Dosen :
apt. Drs. Agus Purwanggana, M.Si
Disusun Oleh:
DESPRIYANTI RUSDANIA WAHYU
2020001196
Kelas A
Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak
penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2 mencapai 90-
95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia di atas 45
tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 di kalangan remaja dan anak-anak
populasinya meningkat.(2)
Fase pertama sekresi insulin terjadi segera setelah stimulus atau rangsangan
glukosa yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah, sedangkan sekresi
fase kedua terjadi sekitar 20 menit sesudahnya. Pada awal perkembangan DM Tipe 2,
sel-sel β menunjukkan gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi
insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin Apabila tidak ditangani dengan baik,
pada perkembangan penyakit selanjutnya penderita DM Tipe 2 akan mengalami
kerusakan sel-sel β pankreas yang terjadi secara progresif, yang seringkali akan
mengakibatkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin
eksogen. Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa pada penderita DM Tipe 2
umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi
insulin.
DM Tipe 1 DM Tipe 2
Mula muncul Umumnya masa kanak- Pada usia tua, umumnya
kanak dan remaja,
> 40 tahun
walaupun ada juga pada
masa dewasa < 40 tahun
Keadaan klinis saat Berat Ringan
Diagnosis
Kadar insulin darah Rendah, tak ada Cukup tinggi,
normal
Berat badan Biasanya kurus Gemuk atau normal
Pengelolaan yang Terapi insulin, diet, Diet, olahraga,
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas telah dikenal
sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2 Belakangan diketahui bahwa kegagalan
sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat daripada yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot,
liver dan sel beta, organ lain seperti: jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal
(defisiensi incretin), sel alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi
glukosa), dan otak (resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya
gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2. Delapan organ penting dalam gangguan toleransi
glukosa ini (ominous octet) penting dipahami karena dasar patofisiologi ini memberikan konsep
tentang:
1. Pengobatan harus ditujukan guna memperbaiki gangguan patogenesis, bukan hanya untuk
menurunkan HbA1c saja.
2. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasari atas kinerja obat pada gangguan
multipel dari patofisiologi DM tipe 2.
3. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau memperlambat progresivitas
kegagalan sel beta yang sudah terjadi pada penyandang gangguan toleransi glukosa
DeFronzo pada tahun 2009 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, liver dan sel beta
pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis penderita DM tipe-2 tetapi terdapat organ
lain yang berperan yang disebutnya sebagai the ominous octet (gambar-1)
Gambar 1. The ominous octet, delapan organ yang berperan dalam patogenesis
hiperglikemia pada DM tipe 2 (Ralph A. DeFronzo. From the Triumvirate to the Ominous Octet:
A New Paradigm for the Treatment of Type 2 Diabetes Mellitus. Diabetes. 2009; 58: 773-795)
Secara garis besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapan hal (omnious octet) berikut :
1. Kegagalan sel beta pancreas: Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah
sangat berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea,
meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-4 inhibitor.(1)
2. Liver: Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver (HGP=hepatic
glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur ini adalah metformin, yang
menekan proses gluconeogenesis.
3. Otot: Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multiple di
intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan transport glukosa
dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja
di jalur ini adalah metformin, dan tiazolidindion.
4. Sel lemak: Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan
peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma.
Penigkatan FFA akan merangsang proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di
liver dan otot. FFA juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA
ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidindion.
5. Usus: Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding kalau diberikan
secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini diperankan oleh 2 hormon GLP-1
(glucagon-like polypeptide-1) dan GIP (glucose-dependent insulinotrophic polypeptide atau
disebut juga gastric inhibitory polypeptide). Pada penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi
GLP-1 dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh
keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja
menghambat kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor. Saluran pencernaan juga
mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja ensim alfa-glukosidase yang
memecah polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian diserap oleh usus dan berakibat
meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat yang bekerja untuk menghambat kinerja ensim
alfa-glukosidase adalah akarbosa.
6. Sel Alpha Pancreas: Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia
dan sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam keadaan
puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam
keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding individu yang normal. Obat yang
menghambat sekresi glukagon atau menghambat reseptor glukagon meliputi GLP-1 agonis,
DPP4 inhibitor dan amylin.
