Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit serebrovaskuler/cerebrovascular disease (CVD) merupakan


penyakit sistem persarafan yang paling sering dijumpai. Stroke merupakan bagian
dari CVD. Menurut WHO, stroke didefinisikan sebagai suatu defisit neurologis
fokal dan/atau global yang timbul mendadak, dengan gejala yang berlangsung
lebih dari 24 jam atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata hanya
disebabkan oleh gangguan serebrovaskular.1 Terdapat dua tipe utama dari stroke
yaitu stroke iskemik akibat berkurangnya aliran darah sehubungan dengan
penyumbatan (trombosis, emboli),dan hemoragik akibat perdarahan. Umur dan
jenis kelamin sebagai faktor dominan mortalitas akibat stroke, tetapi keterbatasan
dalam penelitian ini adalah data faktor risiko tidak diteliti. Prevalensi stroke yang
tinggi di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko antara lain tekanan
darah tinggi, peningkatan gula darah, dan peningkatan lipid darah. 2
Berdasarkan data World Stroke Organization Tahun 2017, Angka kejadian
stroke didunia yaitu 17 juta kasus dengan mortalitas 6,5 juta. 1 dari 6 orang di
dunia akan mengalami stroke. Pada Tahun 2015 stroke merupakan penyebab
kematian tertinggi didunia setelah penyakit jantung iskemik. 3 Berdasarkan data
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Tahun 2013 menunjukkan prevalensi
stroke di Indonesia yaitu 12,1%, 12 dari 1000 orang di Indonesia cenderung
menderita stroke dengan prevalensi tertinggi di Sulawesi selatan 17,9%. 2 Angka
kematian berdasarkan umur adalah sebesar 26,8% (umur 55-64 tahun), 23,5%
(umur 65 tahun), dan 15,9% (umur 45-55 tahun). Angka kejadian (insiden) stroke
sebesar 51,6/100.000 penduduk dan kecacatan;1,6% tidak berubah; 4,3% semakin
memberat.3 Penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan profil usia
dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun 54,2%, dan usia diatas 65
tahun sebesar 33,5%.3 Stroke menyerang usia produktif dan usia lanjut yang
berpotensi menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara
nasional di kemudian hari.4

1
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D
Umur : 47 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMP
Alamat : Jl. Sabbang
MRS : 17-04-2021
RM : 24.45.26

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dan autoanamnesis, pada tanggal
17 April 2021 di UGD

1. Keluhan utama : Kelemahan tubuh sebelah kiri

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan kelemahan pada lengan dan tungkai


sebelah kiri sejak 1 hari tanpa disertai dengan penurunan kesadaran. Hal ini
pertama kali dialami pasien. Kelemahan muncul tiba-tiba saat pasien sedang
tidur. Kelemahan digambarkan pasien seperti tangan dan kaki kiri tidak dapat
digerakan. Sebelum lemah pasien mengeluhkan mual disertai muntah 4x.
Menurut keluarga pasien muntah tidak menyemprot. Pasien juga mengeluh
pusing seperti mengambang. Keluhan lainnya seperti nyeri kepala, pandangan
kabur, nyeri dada, sesak napas, kejang dan pingsan disangkal oleh pasien.
Keluhan gangguan buang air kecil, gangguan buang air besar, dan trauma juga
disangkal.

2
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Keluhan serupa baru pertama kali dialami pasien. Pasien memiliki
riwayat hipertensi sejak 10 tahun lalu. Pasien pernah berobat ke puskesmas
namun tidak rutin, dan pasien lupa jenis obat yang dikonsumsi. Riwayat
penyakit jantung, sejak 1 tahun, kontrol rutin di Poli jantung, obat pasien
lupa, obat diminum jika ingat, Penyakit stroke, penyakit ginjal dan diabetes
disangkal pasien.

4. Riwayat Penyakit Keluarga :


Tekanan darah tinggi (-), gula darah tinggi (-), dan stroke (-).

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan Umum
a. Kesan sakit : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Compos Mentis (E4M6V5)
2. Vital sign
a. Tekanan Darah : 150/90 mmHg
b. Nadi : 89 x/menit, regular, kuat angkat
c. Respirasi : 22 x/menit, regular, pernapasan torakoabdominal
d. Suhu : 36,0o C
3. Kepala : Normocephal
4. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), RCL
+/+, RCTL +/+, pupil isokor 3mm/3mm
5. Leher : KGB dan tiroid tidak teraba membesar
6. Thorax
a. Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba ICS VI midclavicula sinistra
Auskultasi : SI-SII tunggal reguler, Murmur (-), Gallop (-).
b. Pulmo :
Inspeksi : Simetris (+/+), Massa (-), Retraksi (-/-)
Palpasi : Massa (-), Krepitasi (-)

3
Perkusi : Sonor (+/+) dikedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, Rhonki Basah (-/-), Wheezing (-/-)
7. Abdomen
Inspeksi : datar, Massa (-), Jejas (-),
Auskultasi : Bising Usus (+)
Perkusi : Timpani
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
8. Ekstermitas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-), sianosis (-)

