Anda di halaman 1dari 21

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Makassar, Agustus 2015

LAPORAN KASUS
DISENTRI

OLEH:
Ainil Maksura
1102110132
PEMBIMBING:
Dr. dr. A. M. Lutfi Parewangi, Sp.PD, KGEH
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2015

HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :
Nama

: Ainil Maksura

Stambuk

: 1102015041

Judul Laporan Kasus

: Disentri

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka Kepaniteraan Klinik pada bagian


Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.
Makassar, Agustus 2015
Mengetahui,
Pembimbing

Dr. dr. A. M. Lutfi Parewangi, Sp.PD, KGEH

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Taala karena
atas berkat dan rahmat-Nya lah sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan
penyusunan tulisan ini dapat terlaksana. Tak lupa pula penulis haturkan salawat
dan salam yang tercurah pada junjungan Nabi Muhammad Shallahu Alaihi
Wasallam yang telah membimbing manusia dari alam kegelapan menuju ke alam
yang terang benderang.
Tulisan ini berjudul LAPORAN KASUS DISENTRI yang dibuat dan
disusun sebagai tugas kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit dalam. Berbagai
kesulitan dan hambatan penulis temui, namun atas bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, akhirnya tulisan ini dapat terselesaikan.
Makassar, Agustus 2015
Penulis

LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Jenis Kelamin
No. Rekam medik
Tanggal lahir
Alamat
Tanggal masuk RS
Tanggal Pemeriksaan
Ruangan
B. ANAMNESIS
Anamnesis
Keluhan utama

: Ny. R
: 48 tahun
: Perempuan
: 184150
: 01 Januari 1967
: Lingk. Kassuarang Lau, Maros.
: 6 Juli 2015
: 6 Juli 2015
: Perawatan Dewasa

: Autoanamnesis
: Berak encer

Anamnesis terpimpin :
Berak encer dialami sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, dengan
frekuensi > 10x dalam sehari, ampas ada, darah warna hitam ada, lendir ada. Pasien
juga mengeluh nyeri perut melilit disertai mual dan muntah frekuensi > 10x berisi air
dan sisa makanan. Pasien merasa lemas, demam ada sejak 2 hari yang lalu, sakit
kepala tidak ada, pusing tidak ada, batuk tidak ada, sesak nafas tidak ada, nyeri dada
tidak ada, BAK warna kuning kesan lancar. Riwayat makanan sebelumnya seperti
biasa, makan jajanan disangkal. Riwayat alergi makanan tidak ada. Riwayat penyakit
sebelumnya tidak ada. Riwayat pengobatan, pasien belum pernah berobat. Riwayat
keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada.
C. STATUS PRESENT
- Sakit sedang
- Status Gizi : Overweight (BB : 56 kg, TB : 153, IMT : 23.9 kg/m2)
- Compos mentis