7. Ginjal: Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DM tipe-2.
Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari glukosa
terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose coTransporter) pada
bagian convulated tubulus proksimal. Sedang 10% sisanya akan di absorbsi melalui peran
SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine.
Pada penderita DM terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja
SGLT-2 ini akan menghambat penyerapan kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa
akan dikeluarkan lewat urine. Obat yang bekerja di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor.
Dapaglifozin adalah salah satu contoh obatnya.
8. Otak: Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obes baik yang
DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme kompensasi
dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan justru meningkat akibat adanya
resistensi insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 agonis,
amylin dan bromokriptin.
D. Faktor Resiko
Setiap orang yang memiliki satu atau lebih faktor risiko diabetes selayaknya waspada akan
kemungkinan dirinya mengidap diabetes. Para petugas kesehatan, dokter, apoteker dan petugas
kesehatan lainnya pun sepatutnya memberi perhatian kepada orang-orang seperti ini, dan
menyarankan untuk melakukan beberapa pemeriksaan untuk mengetahui kadar glukosa darahnya
agar tidak terlambat memberikan bantuan penanganan. Karena makin cepat kondisi diabetes
melitus diketahui dan ditangani, makin mudah untuk mengendalikan kadar glukosa darah dan
mencegah komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi. Beberapa faktor risiko untuk diabetes
melitus, terutama untuk DM Tipe 2, dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.(1)
Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa gejala yang harus
diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Gejala tipikal yang sering dirasakan penderita
diabetes antara lain poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia
(banyak makan/mudah lapar). Selain itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur,
koordinasi gerak anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal
yang seringkali sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.
ƒ Pada DM Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria, polidipsia, polifagia,
penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue), iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada
kulit). ƒ Pada DM Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM Tipe 2
seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa tahun kemudian
ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya
lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan
umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh
darah dan syaraf.
Meskipun TTGO dengan beban glukosa 75 g lebih sensitif dan spesifik dibandingkan
pemeriksaan glukosa darah puasa, TTGO memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit
dilakukan berulang-ulang. Apabila hasil pemeriksaan TTGO tidak memenuhi kriteria DMT2,
dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT (toleransi glukosa terganggu/ impaired glucose
tolerance) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu/ impaired fasting glucose). Diagnosis
TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa darah 2 jam setelah TTGO
antara 140-199 mg/dL. Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa darah
puasa didapatkan antara 100-125 mg/dL.
Dalam tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari
dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa. Pasien diharuskan berpuasa paling sedikit 8
jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan. Minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.
Setelah diperiksa kadar glukosa darah puasa, penderita diberikan glukosa 75 gram yang
dilarutkan dalam air 250 mL, kemudian penderita berpuasa kembali sampai pengambilan sampel
darah 2 jam setelah minum larutan glukosa.
Pemeriksaan penyaring
Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko DM namun tidak
menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien
dengan DM, TGT maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini. Pasien dengan TGT dan
GDPT juga disebut sebagai pasien prediabetes. Prediabetes ini merupakan tahapan sementara
menuju DM. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. Apabila pada pemeriksaan penyaring didapatkan hasil
peningkatan kadar glukosa darah sesuai dengan kriteria diagnosis diabetes, maka perlu dilakukan
pemeriksaan lanjutan untuk mengkonfirmasi dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa ulang
atau dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO). Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan
masal (mass screening) tidak dianjurkan mengingat biaya yang mahal. Pemeriksaan penyaring
dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain (misalnya pada pasien dengan
sindrom metabolik) atau general check-up..
Tabel 3 . Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa pada DM dan non-Diabetes
G. Komplikasi
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik dapat menimbulkan komplikasi akut dan kronis.
Berikut ini akan diuraikan beberapa komplikasi yang sering terjadi dan harus diwaspadai.
1. Hipoglikemia
Pada hipoglikemia, kadar glukosa plasma penderita kurang dari 50 mg/dl,
walaupun ada orang-orang tertentu yang sudah menunjukkan gejala hipoglikemia pada
kadar glukosa plasma di atas 50 mg/dl. Kadar glukosa darah yang terlalu rendah
menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak dapat berfungsi
bahkan dapat rusak.
2. Hiperglikemia
Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah melonjak secara tiba-tiba.
