Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepanitraan Klinik di Bagian Ilmu
Anestesi
Diajukan kepada:
Pembimbing
dr. Nira Muniroh Al Munawar, Sp. An
Disusun oleh:
Monicha Yuwan Adviana H3A020039
Denny Maulana Arwani H3A020006
Alma Fauziyyah H3A020021
Mutiara Aura Kusuma H3A020028
FAKULTAS KEDOKTERAN
2020
KEGAWATAN AIRWAY
LOOK:
Look untuk melihat apakah pasien agitasi/gelisah, mengalami penurunan kesadaran, atau
sianosis. Lihat juga apakah ada penggunaan otot bantu pernafasan dan retraksi. Kaji
adanya deformitas maksilofasial, trauma leher trakea, dan debris jalan nafas seperti darah,
muntahan, dan gigi yang tanggal.
● Kesadaran; “the talking patient” : pasien yang bisa bicara berarti airway bebas,
namun tetap perlu evaluasi berkala. Penurunan kesadaran memberi kesan adanya
hiperkarbia
● Agitasi memberi kesan adanya hipoksia
● Nafas cuping hidung
● Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh kurangnya oksigenasi
dan dapat dilihat dengan melihat pada kuku-kuku dan kulit sekitar mulut
● Adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan yang merupakan bukti
adanya gangguan airway.
LISTEN:
Dengarkan suara nafas abnormal, seperti:
● Snoring, akibat lidah jatuh ke kebelakang
● Gurgling, (suara berkumur) menunjukkan adanya cairan/ benda asing
● Stridor, dapat terjadi akibat sumbatan sebagian jalan napas jalan napas setinggi
larings (Stridor inspirasi) atau setinggi trakea (stridor ekspirasi)
FEEL:
Hembusan Nafas
1.Pembebasan jalan nafas tanpa alat
Pada pasien yang tidak sadar, penyebab tersering sumbatan jalan napas yang
terjadi adalah akibat hilangnya tonus otot-otot tenggorokan. Dalam kasus ini lidah jatuh
ke belakang dan menyumbat jalan napas ada bagian faring. Letakkan pasien pada posisi
terlentang pada alas keras ubin atau selipkan papan kalau pasien diatas kasur. Jika tonus
otot menghilang, lidah akan menyumbat faring dan epiglotis akan menyumbat laring.
Lidah dan epiglotis penyebab utama tersumbatnya jalan nafas pada pasien tidak sadar.
Untuk menghindari hal ini dilakukan beberapa tindakan, yaitu:
a. Perasat kepala tengadah-dagu diangkat (head tilt-chin lift manuver)
Perasat ini dilakukan jika tidak ada trauma pada leher. Satu tangan penolong
mendorong dahi kebawah supaya kepala tengadah, tangan lain mendorong dagu
dengan hati-hati tengadah, sehingga hidung menghadap keatas dan epiglotis
terbuka, sniffing position, posisi hitup.
b. Perasat dorong rahang bawah (jaw thrust manuver)
Pada pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangakat didorong kedepan
pada sendinya tanpa menggerakkan kepala leher. Karena lidah melekat pada
rahang bawah, maka lidah ikut tertarik dan jalan nafas terbuka.
Dalam melakukan teknik membebaskan jalan nafas agar selalu diingat untuk
melakukan proteksi Cervical-spine terutama pada pasien trauma/multipel trauma.
Gambar teknik head tilt chin lift gambar teknik Jaw thrust
Peralatan Intubasi
Pipa oro/nasofaring.
Suction/alat pengisap.
Sumber Oksigen
Kanula dan masker oksigen.
BVM/Ambu bag, atau jackson reese.
Pipa endotrakheal sesuai ukuran dan stylet.
Pelumas (jelly)
Forcep magill.
Laringoscope (handle dan blade sesuai ukuran, selalu periksa baterai&lampu)
Obat-obatan sedatif i.v.
Sarung tangan.