D. TANDA VITAL
- Tekanan darah
- Nadi (arteri radialis)
- Pernapasan
- Suhu Axilla

: 110/70 mmhg
: 88 x/menit, regular, kuat angkat
: 24 x/ menit
: 37.5oc

E. PEMERIKSAAN FISIS
- Kepala
Ekspresi
: Tenang
4

Simetris muka : Simetris ki= ka


Deformitas
: Tidak Ada
Rambut
: Hitam pendek, Sukar dicabut
- Mata
Eksopthalmus / Enopthalmus : (-)
Gerakan
: Dalam batas normal
Tekanan bola mata
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Kelopak mata
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Konjungtiva
: Anemis (-)
Sklera
: Ikterus (-)
Kornea
: Reflex (+)
Pupil
: Isokor 2,5 , reflex cahaya (+)
- Telinga
Tophi
: (-)
Nyeri tekan di processus mastoideus : (-)
Pendengaran
: tinnitus (-), otore (-)
- Hidung
Perdarahan
: (-)
Sekret
: (-)
- Mulut
Bibir
: kering (-), sianosis (-)
Gigi geligi
: tidak dilakukan pemeriksaan,
Gusi
: perdarahan (-)
Tonsil
: hiperemis (-), pembesaran (-)
Farings
: hiperemis (-)
Lidah
: kotor (-)
- Leher
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok
: tidak ada pembesaran
Pembuluh darah
: bruit (-)
Kaku kuduk
: (-)
Tumor
: (-)
- Thorax
Inspeksi
: Simetris kiri = kanan
Bentuk
: Simetris kiri = kanan
Buah dada
: Tidak ada kelainan
Sela iga
: Tidak ada kelainan
Lain lain
: tidak ada
- Paru
Palpasi : Fremitus raba
: kiri = kanan
Nyeri tekan
: Tidak ada
Perkusi :
Paru Kiri
: Sonor
Paru Kanan
: Sonor
Batas paru hepar
: ICS VI kanan
Batas paru belakang kanan : ICS IX
Batas paru belakang kiri
: ICS X
Auskultasi :
Bunyi pernapasan
: Vesikuler
Bunyi tambahan
: tidak ada
5

Jantung :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen :
Inspeksi
Palpasi
Hati
Limpa
Lain lain
Perkusi
Auskultasi
Alat kelamin
Anus dan rectum
Punggung
Palpasi
Nyeri ketok
Auskultasi
Gerakan
Lain lain
Extremitas
Rectaltouche

: Ictus cordis tidak tampak


: Ictus cordis tidak teraba
: Pekak
: Bj I/II
: Murni regular
Bunyi tambahan
: bising jantung (-)
: Cembung, ikut gerakan nafas
: Nyeri tekan (+) di seluruh regio abdomen, massa tekan (-)
: tidak teraba
: tidak teraba
: tidak ada
: tympani
: peristaltic (+), kesan meningkat
: tidak dilakukan pemeriksaan
: tidak dilakukan pemeriksaan
:
: nyeri tekan (-) massa tekan (-)
: (-)
:Vesikuler
: Simetris kiri kanan
: tidak ada
: tidak ada kelainan.
: perineum baik, spinchter mencekik, ampulla berisi feses,

mukosa licin, pada handschoen terdapat sedikit feses (+), lendir (+).
F. LABORATORIUM
Jenis Pemerikaan

Hasil (07/7/2015)

Nilai Rujukan

WBC

12,6 x 103/ul

4 - 10 x 103/uL

HGB

13,4 g/dl

12 - 16 g/dL

RBC

4,97 x106/ul

4,05,5 x 106/uL

HCT

44 %

40,0 50,0%

PLT

280 x 109/l

100-300x103/uL

SGOT

23 u/L

< 31 u/L

Hati

SGPT

10 u/L

< 31 u/L

Fungsi

Ureum

24 mg/dL

10-50 mg/dL

Darah
Rutin

Fungsi

serum
Ginjal

Kreatinin

0,8 mg/dL

< 0,9 mg/dL

serum

Elektrolit serum:
Na+ 140 mmol/L
K+ 3,8 mmol/L
Cl- 97 mmol/L
G. DIAGNOSIS SEMENTARA
Disentri
H. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Gastroenteritis akut
Dispepsia
I. PENATALAKSANAAN AWAL
1. IVFD RL 28 tpm
2. Metocloperamid amp/12 jam/ iv
3. Ranitidin amp/12 jam/iv
4. Metronidazole vial/8jam/drips
5. Cotrimoxazole tab II-0-II
J. RENCANA PEMERIKSAAN
Analisa feses + cacing
Urin rutin + sedimen
K. PROGNOSIS
Ad Functionam
Ad Sanationam
Ad Vitam
L. FOLLOW UP

: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
: Bonam

TANGGAL

PERJALANAN PENYAKIT

INSTRUKSI DOKTER

6/7/2015

Perawatan hari 1

R/

T : 110/70 mmHg

S:
-

BAB: encer, warna hitam,

N : 80 x/i

frek. >10x, ampas (+), lendir

P : 22x/i

(+).
Mual (+) serta muntah (+)

S : 37,5 C

frek. >10x berisi air dan sisa

IVFD RL 28 tpm
Metocloperamid amp/12 jam/ iv
Ranitidin amp/12 jam/iv
Metronidazole vial/8jam/drips
Cotrimoxazole tab II-0-II
Planning
Cek darah rutin
Elektrolit serum
SGPT, SGOT, Ureum dan
7

makanan, nyeri perut (+)


Lemas (+), demam (+),

pusing (-).
Batuk (-), sesak nafas (-),

nyeri dada (-).


