Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRESENTASI KASUS

STROKE NON HEMORAGIK

Disusun oleh :
dr. Aldian Indirawaty
Pendamping :
dr. Muhammad Fikri
dr. Indah Budi S
Pembimbing :
dr. Aria Chandra TS, Sp.S

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


INTERNSIP DOKTER INDONESIA
RSUD KOTA SURAKARTA
SURAKARTA
2015

BAB I
PENDAHULUAN
Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai manifestasi
klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan kematian di Negara-negara berkembang.
WHO mendefinisikan stroke sebagai suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat
gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler.
Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah penyakit
jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang. Negara berkembang juga
menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh dunia. Di Indonesia,
prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi
stroke tertinggi adalah Aceh (16,6 per 1000 penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2007,
stroke bersama-sama dengan hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung
lainnya, merupakan penyakit tidak menular utama penyebab kematian di Indonesia.
Berdasarkan penelitian-penelitia sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke iskemik
lebih sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Adapun faktor resiko yang memicu
tingginya angka kejadian stroke iskemik adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi (contoh:
usia, ras, gender, genetic, dll) dan faktor yang dapat dimodifikasi (contoh: obesitas,
hipertensi, diabetes, dll). Identifikasi faktor resiko sangat penting untuk mengendalikan
kejadian stroke di satu negara.

BAB II
PRESENTASI KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Ny. T
Umur
: 79 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Ngempak Boyolali
Tanggal / jam Masuk RS : 09/07/2015 JAM 10.30 wib
No RM
: 057528
B. DATA DASAR
1. Anamnesis
Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak sebelah kiri
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke UGD RSUD Kota Surakarta tanggal 9 Juli 2015 sekitar pukul 10.30
WIB dipapah oleh keluarganya dengan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah
kiri sejak tadi pagi setelah pasien terbangun dari tidurnya. Pasien mengaku lengan
dan tungkainya terasa seperti kesemutan. Pasien mengaku perutnya terasa penuh dan
mual. Keluhan lain seperti nyeri kepala, muntah, pandangan kabur, pingsan
disangkal. Kesulitan berbicara tidak dirasakan oleh pasien. Gangguan BAB serta
BAK disangkal oleh pasien. Riwayat trauma sebelumnya juga disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa
: Disangkal
Riwayat penyakit jantung : Disangkal
Riwayat kencing manis
: Disangkal
Riwayat darah tinggi
: Diakui namun tidak minum obat secara rutin
Riwayat asma
: Disangkal
Riwayat alergi
: Disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien dan keluarga mengaku dikeluarga belum ada yang mengalami keluhan serupa.
Riwayat darah tinggi, kencing manis dan penyakit jantung pada keluarga kurang
diketahui.
Riwayat Pengobatan
Setelah timbul keluhan pasien tidak berobat, langsung ke UGD RSUD Kota
Surakarta. Pasien mempunyai riwayat darah tinggi sejak lama namun tidak pernah
kontrol maupun minum obat secara teratur.
2. Pemeriksaan Fisik

a) Kesan Umum
Keadaan umum
: Lemas
Kesadaran
: Composmentis
b) Tanda-tanda vital
Tekanan darah
: 214/107 mmHg
Nadi
: 88 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR
: 24 x/menit
S
: 36.6 oC
Saturasi O2
: 96 %
c) Pemeriksaan Fisik
Kepala
: Mesochepal
Kulit
: Sawo matang
Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung
: Nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Telinga
: Simetris, discharge (-/-)
Mulut
: Bibir kering (-), stomatitis (-), sianosis (-)
Leher
: Simetris, JVP tidak meningkat, pembesaran KGB (-)
Tenggorokan : Nyeri telan (-), faring hiperemis (-)
Thoraks
Inspeksi
: Simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
Palpasi
: P/ taktil fremitus kanan = kiri
C/ ictus cordis di SIC V 2 jari medial LMCS
Perkusi
: P/ Sonor di seluruh lapang paru
C/ batas jantung-paru dbn
Auskultasi
: P/ vesikuler +/+, wheezing (-/-)
C/ S1-2 murni, ST (-)
Abdomen
Inspeksi
: Kesan simetris, distensi (-)
Palpasi
: Datar, Supel, NT (-), Lien tidak teraba, hepar tidak teraba
Perkusi
: Tympani (+)
Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat(+/+), Oedem (-/-)
Genital
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus
: Tidak dilakukan pemeriksaan
d) Pemeriksaan Neurologis
Kesadaran

: Compos mentis

GCS

: E4 V5 M6

Rangsangan Meningeal
1. Kaku kuduk : - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)
2. Brudzinski I : -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
3. Brudzinski II: -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)
4. Kernig