A. Status Neurologis
Pemeriksaan selaput otak
- Kaku kuduk : (-)
- Kernig : (-)/(-)
- Laseque : (-)/(-)
- Bruzinski I : (-)
- Bruzinski II : (-)/(-)
Refleks fisiologis
- Biseps : (+2/+2)
- Triseps : (+2/+2)
- Patella : (+2/+2)
- Achilles : (+2/+2)
Refleks patologis
- Babinski : (-/-)
- Hoffmann trommer : (-/-)
- Chadoks : (-/-)
- Openhim : (-/-)
- Scahfer : (-/-)
Otonom
- Miksi : tidak ada keluhan
- BAB : tidak ada keluhan
Motorik
- Tangan kiri : 1/1/1/1 Tangan kanan : 5/5/5/5
- Kaki kiri : 1/1/1/1 Kaki kanan : 5/5/5/5
4
Sensorik
- Tangan kanan : (+)
- Tangan kiri : (+)
- Kaki kanan : (+)
- Kaki kiri : (+)
Nervus Kranialis
1. N-I (Olfaktorius) : Tidak ada gangguan penciuman
2. N-II (Optikus)
a. Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Warna : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Lapang pandang : Tidak dilakukan pemeriksaan
3. N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)
a. Gerakan bola mata : atas (+/+), bawah (+/+), lateral (+/+),
medial (+/+), atas lateral (+/+), atas medial (+/+), bawah lateral (+/+),
bawah medial (+/+)
b. Ptosis :- /-
c. Pupil : Isokor, bulat, 3mm / 3mm
e. Refleks Pupil : RCL (+/+), RCTL (+/+)
4. N-V (Trigeminus)
a. Sensorik
 N-V1 (ophtalmicus) :+
 N-V2 (maksilaris) :+
 N-V3 (mandibularis) :+
b. Motorik :+
Pasien dapat merapatkan gigi dan membuka mulut
c. Refleks kornea :Tidak Dilakukan Pemeriksaan
5. N-VII (Fasialis)
a. Sensorik (indra pengecap) :Tidak Dilakukan Pemeriksaan
b. Motorik
 Angkat alis : + / +, terlihat simetris
 Menutup mata :+/+

5
 Menyeringai :simetris tidak tampak deviasi
6. N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Keseimbangan
 Nistagmus :Tidak ditemukan
 Tes Romberg :Tidak Dilakukan Pemeriksaan
b. Pendengaran
 Tes Rinne :Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
 Tes Schwabach :Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
 Tes Weber :Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
7. N-IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
a. Refleks menelan :+
b. Refleks batuk :+
c. Perasat lidah (1/3 anterior) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
d. Refleks muntah :Tidak Dilakukan Pemeriksaan.
e. Posisi uvula :Normal; Deviasi ( - )
8. N-XI (Akesorius)
a. Kekuatan M. Sternokleidomastoideus :+ /+
b. Kekuatan M. Trapezius :+/-
9. N-XII (Hipoglosus)
a. Tremor lidah : tidak dapat dilakukan
b. Atrofi lidah : tidak dapat dilakukan
c. Ujung lidah saat istirahat : tidak dapat dilakukan
d. Ujung lidah saat dijulurkan : tidak dapat dilakukan
e. Fasikulasi : tidak dapat dilakukan

6
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 17-04-2021
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan Interpretasi
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10,5 14.0 – 18.0 g/dL Menurun
Leukosit 13.450 4.0 – 10.5 ribu/uL Meningkat
Eritrosit 4,71 4.10 – 6.00 juta/uL Normal
Hematokrit 30,7 42.0 – 52.0 % Menurun
Trombosit 314.000 150 – 450 rb/ul Normal
HITUNG JENIS
Basofil% 0 0-1 % Normal
Eosinofil% 0 1-3 % Normal
Neutrofil% 71 52-76 % Normal
Limfosit% 11 20-40 % Normal
Monosit% 6 2-8 % Normal
GULA DARAH
Gula Darah Sewaktu 173 <200 mg/dl Normal

2. Pemeriksaan EKG

Kesimpulan:
Ventricular Rhythm,
Reguler, HR :
92kali/menit,
LBBB

V. DIAGNOSIS
 Diagnosis Klinis : Hemiparese sinistra
 Diagnosis Topis : Susp. Lesi pada hemisfer cerebri dextra
 Diagnosis Etiologi : Susp. infark cerebri
 Diagnosis Kerja :Hemiparese sinistra ec Susp. Stroke Non
Hemoragik

7
VI. PEMERIKSAAN ANJURAN
Brain CT-scan tanpa kontras

VII. PENATALAKSANAAN
1. Posisikan pasien berbaring terlentang dengan elevasi kepala 30o
2. IVFD NaCl 0,9% 15 tetes/menit
3. Injeksi. :
• Inj. Citicolin 2 x 250 mg
• Inj Mecobalamin 3 x 1 amp/IV
• Inj. Lansoprazole 2 x 30 mg
• Inj. Ondansetron 3x 4 mg/ IV
4. Obat oral:
• Clopidogrel 1x75mg
• Aspilet 1x80 mg
• Candesartan 1x8mg
• Asam folat 2x5mg
5. Monitoring:
• Keadaan umum,
• GCS,
• vital sign (TD,HR, RR, dan T)
• observasi defisit neurologis .

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia
Quo ad sanationam : dubia

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Vaskularisasi Otak


Pada vaskularisasi pada otak ini dibagi menjadi 2 jenis arteri yaitu, arteria
carotis interna dan arteri vertebralis (arteri vertebrobasilaris). Arteri ini terletak di
daerah ruang subarachnoid dan cabang-cabangnya akan beranastomosis pada
permukaan inferior otak yang akan membentuk Circulus Willisi.5

