KABUPATEN PASURUAN
NOMOR : 160 TAHUN 2016
TANGGAL : JUNI 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasien yang mengalami operasi dengan anestesi membutuhkan
perawatan setelah tindakan. Jam pertama setelah anestesi merupakan
saat yang paling berbahaya. Kondisi berbahaya ini disebabkan oleh jalan
nafas yang masih tertekan walaupun pasien tampak sudah bangun.
Depresi pernapasan dapat mengakibatkan kematian karena hipoksia.
Dalam hal ini, hipoksia merupakan salah satu komplikasi anestesi pasca
operasi. Banyak komplikasi yang dapat terjadi setelah tindakan operatif,
baik efek dari anestesi maupun dari tindakan operatif itu tersendiri.
Secara garis besar ada empat hal yang harus diperhatikan pada
pasien pasca anestesi, yaitu masalah pernapasan, kardiovaskuler,
keseimbangan cairan, sistem persarafan, perkemihan, dan
gastrointestinal. Harus diperhatikan bahwa komplikasi anestesi yang tidak
segera ditangani akan berdampak kematian bagi pasien. Beberapa
komplikasi lain yang mungkin terjadi antara lain: pernapasan tidak
adekuat, pneumotorakis, atelektasis, hipotensi, gagal jantung, embolisme
pulmonal, pemanjangan efek sedatif premedikasi, trombosis jantung,
cedera kepala, sianosis, konfulsi, mual muntah, embolisme lemak dan
keracunan barbiturat.
Komplikasi anestesi jarang terjadi, namun dapat mengancam jiwa.
Laporan umum mencatat kejadian kematian pada waktu atau segera
setelah operasi di beberapa rumah sakit di Amerika rata-rata 0,2% - 0,6%
dari operasi dan kematian yang disebabkan oleh anestesi 0,03% - 0,1%
dari seluruh anestesi yang diberikan. Campbell (1960) menambahkan
bahwa kematian yang terjadi pada waktu operasi atau segera setelah
operasi dari laporan kejadian karena anestesi sangat bervariasi dari 5%
sampai 50%.
Pasien yang baru saja menjalani tindakan operasi harus dirawat
sementara di PACU (Post Anesthesia Care Unit) atau ruang pemulihan
(recovery room) untuk perawatan post anestesi sampai kondisi pasien
1
stabil. Apabila pasien tidak mengalami komplikasi operasi dan memenuhi
syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan, dalam hal ini peran dokter
di ruang pemulihan sangat dibutuhkan untuk memberikan tindakan pada
pasien pasca operasi dan yang mengalami operasi dengan anestesi.
Ruang pemulihan mempunyai angka cidera dan tuntutan
pengadilan yang tinggi di rumah sakit. Resiko ini berkurang jika
perawatan pascaoperatif di ruang pemulihan dilakukan secara optimal.
Instalasi Bedah Sentral RSUD setiap hari rata rata melayani 5-6 pasien
operasi dengan anestesi umum. Langkah-langkah tindakan keamanan
dan tindakan keperawatan harus berlangsung terus menerus selama tahap
pascaoperatif.
B.Tujuan
1. Memantau secara ketat sampai efek anastesi dianggap hilang.
2. Memantau jalannya pernafasan pasca anastesi
2
BAB II
DEFINISI
3
BAB III
RUANG LINGKUP
4
BAB IV
TATA LAKSANA
Menurut Brunner and Suddarth (2002) bahwa dalam serah terima pasien
pasca operatif meliputi diagnosis medis dan jenis embedahan, usia, kondisi
umum, tanda-tanda vital, kepatenan jalan nafas, obat-obat yang digunakan,
masalah yang terjadi selama pembedhan, cairan yang diberikan, jumlah
perdarahan, informasi tentang dokter bedah dan anastesi.
Pasien dianggap sudah pulih sadar dari anastesia dan dapat pindah dari
ruang pemulihan ke ruang perawatan apabila skor > 8.
5
dengan O2, analgetik, ganjal dilepas, atau kadang perlu bantal.
5. Muntah
Bahaya berupa aspirasi paru.
Terapi miringkan kepala dan badan sampai setengah tengkurap, posisi
trendelenberg, hisap muntah sampai bersih.
6. Menggigil
Karena kedinginan, kesakitan atau alergi.
Terapi dengan O2, selimuti, bila perlu beri analgetika.
6
dan membuka saluran udara.