: -/- (tidak terdapat tahanan sblm mencapai 135 / tidak terdapat

tahanan sblm mencapai 135)

5. Laseque

: -/- (tidak timbul tahanan sebelum mencapai 70 o / tidak timbul

tahanan sebelum mencapai 70o)


Nervus Kranialis
1. N-I (Olfaktorius)

: Tidak ada gangguan penciuman

2. N-II (Optikus)
a. Visus

: Tidak dilakukan pemeriksaan

b. Warna

: Tidak dilakukan pemeriksaan

c. Funduskopi

: Tidak dilakukan pemeriksaan

d. Lapang pandang

: Tidak dilakukan pemeriksaan

3. N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)


a. Gerakan bola mata

: atas (+/+), bawah (+/+), lateral (+/+), medial (+/

+), atas lateral (+/+), atas medial (+/+), bawah lateral (+/+), bawah medial
(+/+)
b. Ptosis

:- /-

c. Pupil

: Isokor, bulat, 3mm / 3mm

d. Refleks Pupil
langsung

:+/+

tidak langsung

:+/+

4. N-V (Trigeminus)
a. Sensorik
N-V1 (ophtalmicus)

N-V2 (maksilaris)

N-V3 (mandibularis)

(pasien dapat menunjukkan tempat rangsang raba)


b. Motorik

Pasien dapat merapatkan gigi dan membuka mulut


c. Refleks kornea

Tidak Dilakukan Pemeriksaan

a. Sensorik (indra pengecap) :

Tidak Dilakukan Pemeriksaan

5. N-VII (Fasialis)
b. Motorik
Angkat alis

+ / +, terlihat simetris kanan dan kiri

Menutup mata

+/+

Menggembungkan pipi : kanan (baik), kiri (baik)

Menyeringai`

kanan (baik), kiri (baik)

Nistagmus

Tidak Dilakukan Pemeriksaan

Tes Romberg

Tidak Dilakukan Pemeriksaan

Tes Rinne

Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

Tes Schwabach

Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

Tes Weber

Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

6. N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Keseimbangan

b. Pendengaran

7. N-IX, X (Glosofaringeus, Vagus)


a. Refleks menelan

:+

b. Refleks batuk

:+

c. Perasat lidah (1/3 anterior) : Tidak Dilakukan Pemeriksaan.


d. Refleks muntah

: Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

8. N-XI (Akesorius)
a. Kekuatan M. Sternokleidomastoideus : + / +
b. Kekuatan M. Trapezius

: + /+

9. N-XII (Hipoglosus)
a. Tremor lidah

:-

d. Ujung lidah saat dijulurkan: Normal


e. Fasikulasi

:-

e) Pemeriksaan Motorik
1. Refleks
a. Refleks Fisiologis
Biceps

:N/N

Triceps : N / N
Patella

: N/ N

b. Refleks Patologis
Babinski

-/-

Oppenheim

-/-

Chaddock

-/-

Gordon

-/-

Scaeffer

-/-

Hoffman-Trommer

-/-

2. Kekuatan Otot
Ekstremitas Superior Dextra

Ekstremitas Superior Sinistra

5555
5555

3333
4444

Ekstremitas Inferior Dextra

Ekstremitas Inferior Sinistra

3. Tonus Otot
a. Hipotoni

- /-

b. Hipertoni

-/-

f) Sistem Koordinasi
1. Tandem Walking

Tidak Dilakukan Pemeriksaan

2. Finger to Finger Test

Tidak Dilakukan Pemeriksaan

3. Finger to Nose Test

Tidak Dilakukan Pemeriksaan

g) Sistem Ekstrapiramidal
1. Tremor

:-

2. Chorea

:-

3. Balismus

:-

Tidak ditemukan saat dilakukan pemeriksaan


h) Fungsi Kortikal
1. Atensi

: Dalam Batas Normal

2. Konsentrasi

: Dalam Batas Normal

3. Disorientasi

: Dalam Batas Normal

4. Kecerdasan

: Tidak Dilakukan Pemeriksaan

5. Bahasa

: Dalam Batas Normal

6. Memori

: Tidak ditemukan gangguan memori

7. Agnosia

: Pasien dapat mengenal objek dengan baik

i) Susunan Saraf Otonom


Inkontinensia

:-

Hipersekresi keringat

:-

3. Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap tanggal 09 Juli 2015 :
Jenis pemeriksaan

