TINJAUAN PUSTAKA
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.1
Diabetes mellitus adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan kadar glukosa darah
yang tinggi yang dapat berupa penyakit yang diturunkan (genetik) ataupun penyakit yang
didapatkan karena beberapa faktor serta merupakan gangguan metabolisme yang paling umum.
Diabetes mellitus tipe 2 yang juga disebut sebagai noninsulin-dependent diabetes mellitus
(NIDDM) memiliki angka kejadian yang melonjak naik selama beberapa dekade terakhir.2
Diabetes mellitus tipe 2 yang sebelumnya disebut sebagai non insulin-dependent diabetes
atau diabetes tipe dewasa menyumbang 90-95% angka kejadian dari semua jenis diabetes.
Diabetes mellitus tipe 2 meliputi individu yang memiliki resistensi terhadap insulin dan biasanya
(bukan absolut) defisiensi insulin. Pada awalnya dan mungkin sepanjang hidup mereka, orang-
orang yang menderita diabetes mellitus tipe 2 ini mungkin tidak memerlukan pengobatan insulin
2.2 Etiologi
Pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 memiliki pola familial yang kuat, dimana risiko
berkembangnya penyakit ini pada saudara kandung mendekati 40% dan pada anak cucunya
sekitar 33%. Contoh transmisi genetic yang kuat ialah pada diabetes awitan dewasa muda
(MODY), yaitu subtipe penyakit diabetes yang diturunkan dengan pola autosomal dominan. Jika
1
orang tua menderita diabetes mellitus tipe 2 maka kemungkinan anaknya menderita diabetes atau
nondiabetes adalah 1:1, dan sekitar 90% pasti pembawa sifat (carrier) diabetes mellitus tipe 2.
Diabetes mellitus tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja insulin.2
2.3 Patofisiologi
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas telah dikenal
sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2 Belakangan diketahui bahwa kegagalan
sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat daripada yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot,
liver dan sel beta, organ lain seperti: jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal
glukosa), dan otak (resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya
Delapan organ penting dalam gangguan toleransi glukosa ini (ominous octet) penting
1) Pengobatan harus ditujukan guna memperbaiki gangguan patogenesis, bukan hanya untuk
2) Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasari atas kinerja obat pada gangguan
progresivitas kegagalan sel beta yang sudah terjadi pada penyandang gangguan toleransi
glukosa.
2
De Fronzo pada tahun 2009 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, liver dan sel beta
pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis penderita DM tipe-2 tetapi terdapat organ
Gambar 7. The ominous octet, delapan organ yang berperan dalam patogenesis hiperglikemia
pada DM tipe 2. 10,11
Secara garis besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapan hal (omnious octet)
berikut :
1) Kegagalan sel beta pancreas: Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta
sudah sangat berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah
2) Liver: Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver (HGP=hepatic
glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur ini adalah metformin, yang
3
3) Otot: Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multiple di
glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat
4) Sel lemak: Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan
peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA=Free Fatty Acid) dalam
resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan
yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur ini
adalah tiazolidindion.11
5) Usus: Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding kalau
diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini diperankan oleh 2
polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory polypeptide). Pada penderita DM tipe-2
didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin
segera dipecah oleh keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa
menit. Obat yang bekerja menghambat kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor.
Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja
diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan glukosa darah Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 – 2015 | 9 setelah makan. Obat yang bekerja untuk
4
6) Sel Alpha Pancreas: Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam
hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam sintesis glukagon yang
dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini
menyebabkan HGP dalam keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding individu
yang normal. Obat yang menghambat sekresi glukagon atau menghambat reseptor glukagon
7) Ginjal: Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DM tipe-2.
Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari glukosa
terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose coTransporter)
pada bagian convulated tubulus proksimal. Sedang 10% sisanya akan di absorbsi melalui
peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa
dalam urine. Pada penderita DM terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang
menghambat kinerja SGLT-2 ini akan menghambat penyerapan kembali glukosa di tubulus
ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urine. Obat yang bekerja di jalur ini adalah
8) Otak: Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obes baik
kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan justru meningkat
akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini
Faktor risiko diabetes mellitus tipe 2 pada orang dewasa antara lain5
1) Indeks masa tubuh ≥ 25kg/m2 atau ≥ 23 kg/m2 pada ras Asia Amerika.
5
2) Kurangnya aktifitas fisik.
3) Risiko tinggi pada ras/etnik (Afrika Amerika, Latin, Natif Amerika, Asia Amerika,
Kepulauan Pasifik).
4) Perempuan yang melahirkan bayi dengan berat badan > 4 kg atau didiagnosis diabetes
gestasional.
6) Kadar kolesterol HDL < 35 mg/dL (0,9 mmol/L) dan/atau kadar trigliserida > 250 mg/dL
(2,82 mmol/L).
9) Kondisi klinis lainnya yang berhubungan dengan resistensi insulin (seperti, obesitas berat,
acantosis nigrikan).
Pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 bisa saja tidak menunjukkan gejala apapun dan
sehingga sehingga diagnosis hanya dapat dilakukan pada pemeriksaan darah di laboratorium dan
melakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih berat, pasien tersebut mungkin
dapat mengalami polydipsia (sering merasa haus), polyuria (banyak kencing), polyfagia (sering
merasa lapar), berat badan menurun, pandangan menjadi kabur, lemah dan samnolen. Biasanya
mereka tidak mengalami ketoasidosis karena pasien DM tipe 2 tidak kekurangan insulin secara
absolut melainkan hanya relatif kekurangan insulin sehingga masih mungkin untuk menyekresi
6
serta menghambat terjadinya ketoasidosis. Pasien dengan hiperglikemia berat biasanya
2.5 Diagnosis
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan
plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu
1) Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak
2) Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria,
Catatan: Saat ini tidak semua laboratorium di Indonesia memenuhi standard NGSP, sehingga
harus hati-hati dalam membuat interpretasi terhadap hasil pemeriksaan HbA1c. Pada kondisi
7
tertentu seperti: anemia, hemoglobinopati, riwayat transfusi darah 2-3 bulan terakhir, kondisi
kondisi yang mempengaruhi umur eritrosit dan gangguan fungsi ginjal maka HbA1c tidak dapat
dipakai sebagai alat diagnosis maupun evaluasi
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM digolongkan ke
dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa
darah puasa terganggu (GDPT). 11
1) Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara
100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam <140 mg/dl.11
2) Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 jam setelah
TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100 mg/dl.11
4) Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan hBA1c yang
Table 4. Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis daibetes dan prediabetes. 11
8
2.6 Penatalaksanaan
Melalui gaya hidup dan modifikasi diet, penelitian telah menunjukkan bahwa ada
penurunan yang signifikan dalam kejadian DM tipe 2 dengan kombinasi pemeliharaan indeks
massa tubuh 25 kg/m2, untuk manajemen dari penyakit diabetes mellitus tipe 2 ialah:11
1) Biguanides.
Metformin adalah golongan biguanides yang paling umum digunakan pada pasien yang
kelebihan berat badan dan obesitas, metformin dapat menekan produksi glukosa hepatik,
faktor, meningkatkan oksidasi asam lemak dan mengurangi penyerapan glukosa dari saluran
pencernaan. Metformin harus digunakan dengan hati-hati pada individu diabetes usia lanjut
dengan gangguan ginjal. Metformin memiliki insiden hipoglikemia rendah dibandingkan dengan
sulfonilurea.11
2) Sulfonylurea.
Pada umumnya sulfonylurea dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh untuk menurunkan
kadar glukosa darah, tetapi karena sulfonylurea merangsang sekresi insulin endogen, sehingga
membawa risiko pasien lansia menjadi hypoglycemia. Pasien DM yang dirawat dengan
sulfonilurea memiliki peningkatan risiko 36% hipoglikemia dibandingkan dengan patient yang
lebih muda. Beberapa faktor risiko hipoglikemia adalah usia yang terkait dengan gangguan
fungsi ginjal, Penggunaan sulfonylurea jangka panjang seperti glyburide harus dihindari pada
pasien usia lanjut dengan DM dan penggunaan glipizide jangka pendek lebih disarakan.11
3) Meglitinides.
Meglitinides (seperti repaglinide, nateglinide) merangsang pelepasan insulin dari sel beta,
mirip dengan sulfonilurea, meskipun situs pengikatan meglitinides berbeda dengan sulfonilurea.
9
Meglitinides memiliki onset yang cepat dan durasi pendek (4-6 jam) sehingga risiko
hipoglikemia lebih rendah. Meglitinides diberikan sebelum makan untuk kontrol glukosa darah
postprandial. 11
4) Thiazolidinediones.
Thiazolidinedione adalah sensitizer insulin, obat yang pertama untuk mengatasi masalah
dasar dari resistensi insulin pada pasien DMtipe 2. Pioglitazone (salah satu golongan
thiazolidinediones utama) tidak terkait dengan hipoglikemia dan dapat digunakan dalam kasus-
kasus gangguan ginjal dan dapat ditoleransi dengan baik pada orang dewasa yang lebih tua.
Namun, Pioglitazone harus dihindari pada pasien lanjut usia dengan gagal jantung kongestif dan
5) Inhibitor Alpha-glukosidase.
Acarbose, Voglibose dan miglitol belum banyak digunakan untuk mengobati pasien DM
tipe 2 tetapi cenderung aman dan efektif. Agen ini yang paling efektif untuk hiperglikemia
postprandial dan harus dihindari pada pasien dengan gangguan ginjal yang signifikan.
Penggunaannya biasanya terbatas karena tingginya tingkat efek samping seperti diare.11
6) Dipeptidyl-peptidase IV Inhibitors.
glikemik DMtipe 2.obat ini efektif sebagai monoterapi pada pasien yang tidak cukup terkontrol
dengan diet dan olahraga dan sebagai terapi tambahan dalam kombinasi dengan metformin,
thiazolidinediones, dan insulin. DPP-IV inhibitor dapat ditoleransi dengan baik serta risiko yang
7) Insulin.
10
Insulin dapat digunakan secara sendiri atau dalam kombinasi dengan obat hipoglikemik
oral. Penggantian insulin basal diperlukan jika kelelahan sel beta terjadi. Terapi ini meniru
sekresi normal insulin oleh sel beta dari pankreas. Insulin diberikan dalam bentuk injeksi aksi
cepat, aksi singkat, aksi menengah dan aksi panjang. Bentuk reaksi panjang cenderung
8) Lainnya.
dan 11ß-hidroksi steroid dehidrogenase 1 inhibitor, yang mengurangi efek glukokortikoid dalam
11