Keadaan ini dapat disebabkan antara lain oleh stress, infeksi, dan konsumsi obat-
obatan tertentu. Hiperglikemia ditandai dengan poliuria, polidipsia, polifagia,
kelelahan yang parah (fatigue), dan pandangan kabur. Apabila diketahui dengan
cepat, hiperglikemia dapat dicegah tidak menjadi parah. Hipergikemia dapat
memperburuk gangguan-gangguan kesehatan seperti gastroparesis, disfungsi ereksi,
dan infeksi jamur pada vagina. Hiperglikemia yang berlangsung lama dapat
berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis
diabetik (Diabetic Ketoacidosis = DKA) dan (HHS), yang keduanya dapat berakibat
fatal dan membawa kematian. Hiperglikemia dapat dicegah dengan kontrol kadar
gula darah yang ketat.
3. Komplikasi Makrovaskular
4. Komplikasi mikrovaskular
H. Penatalaksanaan
Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam penatalaksanaan diabetes, yang pertama
pendekatan tanpa obat dan yang kedua adalah pendekatan dengan obat. Dalam
penatalaksanaan DM, langkah pertama yang harus dilakukan adalah penatalaksanaan tanpa
obat berupa pengaturan diet dan olah raga. Apabila dengan langkah pertama ini tujuan
penatalaksanaan belum tercapai, dapat dikombinasikan dengan langkah farmakologis berupa
terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik oral, atau kombinasi keduanya.
Bersamaan dengan itu, apa pun langkah penatalaksanaan yang diambil, satu faktor yang
tak boleh ditinggalkan adalah penyuluhan atau konseling pada penderita diabetes oleh para
praktisi kesehatan, baik dokter, apoteker, ahli gizi maupun tenaga medis lainnya. Mengenai
hal ini, terutama menyangkut pelayanan kefarmasian dan peran apoteker dalam
penatalaksanaan DM.(1)
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan kegiatan
fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal.
Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki
respons sel-sel β terhadap stimulus glukosa. Dalam salah satu penelitian dilaporkan bahwa
penurunan 5% berat badan dapat mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah
salah satu parameter status DM), dan setiap kilogram penurunan berat badan dihubungkan
dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan hidup.
Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan juga sebaiknya diperhatikan. Masukan
kolesterol tetap diperlukan, namun jangan melebihi 300 mg per hari. Sumber lemak
diupayakan yang berasal dari bahan nabati, yang mengandung lebih banyak asam lemak tak
jenuh dibandingkan asam lemak jenuh. Sebagai sumber protein sebaiknya diperoleh dari
ikan, ayam (terutama daging dada), tahu dan tempe, karena tidak banyak mengandung lemak.
Masukan serat sangat penting bagi penderita diabetes, diusahakan paling tidak 25 g per
hari. Disamping akan menolong menghambat penyerapan lemak, makanan berserat yang
tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerap
dirasakan penderita DM tanpa risiko masukan kalori yang berlebih. Disamping itu makanan
sumber serat seperti sayur dan buah-buahan segar umumnya kaya akan vitamin dan mineral.
B. Olah Raga
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap
normal. Saat ini ada dokter olah raga yang dapat dimintakan nasihatnya untuk mengatur jenis
dan porsi olah raga yang sesuai untuk penderita diabetes. Prinsipnya, tidak perlu olah raga
berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi
kesehatan.
2 TERAPI OBAT
Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan olah raga) belum berhasil
mengendalikan kadar glukosa darah penderita, maka perlu dilakukan langkah berikutnya
berupa penatalaksanaan terapi obat, baik dalam bentuk terapi obat hipoglikemik oral, terapi
insulin, atau kombinasi keduanya. Uraian mengenai hal ini akan disampaikan secara tersendiri
dalam Bab 4 (Farmakoterapi)
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
(gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
3. Terapi Kombinasi
Pengaturan diet dan kegiatan jasmani merupakan hal yang utama dalam
penatalaksanaan DM, namun bila diperlukan dapat dilakukan bersamaan dengan
pemberian obat antihiperglikemia oral tunggal atau kombinasi sejak dini.
Pemberian obat antihiperglikemia oral maupun insulin selalu dimulai dengan
dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons
kadar glukosa darah. Terapi kombinasi obat antihiperglikemia oral, baik secara
terpisah ataupun fixed dose combination, harus menggunakan dua macam obat
dengan mekanisme kerja yang berbeda. Pada keadaan tertentu apabila sasaran
kadar glukosa darah belum tercapai dengan kombinasi dua macam obat, dapat
diberikan kombinasi dua obat antihiperglikemia dengan insulin. Pada pasien yang
disertai dengan alasan klinis dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai,
terapi dapat diberikan kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral. (lihat bagan 2
tentang algoritma pengelolaan DMT2).