Gambar 3.1 Vaskularisasi Otak


Arteri Carotis Interna
Arteri carotis interna akan bercabang menjadi arteri cerebri anterior, arteri
cerebri media, dan arteri komunikans posterior. Arteri cerebri media merupakan
cabang arteri yang paling besar. Arteri ini selanjutnya berjalan di sulcus lateralis
sylvii dan bercabang menjadi 2, yaitu pars superior yang memperdarahi cerebrum
lobus frontoparietalis dan pars inferior yang memperdarahi cerebrum lobus
temporalis. Arteri ini memperdarahi homunculus pada gyrus. 5
Arteri Vertebralis
Arteri vertebralis dextra dan sinistra berjalan di dalam foramina
transversus di sepanjang vertebra servikalis C6 – C1. Sebelum arteri ini menyatu,
masing – masing arteri ini bercabang menjadi arteri cerebellaris posteroinferior
dextra dan sinistra. Kedua arteri ini memperdarahi cerebellum bagian basalis,
bagian bawah vermis cerebellum, medulla bagian dorsolateralis, dan pleksus
9
choroidalis ventrikulus quadratus. Setelah percabangan, arteri vertebralis akan
menyatu menjadi arteri basilaris di bagian bawah pons. Arteri basilaris berjalan di
pons bagian anterior. Arteri ini akan bercabang menjadi arteri cerebellaris
anteroinferior, arteri cerebellaris superior, dan arteri cerebri posterior. 5
Arteri cerebellaris anteroinferior memperdarahi cerebellum bagian anterior
dan arteri cerebellaris superior memperdarahi cerebellum bagian dorsalis. Cabang
terakhir dari arteri basilaris adalah arteri cerebri posterior. Arteri ini
memperdarahi lobus oksipitalis cerebrum yang berjalan di bagian medial. 5
Circulus Willisi
Circulus Willisi merupakan jaringan kolateral dari arteri – arteri yang
memperdarahi otak. Circulus ini dibentuk dari arteri cerebri anterior, arteri
komunikans anterior, arteri komunikans posterior, dan arteri cerebri posterior.
Bentuk anatomis dari arteri–arteri ini memberikan keuntungan sebagai
kompensasi jika suplai arteri yang lain terhenti, serta menjaga keseimbangan
hemodinamis secara pasif untuk mengalihkan tekanan yang meningkat dalam
intrakranial.5

Gambar 3.2 Sirkulus Willisi


10
3.2 Definisi Stroke
Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh
karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa
detik atau menit) dapat menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah
fokal di otak yang mengalami kerusakan. Menurut WHO, stroke didefinisikan
sebagai manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak, baik fokal maupun global
(menyeluruh), yang berlangsung cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau sampai
menyebabkan kematian, tanpa penyebab lain selain gangguan vaskuler. 6
Pada umumnya gangguan fungsional otak fokal dapat berupa hemiparesis
yang disertai dengan defisit sensorik, parese nervus kraniales dan gangguan fungsi
luhur. Manifestasi klinis yang muncul sangat bergantung kepada area otak yang
diperdarahi oleh pembuluh darah yang mengalami oklusi ataupun ruptur.6

Gambar 3.3 Stroke


3.3 Epidemiologi
Berdasarkan data World Stroke Organization Tahun 2017, Angka kejadian
stroke didunia yaitu 17 juta kasus dengan mortalitas 6,5 juta. 1 dari 6 orang di
dunia akan mengalami stroke. Pada Tahun 2015 stroke merupakan penyebab
kematian tertinggi didunia setelah penyakit jantung iskemik.3 Berdasarkan data
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Tahun 2013 menunjukkan prevalensi
stroke di Indonesia yaitu 12,1%, 12 dari 1000 orang di Indonesia cenderung
11
menderita stroke dengan prevalensi tertinggi di Sulawesi selatan 17,9%. 3 Angka
kematian berdasarkan umur adalah sebesar 26,8% (umur 55-64 tahun), 23,5%
(umur 65 tahun), dan 15,9% (umur 45-55 tahun). Angka kejadian (insiden) stroke
sebesar 51,6/100.000 penduduk dan kecacatan;1,6% tidak berubah; 4,3% semakin
memberat.2 Penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan profil usia
dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun 54,2%, dan usia diatas 65
tahun sebesar 33,5%.1 Stroke menyerang usia produktif dan usia lanjut yang
berpotensi menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara
nasional di kemudian hari.1

3.4 Etiologi
Stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh emboli ektrakranial
atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat
diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses
yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade
iskemik yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.7
1. Trombosis
Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis
(penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang
telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien
atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini. Pada stroke iskemik, penyumbatan
bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah
ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-
arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung. Suatu ateroma (endapan
lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga
menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap
pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke
sebagian besar otak. 7
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering
adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri

12
karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi
aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis
(ulserasi plak), dan perlengketan platelet.8
2. Emboli
Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya
bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain,
misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli
serebral (emboli = sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering
terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita
kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi
atrium).Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika
lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan
akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri. 8
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-
sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik
adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan),
trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung
kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh
infark miokard dan 85% di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya
infark miokard. 8

3.5 Faktor Risiko


Faktor risiko untuk stroke hemoragik dan iskemik serupa, tetapi ada
beberapa perbedaan penting; ada juga perbedaan faktor risiko di antara kategori
etiologi stroke iskemik. Berikut beberapa faktor resiko yang menyebabkan
stroke:9

13
Tabel 3.1 Faktor resiko stroke9

Framingham Stroke Risk Profile (FSRP), skor yang terus diperbarui,


terkenal dan banyak digunakan, menggabungkan prediktor stroke seperti usia,
tekanan darah sistolik, terapi anti-hipertensi, diabetes, merokok, hipertrofi
ventrikel kiri, dan adanya penyakit kardiovaskular (penyakit jantung koroner,
penyakit pembuluh darah perifer, gagal jantung kongestif), dan dapat digunakan
untuk memperkirakan risiko stroke 10 tahun yang dikelompokkan berdasarkan
jenis kelamin.9

3.6 Klasifikasi
Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis :9
1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.

