PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasien yang mengalami operasi dengan anestesi membutuhkan
perawatan setelah tindakan. Jam pertama setelah anestesi merupakan saat
yang paling berbahaya. Kondisi berbahaya ini disebabkan oleh jalan nafas
yang masih tertekan walaupun pasien tampak sudah bangun. Depresi
pernapasan dapat mengakibatkan kematian karena hipoksia. Dalam hal ini,
hipoksia merupakan salah satu komplikasi anestesi pasca operasi. Banyak
komplikasi yang dapat terjadi setelah tindakan operatif, baik efek dari anestesi
maupun dari tindakan operatif itu tersendiri.
Secara garis besar ada empat hal yang harus diperhatikan pada pasien
pasca anestesi, yaitu masalah pernapasan, kardiovaskuler, keseimbangan
cairan, sistem persarafan, perkemihan, dan gastrointestinal. Harus diperhatikan
bahwa komplikasi anestesi yang tidak segera ditangani akan berdampak
kematian bagi pasien. Beberapa komplikasi lain yang mungkin terjadi antara
lain: pernapasan tidak adekuat, pneumotorakis, atelektasis, hipotensi, gagal
jantung, embolisme pulmonal, pemanjangan efek sedatif premedikasi,
trombosis jantung, cedera kepala, sianosis, konfulsi, mual muntah,
embolisme lemak dan keracunan barbiturat.
Ruang pemulihan mempunyai angka cidera dan tuntutan
pengadilan yang tinggi di rumah sakit. Resiko ini berkurang jika perawatan
pascaoperatif di ruang pemulihan dilakukan secara optimal. Langkah-langkah
tindakan keamanan dan tindakan keperawatan harus berlangsung terus
menerus selama tahap pascaoperatif.
B. Pengertian
Ruang pemulihan adalah Pasien yang baru saja menjalani tindakan operasi
harus dirawat sementara di Recovery Room untuk perawatan post anestesi
sampai kondisi pasien stabil. Apabila pasien tidak mengalami komplikasi
operasi dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan, dalam
hal ini peran dokter di ruang pemulihan sangat dibutuhkan untuk memberikan
tindakan pada pasien pasca operasi dan yang mengalami operasi dengan
anestesi.
Recovery Room (RR) adalah suatu ruangan yang terletak di dekat kamar
1
bedah, dekat dengan perawat bedah, ahli anesthesia dan ahli bedah sendiri,
sehingga apabila timbul keadaan gawat pasca-bedah, klien dapat segera diberi
pertolongan.
2
BAB II
RUANG LINGKUP
3
BAB III
TATA LAKSANA
Pasien dianggap sudah pulih sadar dari anastesia dan dapat pindah dari ruang
pemulihan ke ruang perawatan apabila skor > 8.
E. Monitoring Pernafasan
Pernafasan dapat dipantau dengan memperhatikan pergerakan abdomen,
dada atau dengan mendekatkan tangan kita pada hidung atau mulut pasien.
Oksigenasi dapat juga dinilai dengan memperhatikan warna kulit pasien.
Kebiruan yang umum dijumpai di bibir atau lidah dapat menandai suatu
hipoksia. Respirasi harus dimonitor dengan teliti, mulai dengan cara-cara
sederhana sampai monitor yang menggunakan alat-alat. Pernafasan dinilai
dari jenis nafasnya, apakah thorakal atau abdominal, apakah ada nafas
paradoksal retraksi intercostal atau supraclavicula. Pemantauan terhadap
tekanan jalan nafas, tekanan naik bila pipa endotrakhea tertekuk, sekresi
berlebihan, pneumothorak, bronkospasme, dan obat-obat relaksan habis.
Pemantauan terhadap Oxygen Delivery dan end tidal CO2. End tidal CO2,
korelasi antara Pa O2 dan Pa CO2 cukup baik pada pasien dengan paru
normal. Alat pemantaunya adalah kapnometer yang biasa digunakan untuk
memantau emboli udara pada paru, malignan hiperthermi, pasien manula,
operasi arteri karotis. Stetoskop esofagus, merupakan alat sederhana, murah,
non invasif, dan cukup aman. Dapat secara rutin digunakan untuk memantau
suara nafas dan bunyi jantung.