Kombinasi obat antihiperglikemia oral dengan insulin dimulai dengan
pemberian insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang).
Insulin kerja menengah harus diberikan jam 10 malam menjelang tidur,
sedangkan insulin kerja panjang dapat diberikan sejak sore sampai sebelum tidur.
Pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat mencapai kendali glukosa darah
yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin basal untuk
kombinasi adalah 6-10 unit. kemudian dilakukan evaluasi dengan mengukur kadar
glukosa darah puasa keesokan harinya. Dosis insulin dinaikkan secara perlahan
(pada umumnya 2 unit) apabila kadar glukosa darah puasa belum mencapai target.
Pada keadaaan dimana kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali
meskipun sudah mendapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi kombinasi
insulin basal dan prandial, sedangkan pemberian obat antihiperglikemia oral
dihentikan dengan hati-hati.
7. Bila dengan kombinasi 3 macam obat masih belum mencapai target maka langkah
berikutnya adalah pengobatan Insulin basal plus/bolus atau premix
8. Bila penderita datang dalam keadaan awal HbA1C ≥10.0% atau Glukosa darah
sewaktu 30mg/dl dengan gejala metabolik, maka pengobatan langsung dengan :
3. Pilihan obat tetap harus memperhatikan individualisasi serta efektivitas obat, risiko
hipoglikemia, efek peningkatan berat badan, efek samping obat, harga dan
ketersediaan obat sesuai dengan kebijakan dan kearifan local.
BAB II
Pemilihan obat obat ini dipilih obat Generic didasarkan oleh pertimbangan :
1. memiliki khasiat dan keamanan yang baik berdasarkan bukti ilmiah terkini dan sahih
2. memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan pasien
3. memiliki izin edar dan indikasi yang disetujui oleh BPOM
4. obat yang sangat dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan masyarakat tetapi belum
memiliki izin edar, termasuk obat piatu (orphan drug) serta yang tidak mempunyai
nilai komersial
5. memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tinggi;
6. bukan obat tradisional dan suplemen makanan.
7. apabila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki efek terapi yang serupa, pilihan
dijatuhkan pada obat yang memiliki kriteria berikut:
- Obat Generik adalah Obat yang sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan bukti
ilmiah
- Sifat farmakokinetik dan farmakodinamik yang diketahui paling menguntungkan;
- Stabilitasnya lebih baik
- Mudah diperoleh
- Harga terjangkau
Monografi
1. Glibenklamid
2. Glimepirid
1-[[p-[2-(3-Etil-4-metil-2-okso-3-pirolin-1-karboksamido)etil]fenil]sulfonil]-3-
(trans-4- metilsikloheksil)urea [93479-97-1] C24H34N4O5S BM 490,62
Glimepirida mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0%
C24H34N4O5S, dihitung terhadap zat anhidrat.
- Obat di pasaran : Glimepirid 2 mg tablet (amadiab, gluvas)
- Obat yang dipilih : Glimepirid 2 mg tablet
- Kelarutan : Larut dalam dimetilformamida; sukar larut dalam metanol; agak sukar
larut dalam metilen klorida; praktis tidak larut dalam air.
- Mekanisme Kerja : Glimepiride, suatu sulfonilurea antidiabetes, mengurangi
glukosa darah dengan merangsang pelepasan insulin dari sel pankreas dan
menurunkan keluaran glukosa dari hati. Ini juga meningkatkan sensitivitas insulin di
situs target perifer.
- Indikasi dan Dosis :
Diabetes melitus tipe 2 Dewasa: Dosis bersifat individual berdasarkan kadar glukosa
darah pasien. Awalnya, 1 mg setiap hari, dapat meningkat dengan peningkatan 1 mg
dengan interval 1-2 minggu sesuai dengan respons. Pemeliharaan: 4 mg setiap hari.
Maks: 6 mg setiap hari.
Lansia: Awalnya, 1 mg sekali sehari.
- Cara Pemakaian : Harus diminum dengan makanan. Minum segera sebelum atau
selama sarapan, atau makanan utama pertama hari itu. Jangan melewatkan waktu
makan.