14
2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND).
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24
jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi
dimana sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi.
Dalam hal ini, kesadaran tidak terganggu
Berdasarkan subtipe penyebab :10
a. Stroke lakunar
Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan
menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam
atau kadang-kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang
terjadi setelah oklusi aterotrombotik salah satu dari cabang-cabang
penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan
basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini
menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna.
Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman
pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis.
b. Stroke trombotik pembuluh besar
Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative
mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda
akibat stroke iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat
aliran kolateral di jaringan yang terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan
lesi aterosklerotik.

15
c. Stroke embolik
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke
yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik
mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya
serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke
kardioembolik memiliki risiko besar menderita stroke hemoragik di
kemudian hari.

d. Stroke kriptogenik
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa
penyebab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostik dan
evaluasi klinis yang ekstensif.

3.7 Patofisiologi
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah satunya
adalah aterosklerosis, dengan mekanisme thrombosis yang menyumbat arteri
besar dan arteri kecil, dan juga melalui mekanisme emboli. Pada stroke iskemik,
penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak.
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan
cara: 5
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran
darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau perdarahan
aterom.
3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
4. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang
kemudian dapat robek.
Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan
menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila
anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya
yaitu sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel sampai nekrosis beberapa jam

16
kemudian yang diikuti perubahan permeabilitas vaskular disekitarnya dan
masuknya cairan serta sel-sel radang.
Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+ dari
asidosis laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi air
yang timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan
daerah sekitar nekrosis mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan
tetapi jaringan otak masih hidup. Daerah ini adalah iskemik penumbra. Bila
terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak akan terjadi kerusakan (baik
karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron di daerah tersebut tentu akan
mati, dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya
akan membanjiri sel-sel disekitarnya. Glutamat ini akan menempel pada membran
sel neuron di sekitar daerah primer yang terserang. Glutamat akan merusak
membran sel neuron dan membuka kanal kalsium (calcium channels). Kemudian
terjadilah influks kalsium yang mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel
yang mati ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri
lagi neuron-neuron disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang
rusak juga akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules
(seperti nitric acida atau NO), yang akan merombak molekul lemak didalam
membran sel, sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium.
Stroke iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang
menyebabkan kematian sel.

3.8 Diagnosis
Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama
pasien. Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain:
hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak,
diplopia. Vertigo, afasia, disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan
kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara mendadak. 11,12
Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian
berdasarkan Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan
prognosis pada pasien stroke dengan perdarahan intraserebral. 11,12

17
3.8.1 Anamnesis
Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara jenis
stroke seperti tertulis pada tabel di bawah ini :

Tabel 3.2 Perbedaan Stroke Iskemik dan Hemoragik


3.8.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada pasien stroke untuk
membantu penegakkan diagnosis antara lain adalah:12
1. Pemeriksaan Tanda Vital
Pada serangan akut stroke, seringkali ditemukan peristiwa penurunan
kesadaran yang mengakibatkan penurunan GCS. Selain itu, tekanan darah
juga penting untuk diperiksa dikarenakan hipertensi merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya serangan stroke.
2. Pemeriksaan Rangsang Meningeal
Rangsang meningeal diperiksa untuk menghilangkan dugaan diagnosis
banding lainnya seperti dugaan meningitis, ensefalitis, ataupun
meningoensefalitis. Pada kasus stroke, rangsang meningeal tidak ditemukan.
3. Pemeriksaan 12 Saraf Kranial
Perhatikan apakah terdapat respon patologis dari saraf kranial I sampai dengan
XII. Adanya respon patologis pada saraf kranial tertentu dapat menunjukkan
letak serta luas lesi yang terjadi.
4. Pemeriksaan Refleks Fisiologis dan Motorik
Pada kasus stroke yang merupakan lesi UMN, akan ditemukan kondisi
hiperrefleks disertai dengan peningkatan tonus pada tungkai; namun pada fase
akut dapat ditemukan gejala klinis menyerupai lesi LMN yaitu hiporefleks
yang disertai penurunan tonus. Kekuatan Motorik pts kasus stroke tipikal juga
18
akan mengalami penurunan pada tungkai sisi kontralateral lesi, baik sebagai
paresis ataupun plegia.
5. Pemeriksaan Refleks Patologis
Pada kasus stroke dan penyakit lesi UMN lainnya, dapat ditemukan adanya
refleks patologis seperti tanda positif Babinski, Chaddock, Gordon, ataupun
Oppenheim.
6. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial
 Muntah Proyektil
 Nyeri Kepala
 Penurunan Kesadaran
 Kejang
3.8.3 Sistem Skoring
Skor Siriraj
No. Gejala/Tanda Penilaian Indek Skor
1 Kesadaran (0) Kompos Mentis
(1) Mengantuk x 2,5 +
(2) Semi koma/koma
2 Muntah (0) Tidak
x2 +
(1) Ya
3 Nyeri Kepala (0) Tidak
x2 +
(1) Ya
4 Tekanan Darah Diastolik x 10% +
5 Ateroma:
 DM (0) Tidak
x (-3) -
 Angina Pektoris (1) Ya
Klaudikasio Intermiten
6 Konstanta -12 -12
Hasil SSS
Tabel 3.3 Skor Siriraj
SSS < -1 : Stroke Non Hemoragik
SSS > 1 : Stroke Hemoragik

19
Skor Gadjah Mada

Gambar 3.4. Algoritma Skor Gadjah Mada

3.8.4 Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan darah perifer lengkap, gula darah sewaktu, fungsi
ginjal (ureum, kreatinin, dan asam urat), fungsi hati (GOT/GPT), protein darah
(albumin, globulin), profil lipid (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida), analisa
gas darah, dan elektrolit. Pungsi lumbal juga dapat dilakukan untuk
menyingkirkan dugaan meningitis/ensefalitis; pada pungsi lumbal normal akan
ditemukan likuor serebrospinalis yang jernih, tekanan normal, dan eritrosit kurang
dari 500.13