BAK: kesan lancar

Anemis -/-, ikterus -/BT: Rk-/- Wh -/BJ I/II murni regular


Abd : peristaltik (+) kesan

Kreatinin serum.

O:

meningkat, nyeri tekan (+),


-

massa tumor (-).


Ekstremitas udem -/-

Disentri

A:
7/7/2015
T : 110/70 mmHg

Perawatan hari 2
S:
-

BAB: encer, warna hitam,

N : 88 x/i

frek. 3x, ampas (+), lendir

P : 18x/i

(+).
Mual (-), muntah (-), nyeri

perut (+)
Lemas (+), demam (-), sakit

S : 36,3 C

R/
IVFD RL 28 tpm
Metocloperamid amp/12 jam/ iv
Ranitidin amp/12 jam/iv
Metronidazole vial/8jam/drips
Cotrimoxazole tab II-0-II
Planning
Analisa feses + cacing
Urin rutin dan sedimen

kepala (+), pusing (-).


O:
-

Anemis -/-, ikterus -/BT: Rk-/- Wh -/BJ I/II murni regular


Abd : peristaltik (+) kesan

meningkat, Nyeri tekan (+).


Ekstremitas udem -/-

Disentri

A:

8/7/2015
T : 110/70 mmHg

Perawatan hari 3

R/
IVFD RL 28 tpm
Metocloperamid amp/12 jam/ iv
Ranitidin amp/12 jam/iv
Metronidazole vial/8jam/drips
Cotrimoxazole tab II-0-II

S:
-

BAB: tidak terlalu encer, frek

N : 80 x/i

1x, warna coklat, ampas (+),

P : 20x/i

lendir (-), darah (-)


Nyeri perut (+)

Anemis -/-, ikterus -/BT: Rk-/- Wh -/BJ I/II murni regular


Abd : peristaltik (+) kesan

normal
Ekstremitas udem -/-

Disentri

S : 36,3 C

O:

A:

9/7/2015
T : 110/70 mmHg

Perawatan hari 4
S:

N : 80 x/i
P : 20x/i

Nyeri perut (-)


BAB: belum

Anemis -/-, ikterus -/BT: Rk-/- Wh -/BJ I/II murni regular


Abd : peristaltik (+) kesan

normal
Ekstremitas udem -/-

Disentri

O:

S : 36,2 oC

R/
IVFD RL 28 tpm
Metocloperamid amp/12 jam/ iv
Ranitidin amp/12 jam/iv
Metronidazole vial/8jam/drips
Cotrimoxazole tab II-0-II

A:

10/7/ 2015
T : 110/80 mmHg

Perawatan hari 5
S:

N : 80 x/i
P : 22x/i

Tidak ada keluhan


BAB: belum

Anemis -/-, ikterus -/BT: Rk-/- Wh -/BJ I/II murni regular


Abd : peristaltik (+) kesan

normal
Ekstremitas udem -/-

Disentri

R/
Pasien boleh pulang
Metronidazole tab 500 mg I-I-I
Cotrimoxazole tab II-0-II

O:

S : 36,3 oC

A:

M. RESUME
Seorang wanita 48 tahun masuk rumah sakit Salewangang Maros dengan
keluhan utama diare sejak 3 hari yang lalu, dengan frekuensi > 10 kali dalam sehari.
Konsistensi feces cair, ampas ada, lendir ada dan darah ada berwarna hitam. Pasien
juga mengeluh nyeri di seluruh regio abdomen yang bersifat melilit dan intermitten
disertai nausea dan vomiting dengan frekuensi > 10x berisi air dan sisa makanan.
Pasien tampak malaise dan mengeluh mengalami febris sejak 2 hari yang lalu,
bersifat intermitten, menggigil (-). Pada pemeriksaan fisik ditemukan TD: 110/70,
Nadi: 80 x/menit, pernapasan: 22 x / menit. Suhu: 37.5oC. Pada pemeriksaan
abdomen didapatkan peristaltik (+) kesan meningkat dan nyeri tekan pada seluruh
regio abdomen. Dari hasil laboratorium didapatkan kesan leukositosis dan
hiponatremia.

10

DISENTRI
A. PENDAHULUAN
Disentri merupakan tipe diare yang berbahaya dan seringkali menyebabkan
kematian dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain. Penyakit ini dapat
disebabkan oleh bakteri (disentri basiler) dan amoeba (disentri amoeba).1
Di Amerika Serikat, insiden disentri amoeba mencapai 1-5% sedangkan
disentri basiler dilaporkan kurang dari 500.000 kasus tiap tahunnya. Sedangkan angka
kejadian disentri amoeba di Indonesia sampai saat ini masih belum ada, akan tetapi
untuk disentri basiler dilaporkan 5% dari 3848 orang penderita diare berat menderita
disentri basiler.2
Di dunia sekurangnya 200 juta kasus dan 650.000 kematian terjadi akibat
disentri basiler pada anak-anak di bawah umur 5 tahun. Kebanyakan kuman penyebab
disentri basiler ditemukan di negara berkembang dengan kesehatan lingkungan yang
masih kurang. Disentri amoeba tersebar hampir ke seluruh dunia terutama di negara
yang sedang berkembang yang berada di daerah tropis. Hal ini dikarenakan faktor
kepadatan penduduk, higiene individu, sanitasi lingkungan dan kondisi sosial
ekonomi serta kultural yang menunjang. Penyakit ini biasanya menyerang anak
dengan usia lebih dari 5 tahun.2
Spesies Entamoeba menyerang 10% populasi didunia. Prevalensi yang tinggi
mencapai 50 persen di Asia, Afrika dan Amerika selatan. Sedangkan pada shigella di
Ameriksa Serikat menyerang 15.000 kasus. Dan di Negara-negara berkembang
Shigella flexeneri dan S. dysentriae menyebabkan 600.000 kematian per tahun.2
B. DEFINISI
Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron (usus),
yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejala buang air
besar dengan tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang air besar
dengan tinja bercampur lender (mucus) dan nyeri saat buang air besar (tenesmus).2
Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang menyebabkan
tukak terbatas di colon yang ditandai dengan gejala khas yang disebut sebagai
sindroma disentri, yakni: 1) sakit di perut yang sering disertai dengan tenesmus, 2)
berak-berak, dan 3) tinja mengandung darah dan lendir.3
C. INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya disentri dapat dibedakan menjadi dua yaitu disentri
amuba dan disentri basiler. Penyebab yang paling umum yaitu adanya infeksi parasit

