Disusun oleh :
dr. Aldian Indirawaty
Pendamping :
dr. Muhammad Fikri
dr. Indah Budi S
Pembimbing :
dr. Aria Chandra TS, Sp.S
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai manifestasi
klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan kematian di Negara-negara berkembang.
WHO mendefinisikan stroke sebagai suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat
gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler.
Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah penyakit
jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang. Negara berkembang juga
menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh dunia. Di Indonesia,
prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi
stroke tertinggi adalah Aceh (16,6 per 1000 penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2007,
stroke bersama-sama dengan hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung
lainnya, merupakan penyakit tidak menular utama penyebab kematian di Indonesia.
Berdasarkan penelitian-penelitia sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke iskemik
lebih sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Adapun faktor resiko yang memicu
tingginya angka kejadian stroke iskemik adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi (contoh:
usia, ras, gender, genetic, dll) dan faktor yang dapat dimodifikasi (contoh: obesitas,
hipertensi, diabetes, dll). Identifikasi faktor resiko sangat penting untuk mengendalikan
kejadian stroke di satu negara.
BAB II
PRESENTASI KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Ny. T
Umur
: 79 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Ngempak Boyolali
Tanggal / jam Masuk RS : 09/07/2015 JAM 10.30 wib
No RM
: 057528
B. DATA DASAR
1. Anamnesis
Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak sebelah kiri
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke UGD RSUD Kota Surakarta tanggal 9 Juli 2015 sekitar pukul 10.30
WIB dipapah oleh keluarganya dengan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah
kiri sejak tadi pagi setelah pasien terbangun dari tidurnya. Pasien mengaku lengan
dan tungkainya terasa seperti kesemutan. Pasien mengaku perutnya terasa penuh dan
mual. Keluhan lain seperti nyeri kepala, muntah, pandangan kabur, pingsan
disangkal. Kesulitan berbicara tidak dirasakan oleh pasien. Gangguan BAB serta
BAK disangkal oleh pasien. Riwayat trauma sebelumnya juga disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa
: Disangkal
Riwayat penyakit jantung : Disangkal
Riwayat kencing manis
: Disangkal
Riwayat darah tinggi
: Diakui namun tidak minum obat secara rutin
Riwayat asma
: Disangkal
Riwayat alergi
: Disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien dan keluarga mengaku dikeluarga belum ada yang mengalami keluhan serupa.
Riwayat darah tinggi, kencing manis dan penyakit jantung pada keluarga kurang
diketahui.
Riwayat Pengobatan
Setelah timbul keluhan pasien tidak berobat, langsung ke UGD RSUD Kota
Surakarta. Pasien mempunyai riwayat darah tinggi sejak lama namun tidak pernah
kontrol maupun minum obat secara teratur.
2. Pemeriksaan Fisik
a) Kesan Umum
Keadaan umum
: Lemas
Kesadaran
: Composmentis
b) Tanda-tanda vital
Tekanan darah
: 214/107 mmHg
Nadi
: 88 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR
: 24 x/menit
S
: 36.6 oC
Saturasi O2
: 96 %
c) Pemeriksaan Fisik
Kepala
: Mesochepal
Kulit
: Sawo matang
Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung
: Nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Telinga
: Simetris, discharge (-/-)
Mulut
: Bibir kering (-), stomatitis (-), sianosis (-)
Leher
: Simetris, JVP tidak meningkat, pembesaran KGB (-)
