ISLAM
INDONESIA
FAKULTAS
KEDOKTERAN
Nama Dokter Muda
NIM
Tanggal Ujian
Rumah sakit
Tanda Tangan
Purbalingga
Gelombang Periode
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny.K
Jenis kelamin
: Perempuan
Umur
: 61 tahun
Alamat
Agama
: Islam
Mondok di bangsal
: Lavender
Pekerjaan
Tanggal masuk
: 5 Maret 2015
Nomor CM
: 531992
II. ANAMNESIS
(Anamnesis dilakukan pada tanggal : 5 Maret 2015 pukul : 12.30 WIB)
Keluhan Utama
: Lemas
ulu hati (+). Selain itu pasien juga mengeluh muncul bintik-bintik merah dan lebam
pada tangan dan kaki pasien. BAK (+) N,BAB (+) N. Keluhan BAB hitam, muntah
darah, mimisan dan perdarahan mukosa dan gusi disangkal. Nafsu makan pasien
menurun.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat keluhan serupa (+). Riwayat terdiagnosis anemia aplastik dan
memiliki supresi pada sumsum tulang sejak dua tahun lalu. Riwayat HT (-). Riwayat
DM (+). Riwayat hepatitis (-). Riwayat penggunaan obat jangka panjang (-).
Riwayat Penyakit Keluarga
Sistem Saraf
Sistem Respirasi
Sistem Kardiovaskuler
Sistem Digestive
Sistem Integumentum
: 120/80 mmHg
Suhu tubuh
: 39 oC
: 80 x/m
Frekuensi nafas
: 18 x/m
: Cukup
Kesadaran
: Compos Mentis
Tinggi badan
: 150 cm
Berat badan
: 45 kg
BMI
: 20
Kesan
: normoweight
Status gizi
: cukup
Skema manusia
Gambarkan pada skema di atas jika ada kelainan lokal dan berikan keterangan
secukupnya
B. PEMERIKSAAN KEPALA :
1. Mata
: Konjungtiva anemis
: +/+
Sklera Ikterik
2. Hidung
3. Telinga
: Discharge
:-
Deviasi
:-
:-
:-
4. Mulut
Manajemen Kasus I-Interna
: -/-
:-
Discharge
:-
Epistaksis
:-
Benjolan
:-
:-
Nyeri tekan
:-
: Bentuk bibir
: Normal
Pucat
:+
C. PEMERIKSAAN LEHER :
Inspeksi :
Benjolan/Massa
:-
:-
Vena Jugularis
: Tidak meningkat
Palpasi :
Benjolan/Masa
:-
Nyeri tekan
:-
Pemeriksaan trakea :
Deviasi trakea
:-
:-
: TDL
Konsistensi
Nyeri Tekan
:-
Bruit
: TDL
Jantung
Inspeksi
: Sianosis sentral
:-
Perkusi
Interpretasi
Auskultasi
Paru
Inspeksi
Palpasi
:-
:-
:-
Ketinggalan gerak
:-
Spatium intercosta
: normal
: simetris, normal
Nyeri tekan
:-
Perkusi
Auskultasi
Interpretasi
E. PEMERIKSAAN ABDOMEN :
Inspeksi
: Pelebaran vena
:-
Caput medusa
:-
Umbilikus
Simetrisitas
: simetris
Benjolan
:-
Peristaltik
: Tidak terlihat
Pulsasi aorta
: Tidak terlihat
Auskultasi
: Peristaltik
: (+) normal
Perkusi
:Dominan timpani
:+
Lien
Palpasi
: Hepar
: tidak teraba
Lien
: Tidak teraba
Masa abdomen
:-
Nyeri tekan
:-
Spasme otot
:-
PEMERIKSAAN REN :
Pemeriksaan nyeri ketok ginjal
: -/-
PEMERIKSAAN EKSTREMITAS :
Lengan
: ekimosis (+/+)
Tangan
: ekimosis (+/+)
Kaki
(-/-)
V. RESUME PEMERIKSAAN FISIK :
Dari hasil pemeriksaan fisik Ny. K, 61 tahun tahun didapatkan keadaan umum
pasien cukup, compos mentis, gizi baik. Pada pemeriksaan vital sign didapatkan
tekanan darah 120/80 mmHg, suhu 390C, nadi 80x/menit, frekuensi nafas 18x. Dari
pemeriksaan kepala ditemukan konjungtiva anemis (+/+) dan bibir pucat. Pemeriksaan
leher dalam batas normal. Pemeriksaan
Pemeriksaan abdomen dalam batas normal. nyeri ketok ginjal (-/-). Pada pemeriksaan
ekstremitas ditemukan ekimosis pada kedua tangan dan kaki.