HasilPemeriksaan

Nilai Rujukan

Haemoglobin

13.3

12 14 gr/dl

Leukosit

15.18

3.5 10 ribu/mm^3

Eritrosit

4.57

4.2 5.0 juta/mm^3

Trombosit

325

150 450 ribu/mm^3

Hematokrit

42

37 43 vol %

GDS

98

70 140 mg/dl

Asam urat

7.3

2.6 6.0 mg/dl

Kolesterol

271

<200 mg/dl

Trigliserit

244

<150 mg/dl

EKG tanggal 09 Juli 2015

C. DIAGNOSA SEMENTARA
Stroke Non Hemoragik dd Stroke Hemoragik
D. TERAPI AWAL
O2 3 LPM
IVFD Nacl 0.9% 20 tpm
Injeksi Ranitidin 1 ampul
PO Captopril 25 mg (SL)
Instruksi tambahan Sp.S :
- Head up 30 derajat
- Injeksi Ranitidin 1 ampul/12 jam
- Injeksi Benocetam 3 gr/8 jam
- Injeksi Cepras 1 gr/12 jam
- P.O Aspilet hari pertama 4x80 mg dilanjut hari seterusnya 1x80mg
- P.O Sucralfat syirup 3x1 cth
- Rawat Bangsal
E. PROGNOSA
Ad vitam
Ad functionam

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

Ad sanasionam

: dubia ad malam

F. FOLLOW UP
Tanggal
10 Juli 2015
TD :180/110 mmHg
N : 92 x/menit
RR: 24 x/menit
T : 36.5

Perjalanan Penyakit
S: Kelemahan anggota gerak kiri, mual, badan lemas.
O : KU/Kes : CM/GCS E4V5M6
Mata : Anemis -/-, Pupil Isokor, 3mm/3mm, RC +/+.

Instruksi
Injeksi Ranitidin 1 ampul/12 jam
Injeksi Benocetam 3 gr/8 jam
Injeksi Cepras 1 gr/12 jam
P.O Aspilet 1x80mg
P.O Sucralfat syirup 3x1 cth
Fisioterapi

KK (-) Meningeal sign (-)


RF : (+/+) , (+/+)
RP : (-/-) , (-/-)
KM : (5555/3333) , (5555/4444)
11 Juli 2015
TD : 150/90 mmHg
N : 88 x/mnt
RR: 22 x/mnt
T : 36,7oC

A : Stroke Non Hemoragik


S: Kelemahan anggota gerak kiri, badan lemas.
O : KU/Kes : CM/GCS E4V5M6
Mata : Anemis -/-, Pupil Isokor, 3mm/3mm, RC +/+.
KK (-) Meningeal sign (-)
-

Injeksi Ranitidin 1 ampul/12 jam


Injeksi Benocetam 3 gr/8 jam
Injeksi Cepras 1 gr/12 jam
P.O Aspilet 1x80mg
P.O Sucralfat syirup 3x1 cth
P.O candesartan 1x16 mg
P.O Dulcolax 0-0-1
Fisioterapi

RF : (+/+) , (+/+)
RP : (-/-) , (-/-)

12 Juli 2015
TD : 160/90 mmHg
N : 88 x/m
RR: 24 x/m
T : 37,0 oC

KM : (5555/3333) , (5555/4444)
A : Stroke Non Hemoragik
S: Kelemahan anggota gerak
kiri, badan lemas.
O : KU/Kes : CM/GCS E4V5M6
Mata : Anemis -/-, Pupil Isokor,
3mm/3mm, RC +/+.
KK (-) Meningeal sign (-)
RF : (+/+) , (+/+)
RP : (-/-) , (-/-)
KM : (5555/3333) , (5555/4444)
A : Stroke Non Hemoragik

G. DISKUSI

P.O Aspilet 1x80 mg


P.O Candesartan 1x16 mg
P.O Herbesser 1x200 mg
P.O Allopurinol 1x100 mg
P.O Simvastatin 20 mg 0-0-1
P.O Fenofibrat 100mg 0-0-1