Plester dan gunting.
Bantal kecil tebal 10 cm (bila tersedia)
Teknik Intubasi
Sebelum intubasi berikan oksigen, sebaiknya gunakan bantal dan pastikan
jalan napas terbuka (hati-hati pada cedera leher).
Siapkan endotracheal tube (ETT), periksa balon (cuff), siapkan stylet, beri
jelly.
Siapkan laringoskop (pasang blade pada handle), lampu harus menyala terang.
Pasang laringoskop dengan tangan kiri, masukkan ujung blade ke sisi kanan
mulut pasien, geser lidah pasien ke kiri.
Tekan tulang rawan krikoid (untuk mencegah aspirasi = Sellick Maneuver).
Lakukan traksi sesuai sumbu panjang laringoskop (hati-hati cedera gigi, gusi,
bibir).
Lihat adanya pita suara. Bila perlu isap lendir/cairan lebih dahulu.
Masukkan ETT sampai batas masukny di pita suara.
Keluarkan stylet dan laringoskop secara hati-hati.
Kembangkan balon (cuff) ETT.
Pasang pipa orofaring.
Periksa posisi ETT apakah masuk dengan benar (auskultasi suara pernapasan
atau udara yang ditiupkan). Hubungkan dengan pipa oksigen.
Amankan posisi (fiksasi) ETT dengan plester.
Chest Thrust
Usaha untuk membebaskan jalan napas dari sumbatan parsial/total oleh karena
benda padat. Untuk bayi, anak, orang gemuk, dan wanita hamil.
KEGAWATAN BREATHING
Pernapasan dikatakan tidak baik atau tidak normal jika terdapat keadaan berikut ini:
1. Frekuensi pernafasan : takipnea, bradipnea
2. Bunyi nafas abnormal
3. Penggunaan otot-otot pernafasan tambahan
4. Gangguan Difusi O2 sampai ke perifer (Sianosis, Hipotermi, CRT, penurunan
Saturasi O2)
5. Gangguan / penurunan tingkat kesadaran
1. Pernapasan bantuan
Bantuan ini harus diberikan pada semua korban yang tidak bernapas atau
pernapasannya tidak memadai. Beberapa cara memberikan batuan pernapasan
buatan adalah :
1. Perapasan buatan mulut-ke-mulut
Napas buatan mulut ke mulut adalah cara yang paling sederhana, cepat
meskipun menggunakan udara sisa pernapasan penolong dengan kadar oksigen
sekitar 16% saja.
Caranya :
- Pertahankan head tilt-chin lift (kepala mendongak)
- Jepit hidung dengan ibu jari dan telunjuk serta tangan yang lain
mempertahankan posisi kepala mendongak
- Buka sedikit mulut korban
- Pada saat akan membuang napas, tempelkan rapat bibir penolong melingkari
mulut pasien, kemudian tiupkan lambat, setiap tiupan selama 1 detik dan
pastian sampai dada terangkat.
- Tetap pertahankan posisi kepala, lepaskan mulut penolong dari mulut
korban, lihat apakah dada korban turun waktu akshalasi
2. Pernapasan bantuan mulut-ke-hidung
Napas bantuan ini dilakukan bila pernapasan mulut-ke-mulut sulit misalnya
karena kejang rahang, caranya adalah mengkatupkan mulut korban disertai
mengangkat dagu kemudian tiupkan udara seperti pernapasan mulut-ke-mulut.
Buka mulut pasien waktu ekshalasi.
3. Pernapasan buatan mulut-ke-sungkup
Penolong meniupkan udara melalui sungkup yang diletakkan diatas dan
melingkupi mulut dan hidung pasien. Sungkup ini terbuat dari plastik transparan
sehingga muntahan dan warna bibir pasien dapat terlihat.