VI.
VII.
HASIL
SATUAN
NILAI
NORMAL
Hematologi
Darah rutin
Hb
7,5
g/dl
11,7-15,5
Leukosit
0,8
103/ul
3,6-11
Hematokrit
22
35-47
Eritrosit
2,7
106/ul
3.8-5,2
Trombosit
16
103/ul
150-440
MCV
82
fL
80-100
MCH
34
Pg
26-34
MCHC
28
g/dL
32-36
Eosinofil
1-3
Basofil
0-1
Netrofil Segmen
18
50-70
Limfosit
66
25-40
Monosit
12
2-8
mg/dL
100-150
DIFF COUNT
Kimia Klinik
ELEKTROLIT
Gula Darah Sewaktu
Manajemen Kasus I-Interna
195
SGOT
74,9
U/L
<=31
SGPT
155
U/L
<=32
Ureum
38,4
mg/dL
10-50
Creatinin
0,42
mg/dL
0,6-1,1
HASIL
SATUAN
NILAI
NORMAL
Hematologi
Darah rutin
Hb
7,2
g/dl
11,7-15,5
Leukosit
0,6
103/ul
3,6-11
Hematokrit
21
35-47
Eritrosit
2,6
106/ul
3.8-5,2
Trombosit
13
103/ul
150-440
MCV
82
fL
80-100
MCH
28
Pg
26-34
MCHC
34
g/dL
32-36
Eosinofil
1-3
Basofil
0-1
Netrofil Segmen
15
50-70
Limfosit
75
25-40
Monosit
2-8
DIFF COUNT
X.
DIAGNOSIS :
-
XI.
Febril netropenia
Dyspepsia
Tindakan/ Terapi
Sukralfat 3 x 1 tab
KU : Cukup
mudah lelah,
TD : 120/80 mmHg
O
o
demam, pusing,
Suhu tubuh: 39 C
N: 80 x/m
RR : 18 x/m
Hasil lab :
Hb : 7,2/dl
kaki.
AL : 0,6 x 103/ul
A
Anemia aplastik
sangat berat
Febril
Antibiotik Inf.
neutropenia
-
Dyspepsia
Levofloxacin 1 x 1
Antipiretik Inf.
Parasetamol 2 x 1
Antiemetik Inj
ondansentron 4 mg
Hematokrit : 21%
2x1
AE : 2,6 x 106/ul
Corticosteroid Inj.
AT : 13 x 103/ul
MP 62,5 2 x 1
Eosinofil : 0%
PPI omeprazol 1 x
Basofil : 7%
1 tab
Limfosit :75%
Sukralfat 3 x 1 tab
Monosit : 4
Tranfusi PRC 1
kolf/hari +
premedikasi inj
dexametason 1
ampul hingga Hb
8 (tranfusi PRC
sudah masuk 2 kolf)
6 maret 2015
Lemas, mual,
KU : cukup
Anemia
TD : 100/90
aplastik sangat
Antibiotik Inf.
N : 82 x/m
berat
S : 36.5 C
RR : 18 x/m
neutropenia
-
Febril
Levofloxacin 1 x 1
Dyspepsia
Antipiretik Inf.