Tenggorokan : Nyeri telan (-), faring hiperemis (-)
Thoraks
Inspeksi
: Simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
Palpasi
: P/ taktil fremitus kanan = kiri
C/ ictus cordis di SIC V 2 jari medial LMCS
Perkusi
: P/ Sonor di seluruh lapang paru
C/ batas jantung-paru dbn
Auskultasi
: P/ vesikuler +/+, wheezing (-/-)
C/ S1-2 murni, ST (-)
Abdomen
Inspeksi
: Kesan simetris, distensi (-)
Palpasi
: Datar, Supel, NT (-), Lien tidak teraba, hepar tidak teraba
Perkusi
: Tympani (+)
Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat(+/+), Oedem (-/-)
Genital
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus
: Tidak dilakukan pemeriksaan
d) Pemeriksaan Neurologis
Kesadaran
: Compos mentis
GCS
: E4 V5 M6
Rangsangan Meningeal
1. Kaku kuduk : - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)
2. Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
3. Brudzinski II: -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
4. Kernig
5. Laseque
2. N-II (Optikus)
a. Visus
b. Warna
c. Funduskopi
d. Lapang pandang
+), atas lateral (+/+), atas medial (+/+), bawah lateral (+/+), bawah medial
(+/+)
b. Ptosis
:- /-
c. Pupil
d. Refleks Pupil
langsung
:+/+
tidak langsung
:+/+
4. N-V (Trigeminus)
a. Sensorik
N-V1 (ophtalmicus)
N-V2 (maksilaris)
N-V3 (mandibularis)
5. N-VII (Fasialis)
b. Motorik
Angkat alis
Menutup mata
+/+
Menyeringai`
Nistagmus
Tes Romberg
Tes Rinne
Tes Schwabach
Tes Weber
6. N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Keseimbangan
b. Pendengaran
:+
b. Refleks batuk
:+
8. N-XI (Akesorius)
a. Kekuatan M. Sternokleidomastoideus : + / +
b. Kekuatan M. Trapezius
: + /+
9. N-XII (Hipoglosus)
a. Tremor lidah
:-
:-
e) Pemeriksaan Motorik
1. Refleks
a. Refleks Fisiologis
Biceps
:N/N
Triceps : N / N
Patella
: N/ N
b. Refleks Patologis
Babinski
-/-
Oppenheim
-/-
Chaddock
-/-
Gordon
-/-
Scaeffer
-/-
Hoffman-Trommer
-/-
2. Kekuatan Otot
Ekstremitas Superior Dextra
5555
5555
3333
4444
3. Tonus Otot
a. Hipotoni
- /-
b. Hipertoni
-/-
f) Sistem Koordinasi
1. Tandem Walking
g) Sistem Ekstrapiramidal
1. Tremor
:-
2. Chorea
:-
3. Balismus
:-
2. Konsentrasi
3. Disorientasi
4. Kecerdasan
5. Bahasa
6. Memori
7. Agnosia
:-
Hipersekresi keringat
:-
3. Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap tanggal 09 Juli 2015 :
Jenis pemeriksaan
HasilPemeriksaan
Nilai Rujukan
Haemoglobin
13.3
12 14 gr/dl
Leukosit
15.18
3.5 10 ribu/mm^3
Eritrosit
4.57
Trombosit
325
Hematokrit
42
37 43 vol %
GDS
98
70 140 mg/dl
Asam urat
7.3
Kolesterol
271
<200 mg/dl
Trigliserit
244
<150 mg/dl
C. DIAGNOSA SEMENTARA
Stroke Non Hemoragik dd Stroke Hemoragik
D. TERAPI AWAL
O2 3 LPM
IVFD Nacl 0.9% 20 tpm
Injeksi Ranitidin 1 ampul
PO Captopril 25 mg (SL)
Instruksi tambahan Sp.S :
- Head up 30 derajat
- Injeksi Ranitidin 1 ampul/12 jam
- Injeksi Benocetam 3 gr/8 jam
- Injeksi Cepras 1 gr/12 jam
- P.O Aspilet hari pertama 4x80 mg dilanjut hari seterusnya 1x80mg
- P.O Sucralfat syirup 3x1 cth
- Rawat Bangsal
E. PROGNOSA
Ad vitam
Ad functionam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
Ad sanasionam
: dubia ad malam
F. FOLLOW UP
Tanggal
10 Juli 2015
TD :180/110 mmHg
N : 92 x/menit
RR: 24 x/menit
T : 36.5
Perjalanan Penyakit
S: Kelemahan anggota gerak kiri, mual, badan lemas.
O : KU/Kes : CM/GCS E4V5M6
Mata : Anemis -/-, Pupil Isokor, 3mm/3mm, RC +/+.
Instruksi
Injeksi Ranitidin 1 ampul/12 jam
Injeksi Benocetam 3 gr/8 jam
Injeksi Cepras 1 gr/12 jam
P.O Aspilet 1x80mg
P.O Sucralfat syirup 3x1 cth
Fisioterapi
RF : (+/+) , (+/+)
RP : (-/-) , (-/-)
12 Juli 2015
TD : 160/90 mmHg
N : 88 x/m
RR: 24 x/m
T : 37,0 oC
KM : (5555/3333) , (5555/4444)
A : Stroke Non Hemoragik
S: Kelemahan anggota gerak
kiri, badan lemas.