Berdasarkan data-data yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan

penunjang

dapat

disimpulkan

pasien

menderita

stroke

non

hemoragik/iskemik.
1) ANAMNESIS
Dari anamnesis data yang menunjang adalah defisit neurologis berupa
hemiparese sinistra tanpa didahului trauma. Dari anamnesis juga ditemukan faktor
resiko yaitu hipertensi yang tidak terkontrol.
2) PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik yang menunjang ke arah diagnosis kerja adalah bukti
hipertensi pada pemeriksaan tanda vital. Hipertensi merupakan salah satu faktor
resiko penyebab tersering serangan stroke iskemik. Namun demikian tidak menutup
kemungkinan stroke yang menyerang pasien merupakan stroke hemoragik,
dikarenakan tekanan darah yang begitu tinggi sampai 214/107 mmHg dapat
menyebabkan pecahnya pembuluh darah cerebri.
Pemeriksaan rangsang meningeal dan kaku kuduk yang negatif dapat membantu
menyingkirkan kemungkinan ICH terutama bila ICH sampai mengisi ventrikel.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik sebelum dilakukannya CT-scan
dapat dilakukan penegakkan diagnosis berdasarkan sistem skoring:
Gadjah Mada skor
Penurunan kesadaran (-) + sakit kepala (-) + refleks babinski (-) stroke iskemik
Siriraj skor
Skor Stroke Siriraj
Rumus :
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x nyeri kepala) + (2 x muntah) + (0,1 x tekanan
diastolik) (3 x penanda ateroma) 12
Keterangan :
Derajat kesadaran

0 = kompos mentis; 1 = somnolen; 2 = sopor/koma

Muntah

0 = tidak ada; 1 = ada

Nyeri kepala

0 = tidak ada; 1 = ada

Ateroma

0 = tidak ada; 1 = salah satu atau lebih (diabetes;


angina; penyakit pembuluh darah)

Hasil :

Skor > 1

Perdarahan supratentorial

Skor < 1

Infark serebri

Skor pasien:
(2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 107) - (3 x 1) 12 = -4.2 Infark cerebri
Penatalaksanaan pada pasien stroke iskemik yang pertama adalah oksigen
untuk mencegah terjadinya hipoksia otak. Pemberian kombinasi Aspilet dan ditujukan
untuk melisiskan trombus maupun emboli yang menyumbat pembuluh darah.
Citicholin memiliki sifat neuroprotektif dan neurorestoratif pada sel saraf yang
mengalami iskemik. Pemberian Citicholin diharapkan mencegah kerusakan sel saraf
lebih lanjut sekaligus mengembalikan fungsi sel saraf yang mengalami iskemik.
Cipras bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial selama pasien
dirawat. Pemberian Ranitidine sebagai antagonis H2 bertujuan untuk mencegah
terjadinya stress ulcer.
Dari hasil follow didapatkan perbaikan berangsur-angsur. Tekanan darah yang
masih sangat tinggi perlu diperhatikan dan dikontrol untuk mencegah terjadinya
stroke berulang. Fisioterapi perlu dilakukan pada pasien agar fungsi motorik yang
terganggu dapat dikembalikan mendekati normal sehingga pasien dapat kembali
menjalani aktivitas sehari-harinya.
Prognosis ad vitam pada kasus ini ad bonam, hal ini dipengaruhi oleh keadaan
pasien pada saat datang yang masih dalam keadaan umum yang baik. Untuk prognosis
ad fungsionam dubia ad bonam dikarenakan sangat tergantung dari ketelatenan pasien
dalam menjalani fisioterapi. Prognosis sanationam dubia ad malam dikarenakan
adanya faktor resiko hipertensi yang butuh kesadaran dan perhatian dari pasien untuk
mengontrolnya.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI
Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri karotis interna
kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri koritis interna, setelah memisahkan diri dari arteri
karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan
dalam sinus kavernosum, mempercabangkan arteri oftalmika untuk nervus optikus dan retina,
akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk otak, sistem ini
memberi darah bagi lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis. Sistem
vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri subklavia,
menuju dasar tengkorak melalui kanalis tranversalis di kolumna vertebralis servikal, masuk
rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang
arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu arteri
basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon,
arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang: arteri serebri posterior, yang melayani
darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus temporalis. Ke 3 pasang arteri serebri
ini bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan beranastomosis satu bagian lainnya.
Cabang- cabang yang lebih kecil menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling
berhubungan dengan cabang-cabang arteri serebri lainya.(6)
Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral
antara sistem karotis dan sitem vertebral, yaitu: Sirkulus Willisi, yakni lingkungan pembuluh
darah yang tersusun oleh arteri serebri media kanan dan kiri, arteri komunikans anterior (yang
menghubungkan kedua arteri serebri anterior), sepasang arteri serebri media posterior dan
arteri komunikans posterior (yang menghubungkan arteri serebri media dan posterior) kanan
dan kiri. Anyaman arteri ini terletak di dasar otak. Anastomosis antara arteri serebri interna
dan arteri karotis eksterna di daerah orbita, masing-masing melalui arteri oftalmika dan arteri
fasialis ke arteri maksilaris eksterna. Hubungan antara sitem vertebral dengan arteri karotis

ekterna (pembuluh darah ekstrakranial). Selain itu masih terdapat lagi hubungan antara
cabang-cabang arteri tersebut, sehingga menurut Buskrik tak ada arteri ujung (true end
arteries) dalam jaringan otak. Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena
interna, yang mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena
eksterna yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis
superior dan sinus-sinus basalis laterales, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis
dicurahkan menuju ke jantung.(6)