- Mekanisme Kerja : Glimepiride, sulfonilurea antidiabetes, mengurangi glukosa
darah dengan merangsang pelepasan insulin dari sel pankreas dan menurunkan output
glukosa dari hati. Ini juga meningkatkan sensitivitas insulin di situs target perifer.
- Onset: Penurunan glukosa darah: 2-3 jam. Dan Durasi: 24 jam.
- Farmakokinetik:
Penyerapan: Sepenuhnya diserap dari saluran pencernaan. Waktu untuk
mencapai konsentrasi plasma puncak: 2-3 jam.
Distribusi: Volume distribusi: 8,8 L. Ikatan protein plasma: >99,5%
Metabolisme: Dimetabolisme secara ekstensif di hati melalui
biotransformasi oksidatif oleh CYP2C9 menjadi turunan sikloheksil
hidroksi metil (M1) dan selanjutnya dimetabolisme menjadi turunan
karboksil tidak aktif (M2).
Ekskresi: Terutama melalui urin (sekitar 60%, 80-90% sebagai metabolit
M1 dan M2), sebagai feses (sekitar 40%, 70% sebagai metabolit M1 dan
M2). Waktu paruh eliminasi: Kira-kira 9 jam.
Note : Efek samping , Interaksi Obat , Perhatian khusus dan Kontra Indikasi dan
parameter pemantauan obat sama dengan Glibenklamid
3. Glipizid
1-Sikloheksil-3-[[p-[2-(5-metilpirazinkarboksamido)etil]fenil]sulfonil]urea
[29094-61-9] C21H27N5O4S BM 445,54
- Glipizida mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0%
C21H27N5O4S, dihitung terhadap zat kering.
- Obat di pasaran : Glipizid 5 mg Tablet ( Glucotrol)
- Obat yang dipilih : Glipizid 5 mg Tablet
- Kelarutan Praktis tidak larut dalam air, sangat sukar larut dalam metilen klorida dan
aseton, praktis tidak larut dalam etanol 96%. Larut dalam larutan alkali hidroksida
encer.
- Indikasi dan Dosis
1. Dewasa: Sebagai pelepasan segera: Awalnya, 2,5-5 mg setiap hari sebagai dosis
tunggal. Sesuaikan dosis dengan interval beberapa hari dengan peningkatan 2,5-5
mg setiap hari sesuai respons. Dosis >15 mg dapat diberikan dalam 2 dosis
terbagi. Maks: 20 mg setiap hari. Sebagai pelepasan yang diperpanjang: Awalnya,
2,5-5 mg sekali sehari, sesuaikan dosis sesuai respons dengan peningkatan 5-10
mg sekali seminggu. Maks: 20 mg
2. Lansia: Awalnya, 2,5 mg sekali sehari, dosis titrasi 2,5-5 mg setiap hari dengan
interval 1-2 minggu. Dosis pemeliharaan harus konservatif.
- Mekanisme Kerja : sulfoniurea (mekanisme kerja sama)
- Durasi: 12-24 jam.
- Cara Pemakaian :
Immediate-Release : Harus diambil pada waktu perut kosong. Ambil 30 menit
sebelum makan.
Extended-Release: Harus diminum bersama makanan. Telan utuh, jangan
dikunyah/dihancurkan/dibagi.
- Farmakokinetik:
Penyerapan: Cepat dan sepenuhnya diserap dari saluran pencernaan (lepas
segera). Makanan menunda penyerapan. Ketersediaan hayati: 90-100%.
Waktu untuk mencapai konsentrasi plasma puncak: 1-3 jam; 6-12 jam
(rilis diperpanjang).
Distribusi: Ikatan protein plasma: 98-99%, terutama ke albumin. Volume
distribusi: 10-11 L.
Metabolisme: Dimetabolisme di hati oleh CYP2C19 menjadi metabolit
tidak aktif.
Ekskresi: Melalui urin (<10% sebagai obat yang tidak berubah; 80%
sebagai metabolit); kotoran (10%). Waktu paruh eliminasi: 2-5 jam.