Parasetamol 2 x 1
Antiemetik Inj
ondansentron 4 mg
2x1
Corticosteroid
Inj. MP 62,5 2 x 1
PPI omeprazol
1 x 1 tab
Syr antacid 3 x 2
cth
Sukralfat 3 x 1 tab
Tranfusi PRC 1
kolf/hari +
premedikasi inj
dexametason 1
ampul hingga Hb
8 (tranfusi PRC
sudah masuk 3 kolf)
7 maret 2015
Keluhan (-)
KU : cukup
Anemia
Tranfusi PRC 1
TD : 110/90
aplastik sangat
kolf/hari +
N : 82 x/m
berat
premedikasi inj
Febril
dexametason 1
neutropenia
ampul hingga Hb
Dyspepsia
8 (tranfusi PRC
S : 36.7 C
RR : 20 x/m
-
sudah masuk 4
kolf)
BLPL
Antibiotik
Levofloxacin 1 x 1
Antipiretik
Parasetamol 3 x 1
K.P
Antiemetik
ondansentron 4 mg
3x1
PPI omeprazol
1 x 1 tab
Syr antacid 3 x 2
cth
Sukralfat 3 x 1 tab
Dasar Teori
Anemia Aplastik
Definisi
Anemia aplastik merupakan jenis anemia yang ditandai dengan kegagalan
sumsum tulang dengan penurunan selsel hematopoietik dan penggantiannya oleh
lemak, menyebabkan anemia, dan sering disertai dengan granulositopenia dan
trombositopenia. Terjadinya anemia aplastik dapat dikarenakan faktor herediter
(genetik), faktor sekunder oleh berbagai sebab seperti toksisitas, radiasi atau reaksi
imunologik pada sel sel induk sumsum tulang, berhubungan dengan beragam penyakit
penyerta, atau faktor idiopatik.
Primer
Kongenital (jenis Fanconi dan non-Fanconi)
Sekunder
Radiasi
Idiopatik
radionuklir
Zat kimia: benzena, dan pelarut organik lain,
pengion:
radioterapi,isotop,
nitrosurea,
kloramfenikol,
Secara etiologik penyakit anemia aplastik ini dapat dibagi menjadi 2 golongan besar,
yaitu:
1. Anemia aplastik herediter atau anemia aplastik yang diturunkan merupakan
faktor kongenital yang ditimbulkan sindrom kegagalan sumsum tulang herediter
antara lain : sindroma Fanconi (anemia Fanconi) yang biasanya disertai dengan
kelainan bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari, dan kelainan
ginjal;
diskeratosis
kongenital;
sindrom
Shwachman-Diamond;
dan
ternyata
Jika pada seorang pasien tidak diketahui penyebab anemia aplastiknya, maka
pasien tersebut akan digolongkan ke dalam kelompok anemia aplastik idiopatik.
Klasifikasi
Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik didapat
diklasifikasikan menjadi tidak berat, berat atau sangat berat. Risiko morbiditas dan
mortalitas lebih berkorelasi dengan derajat keparahan sitopenia daripada selularitas
sumsum tulang. Angka kematian setelah dua tahun dengan perawatan suportif saja
untuk pasien anemia aplastik berat atau sangat berat mencapai 80% dengan infeksi
jamur dan sepsis bakterial merupakan penyebab kematian utama. Anemia aplastik tidak
berat jarang mengancam jiwa dan sebagian besar tidak membutuhkan terapi.
Klasifikasi Anemia Aplastik
Klasifikasi
Anemia Aplastik Berat
Selularitas
tulang
Sitopenia sedikitnya dua
Kriteria
<
60.000/l
Anemia Aplastik Sangat Berat
< 200/l
Sumsum
tulang
hiposelular
namun
Patofisiologi
sel imun. Sel sel asal hemopoietik primitif yang selamat dari serangan autoimun
memungkinkan pemulihan hemopoietik perlahan lahan yang terjadi pada pasien
anemia aplastik setelah terapi imunosupresif.