FISIOLOGI
Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem vertebrabasilaris
terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian posterior hemisfer. Aliran
darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3 faktor. Dua faktor yang paling penting adalah
tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan
(perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas
darah dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku). (6) Dari faktor pertama, yang
terpenting adalah tekanan darah sistemik (faktor jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan
faktor kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan
darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi
sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak (yang berfungsi normal
bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg).(6)
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di antaranya seperti
kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap diameter arteriol. Kadar/tekanan
parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta suasana jaringan yang asam (pH rendah),
menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya bila tekanan darah parsial CO 2 turun, PO2 naik, atau

suasana pH tinggi, maka terjadi vasokonstriksi. Viskositas/kekentalan darah yang tinggi


mengurangi ADO. Sedangkan koagulobilitas yang besar juga memudahkan terjadinya
trombosis, aliran darah lambat, akibat ADO menurun.(6)
DEFINISI
Stroke menurut WHO adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi cerebral, baik
fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari
24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan
vaskular. (3,6) .
Pada stroke, terjadi hipoksia serebrum yang menyebabkan cedera dan kematian sel-sel
neuron. Kerusakan otak karena stroke, terjadi sebagai akibat pembengkkan dan edema yang
timbul dalam 24 72 jam pertama setelah kematian sel neuron.(7)

FAKTOR RESIKO
1.

Yang tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin pria, ras, riwayat keluarga, riwayat TIA /
stroke, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium, heterozigot atau homozigot untuk
homo sistinuria (5,6).
Resiko penyumbatan arteri ekstrakranial (arteri karotis interna dan arteri vertebralis)
yaitu pada laki-laki dan kulit putih. Sedangkan resiko penyumbatan arteri intrakranial
(arteri basiler, arteri serebri media, arteri serebri anterior, arteri serebri posterio) yaitu
pada wanita dan kulit berwarna (12).

2.

Yang dapat diubah : hipertensi, DM, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat,
kontrasepsi oral, Hipertensi tinggi, bruit karotis asimtomatik, hiperurisemia dan
dislipidemia (5,6).

PATOFISIOLOGI
Penyumbatan pembuluh darah merupakan 80% kasus dari kasus stroke. Penyumbatan
sistem arteri umumnya disebabkan oleh terbentuknya trombus pada ateromatous plaque pada
bifurkasi dari arteri karotis

(9)

. Erat hubungannya dengan aterosklerosis (terbentuknya

ateroma) dan arteriolosclerosis (6).

Gambar 3. Penyumbatan pembuluh darah


Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara (6) :
a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah.
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau perdarahan aterom
c. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
d. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang kemudian
dapat robek
Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan menyebabkan
hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila anoksia ini berlanjut
sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya yaitu sel glia akan mengalami
kerusakan ireversibel sampai nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti perubahan
permeabilitas vaskular disekitarnya dan masuknya cairan serta sel-sel radang (9).
Disekitar daerah iskemik timbul edem glia, akibat berlebihannya H+ dari asidosis
laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi air yang timbul dalam
empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan daerah sekitar nekrosis
mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan tetapi jaringan otak masih hidup.
Daerah ini adalah iskemik penumbra (6).
Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak akan terjadi kerusakan
(baik karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron di daerah tersebut tentu akan mati,
dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri
sel-sel disekitarnya. Glutamat ini akan menempel pada membran sel neuron di sekitar daerah
primer yang terserang. Glutamat akan merusak membran sel neuron dan membuka kanal
kalsium (calcium channels). Kemudian terjadilah influks kalsium yang mengakibatkan

kematian sel. Sebelumnya, sel yang mati ini akan mengeluarkan glutamt, yang selanjutnya
akan membanjiri lagi neuron-neuron disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan (8).
Neuron-neuron yang rusak juga akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen
molecules (seperti nitric acida atau NO), yang akan merombak molekul lemak didalam
membran sel, sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium

(8)

. Stroke

iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang menyebabkan kematian sel.

Pembuluh darah

Trombus/embolus karena plak


ateromatosa, fragmen, lemak, udara,
bekuan darah

Oklusi

Perfusi jaringan cerebral

Iskemia

Hipoksia

Metabolisme
anaerob

Aktivitas elektrolit
terganggu

Nekrotik jaringan otak

Asam laktat

Na & K pump
gagal

Infark

Na & K influk

Retensi cairan

Oedem serebral
Gg.kesadaran, kejang fokal,
hemiplegia, defek medan
penglihatan, afasia

KLASIFIKASI STROKE ISKEMIK

Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis (13) :


1.