O : KU/Kes : CM/GCS E4V5M6
Mata : Anemis -/-, Pupil Isokor,
3mm/3mm, RC +/+.
KK (-) Meningeal sign (-)
RF : (+/+) , (+/+)
RP : (-/-) , (-/-)
KM : (5555/3333) , (5555/4444)
A : Stroke Non Hemoragik
G. DISKUSI
penunjang
dapat
disimpulkan
pasien
menderita
stroke
non
hemoragik/iskemik.
1) ANAMNESIS
Dari anamnesis data yang menunjang adalah defisit neurologis berupa
hemiparese sinistra tanpa didahului trauma. Dari anamnesis juga ditemukan faktor
resiko yaitu hipertensi yang tidak terkontrol.
2) PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik yang menunjang ke arah diagnosis kerja adalah bukti
hipertensi pada pemeriksaan tanda vital. Hipertensi merupakan salah satu faktor
resiko penyebab tersering serangan stroke iskemik. Namun demikian tidak menutup
kemungkinan stroke yang menyerang pasien merupakan stroke hemoragik,
dikarenakan tekanan darah yang begitu tinggi sampai 214/107 mmHg dapat
menyebabkan pecahnya pembuluh darah cerebri.
Pemeriksaan rangsang meningeal dan kaku kuduk yang negatif dapat membantu
menyingkirkan kemungkinan ICH terutama bila ICH sampai mengisi ventrikel.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik sebelum dilakukannya CT-scan
dapat dilakukan penegakkan diagnosis berdasarkan sistem skoring:
Gadjah Mada skor
Penurunan kesadaran (-) + sakit kepala (-) + refleks babinski (-) stroke iskemik
Siriraj skor
Skor Stroke Siriraj
Rumus :
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x nyeri kepala) + (2 x muntah) + (0,1 x tekanan
diastolik) (3 x penanda ateroma) 12
Keterangan :
Derajat kesadaran
Muntah
Nyeri kepala
Ateroma
Hasil :
Skor > 1
Perdarahan supratentorial
Skor < 1
Infark serebri
Skor pasien:
(2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 107) - (3 x 1) 12 = -4.2 Infark cerebri
Penatalaksanaan pada pasien stroke iskemik yang pertama adalah oksigen
untuk mencegah terjadinya hipoksia otak. Pemberian kombinasi Aspilet dan ditujukan
untuk melisiskan trombus maupun emboli yang menyumbat pembuluh darah.
Citicholin memiliki sifat neuroprotektif dan neurorestoratif pada sel saraf yang
mengalami iskemik. Pemberian Citicholin diharapkan mencegah kerusakan sel saraf
lebih lanjut sekaligus mengembalikan fungsi sel saraf yang mengalami iskemik.
Cipras bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial selama pasien
dirawat. Pemberian Ranitidine sebagai antagonis H2 bertujuan untuk mencegah
terjadinya stress ulcer.
Dari hasil follow didapatkan perbaikan berangsur-angsur. Tekanan darah yang
masih sangat tinggi perlu diperhatikan dan dikontrol untuk mencegah terjadinya
stroke berulang. Fisioterapi perlu dilakukan pada pasien agar fungsi motorik yang
terganggu dapat dikembalikan mendekati normal sehingga pasien dapat kembali
menjalani aktivitas sehari-harinya.
Prognosis ad vitam pada kasus ini ad bonam, hal ini dipengaruhi oleh keadaan
pasien pada saat datang yang masih dalam keadaan umum yang baik. Untuk prognosis
ad fungsionam dubia ad bonam dikarenakan sangat tergantung dari ketelatenan pasien
dalam menjalani fisioterapi. Prognosis sanationam dubia ad malam dikarenakan
adanya faktor resiko hipertensi yang butuh kesadaran dan perhatian dari pasien untuk
mengontrolnya.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI
Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri karotis interna
kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri koritis interna, setelah memisahkan diri dari arteri
karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan
dalam sinus kavernosum, mempercabangkan arteri oftalmika untuk nervus optikus dan retina,
akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk otak, sistem ini
memberi darah bagi lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis. Sistem
vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri subklavia,
menuju dasar tengkorak melalui kanalis tranversalis di kolumna vertebralis servikal, masuk
rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang
arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu arteri
basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon,
arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang: arteri serebri posterior, yang melayani
darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus temporalis. Ke 3 pasang arteri serebri
ini bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan beranastomosis satu bagian lainnya.