Note : Efek samping , Interaksi Obat , Perhatian khusus dan Kontra Indikasi dan
parameter pemantauan obat sama dengan Glibenklamid
B. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2
macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan
diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post
prandial. Efek samping yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia
Monografi
1. Repaglinide
B. Tiazolidindion (TZD)
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated
Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat antara lain di
sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi
insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer. Tiazolidindion meningkatkan
retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal
jantung (NYHA FC III-IV) karena dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-
hati pada gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara
berkala. Obat yang masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.
Pioglitazone
Pioglitazon Hidroklorida mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih
dari 102,0%, C19H20N2O3S.HCl, dihitung terhadap zat anhidrat.
- Obat di pasaran : Pioglitazone 30 mg tablet , Pioglitazone 15 mg tablet ( actos 15
mg ,pionix 30 mg )
- Obat yang dipilih : Pioglitazone 30 mg tablet , Pioglitazone 15 mg tablet
- Kelarutan Praktis tidak larut dalam air; larut dalam dimetilformamida; sukar larut
dalam etanol mutlak; sangat sukar larut dalam aseton dan asetonitril; tidak larut dalam
eter.
- Indikasi dan Dosis
Diabetes melitus tipe 2 ,Dewasa: 15 atau 30 mg sekali sehari, ditingkatkan secara
bertahap jika perlu. Maks: 45 mg/hari. Lansia: Tidak diperlukan penyesuaian dosis.
Gangguan ginjal Tidak diperlukan penyesuaian dosis. Kerusakan hati Sedang hingga
parah: Hindari.
- Cara Pemakaian : Dapat diberikan dengan atau tanpa makanan.
- Kontraindikasi : DM tipe 1 atau ketoasidosis diabetikum. Gagal jantung berat
(NYHA kelas III atau IV). Aktif atau riwayat kanker kandung kemih. Gangguan hati
sedang sampai berat. Pasien dengan hematuria makroskopik yang belum diselidiki.
- Kewaspadaan Khusus Gagal jantung simtomatik dan kongestif (NYHA kelas I atau
II). Gangguan hati ringan. Kehamilan dan menyusui.
- Efek Samping :
Edema, pertambahan berat badan, sinusitis, infeksi saluran pernapasan atas,
disfungsi hati (misalnya muntah, mual yang tidak dapat dijelaskan, anoreksia, urin
berwarna gelap, nyeri perut, kelelahan), keropos dan patah tulang, mialgia,
gangguan penglihatan; penurunan jumlah hemoglobin dan hematokrit (berkaitan
dengan dosis); penurunan trigliserida serum, peningkatan kolesterol HDL; LFT
yang tidak normal.
- Kategori Kehamilan (FDA AS) : C
- Informasi Konseling Pasien :
Kontrasepsi yang memadai direkomendasikan pada wanita anovulasi pramenopause
karena pioglitazone dapat menyebabkan dimulainya kembali ovulasi.
- Parameter Pemantauan :
Pantau tanda dan gejala gagal jantung (misalnya sesak napas, kenaikan berat badan
yang cepat, kelelahan atau batuk yang tidak dapat dijelaskan), kanker kandung kemih
(misalnya darah dalam urin, urgensi kemih, nyeri saat buang air kecil, atau nyeri
punggung atau perut), dan retensi cairan. Pantau kadar glukosa plasma puasa secara
berkala. LFT harus dilakukan sebelum pengobatan dan memantau secara berkala.
- Interaksi obat :
Peningkatan risiko edema dengan insulin, metformin, dan sulfonilurea. Peningkatan
kadar plasma dengan gemfibrozil dan ketoconazole. Penurunan kadar plasma dengan
rifampisin.
- Mekanisme Kerja : Pioglitazone adalah sebagai agonis kuat dan sangat selektif
untuk reseptor- activated (PPAR-γ) yang diaktifkan proliferator peroksisom. Aktivasi
reseptor ini mendorong produksi produk gen yang terlibat dalam metabolisme lipid
dan glukosa. Ini juga meningkatkan respons insulin ke sel target tanpa meningkatkan
sekresi insulin pankreas.
- Onset: Tertunda.
- Farmakokinetik:
Penyerapan: Cepat diserap. Ketersediaan hayati: >80%. Waktu untuk
mencapai konsentrasi plasma puncak: Kira-kira 2 jam.
Distribusi: Volume distribusi: 0,63 L/kg. Ikatan protein plasma: >99%
(terutama dengan albumin).