20
2. CT Scan
Penggunaan CT-Scan adalah untuk mendapatkan etiologi dari stroke yang
terjadi. Pada stroke non hemoragik, ditemukan gambaran lesi hipodens tak
beraturan dikelilingi oleh area hipodens. 13

Tabel 3.4 CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik

Gambar 3.5 CT-Scan Stroke Non-Hemoragik

21
3. MRI
Lebih sensitif dibandingkan dg CT scan dalam mendeteksi stroke non
hemoragik rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada setiap kasus.
Alat ini kurang peka dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi perdarahan
intrakranium ringan.11

Tabel 3.5 Gambaran MRI Stroke Infark dan Stroke Hemoragik

3.9 Penatalaksanaan
Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan
morbiditas dan menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan.
Salah satu upaya yang berperan penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah
pengenalan gejala-gejala stroke dan penanganan stroke secara dini yang dimulai
dari penanganan prahospital yang cepat dan tepat. Berikut beberapa tatalaksana
yang diberikan pada pasien stroke iskemik.4
Terapi Umum
1. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
 Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi, tekanan
darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada
pasien dengan deficit neurologis yang nyata
 Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen <
94%
22
 Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien
yang tidak sadar.
 Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan
kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas
2. Stabilisasi Hemodinamik
 Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian cairan
hipotonik seperti glukosa).
 Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan tujuan
untuk memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk rnemasukkan
cairan dan nutrisi.
 Optimalisasi tekanan darah
 Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsultasi
Kardiologi)
3. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)
 Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral harus
dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis
pada hari-hari pertama setelah serangan stroke
 Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan penderita
yang mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan TIK
 Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >70 mmHg.
 Tatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial meliputi
a) Tinggikan posisi kepala 200 – 300
b) Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
c) Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
d) Hindari hipertermia
e) Jaga normovolernia
f) Osmoterapi atas indikasi: Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20
menit, diulangi setiap 4 - 6 jam dengan target ≤ 310 mOsrn/L.

23
4. Pengendalian Kejang
 Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan diikuti
oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan
maksimum 50 mg/menit.
 Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.
 Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke iskemik tanpa
kejang tidak dianjurkan.
5. Pengendalian Suhu Tubuh
 Setiap pederita stroke yang disertai demam harus diobati dengan
antipiretika dan diatasi penyebabnya
 Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 37,5 ºC
Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat
1. Cairan
 Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga
euvolemi. Pada umumnya, kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral
maupun enteral).
 Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari
ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi urin
sehari ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak dan
ditambah lagi 300 ml per derajat Celcius pada penderita panas).
 Elektrolit (natrium, kalium, kalsium dan magnesium) harus selalu
diperiksa dan diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal.
 Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah dihindari
kecuali pada keadaan hipoglikemia.

2. Nutrisi
 Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, nutrisi
oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik.
 Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan, nutrisi
diberikan melalui pipa nasogastrik.
 Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari
24
3. Pencegahan dan Penanganan Komplikasi
 Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut
(aspirasi,
malnutrisi, pneumonia, thrombosis vena dalam, emboli paru, dekubitus,
komplikasi ortopedi dan kontraktur) perlu dilakukan
 Berikan antibiotika atas indikasi dan usahakan sesuai dengan tes kultur
dan
sensitivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai dengan pola kuman
4. Penatalaksanaan Medis Lain
 Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan. Hiperglikemia (kadar
glukosa darah >180 mg/dl) pada stroke akut harus diobati dengan titrasi
insulin. Target yang harus dicapai adalah normoglikemia. Hipoglikemia
berat (<50 mg/dl) harus diobati dengan dekstrosa 40% intravena atau
infuse glukosa 10-20%.
 Jika gelisah lakukan terapi psikologi, kalau perlu berikan minor dan mayor
tranquilizer seperti benzodiazepine short acting atau propofol bias
digunakan.
 Analgesik dan antimuntah sesuai indikasi. Berikan H2 antagonis, apabila
ada indikasi (perdarahan lambung).

Terapi Spesifikik Stroke Akut


Fibrinolitik dengan rTPA secara umum memberikan keungtungan reperfusi
dari lisisnya trombus dan perbaikan sel serebral yang bermakna. Pemberian
fibrinolitik merupakan rekomendasi yang kuat diberikan sesegera mungkin setelah
diagnosis stroke iskemik akut ditegakkan (awitan 3 jam pada pemberian
intravena dalam 6 jam pemebrian intraarterial).
1. Kriteria inklusi
 Usia > 18 tahun
 Diagnosis klinis stroke dengan defisit neurologis yang jelas
 Awitan dapat ditentukan secara jelas (<3 jam, AHA guideline 2007 atau
<4,5 jam, ESO 2009)
 Tidak ada bukti perdarahan intrakranial dari CT-Scan