Cabang- cabang yang lebih kecil menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling
berhubungan dengan cabang-cabang arteri serebri lainya.(6)
Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral
antara sistem karotis dan sitem vertebral, yaitu: Sirkulus Willisi, yakni lingkungan pembuluh
darah yang tersusun oleh arteri serebri media kanan dan kiri, arteri komunikans anterior (yang
menghubungkan kedua arteri serebri anterior), sepasang arteri serebri media posterior dan
arteri komunikans posterior (yang menghubungkan arteri serebri media dan posterior) kanan
dan kiri. Anyaman arteri ini terletak di dasar otak. Anastomosis antara arteri serebri interna
dan arteri karotis eksterna di daerah orbita, masing-masing melalui arteri oftalmika dan arteri
fasialis ke arteri maksilaris eksterna. Hubungan antara sitem vertebral dengan arteri karotis
ekterna (pembuluh darah ekstrakranial). Selain itu masih terdapat lagi hubungan antara
cabang-cabang arteri tersebut, sehingga menurut Buskrik tak ada arteri ujung (true end
arteries) dalam jaringan otak. Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena
interna, yang mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena
eksterna yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis
superior dan sinus-sinus basalis laterales, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis
dicurahkan menuju ke jantung.(6)
FISIOLOGI
Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem vertebrabasilaris
terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian posterior hemisfer. Aliran
darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3 faktor. Dua faktor yang paling penting adalah
tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan
(perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas
darah dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku). (6) Dari faktor pertama, yang
terpenting adalah tekanan darah sistemik (faktor jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan
faktor kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan
darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi
sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak (yang berfungsi normal
bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg).(6)
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di antaranya seperti
kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap diameter arteriol. Kadar/tekanan
parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta suasana jaringan yang asam (pH rendah),
menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya bila tekanan darah parsial CO 2 turun, PO2 naik, atau
FAKTOR RESIKO
1.
Yang tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin pria, ras, riwayat keluarga, riwayat TIA /
stroke, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium, heterozigot atau homozigot untuk
homo sistinuria (5,6).
Resiko penyumbatan arteri ekstrakranial (arteri karotis interna dan arteri vertebralis)
yaitu pada laki-laki dan kulit putih. Sedangkan resiko penyumbatan arteri intrakranial
(arteri basiler, arteri serebri media, arteri serebri anterior, arteri serebri posterio) yaitu
pada wanita dan kulit berwarna (12).
2.
Yang dapat diubah : hipertensi, DM, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat,
kontrasepsi oral, Hipertensi tinggi, bruit karotis asimtomatik, hiperurisemia dan
dislipidemia (5,6).
PATOFISIOLOGI
Penyumbatan pembuluh darah merupakan 80% kasus dari kasus stroke. Penyumbatan
sistem arteri umumnya disebabkan oleh terbentuknya trombus pada ateromatous plaque pada
bifurkasi dari arteri karotis
(9)
kematian sel. Sebelumnya, sel yang mati ini akan mengeluarkan glutamt, yang selanjutnya
akan membanjiri lagi neuron-neuron disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan (8).
Neuron-neuron yang rusak juga akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen
molecules (seperti nitric acida atau NO), yang akan merombak molekul lemak didalam
membran sel, sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium
(8)
. Stroke
iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang menyebabkan kematian sel.
Pembuluh darah
Oklusi
Iskemia
Hipoksia
Metabolisme
anaerob
Aktivitas elektrolit
terganggu
Asam laktat
Na & K pump
gagal
Infark
Na & K influk
Retensi cairan
Oedem serebral
Gg.kesadaran, kejang fokal,
hemiplegia, defek medan
penglihatan, afasia
Serangan iskemia atau Transient Ischemic Attack (TIA). Pada bentuk ini gejala
neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam
waktu 24 jam.
2.
3.
Stroke Progresif (Progresive Stroke atau Stroke in evolution). Gejala neurologik makin
lama makin berat.
4.
Stroke Komplet (Completed Stroke atau Permanent Stroke), gejala klinis sudah menetap.
MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis utama yang dikaitkan dengan insufisiensi aliran darah otak dapat
dihubungkan dengan tanda serta gejala di bawah ini :
Sirkulasi terganggu
Sensomotorik
Hemiplegia kontralateral
dominan), Hemi-neglect
tungkai) hemihipestesia
(hemisfer non-dominan),
kontralateral.