Metabolisme: Metabolisme hati yang luas melalui isoenzim CYP2C8 dan
CYP3A4 menjadi metabolit aktif dan tidak aktifnya.
Ekskresi: Melalui urin (15-30%); kotoran (sebagai metabolit). Waktu paruh
eliminasi: 3-7 jam (obat induk).
- Penyimpanan : Simpan pada suhu 25 ° C.
Acarbose
O-4,6-Dideoksi-4-{[(1S,4R,5S,6S)-4,5,6-trihidroksi3-(hidroksimetil)-2-sikloheksan-
1-il]amino}-α-Dglukopiranosil-(1→4)-O-α-D-glukopiranosil-(1→4)- D-glukosa
[56180-94-0] C25H43NO18 BM 645,60
- Akarbosa dihasilkan dari galur Actinoplanes utahensis tertentu, mengandung tidak
kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 102,0%, C25H43NO18, dihitung terhadap zat
anhidrat. Tablet Akarbosa mengandung akarbosa, C25H43NO18, tidak kurang dari
90,0 % dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.
- Obat di pasaran : acarbose 50 mg tablet, acarbose 100 mg tablet ( Eclid 50 mg,
glucobay 50 mg)
- Obat yang dipilih : acarbose 50 mg tablet, acarbose 100 mg tablet
- Indikasi dan Dosis
Diabetes melitus tipe 2
Dewasa: Pada pasien yang tidak terkontrol dengan baik pada diet saja, atau pada diet
dan agen hipoglikemik oral: Sebagai tambahan untuk diet dan olahraga untuk
meningkatkan kontrol glikemik: Dosis biasa: Awalnya, 25 mg atau 50 mg tiga kali
sehari. Dapat juga dimulai dengan 25 mg atau 50 mg setiap hari untuk meminimalkan
efek gastrointestinal, kemudian secara bertahap meningkat menjadi 25 mg atau 50 mg
tiga kali sehari. Setelah 4-8 minggu, dosis dapat ditingkatkan lebih lanjut jika perlu,
hingga 100-200 mg tiga kali sehari. Dosis harus disesuaikan dengan respon dan
toleransi pasien. Rekomendasi rejimen dosis dapat bervariasi di antara masing-masing
produk atau antar negara (lihat pedoman produk tertentu).
- Cara Pemakaiaan : Harus diminum dengan makanan. Minum pada gigitan pertama
setiap makanan utama.
- Kontraindikasi :
Penyakit radang usus, ulserasi kolon, obstruksi usus parsial atau predisposisi
obstruksi usus; penyakit usus kronis yang berhubungan dengan gangguan pencernaan
atau penyerapan yang nyata; kondisi yang dapat memburuk karena pembentukan gas
yang meningkat di usus (misalnya hernia), ketoasidosis diabetikum, sirosis.
Gangguan hati.
- Kewaspadaan Khusus
Pasien terpajan pada keadaan yang berhubungan dengan stres (misalnya trauma,
demam, pembedahan, infeksi); dapat mempertimbangkan pemberian insulin
sementara dan penghentian pengobatan pada pasien ini jika perlu. Tidak dianjurkan
pada pasien dengan gangguan ginjal berat (CrCl <25 mL/menit). Kehamilan dan
menyusui. Penggunaan bersamaan dengan adsorben usus (misalnya arang) dan
preparat enzim pencernaan yang mengandung enzim pemecah karbohidrat (misalnya
pankreatin, amilase).
- Efek Samping
Signifikan: Peningkatan kadar transaminase serum. Jarang, hiperbilirubinemia.
- Parameter Pemantauan
Pantau kadar transaminase serum setiap 3 bulan selama tahun pertama dan secara
berkala sesudahnya; glukosa postprandial, HbA1c (setidaknya dua kali setahun pada
pasien dengan kontrol glikemik stabil atau mereka yang memenuhi tujuan
pengobatan; triwulanan pada pasien dengan perubahan terapi atau mereka yang tidak
memenuhi tujuan pengobatan); kreatinin serum.