11

Entamoeba histolytica yang menyebabkan disentri amuba dan infeksi bakteri


golongan Shigella yang menjadi penyebab disentri basiler.4
Shigellosis adalah endemik di seluruh dunia di mana dia bertanggung jawab
untuk sekitar 120 juta kasus disentri yang parah dengan darah dan lendir dalam tinja,
mayoritas terjadi di negara berkembang dan melibatkan anak-anak kurang dari lima
tahun. Sekitar 1,1 juta orang diperkirakan meninggal akibat infeksi Shigella setiap
tahun, dengan 60% dari kematian yang terjadi pada anak di bawah usia 5 tahun.5 Di
Amerika Serikat, insidensi penyakit ini rendah. Setiap tahunnya kurang dari 500.000
kasus yang dilaporkan ke Centers for Disease Control (CDC). Di Bagian Penyakit
Dalam RSUP Palembang selama 3 tahun (1990-1992) tercatat di catatan medis, dari
748 kasus yang dirawat karena diare ada 16 kasus yang disebabkan oleh disentri
basiler. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di
Indonesia dari Juni 1998 sampai dengan Nopember 1999, dari 3848 orang penderita
diare berat, ditemukan 5% shigella.5
Di Indonesia, amoebiasis kolon banyak dijumpai dalam keadaan endemi.
Prevalensi Entamoeba histolytica di berbagai daerah di Indonesia berkisar antara 10
18 %. Amoebiasis juga tersebar luas diberbagai negara diseluruh dunia. Pada
berbagai survei menunjukkan frekuensi diantara 0,2 50 % dan berhubungan dengan
sanitasi lingkungan sehingga penyakit ini akan banyak dijumpai pada daerah tropik
dan subtropik yang sanitasinya jelek. Perbandingan berbagai macam amoebiasis di
Indonesia adalah sebagai berikut, amoebiasis kolon banyak ditemukan, amoebiasis
hati hanya kadang-kadang amoebiasis otak lebih jarang lagi dijumpai.6
Prevalensi amebiasis sangat bervariasi, diperkirakan 10 persen populasi
terinfeksi. Prevalensi tertinggi di daerah tropis (50-80%). Manusia merupakan host
dan reservoir utama. Penularannya lewat kontaminasi tinja ke makanan dan
minuman, dengan perantara lalat, kecoak, kontak interpersonal, atau lewat hubungan
seksual anal-oral. Sanitasi lingkungan yang jelek, penduduk yang padat dan
kurangnya

sanitasi

individual

mempermudah

penularannya.

Infeksi

amuba

(amubiasis) menempati urutan ke 3 penyebab kematian karena infeksi parasit di dunia


setelah malaria dan schistosomiasis. Amubiasis terjadi pada sekitar 12% penduduk
dunia. Diperkirakan angka kematian 40.000-100.000 terjadi pada 40-50 juta pasien
amubiasis tiap tahun. Kejadian itu seperti fenomena gunung es karena hanya I0-20%
pasien amubiasis memberikan gejala klinis. Insidens amubiasis tinggi di negara
berkembang antara lain Meksiko, Afrika Selatan dan Barat, Amerika Selatan dan
Tengah, Bangladesh, Thailand,India serta Vietnam.7
12

D. ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya dulu dikenal hanya dua macam disentri, yakni
disentri basiler yang disebabkan oleh Shigella spp. dan disentri amuba yang disebabkan
oleh Entamoeba histolytica. Tapi sekarang telah diketahui banyak penyebab lain berupa
parasit dan bakteri, yaitu Shigella spp. penyebab disentri yang terpenting dan tersering

( 60% kasus disentri yang dirujuk serta hampir semua kasus disentri yang berat dan
mengancam jiwa disebabkan oleh Shigella, Salmonella spp., Campylobacter spp.
terutama pada bayi, Vibrio parahaemolyticus, I'leisomonas shigelloides, EIEC
(Enteriinnasive E. coil), Aeromonus spp., Entamoeba histolytica lebih sering pada anak