DIAGNOSIS
Untuk
menegakkan
diagnosis
anemia
aplastik
dan
menyingkirkan
ANAMNESIS
Dari anamnesis, tidak ada gejala klinis khas yang bisa didapatkan untuk
mengarah ke anemia aplastik. Biasanya gejala klinis timbul akibat adanya
pansitopenia, yaitu anemia, leukopenia, dan trombositopenia. Gejalanya dapat
berupa :
a. Gejala anemia : lemah, letih, lesu, pucat, pusing, penglihatan terganggu,
nafsu makan menurun, sesak nafas, serta jantung berdebar. Variasi gejala
bermacam-macam dari gejala yang ringan hingga berat.
PEMERIKSAAN FISIK
Dari pemeriksaan fisik anemia aplastik juga bervariasi dan disini
ditegaskan kembali apakah sesuai dengan gejala yang dikeluhkan pasien. Pada
pemeriksaan kepala, dapat ditemukan tanda-tanda anemia, seperti konjungtiva
anemis atau mukosa kering dan pucat. Sebagian besar pasien didapatkan tandatanda umum anemia, terutama pucat dan lemas. Pada pemeriksaan leher,
seharusnya
tidak
didadapatkan
adanya
pembesaran
limfonodi.
Pada
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tujuan
pemeriksaan
ini
adalah
untuk
menyingkirkan
pasti
anemia
aplastik
ditegakkan
berdasarkan
Myelofibrosis
Penyakit infiltratif : limfoma, myeloma,
carcinoma, hairy cell leukimia
Anemia megaloblastik
Kelainan yang paling mirip dengan anemia aplastik berat adalah sindrom
myelodisplastik (MDS) atau myeloid leukimia (AML) dimana kurang dari 5
-10% kasus tampak hipoplasia sumsum tulang. Beberapa ciri yang dapat
membedakan MDS dengan anemia aplastik yaitu pada MDS terdapat morfologi
darah yang abnormal (misal poikilositosis, granulosit dengan anomali pseudopelger-Huet), prekursor eritroid sumsum tulang MDS menunjukkan gambaran
disformik serta sideroblast yang patologis lebih sering ditemukan dibandingkan
pada anemia aplastik. Selain itu, prekursor granulosit dapat berkurang atau
terlihat granulasi abnormal dan megakariosit yang menunjukkan lobulasi
Manajemen Kasus I-Interna
nukleus abnormal. Intinya, pada MDS dapat ditemukan sel displasia dari
granulosit dan megakarisot, serta adanya sel blast pada darah atau sumsum
tulang.
Pada leukimia limfoblastik hiposeluler akut (ALL) dapat dibedakan dengan
anemia aplastik dari adanya morfologi abnormal atau peningkatan sel blast atau
dengan adanya sitogenetik abnormal pada sel sumsum tulang. Selain itu, pada
leukimia akut juga ditemukan limfadenopati, hepatosplenomegali, dan hipertrofi
gusi.Lebih spesifik, pada ALL neutropenia lebih dominan dibanding
trombositopenia dan kadang ada peningkatan retikulin pada sel sumsum tulang
hiposelular. Pada pengobatan anemia aplastik berat juga tidak dibedakan dengan
leukimia karena dimungkinkan dapat menjadi ALL.
Hairy cell leukimia sering salah didiagnosis sebagai anemia aplastik. Hairy
cell leukimia dapat dibedakan dengan anemia aplastik dengan adanya
splenomegali dan sel limfoid abnormal pada pemeriksaan biopsi sumsum tulang.
Walau didapatkan juga pansitopenia, namun dengan adanya monositopenia
adalah bentuk khas pada penyakit ini.
Limfoma, baik limfoma Hodgkin atau limfoma non-Hodgkin dan
myelofibrosis kadang muncul pansitopenia dan sumsum tulang hiposelular.
Biopsi sumsum tulang harus diperiksa secara cermat adanya sel limfoma atau
fibrosis. Pada myelofibrosis juga biasanya ditemukan splenomegali.