- Interaksi obat
Dapat mengurangi efeknya bila digunakan dengan adsorben usus (misalnya arang)
dan preparat enzim pencernaan yang mengandung enzim pemecah karbohidrat
(misalnya pankreatin, amilase). Dapat mempotensiasi efek hipoglikemik insulin dan
sulfonilurea. Dapat menyebabkan peningkatan pengurangan glukosa darah
postprandial dan peningkatan frekuensi dan keparahan efek samping gastrointestinal
dengan neomisin oral. Colestyramine dapat meningkatkan efek acarbose. Dapat
mempengaruhi bioavailabilitas digoxin. Dapat mengakibatkan hilangnya kontrol
glukosa darah bila digunakan dengan agen tertentu yang menghasilkan hiperglikemia
(misalnya tiazid dan diuretik lainnya, fenotiazin, kortikosteroid, produk tiroid,
estrogen, kontrasepsi oral, fenitoin, asam nikotinat, simpatomimetik, penghambat
saluran Ca, isoniazid).
- Interaksi Makanan
Peningkatan asupan makanan yang mengandung sukrosa (gula tebu) selama terapi
dapat menyebabkan gejala gastrointestinal (misalnya perut kembung, kembung, diare
sesekali, mencret).
- Mekanisme Kerja
Acarbose secara kompetitif dan reversibel menghambat -glukosidase usus yang
terikat membran dan -amilase pankreas yang mengakibatkan keterlambatan
penyerapan glukosa dan degradasi karbohidrat kompleks dan disakarida yang dicerna
di usus kecil. Tindakan ini menyebabkan penurunan kenaikan glukosa darah post-
prandial, sehingga menurunkan fluktuasi glukosa darah.
- Farmakokinetik:
Penyerapan: <2% (sebagai obat aktif) dan sekitar 35% (sebagai metabolit)
diserap dari saluran pencernaan. Waktu untuk konsentrasi plasma puncak:
Kira-kira 1 jam (obat aktif).
Metabolisme: Dimetabolisme secara eksklusif di saluran pencernaan terutama
oleh bakteri usus dan enzim pencernaan menjadi setidaknya 13 metabolit,
termasuk konjugat sulfat, metil, dan glukuronida sebagai metabolit utama.
Ekskresi: Melalui urin (sekitar 34% sebagai metabolit tidak aktif; <2%
sebagai obat yang tidak berubah dan metabolit aktif); feses (sekitar 51%
sebagai obat yang tidak diserap). Waktu paruh eliminasi: Kira-kira 2 jam.
Sitagliptin
Forxiga (Dapaglifozin)
Dewasa: Admin sesuai kebutuhan; disuntikkan ke paha, lengan atas, bokong, atau
perut.
- Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan), dengan arah
alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit
- Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau drip
- Insulin campuran (mixed insulin) merupakan kombinasi antara insulin kerja pendek
dan insulin kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu, namun bila
tidak terdapat sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis
yang lain, dapat dilakukan pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut.
- Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara insulin harus dilakukan dengan
benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik.
- Penyuntikan insulin dengan menggunakan semprit insulin dan jarumnya sebaiknya
hanya dipergunakan sekali, meskipun dapat dipakai 2-3 kali oleh penyandang
diabetes yang sama, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin. Penyuntikan insulin
dengan menggunakan pen, perlu penggantian jarum suntik setiap kali dipakai,
meskipun dapat dipakai 2-3 kali oleh penyandang diabetes yang sama asal sterilitas
dapat dijaga.
- Kesesuaian konsentrasi insulin dalam kemasan (jumlah unit/mL) dengan semprit
yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit) harus diperhatikan, dan dianjurkan
memakai konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia hanya U100 (artinya 100
unit/ml).
- Penyuntikan dilakukan pada daerah: perut sekitar pusat sampai kesamping, kedua
lengan atas bagian luar (bukan daerah deltoid), kedua paha bagian luar
DAFTAR PUSTAKA
1. Pencegahan PDAN, Indonesia DI. Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di
indonesia 2015. 2015.
2. Bina D, Komunitas F, Klinik DAN, Jenderal D, Kefarmasian B, Alat DAN, et al.
Pharmaceutical care untuk penyakit diabetes mellitus. 2005;
3. Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Pharmaceutical care untuk penyakit diabetes
mellitus. Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2005. 1–89 p.
4. Aditama L. Karakteristik dan kebutuhan pasien diabetes mellitus tipe II di apotek ubaya terhadap
layanan residensial (home care) serta pengaruh layanan tersebut pada penatalaksanaan penyakit
diabetes mellitus. Pros Semin Nas “Home Care.” 2011
6. Decroli, Eva. Diabetes Melitus Tipe 2. Padang: Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2019.)