E. Monitoring Pernafasan
Pernafasan dapat dipantau dengan memperhatikan pergerakan
abdomen, dada atau dengan mendekatkan tangan kita pada hidung atau
mulut pasien. Oksigenasi dapat juga dinilai dengan memperhatikan
warna kulit pasien. Kebiruan yang umum dijumpai di bibir atau lidah
dapat menandai suatu hipoksia. Respirasi harus dimonitor dengan teliti,
mulai dengan cara-cara sederhana sampai monitor yang menggunakan
alat-alat. Pernafasan dinilai dari jenis nafasnya, apakah thorakal atau
abdominal, apakah ada nafas paradoksal retraksi intercostal atau
supraclavicula. Pemantauan terhadap tekanan jalan nafas, tekanan naik
bila pipa endotrakhea tertekuk, sekresi berlebihan, pneumothorak,
bronkospasme, dan obat-obat relaksan habis. Pemantauan terhadap
Oxygen Delivery dan end tidal CO2. End tidal CO2, korelasi antara Pa O2
dan Pa CO2 cukup baik pada pasien dengan paru normal. Alat
pemantaunya adalah kapnometer yang biasa digunakan untuk
memantau emboli udara pada paru, malignan hiperthermi, pasien
manula, operasi arteri karotis. Stetoskop esofagus, merupakan alat
sederhana, murah, non invasif, dan cukup aman. Dapat secara rutin
digunakan untuk memantau suara nafas dan bunyi jantung.
F. Monitoring Sirkulasi
Pemantauan cairan pascaopertif di ruang pemulihan sangat
diperlukan karena bila pasien bisa mengalami hipovolemia dan
hipervolemia. Cairan intravena perlu diatur, dan dicatat jumlah cairan
yang masuk. Keluaran cairan ditentukan dengan pemantauan melalui
urin, drain, dan jumlah perdarahan. Hipovolemia terjadi karena
perdarahan dan penguapan tubuh bertambah karena pemberian gas
anestesi yang kering dan luka operasi yang lebar menambah
penguapan tubuh meningkat sehingga kehilangan cairan lebih
banyak.Hipervolemia pada pasien pascaoperatif disebabkan pemberian
cairan intravena melebihi 30% dari yang seharusnya, kesalahan dalam
pemantauan hemodinamik.
7
Operating Room Nursing (2007) menyarankan ruangan dipertahankan pada
suhu yang nyaman, dan selimut disediakan untuk mencegah menggigil
Pencegahan :
a. Terapi penggantian cairan
b. Menjaga trauma bedah pda tingkat minimum
c. Pengatasan nyeri dengan membuat pasien senyaman mungkin dan
dengan menggunakan narkotik secara bijaksana
d. Pemakaian linen yang ringan dan tidak panas (mencegah
vasodilatasi)
e. Ruangan tenang untuk mencegah stres
f. Posisi supinasi dianjurkan untuk memfasilitasi sirkulasi
g. Pemantauan tanda vital
Pengobatan
a. Pasien dijaga tetap hangat tapi tidak sampai kepanasan
b. Dibaringkan datar di tempat tidur dengan tungkai dinaikkan
c. Pemantauan status pernafasan dan CV
d. Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal
kanul jika diindikasikan
e. Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex : RL) atau koloid (ex :
komponen darah, albumin, plasma atau pengganti plasma)
f. Penggunaan beberapa jalur intravena
g. Terapi obat : kardiotonik (meningkatkan efisiensi jantung) atau
diuretik (mengurangi retensi cairan dan edema)
2. Perdarahan
Jenis Perdarahan :
a. Hemorrhagi Primer : terjadi pada waktu pembedahan
b. Hemorrhagi Intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika
kenaikan tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan
yang tersangkut dengan tidak aman dari pembuluh darah yang tidak
terikat
c. Hemorrhagi Sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila
ligatur slip karena pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau
menjadi terinfeksi atau mengalami erosi oleh selang drainage.
Tanda-tanda :
Gelisah, gundah, terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-basah-
pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir
dan konjungtiva pucat dan pasien melemah.
9
Penatalaksanaan :
a. Pasien dibaringkan seperti pada posisi pasien syok
b. Sedatif atau analgetik diberikan sesuai indikasi
c. Inspeksi luka bedah
d. Balut kuat jika terjadi perdarahan pada luka operasi
e. Transfusi darah atau produk darah lainnya
f. Observasi VS
Pencegahan :
a. Latihan tungkai
b. Pemberian Heparin atau Warfarin dosis rendah
c. Menghindari penggunaan selimut yang digulung, bantal yang digulung
atau bentuk lain untuk meninggikan yang dapat menyumbat pembuluh
di bawah lutut
d. Menghindari menjuntai kaki di sisi tempat tidur
Pengobatan :
a. Ligasi Vena femoralis
b. Terapi anti koagulan
c. Pemeriksaan masa pembekuan
d. Stoking elatik tinggi
e. Ambulasi dini
4. Embolisme Pummonal
Terjadi ketika embolus menjalar ke sebelah kanan jantung dan dengan
sempurna menyumbat arteri pulmonal. Pencegahan paling efektif
adalah dengan ambulasi dini pasca operatif.
5. Retensi Urine
Paling sering terjadi setelah pembedahan pada rektum, anus dan
vagina.
6. Delirium
10
Penurunan kesadaran dapat terjadi karena toksik, traumatik atau
putus alkohol.
11
BAB V
DOKUMENTASI
Ditetapkan di Pasuruan
Pada tanggal Juni 2016
DIREKTUR RSUD BANGIL
KABUPATEN PASURUAN
12