F. Monitoring Sirkulasi
Pemantauan cairan pascaopertif di ruang pemulihan sangat diperlukan
karena bila pasien bisa mengalami hipovolemia dan hipervolemia. Cairan
intravena perlu diatur, dan dicatat jumlah cairan yang masuk. Keluaran
cairan ditentukan dengan pemantauan melalui urin, drain, dan jumlah
perdarahan. Hipovolemia terjadi karena perdarahan dan penguapan tubuh
bertambah karena pemberian gas anestesi yang kering dan luka operasi
yang lebar menambah penguapan tubuh meningkat sehingga
kehilangan cairan lebih banyak.Hipervolemia pada pasien pascaoperatif
disebabkan pemberian cairan intravena melebihi 30% dari yang seharusnya,
kesalahan dalam pemantauan hemodinamik.
Pencegahan :
a. Terapi penggantian cairan
b. Menjaga trauma bedah pda tingkat minimum
c. Pengatasan nyeri dengan membuat pasien senyaman mungkin dan
dengan menggunakan narkotik secara bijaksana
d. Pemakaian linen yang ringan dan tidak panas (mencegah vasodilatasi)
e. Ruangan tenang untuk mencegah stres
f. Posisi supinasi dianjurkan untuk memfasilitasi sirkulasi
g. Pemantauan tanda vital
Pengobatan :
a. Pasien dijaga tetap hangat tapi tidak sampai kepanasan
b. Dibaringkan datar di tempat tidur dengan tungkai dinaikkan
c. Pemantauan status pernafasan
d. Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal
kanul jika diindikasikan
e. Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex : RL) atau koloid (ex :
komponen darah, albumin, plasma atau pengganti plasma)
f. Penggunaan beberapa jalur intravena
g. Terapi obat : kardiotonik (meningkatkan efisiensi jantung) atau
diuretik (mengurangi retensi cairan dan edema)
2. Perdarahan
Jenis Perdarahan :
a. Hemorrhagi Primer : terjadi pada waktu pembedahan
b. Hemorrhagi Intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika
kenaikan tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang
tersangkut dengan tidak aman dari pembuluh darah yang tidak terikat
c. Hemorrhagi Sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur
slip karena pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi
terinfeksi atau mengalami erosi oleh selang drainage.
Tanda-tanda :
Gelisah, gundah, terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-basah-pucat,
nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan
konjungtiva pucat dan pasien melemah.
Penatalaksanaan :
a. Pasien dibaringkan seperti pada posisi pasien syok
b. Sedatif atau analgetik diberikan sesuai indikasi
c. Inspeksi luka bedah
d. Balut kuat jika terjadi perdarahan pada luka operasi
e. Transfusi darah atau produk darah lainnya
f. Observasi VS
Pencegahan :
a. Latihan tungkai
b. Pemberian Heparin atau Warfarin dosis rendah
c. Menghindari penggunaan selimut yang digulung, bantal yang digulung
atau bentuk lain untuk meninggikan yang dapat menyumbat pembuluh di
bawah lutut
d. Menghindari menjuntai kaki di sisi tempat tidur
Pengobatan :
a. Ligasi Vena femoralis
b. Terapi anti koagulan
c. Pemeriksaan masa pembekuan
d. Stoking elatik tinggi
e. Ambulasi dini
4. Embolisme Pummonal
Terjadi ketika embolus menjalar ke sebelah kanan jantung dan dengan
sempurna menyumbat arteri pulmonal. Pencegahan paling efektif adalah
dengan ambulasi dini pasca operatif.
5. Retensi Urine
Paling sering terjadi setelah pembedahan pada rektum, anus dan vagina.
6. Delirium
Penurunan kesadaran dapat terjadi karena toksik, traumatik atau putus
alkohol.