Caranya :
- Letakkan korban pada posisi terlentang
- Leyakkan sungkup pada muka korban dan dipegang dengan kedua ibu jari
- Lakukan Head tilt-chin lift, tekan sungkup ke muka korban agar rapat
kemudian tiup kembali melalui lubang sungkup sampai dada terangkat
- Hentikan tiupan dan amati turunnya dada.
4. Pernapasan dengan menggunakan Bag Valve Mask
Bantuan pernafasan dengan BVM (Bag Valve Mask) atau AMBU adalah membantu
pernafasan dengan menggunakan reservoir udara (air mask bag unit, AMBU )
Gambar 2. Bag Valve Mask
Indikasi:
a. Apnea karena berbagai mekanisme
b. Usaha bernafas tidak mencukuoi
Kontraindikasi:
Cara Penggunaan:
5. Nassal Kanul
Nasal kanul adalah alat sederhana yang sering digunakan untuk
menghantarkan oksigen. Pemberian O2 sistem aliran rendah ini ditujukan untuk klien
yang memerlukan O2 tetapi masih mampu bernafas dengan pola pernafasan normal,
misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16– 20 kali
permenit dengan kecepatan aliran 1–6 liter/menit serta konsentrasi 22–44%, dengan
cara memasukkan selang yang terbuat dari plastik ke dalam hidung hanya berkisar
0,6–1,3 cm dan mengaitkannya di belakang telinga
Indikasi:
a. Pasien hipoksia.
b. Oksigenasi kurang sedangkan paru normal.
c. Oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal.
d. Oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal.
e. Pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi.
f. Pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah.
Kontraindikasi:
Kontraindikasi utama terapi oksigen dengan nasal kanul adalah jalan napas
yang tersumbat, baik akibat trauma hidung, penggunaan tampon hidung, atau akibat
infeksi/inflamasi.
Cara Penggunaan:
Langkah-langkah :
Tension pneumothoraks terjadi akibat kebocoran udara “one-way valve” dari paru
atau melalui dinding toraks. Udara didorong masuk kedalam rongga toraks tanpa ada
celah untuk keluar sehingga memicu paru kolaps. Mediastinum terdorong ke sisi
berlawanan. Terjadi penurunan aliran darah balik vena dan penekanan pada paru di sisi
yang berlawanan.
Penyebab utama tension pneumothoraks adalah ventilasi mekanik dengan ventilasi
tekanan positif pada pasien dengan trauma pleural visceral. Tension pneumothoraks juga
dapat terjadi sebagai komplikasi dari simple pneumothoraks pasca trauma tumpul atau
tembus toraks dimana parenkim paru gagal untuk mengembang atau pascca
penyimpangan pemasangan kateter vena subklavia atau jugularis interna. Defek traumatik
pada toraks juga dapat memicu tension pneumotoraks jika tidak ditutup dengan benar dan
jika defek tersebut memicu tejadinya mekanisme flap-valve. Tension pneumothoraks juga
dapat terjadi akibat penyimpangan letak pasca fraktur tulang belakang torakal.
American Society of Anesthesiologists, 2013. Practice Guidelines for Management of the Difficult
Airway-An Updated Report by the American Society of Anesthesiologists Task Force on
Management of the Difficult Airway. Jurnal American Society of Anesthesiologists vol.118
no.2.
Ninth Edition.2014. Advance Trauma Life Support (ATLS). . American College of Surgeons.
Committe on Trauma
Prasenohadi. 2010. Manajemen Jalan Napas; Pulmonologi Intervensi dan Gawat Darurat Napas.
Jakarta: FK UI.
Pusbankes 118. Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD), Basic Trauma and
Cardiac Support (BTCLS). Yogyakarta: Persi DI; 2013.
Purwadianto, Agus, dkk, 2000. Kegawatdaruratan Medik. Jakarta: Binarupa Aksara
Wilkinson, Douglas. A., Skinner, Marcus. W. (2000). Primary trauma care standard edition.
Oxford : Primary Trauma Care Foundation. ISBN 0-95-39411-0-8.