Pansitopenia dengan normoselular sumsum tulang biasanya disebabkan oleh
sistemik lupus eritematosus (SLE), infeksi, atau hipersplenisme. Selularitas
sumsum tulang yang normoselular yang membedakan dengan anemia aplastik.
Sebenarnya anemia aplastik muncul diawali trombositopenia yang diikuti
pansitopenia. Beberapa pasien dapat salah diagnosis yaitu autoimmune
thrombocytopenia purpura (ITP), tetapi pemeriksaan sumsum tulang anemia
aplastik menunjukkan hiposelular dan menurunnya bahkan tidak ditemukan
megakariosit, yang tidak ditemukan pada ITP.
TATALAKSANA
Anemia berat, pendarahan akibat trombositopenia dan infeksi akibat
granulositopenia
dan
monositopenia
memerlukan
tatalaksana
untuk
keadaan pasien. Prinsip terapi terdiri dari terapi kausal, terapi suportif, dan
terapi definitif.
1. Terapi Kausal
Prinsipnya adalah usaha menghilangkan agen penyebab. Menghindari
paparan lebih lanjut terhadap agen penyebab yang diketahui, tetapi agak
sulit dilakukan karena sebagian besar etiologi tidak jelas atau penyebab
tidak dapat dikoreksi.
2. Terapi Suportif
Infeksi : identifikasi penyebab infeksi dengan kultur mikroorganisme
lalu pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat. Sebelum hasil kultur
keluar berikan antibiotik spektrum luas untuk mengatasi kuman gram
positif maupun negatif. Biasanya dipakai derivat penisilin (ampisilin)
dan gentamisin. Dapat juga digunakan sefalosporin generasi ketiga.
Bila hasil kultur sudah ada sesuaikan antibiotik dengan jenis
bakterinya. Bila dalam 5-7 hari panas tidak turun, bisa kemungkinan
infeksi jamur. Dapat diberikan amphotericin-B atau flukonazol
parenteral. Pasien anemia aplastik memiliki resiko tinggi mengalami
infeksi bakteri maupun jamur. Infeksi Aspergillus memiliki angka
mortalitas yang tinggi pada pasien anemia aplastik berat karena
eritropoiesis internal.
Untuk mengatasi perdarahan dapat diberikan transfusi konsentrat
trombosit bila ada perdarahan masif atau trombosit < 20.000/uL.
Pemberian trombosit berulang dapat menyebabkan penurunan
efektivitas trombosit karena timbul antibodi antitrombosit. Pemberian
juga
pemberian
metilprednisolon
dengan/atau
CSA
tinggi.
Transplantasi sumsum tulang
Metode transplantasi sumsum tulang ditetapkan sebagai terapi
terbaik pada pasien anemia aplastik sejak tahun 1970. Donor sumsum
tulang terbaik berasal dari saudara sekandung dengan Human Leucocyte
Antigen (HLA) yang cocok. Transplantasi sumsum tulang merupakan
pilihan utama pada pasien anemia aplastik berat berusia muda yang
memiliki saudara dengan kecocokan HLA. Akan tetapi, transplantasi
sumsum tulang allogenik tersedia hanya pada sebagan kecil pasien
(hanya sekitar 30% pasien yang mempunyai saudara dengan kecocokan
HLA). Batas usia untuk transplantasi sumsum tulang sebagai terapi
primer belum dipastikan, namun pasien yang berusia 35-35 tahun lebih
Manajemen Kasus I-Interna
PROGNOSIS
Prognosis penyakit anemia aplastik bergantung pada:
1. Gambaran sumsum tulang hiposeluler atau aseluler.
2. Kadar Hb F yang lebih dari 200mg% memperlihatkan prognosis yang lebih
baik.
3. Jumlah granulosit lebih dari 2000/mm3 menunjukkan prognosis yang lebih baik.
4. Pencegahan infeksi sekunder, terutama di Indonesia karena kejadian infeksi
masih tinggi.
5. Gambaran sumsum tulang merupakan parameter yang terbaik untuk menentukan
prognosis.