Serangan iskemia atau Transient Ischemic Attack (TIA). Pada bentuk ini gejala
neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam
waktu 24 jam.

2.

Defisit Neurologik Iskemik Sepintas atau Reversible Ischemic Neurological Defisit


(RIND). Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama 24
jam. Tapi tidak lebih seminggu.

3.

Stroke Progresif (Progresive Stroke atau Stroke in evolution). Gejala neurologik makin
lama makin berat.

4.

Stroke Komplet (Completed Stroke atau Permanent Stroke), gejala klinis sudah menetap.

MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis utama yang dikaitkan dengan insufisiensi aliran darah otak dapat
dihubungkan dengan tanda serta gejala di bawah ini :
Sirkulasi terganggu

Sensomotorik

Gejala klinis lain

Sindrom Sirkulasi Anterior


A.Serebri media (total)

Hemiplegia kontralateral

Afasia global (hemisfer

(lengan lebih berat dari

dominan), Hemi-neglect

tungkai) hemihipestesia

(hemisfer non-dominan),

kontralateral.

agnosia, defisit visuospasial,


apraksia, disfagia

A.Serebri media (bagian atas)

A.Serebri

media

(bagian

Hemiplegia kontralateral

Afasia motorik (hemisfer

(lengan lebih berat dari

dominan), Hemi-negelect

tungkai) hemihipestesia

(hemisfer non-dominan),

kontralateral.

hemianopsia, disfagia.

Tidak ada gangguan

Afasia sensorik (hemisfer

bawah)

dominan), afasia afektif


(hemisfer non-dominan),
kontruksional apraksia

A.Serebri media dalam

Hemiparese kontralateral,

Afasia sensoris transkortikal

tidak ada gangguan sensoris

(hemisfer dominan), visual dan

atau ringan sekali

sensoris neglect sementara


(hemisfer non-dominan)

A.Serebri anterior

Hemiplegia kontralateral

Afasia transkortikal (hemisfer

(tungkai lebih berat dari

dominan), apraksia (hemisfer

lengan) hemiestesia

non-dominan), perubahan

kontralateral (umumnya

perilaku dan personalitas,

ringan)

inkontinensia urin dan alvi

Sindrom Sirkulasi Posterior


A.Basilaris (total)

Kuadriplegia, sensoris

Gangguan kesadaran samapi ke

umumnya normal

sindrom lock-in, gangguan saraf


cranial yang menyebabkan
diplopia, disartria, disfagia,
disfonia, gangguan emosi

A.Serebri posterior

Hemiplegia sementara,

Gangguan lapang pandang

berganti dengan pola gerak

bagian sentral, prosopagnosia,

chorea pada tangan,

aleksia

hipestesia atau anestesia


terutama pada tangan
Pembuluh Darah Kecil
Lacunar infark

Gangguan motorik murni,


gangguan sensorik murni,
hemiparesis ataksik, sindrom
clumsy hand

DIAGNOSIS
Diagnosis didasarkan atas hasil (6) :
1.

Penemuan klinis
Anamnesis :
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit neurologi
akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran. Tidak terdapat tanda
atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan non hemoragik meskipun
gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering
terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi
hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau
binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran tiba-tiba.

Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara
bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk
menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat
mengganggu dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:

Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan hingga
pasien bangun (wake up stroke).
Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari pertolongan.
Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang, infeksi

sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan hiponatremia.2


Pemeriksaan Fisik
a. Adanya defisit neurologi fokal
b. Ditemukan faktor resiko (hipertensi, kelainan jantung, dll)
Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda
trauma, infeksi, dan iritasi menings. Pemeriksaan juga dilakukan untuk mencari faktor
resiko stroke seperti obesitas, hipertensi, kelainan jantung, dan lain-lain.
Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala stroke, memisahkan
stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti stroke, dan menyediakan
informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi. Komponen penting dalam
pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan tingkat kesadaran,
pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks
tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda
meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan
dengan Bells palsy di mana pada Bells palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak
mampu mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.
Pemeriksaan penunjang
Stroke dengan oklusi pembuluh darah dapat dilakukan pemeriksaan :
1.

CT Scan dan MRI

Gambar 5. CT Scan Stroke iskemik


Untuk menetapkan secara pasti letak dan kausa dari stroke. CT scan
menunjukkan gambaran hipodens.