25
 Pasien atau keluarga mengerti dan menerima keuntungan dan resiko yang
mungkin timbul dan harus ada persetujuan secara tertulis dari penderita atau
keluarga untuk dilakukan terapi rTPA
2. Kriteria eksklusi
 Usia>80 tahun
 Defisit neurologi yang ringan dan cepat membaik atau perburukan defisit
neurologi yang berat
 Gambaran perdarahan intrakranial pada CT Scan
 Riwayat trauma kepala atau stroke dalam 3 bulan terakhir
 Infark multilobar (gambaran hipodens > 1/3 hemisfer serebri
 Kejang pada saat onset stroke
 Kejang dengan gejala sisa kelainan neurologis post iktal
 Riwayat stroke atau cedera kepala berat dalam 3 bulan sebelumnya
 Perdarahan aktif atau trauma akut (fraktur) pada pemeriksaan fisik
 Riwayat pembedahan mayor atau trauma berat dalam 2 minggu sebelumnya
 Riwayat perdarahan gastrointestinal atau traktus urinarius dalam 3 minggu
sebelumnya
 Tekanan darah sistolik > 185 mmHg, diastolik >110 mmHg
 Glukosa darah <50 mg/dl atau > 400 mg/dl
 Gejala perdarahan subarcahnoid
 Pungsi arteri pada tempat yang tidak dapat dikompresi atau pungsi lumbal
dalam 1 minggu sebelumnya
 Jumlah platelet <100.000/mm
 Mendapat terapi heparin dalam 48 jam yang berhubungan dengan
peningkatan aPTT
 Gambaran klinis adanya perikarditis pascainfark miokard
 Infark miokard dalam 3 bulan sebelumnya
 Wanita hamil
 Tidak sedang mengkonsumsi antikoagulan oral atau bila sedang dalam
 terapi antikoagulan hendaklah INR < 1,7.

26
3. Rekomendasi
 Pemberian IV rTPA dosis 0,9 mg/KgBB (maksimum 90 mg), 10% dari
dosis total diberikan sebagai bolus inisial, dan sisanya diberikan sebagai
infus selama 60 menit, terapi tersebut harus diberikan dalam rentang waktu
3 jam dari onset
 Pemberian ini sesuai dengan kriteria inklusi dan esklusi

Penatalaksanaan Stroke Iskemik


1. Pengobatan terhadap hipertensi pada stroke akut
2. Pemberian obat yang dapat menyebabkan hipertensi tidak
direkomendasikan diberikan pada kebanyakan pasien stroke iskemik
3. Pemberian antiplatelet
Aspirin merupakan obat yang menghambat sklooksigenase, dengan cara
menurunkan sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi
seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan
stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari
samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol.
Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan.
Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi,
konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap
aktif. Ikatan protein plasma: 50-80%. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam.
Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi
lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85% dari obat yang diberikan dibuang lewat
urin pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah,
perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye.8
4. Pemakaian obat-obatan neuroprotektor belum menunjukkan hasil yang
efekif, sehingga sampai saat ini belum dianjurkan. Namun, citicolin sampai saat
ini masih memberikan manfaat pada stroke akut. Penggunaan citicolin pada stroke
iskemik akut dengan dosis 2x1000 mg intravena 3 hari dan dilanjutkan dengan
oral 2x1000 mg selama 3 minggu.

27
Penatalaksanaan Hipertensi
Sebagian besar (70-94%) pasien stroke akut mengalami peningkatan
tekanan darah sistolik >140 mmHg. Penurunan tekanan darah yang tinggi pada
stroke akut sebagai tindakan rutin tidak dianjurkan, karena kemungkinan dapat
memperburuk keluarga neurologis. Pada sebagian besar pasien, tekanan darah
akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan serangan
stroke. Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut dilakukan secara
hati-hati dengan memperhatikan beberapa kondisi di bawah ini:4
Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15%
(sistolik maupun diastolic) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan
darah sistolik (TDS) >220 mmHg atau tekanan darah diastolic (TDD) >120
mmHg.
Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberi terapi trombolitik (rtPA),
tekanan darah diturunkan hingga TDS <185 mmHg dan TDD <110 mmHg.
Selanjutnya, tekanan darah harus dipantau hingga TDS <180 mmHg dan TDD
<105 mmHg selama 24 jam setelah pemberian rtPA.4

3.10 Pencegahan
Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia, upaya
yang dilakukan untuk pencegahan penyakit stroke yaitu:14

Pencegahan Primordial
Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko stroke
bagi individu yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan primordial dapat
dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye
tentang bahaya rokok terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster yang
dapat menarik perhatian masyarakat. Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat
dilakukan adalah program pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan
informasi tentang penyakit stroke melalui ceramah, media cetak.

28
Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko
stroke bagi individu yang mempunyai faktor risiko dengan cara melaksanakan
gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain:
a. Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan,
obatobatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
b. Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan
c. Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya fibrilasi atrium,
infark miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan penyakit vascular
aterosklerotik lainnya.
d. Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyak sayuran,
buahbuahan, ikan terutama ikan salem dan tuna, minimalkan junk food dan
beralih pada makanan tradisional yang rendah lemak dan gula, serealia dan
susu rendah lemak serta dianjurkan berolah raga secara teratur.

Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita
stroke. Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar
stroke tidak berulang dan tidak menimbulkan komplikasi. Tindakan yang
dilakukan adalah:
a. Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat) digunakan
sebagai obat antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan dosis berkisar
antara 80-320 mg/hari, antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan
faktor resiko penyakit jantung (fibrilasi atrium, infark miokard akut, kelainan
katup) dan kondisi koagulopati yang lain.
b. Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat antiagregasi
trombosit kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai kontra
indikasi terhadap asetosal (aspirin).
c. Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya mengkonsumsi obat
antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi obat
hipoglikemik pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi
obat antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti merokok, berhenti
mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan dan kurang gerak.
29
Pencegahan Tertier
Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita
stroke agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi
ketergantungan pada orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Pencegahan tersier dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan
sosial. 14