A.Serebri
media
(bagian
Hemiplegia kontralateral
dominan), Hemi-negelect
tungkai) hemihipestesia
(hemisfer non-dominan),
kontralateral.
hemianopsia, disfagia.
bawah)
Hemiparese kontralateral,
A.Serebri anterior
Hemiplegia kontralateral
lengan) hemiestesia
non-dominan), perubahan
kontralateral (umumnya
ringan)
Kuadriplegia, sensoris
umumnya normal
A.Serebri posterior
Hemiplegia sementara,
aleksia
DIAGNOSIS
Diagnosis didasarkan atas hasil (6) :
1.
Penemuan klinis
Anamnesis :
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit neurologi
akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran. Tidak terdapat tanda
atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan non hemoragik meskipun
gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering
terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi
hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau
binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran tiba-tiba.
Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara
bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk
menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat
mengganggu dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:
Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan hingga
pasien bangun (wake up stroke).
Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari pertolongan.
Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang, infeksi
Ekokardiografi
Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien dengan stroke
non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal
ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini
juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain
yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto
thoraks.3
3.
USG
Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis atau
oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis. USG
transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin pula
menunjukkan
faktor
resiko
stroke
seperti
polisitemia,
trombositosis,
b) Harus sistematik
c) Meningkat secara bertahap
d) Pakailah bentuk rehabilitasi yang spesifik untuk defisit penderita
Terapi preventif
Pencegahan Primer, untuk mencegah terjadinya ateroma, yaitu (8):
a)
b)
c)
Berhenti merokok
d)
Pencegahan sekunder
a)
b)
c)
Mengurangi obesitas
d)
e)
f)
g)
h)
Olahraga
i)
j)
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer, Arief et al. 2000. Strok dalam Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius FKUI, Jakarta. Hal 17-20
2. Sidharta P, Mardjono M. 2004. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf dalam
Neurologi klinis dasar. Dian Rakyat. Surabaya. Hal 269-293
3. Gubitz G, Sandercock P. Extracts from clinical evidence.Acute ischemic stroke. BMJ
2000; 320: 692-6
4. Guyton, A et al. 1997. Aliran darah serebral, aliran serebrospinal dan metabolisme
otak dalam Fisiologi Kedokteran edisi 9 editor Setiawan I. EGC, Jakarta. Hal 175-184
5. Pines A, Bornstein NM, Shapira I. Menopause and sichaemic stroke: basic, clinical
and epidemiological consederations. The role of hormone replacement. Human
reproduction update 2002; 8 (2): 161-8
6. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. 2005. Gambaran umum tentang
gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology edisi kedua editor
Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. Hal 81-102
7. Corwin EJ 2000. Stroke dalam buku saku patofisiologi editor Endah P. EGC, Jakarta.
Hal 181-182
8. Chandra, B. 1994. Stroke dalam nurology Klinik Edisi Revisi. Lab/bagian Ilmu
Penyakit Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. Hal 28-51
9. Widjaja, L 1993. Stroke patofisiologi dan penatalaksanaan. Lab/bagian Ilmu Penyakit
Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.Hal 1-48
10. Gubitz G, Sandercock P. Regular review: prevention of ischemic stroke. BMJ 2000;
321:1455-9
11. Gonzales RG. Imaging-guided acute ischemic stroke theraphy: from time is brain to
physiology is brain. AJNR Am J Neuroradiol 2006; 27: 728-35
12. Caplan LR, Gorelick PB, Hier DB. Race, sex and occlusive cerebrovascular disease: a
review. Stroke 1986; 17: 648-655
13. Azis AL, Widjaja D, Saharso D dan kawan-kawan 1994. Gangguan pembuluh darah
otak dalam pedoman diagnosis dan terapi LAB/ UPF Ilmu Penyakit Saraf. Lab/bagian
Ilmu Penyakit Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. Hal 33-35
14. Prince, A. Sylvia and Wilson, Lorraine. 1995. Penyakit serebrovaskular dalam
patofisiologi edisi 6 editor Hartanto H et al. EGC, Jakarta. Hal 1105-1130
15. Heiss WD, Thiel A, Grond M, Graf R. Which targets are relevant for therapy of acute
ischemic stroke. Stroke 1999; 30: 1486-9
16. Barnett HJM, Eliasziw M, Meldrum HE. Evidence based cardiology: prevention of
ischaemic stroke. BMJ 1999; 318: 1539-43