Gambar 6. CT Scan, CT angiografi dan MRI (11)


2.

Ekokardiografi
Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien dengan stroke
non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal
ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini
juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain
yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto
thoraks.3

3.

USG
Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis atau
oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis. USG
transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih

lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri


vertebrobasiler.
4.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin pula
menunjukkan

faktor

resiko

stroke

seperti

polisitemia,

trombositosis,

trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan


kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti anemia.3 Pemeriksaan
kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang memiliki gejala seperti
stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula menunjukka penyakit yang
diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal). Pemeriksaan koagulasi dapat
menunjukkan kemungkinan koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini
juga berguna jika digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan. Biomarker
jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan penyakit
jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya hubungan anatara
peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari stroke.3
PENATALAKSANAAN (9)
Pengobatan secara umum
1. Pertahankan saluran pernafasan yang baik
2. Pertahankan tekanan darah yang cukup, untuk itu evaluasi fungsi jantung dan organ vital
lain
3. Pertahankan milieu intern, yaitu kualitas darah cairan dan elektrolit, protein darah, dan
keseimbangan asam basa yang baik
4. Pertahankan bladder dan rectum
5. Hindarkan berlangsungnya febris, dan pemakaian glukosa dalam nutrisi parenteral
Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase akut:
1. Fase Akut (hari ke 0 14 sesudah onset penyakit)
Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang menderita
jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak
mengganggu/mengancam fungsi otak. tindakan dan obat yang diberikan haruslah
menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Karena itu dipelihara
fungsi optimal:1

Respirasi : Jalan napas harus bersih dan longgar


Jantung : Harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG

Tekanan darah : Dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan sampai

menurunkan perfusi otak


Gula darah : Kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak boleh diturunkan secara

drastis, terutama bila pasien memiliki diabetes mellitus kronis


Balans cairan : Bila pasien dalam keadaan gawat atau koma balans cairan, elektrolit,

dan asam basa darah harus dipantau


Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak yang menderita di
daerah iskemi (ischemic penumbra) masih menimbulkan perbedaan pendapat. Obat-obatan
yang sering dipakai untuk mengatasi stroke iskemik akut:(1)
a) Mengembalikan reperfusi otak
1. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara intravena
akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang mampu
menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya. Pada penelitian
NINDS (National Institute of Neurological Disorders and Stroke) di Amerika
Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tida lebih dari 3 jam setelah onset stroke,
dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan
secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah
pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal. Efek
samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar
6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada
tahun 1996.(7)
2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang mengancam.
Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke
telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif dengan
hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis
arteri basilaris, trombosis arteri karotis dan infark serebral akibat kardioemboli.
Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan
intraserebral karena pemberian heparin tersebut.(7)
3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan sintesis atau
mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane A2.
Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai

bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari.


Obat ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol. Aspirin harus diminum
terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2
jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolise
ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80%.
Waktu paro (half time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan
glucuronic acid dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85%
dari obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang
merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan
diduga: sindrom Reye.(8)
Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat
menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan mencegah
aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi
membran platelet dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang
diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-platelet. Berdasarkan sejumlah 7
studi terapi tiklopidin, disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin lebih baik daripada
plasebo, aspirin maupun indofen dalam mencegah serangan ulang stroke
iskemik. Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4
persen). Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap
15 hari selama 3 bulan. Komplikasi yang lebih serius, tetapi jarang, adalah
purpura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.(8)
b) Anti-oedema otak
Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per infuse 1gr/kgBB/hari
c)

selama 6 jam atau dapat diganti dengan manitol 10%.


Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang iskemik dan
sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yang terganggu
akibat oklusi dan reperfusi.(7)

2. Fase Pasca Akut


Pengobatan dititik beratkan pada tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan
terulangnya stroke (6). Rehabilitasi Upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita,
fisik dan mental dengan fisioterapi, terapi wicara dan psikoterapi (6).
Prinsip dasar rehabilitasi (8):
a) Mulailah rehabilitasi sedini mungkin

b) Harus sistematik
c) Meningkat secara bertahap
d) Pakailah bentuk rehabilitasi yang spesifik untuk defisit penderita
Terapi preventif
Pencegahan Primer, untuk mencegah terjadinya ateroma, yaitu (8):
a)

Mengatur tekanan darah baik sistoli maupun diastolik (16)

b)

Mengurangi makan asam lemak jenuh

c)

Berhenti merokok

d)

Minum aspirin dua hari sekali (16), 300 mg/hari, pada :