30
BAB IV
PEMBAHASAN

Telah dirawat seorang pasien Ny. D, perempuan usia 47 tahun di RSUD


Andi Djemma Masamba dengan keluhan kelemahan pada tubuh sebelah kiri
sejak 1 hari tanpa disertai dengan penurunan kesadaran, kelemahan pada tubuh
sebelah kiri dirasakan mendadak saat pasien sedang tidur, sebelum serangan,
pasien mengalami pusing. mual dan muntah sebanyak 4 kali berisi makanan,
muntah tidak menyemprot, Keluhan lainnya seperti nyeri kepala, pandangan
kabur, nyeri dada, sesak napas, kejang dan pingsan disangkal oleh pasien.
Keluhan gangguan buang air kecil, gangguan buang air besar, dan trauma juga
disangkal.
Keluhan ini baru pertama kali dirasakan pasien. Pasien mempunyai
riwayat tekanan darah tinggi (+) sejak ±10 tahun. yang lalu tidak terkontrol.
Memiliki riwayat penyakit Jantung sejak 1 tahun, sering kontrol ke poli namun
pasien lupa nama obat yang dikonsumsi, pasien juga tidak rutin mengkonsumsi
obat jantung.
Penyakit stroke, penyakit ginjal dan diabetes disangkal pasien.
Dari keluhan tersebut menunjukkan bahwa pasien mengalami serangan
stroke yang secara definisi stroke merupakan tanda-tanda klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih. Tanda-tanda klinis
stroke ditetapkan dari pemeriksaan fisik neurologis dimana didapatkan gejala-
gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala serta tanda
yang sesuai dengan daerah pendarahan pemnbuluh darah otak tertentu.
Gangguan pada sistem karotis menyebabkan: gangguan penglihatan, gangguan
bicara, disafasia atau afasia bila mengenai hemisfer serebri dominan, gangguan
motorik, hemiplegi/ hemiparesis kontra lateral, dan gangguan sensorik. Dari
keluhan klinis kita dapat menilai Siriraj Stroke Score untuk membedakan
diagnosis stroke iskemik atau stroke hemoragik.

31
No. Gejala/Tanda Penilaian Indek Skor
1 Kesadaran (0) Kompos Mentis
(1)Mengantuk x 2,5 +
(2)Semi koma/koma
2 Muntah (0)Tidak
x2 +
(1)Ya
3 Nyeri Kepala (0)Tidak
x2 +
(1)Ya
4 Tekanan Darah Diastolik x 10% +
5 Ateroma:
 DM (0)Tidak
x (-3) -
 Angina Pektoris (1)Ya
Klaudikasio Intermiten
6 Konstanta -12 -12
Berdasarkan skor Siriraj diatas didapatkan skor pada pasien yaitu:
= (2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 xtekanan
diastolik) – (3 x petanda ateroma) – 12
= (2,5 X 0) + (2 X 1) + (2 X 0) + (0.1 X 90) – (3X1) – 12
= -4
Berdasarkan skor Siriraj didapatkan skor -4, interpretasi ≤ -1 merupakan
stroke Non Hemorragik
yaitu Stroke Non hemorragik.

Gejala Perdarahan Infark

Permulaan Sangat akut Sub akut


Waktu serangan Aktif Bangun tidur
Peringatan sebelumnya - ++
Nyeri Kepala ++ -
Muntah ++ -
Kejang-kejang ++ -
Kesadaran Menurun ++ +/-
Bradikardi +++ (dari hari 1) +
Perdarahan di Retina ++ -
Papil Edema + -
Kaku Kuduk, Kernig, ++ -
Brudzinski
Ptosis ++ -
Lokasi Subkortikal Kortikal/subkortikal

32
Berdasarkan tabel di atas, pada pasien ini mengarah ke diagnosis stroke
infark. Pasien merasa tidak dapat menggerakkan anggota tubuh bagian kiri secara
tiba-tiba saat pasien tidur. Sebelum serangan pasien pusing mengambang dan
muntah 4x sebelum keluhan. Pasien saat serangan tidak disertai penurunan
kesadaran, kejang, dan nyeri kepala.
Berdasarkan keluhan pada pasien ditemukan kelemahan pada anggota gerak
kiri. Hemiparese (kelemahan) atau hemiplegia dari satu bagian dari tubuh bisa
terjadi setelah stroke. Penurunan kemampuan ini biasanya disebabkan oleh stroke
arteri serebral anterior atau media sehingga mengakibatkan infark pada bagian
otak yang mengontrol gerakan saraf motorik dari kortek bagian depan.
Hemiplegia menyeluruh bisa terjadi pada setengah bagian dari wajah dan lidah
juga pada lengan dan tungkai pada sisi bagian tubuh yang sama. Infark yang
terjadi pada bagian otak kanan akan menyebabkan kelemahan pada bagian kiri
(sinistra) dan begitupun sebaliknya.
Pemeriksaan fisik yang ditemukan pada pasien ini, pada tanda-tanda vital
ditemukan peningkatan tekanan darah yaitu 150/90mmHg, keadaan umum lemah,
kesadaran Kompos Mentis, dan GCS E4M6V5. Peningkatan tekanan darah
merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya stroke iskemik maupun
hemoragik. Hipertensi adalah faktor risiko paling umum untuk stroke,
berdasarkan data dari 30 studi, dan telah dilaporkan pada sekitar 64% pasien
dengan stroke. Hipertensi kronis memperburuk aterosklerosis dan menginduksi
perubahan patologis yang kompleks dalam media arteri dan arteriol. Perubahan
struktural dapat menjadi predisposisi iskemia serebral dengan merusak respons
vasodilator. Arteri ujung berdiameter kecil di otak telah dianggap sangat rentan
terhadap efek buruk dari tekanan darah tinggi. Perubahan morfologis yang
berhubungan dengan hipertensi yang terjadi pada pembuluh ini termasuk
pembentukan mikroaneurisma, lipohyalinosis, dan mikroatheroma. Hubungan
antara peningakatan tekanan darah pada stroke iskemik dapat disebabkan oleh
perlukaan intima sehingga dapat mudah terjadinya penyusupan LDL pada tunika
intima yang nantinya akan berujung kepada penebalan intima dan aterosklerosis.
Pada anggota gerak atas didapatkan kekuatan kiri 1 dan Tonus kiri (-),
pada anggota gerak bawah didapatkan kekuatan kiri 1 dan Tonus kiri (-).