Riwayat alamiah penderita anemia aplastik dapat berupa:
Manajemen Kasus I-Interna
1. Berakhir dengan remisi sempurna. Hal ini jarang terjadi kecuali jika dikarenakan
faktor iatrogenik akibat kemoterapi atau radiasi. Remisi sempurna biasanya
terjadi segera.
2. Meninggal dalam 1 tahun. Hal ini terjadi pada sebagian besar kasus.
3. Dapat bertahan hidup selama 20 tahun atau lebih. Kondisi penderita anemia
aplastik dapat membaik dan bertahan hidup lama, namun masih ditemukan pada
kebanyakan kasus mengalami remisi tidak sempurna.
Remisi anemia aplastik biasanya terjadi beberapa bulan setelah pengobatan
mulamula terlihat perbaikan pada sistem eritropoitik, kemudian sistem granulopoitik
dan terakhir sistem trombopoitik. Kadang kadang remisi terlihat pada sistem
granulopoitik lebih dahulu lalu disusul oleh sistem eritropoitik dan trombopoitik. Untuk
melihat adanya remisi hendaknya diperhatikan jumlah retikulosit, granulosit/leukosit
dengan hitung jenisnya dan jumlah trombosit. Pemeriksaan sumsum tulang sebulan
sekali merupakan indikator terbaik untuk menilai keadaan remisi ini. Bila remisi parsial
telah tercapai, yaitu timbulnya aktivitas eritropoitik dan granulopoitik, bahaya
perdarahan yang fatal masih tetap ada, karena perbaikan sistem trombopoitik terjadi
paling akhir. Sebaiknya pasien dibolehkan pulang dari rumah sakit setelah hitung
trombosit mencapai 50.000 100.000/mm3.
Prognosis buruk dari penyakit anemia aplastik ini dapat berakibat pada kematian
yang seringkali disebabkan oleh keadaan penyerta berupa:
1. Infeksi, biasanya oleh bronchopneumonia atau sepsis. Harus waspada terhadap
tuberkulosis akibat pemberian kortikosteroid (prednison) jangka panjang.
2. Timbulnya keganasan sekunder akibat penggunaan imunosupresif. Pada sebuah
penelitian yang dilakukan di luar negeri, dari 103 pasien yang diobati dengan
ALG, 20 penderita yang diterapi jangka panjang, berubah menjadi leukemia
akut, mielodisplasia, PNH, dan adanya risiko terjadi hepatoma. Kejadian ini
mungkin merupakan riwayat alamiah penyakit anemia aplastik, namun
komplikasi ini jarang ditemukan pada penderita yang telah menjalani
transplantasi sumsum tulang.
3. Perdarahan otak atau abdomen, yang dikarenakan kondisi trombositopenia.
DAFTAR PUSTAKA
Ambruso, D.R., Hays, T., Goldenberg, N.A., 2009. Hematology Disorder (in) Hay,
W.A., Levin, M.., Sondheimer, J.M., Current Diagnosis & Treatment Pediatrics.
Mc Graw Hill, New York.
Bakta, I Made., 2007, Hematologi Klinik Ringkas, EGC, Jakarta.
Ginan,E.C., 2011, Diagnosis and Management of Aplastic Anemia, American Society of
Hematology.
Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2001. Setiawan, L., 2002 (Alih Bahasa),
EGC, Jakarta.
Marsh, J.C, et al., 2009, Guidelines for the diagnosis and management of aplastic
anemia, British Journal of Haematology, 147 :43-70.
Widjanarko A, Sudoyo A.W, Salonder H. Anemia aplastik dalam Buku ajar ilmu
penyakit dalam edisi V. Interna publishing: Jakarta.2009;1116-2
Young, N. S., et al., 2008, Aplastic Anemia, Curr Opin Hematol, 15(3):162-168.
Young, N.S., Scheinberg, P., Calado, R.T., 2008, Aplastic Anemia, Curr Open Hematol ;
15 (3);162-168.