal ini tidak harus sesuai dengan level fraktur.

Cedera inkomplit didefinisikan sebagai cedera yang berkaitan dengan adanya


preservasi dari fungsi motor dan sensorik di bawah level neurologis. Penilaian tingkat dan
komplit atau tidaknya suatu cedera medula spinalis memungkinkan prognosa untuk dibuat.
Jika lesi yang terjadi adalah komplit, kemungkinan penyembuhan jauh lebih kecil
dibandingkan dengan lesi inkomplit.

Anda mungkin juga menyukai