33
Kelemahan anggota gerak kiri pada pasien ini merupakan tandanya adanya defisit
neurologis. Defisit yang terjadi mungkin disebabkan karena adanya keterlibatan
hemister otak sebelah kanan. Walaupun telah terdapat pengelompokkan stroke
berdasarkan patologi anatominya, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik,
namun penegakkan klinis stroke (hemoragik maupun non-hemoragik) tidak dapat
semata-mata ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis saja, karena semua gejala
pada kedua kelompok stroke ini hampir sama. Untuk itu diperlukan pemeriksaan
tambahan yang lebih komprehensif untuk menegakkan diagnosis stroke, seperti
CT-scan.
Pada EKG ditemukan adanya LBBB pada pasien ini. Bila dihubungkan
dengan tekanan darah yang ada pada pasien, dan riwayat hipertensi. Ini
menandakan hipertensi kronik yang tidak terkontrol.
Tatalaksana umum yang diberikan pada pasien ini umum elevasi kepala
0
30 , IVFD NaCl 15 tpm. Elevasi kepala untuk melancarkan aliran balik vena.

Larutan kristaloid diberikan untuk memenuhi kebutuhan cairan, serta diet rendah
garam diberikan untuk menjaga tekanan darah.
Terapi obat-obatan Inj. citicolin 2 x 250 mg, Citicolin diberikan sebagai
neuroprotektor, dalam beberapa penelitian yang dilakukan oleh ICTUS
menunjukkan adanya manfaat pemberian citikolin 2 x 250 mg secara intravena
selama 3 hari dan 2 x 250 mg secara oral selama 3 minggu berikutnya. Inj.
Mecobalamin 3 x 1 amp sebagai co-enzyme dari B12. Obat ini digunakan untuk
mengobati neuropati perifer (saraf tepi) dengan memperbaiki gangguan
metabolisme asam nukleat dan protein di dalam jaringan saraf serta memperbaiki
gangguan saraf sensoris dan motoris. Inj. Lansoprazole 2 x 30 mg golongan
proton pump inhibitor sebagai sitoprotektor yang dapat mencegah terjadinya
stress ulcer pada pasien ini. Inj. Ondancetron 3 x 4 mg golongan antagonis
reseptor 5-HT3 (serotonin) yang dapat mengobati mual dan muntah Po.
Candesartan 1 x 8 mg golongan Antagonis Reseptor Angiotensin II untuk
mengobati hipertensi esensial ringan sampai sedang. Penggunaan obat secara
rasional, baik secara tunggal, atau kombinasi, dapat menurunkan tekanan darah.
Kontrol tekanan darah dapat dicapai pada kebanyakan pasien dengan kombinasi
dua atau lebih obat antihipertensi.

34
BAB V
KESIMPULAN

Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh
karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa
detik atau menit) dapat menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah
fokal di otak yang mengalami kerusakan. Banyak faktor yang menyebabkan
terjadinya stroke iskemik, salah satunya adalah aterosklerosis, dengan mekanisme
thrombosis yang menyumbat arteri besar dan arteri kecil, dan juga melalui
mekanisme emboli. Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan
keluhan utama pasien. Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis
stroke antara lain: hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia
atau buta mendadak, diplopia. Adapun tujuan dari penatalaksanaan stroke secara
umum adalah menurunkan morbiditas dan menurunkan tingkat kematian serta
menurunnya angka kecacatan, oleh karena itu pentingnya mengenali gejala-gejala
stroke dan penanganan stroke secara dini untuk mencapai hal tersebut.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Pokdi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia


(PERDOSSI). Guidline Stroke Tahun 2007. Jakarta. 2007.
2. Darotin R, Nurdiana, Nasution T. Analisis Faktor Prediposisi Mortalitas
Stroke Hemoragik di Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi Jember. Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya: Malang. 2017.
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Kebijakan dan Strategi
Pencegahan dan Pengendalian Stroke di Indonesia. Direktorat Jenderal
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI. 2017
4. Pokdi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(PERDOSSI). Guidline Stroke Tahun. Jakarta. 2011
5. Ghani, L., Mihardja, LK., & Delima. Faktor Risiko Dominan Penderita Stroke
di Indonesia. Bulletin Penelitian Kesehatan. 2016.
6. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
ed.6.EGC, Jakarta. 2006.
7. Feigin, Valery. 2016. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan
Pemulihan Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer.
8. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang
gangguan peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta
Neurologi. Edisi ke-2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2015.
h.81-82.
9. Donnell MJ, Xavier D, Liu L, Zhang H, Chin SL, Rao-Melacini P, et al. Risk
factors for ischaemic and intracerebral haemorrhagic stroke. 2010;376:112-
123
10. Darotin R, Nurdiana, Nasution T. Analisis Faktor Prediposisi Mortalitas
Stroke Hemoragik di Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi Jember. Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya: Malang. 2017.
11. Rincon, F., Mayer, S. Intracerebral Hemorrhage: Clinical Overviw
Patophysiology Concept. Translational Stroke Research. 2013.
12. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New
York. Thieme Stuttgart. 2000.
13. Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006
14. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengendalian Stroke.
Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Subdit Pengendalian
Penyakit Jantung dan Pembuluh darah.2013.

36

Anda mungkin juga menyukai