usia > 5 tahun atau Giardia lambha.2


E. PATOMEKANISME
Bakteri tersebut dapat tersebar dan menular melalui makanan dan air yang
sudah terkontaminasi kotoran dan bakteri yang dibawa oleh lalat. Lalat merupakan
serangga yang hidup di tempat yang kotor dan bau, sehingga bakteri dengan mudah
menempel di tubuhnya dan menyebar di setiap tempat yang dihinggapi. Bakteri
masuk ke dalam organ pencernaan mengakibatkan pembengkakan hingga
menimbulkan luka dan peradangan pada dinding usus besar. Inilah yang
menyebabkan kotoran penderita sering kali tercampur nanah dan darah.2,7
Wabah umumnya terjadi pada kelompok homoseksual, pada kondisi
crowding, ditempat-tempat dimana sanitasi lingkungan dan kebersihan perorangan
rendah seperti di penjara, tempat penitipan anak, panti asuhan, rumah sakit jiwa dan
pada tempat pengungsi yang padat.2,7
Penularan secara orofaecal dengan ambang infeksi yang rendah dan
merupakan basil yang rapuh sehingga penularannya dapat dicegah dengan cuci tangan
saja (hand washing disease). Ada empat spesies Shigella, yaitu Shigella flexneri,
Shigella dysentriae, Shigella boydii dan Shigella sonnei. Pada umumnya S. flexneri,
S.Boydii dan S. dysentriae paling banyak ditemukan di negara berkembang seperti
Indonesia. Sebaliknya S. sonnei paling sering ditemukan dan S. dysentriae paling
sedikit ditemukan di negara maju.2
A. Disentri basiler
Semua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu keadaan yang
ditandai dengan diare, dengan konsistensi tinja biasanya lunak, disertai eksudat
inflamasi yang mengandung leukosit polymorfonuclear (PMN) dan darah. 2
Kuman Shigella secara genetik bertahan terhadap pH yang rendah, maka
dapat melewati barrier asam lambung. Ditularkan secara oral melalui air,
13

makanan, dan lalat yang tercemar oleh ekskreta pasien. Setelah melewati
lambung dan usus halus, kuman ini menginvasi sel epitel mukosa kolon dan
berkembang biak didalamnya. 2
Kolon merupakan tempat utama yang diserang Shigella namun ileum
terminalis dapat juga terserang. Kelainan yang terberat biasanya di daerah
sigmoid, sedang pada ilium hanya hiperemik saja. Pada keadaan akut dan fatal
ditemukan mukosa usus hiperemik, lebam dan tebal, nekrosis superfisial, tapi
biasanya tanpa ulkus. Pada keadaan subakut terbentuk ulkus pada daerah folikel
limfoid, dan pada selaput lendir lipatan transversum didapatkan ulkus yang
dangkal dan kecil, tepi ulkus menebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus
bergaung. 2
Shigella dysentriae, S.flexeneri, dan S.sonei menghasilkan eksotoksin antara
lain ShET1, ShET2, dan toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik,
sitotoksik, dan neurotoksik. Enterotoksin tersebut merupakan salah satu faktor
virulen sehingga kuman lebih mampu menginvasi sel eptitel mukosa kolon dan
menyebabkan kelainan pada selaput lendir yang mempunyai warna hijau yang
khas. Pada infeksi yang menahun akan terbentuk selaput yang tebalnya sampai
1,5 cm sehingga dinding usus menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil.
Dapat terjadi perlekatan dengan peritoneum.2
Melekat pada sel epitel dengan bantuan OMP-protein yang disebut invasi
protein Ag kemudian menginvasi mukosa kolon dan memperbanyak diri dan
memproduksi enterotoksin dan cAMP terjadi hipersekresi usus (diare cair, diare
sekresi) dan produksi eksotoksin (Shiga toxin) yang merupakan sitotoksik
sehingga terjadi infiltrasi sel radang, nekrosis sel epitel mukosa, ulkus-ulkus kecil
kemudian eritrosit dan plasma keluar ke lumen usus.
B. Disentri Amuba
Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus besar dapat
berubah menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus dan
menimbulkan ulkus. Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampai
saat ini belum diketahui secara pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien,
sifat keganasan (virulensi) amoeba, maupun lingkungannya mempunyai peran.2
Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan lisozim
yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus. Bentuk
ulkus amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi di
lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi
ulkus di permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang
14

minimal. Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus dapat terjadi di
semua bagian usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-urutan tempatnya
adalah sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan ileum terminalis.2
Trofozoit invasi ke sel epitel mukosa kolon dan caecum terjadi infiltrasi dan
nekrosis jaringan mukosa usus dilanjutkan dengan pelepasan sel inflamasi
dengan cepat dan invasi ke jaringan submukosa membentuk ulkus amoeba dan
terjadi perdarahan. Ulkus melebar dan saling berhubungan membentuk sinussinus submukosa sehingga terjadi

malabsorpsi dan kerusakan permukaan

absorpsi. Peningkatan massa intraluminal menyebabkan tekanan osmotik


intraluminal sehingga terjadi diare osmotik.
F. DIAGNOSIS
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Secara umum gejala klinis yang dapat dikeluhkan pasien dengan disentri adalah:8
-