- Individu dengan anamnesis keluarga dengan penyakit vaskuler
- Umur lebih dari 50 tahun
- Tidak ada ulkus lambung
- Tidak ada penyakit mudah berdarah
- Tidak ada alergi aspirin
Penggunaan aspirin setelah mengalami TIA, dapat mengurangi kematian dan dapat
meningkatkan kemungkinan untuk sembuh(3)

Pencegahan sekunder
a)

Hipertensi diturunkan melalui (8):


- Minum obat anti hipertensi
- Mengurangi berat badan
- Mengurangi natrium dan menaikkan kalium
- Olahraga
- Jangan minum amfetamin

b)

Turunkan kadar kolesterol yang meningkat

c)

Mengurangi obesitas

d)

Mengurangi minum alkohol

e)

Mengurangi isap rokok

f)

Mengurangi kadar gula darah pada penderita DM (16)

g)

Mengontrol penyakit jantung

h)

Olahraga

i)

Mengurangi hematokrit kalau meningkat

j)

Mengurangi trombositosis dengan aspirin

BAB IV
KESIMPULAN

Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang


berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya
terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.
Stroke iskemik sering diklasifikasin berdasarkan etiologinya yaitu trombotik dan embolik.
Untuk mendiagnosa suatu stroke iskemik diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
menyeluruh dan teliti. Pemeriksaan yang menjadi gold standar untuk mendiagnosa stroke
iskemik adalah CT-scan. Penting untuk membedakan gejala klinis stroke hemoragik dan
iskemik. Bila tidak dapat dilakukan CT-scan maka dpaat dilakukan sistem skoring untuk
mengerucutkan diagnosa. Setelah dapat ditegakkan diagnosis, perlu dilakukan terapi segera
agar tidak terjadi iskemik lebih lanjut. Prinsip terapi dari stroke iskemik adalah perbaikan
perfusi ke otak, mengurangi oedem otak, dan pemberian neuroprotektif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer, Arief et al. 2000. Strok dalam Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius FKUI, Jakarta. Hal 17-20
2. Sidharta P, Mardjono M. 2004. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf dalam
Neurologi klinis dasar. Dian Rakyat. Surabaya. Hal 269-293
3. Gubitz G, Sandercock P. Extracts from clinical evidence.Acute ischemic stroke. BMJ
2000; 320: 692-6
4. Guyton, A et al. 1997. Aliran darah serebral, aliran serebrospinal dan metabolisme
otak dalam Fisiologi Kedokteran edisi 9 editor Setiawan I. EGC, Jakarta. Hal 175-184
5. Pines A, Bornstein NM, Shapira I. Menopause and sichaemic stroke: basic, clinical
and epidemiological consederations. The role of hormone replacement. Human
reproduction update 2002; 8 (2): 161-8
6. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. 2005. Gambaran umum tentang
gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology edisi kedua editor
Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. Hal 81-102
7. Corwin EJ 2000. Stroke dalam buku saku patofisiologi editor Endah P. EGC, Jakarta.
Hal 181-182
8. Chandra, B. 1994. Stroke dalam nurology Klinik Edisi Revisi. Lab/bagian Ilmu
Penyakit Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. Hal 28-51
9. Widjaja, L 1993. Stroke patofisiologi dan penatalaksanaan. Lab/bagian Ilmu Penyakit
Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.Hal 1-48
10. Gubitz G, Sandercock P. Regular review: prevention of ischemic stroke. BMJ 2000;
321:1455-9
11. Gonzales RG. Imaging-guided acute ischemic stroke theraphy: from time is brain to
physiology is brain. AJNR Am J Neuroradiol 2006; 27: 728-35
12. Caplan LR, Gorelick PB, Hier DB. Race, sex and occlusive cerebrovascular disease: a
review. Stroke 1986; 17: 648-655

13. Azis AL, Widjaja D, Saharso D dan kawan-kawan 1994. Gangguan pembuluh darah
otak dalam pedoman diagnosis dan terapi LAB/ UPF Ilmu Penyakit Saraf. Lab/bagian
Ilmu Penyakit Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. Hal 33-35
14. Prince, A. Sylvia and Wilson, Lorraine. 1995. Penyakit serebrovaskular dalam
patofisiologi edisi 6 editor Hartanto H et al. EGC, Jakarta. Hal 1105-1130
15. Heiss WD, Thiel A, Grond M, Graf R. Which targets are relevant for therapy of acute
ischemic stroke. Stroke 1999; 30: 1486-9
16. Barnett HJM, Eliasziw M, Meldrum HE. Evidence based cardiology: prevention of
ischaemic stroke. BMJ 1999; 318: 1539-43

Anda mungkin juga menyukai