Sakit perut terutama sebelah kiri dan buang air besar encer secara terus menerus
bercampur lendir dan darah

Muntah-muntah

Sakit kepala

Bentuk yang berat (fulminating cases) biasanya disebabkan oleh S. dysentriae


dengan gejalanya timbul mendadak dan berat, dan dapat meninggal bila tidak
cepat ditolong.

Disentri basiler:9
Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala rerata 7 hari sampai
4 minggu. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, diare disertai
demam yang mencapai 400C. Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja masih
mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun.
Pada disentri shigellosis, pada permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa
darah dalam 6-24 jam pertama, dan setelah 12-72 jam sesudah permulaan sakit,
didapatkan darah dan lendir dalam tinja.
Anoreksia.

15

Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis (kejang,


sakit kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi).
Disentri amoeba:9
Carrier (Cyst Passer)
Pasien ini tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini disebabkan
karena amoeba yang berada dalam lumen usus besar tidak mengadakan invasi ke
dinding usus.
Disentri amoeba ringan
Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Penderita biasanya
mengeluh perut kembung, kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang. Dapat
timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau busuk. Kadang juga tinja
bercampur darah dan lendir. Terdapat sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid,
jarang nyeri di daerah epigastrium. Keadaan tersebut bergantung pada lokasi
ulkusnya. Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau sedikit demam ringan
(subfebris). Kadang dijumpai hepatomegali yang tidak atau sedikit nyeri tekan.
Disentri amoeba sedang
Keluhan pasien dan gejala klinis lebih berat dibanding disentri ringan, tetapi
pasien masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Tinja biasanya disertai
lendir dan darah. Pasien mengeluh perut kram, demam dan lemah badan disertai
hepatomegali yang nyeri ringan.
Disentri amoeba berat
Keluhan dan gejala klinis lebih berat lagi. Penderita mengalami diare disertai
darah yang banyak, lebih dari 15 kali sehari. Demam tinggi (40 0C-40,50C)
disertai mual dan anemia.
Disentri amoeba kronik
Gejalanya menyerupai disentri amoeba ringan, serangan-serangan diare
diselingi dengan periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan
berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Pasien biasanya menunjukkan gejala
neurastenia. Serangan diare yang terjadi biasanya dikarenakan kelelahan, demam
atau makanan yang sulit dicerna.
Pemeriksaan Penunjang
A. Disentri amoeba:2
1. Pemeriksaan darah rutin : leukositosis (5.000 15.000 sel/mm3), kadangkadang dapat ditemukan leukopenia.
2. Pemeriksaan tinja. Untuk pemeriksaan mikroskopik diperlukan tinja yang
segar. Kadang diperlukan pemeriksaan berulang-ulang, minimal 3 kali
seminggu dan sebaiknya dilakukan sebelum pasien mendapat pengobatan.
16

Pada pemeriksaan tinja yang berbentuk (pasien tidak diare), perlu dicari
bentuk kista bulat dan berkilau seperti mutiara. Di dalamnya terdapat badanbadan kromatoid yang berbentuk batang dengan ujung tumpul, sedangkan inti
tidak tampak. Dalam tinja pasien juga dapat ditemukan trofozoit yang masih
bergerak aktif seperti keong dengan menggunakan pseudopodinya yang
seperti kaca. Untuk itu diperlukan tinja yang masih segar dan sebaiknya
diambil bahan dari bagian tinja yang mengandung darah dan lendir. Jika tinja
berdarah, akan tampak amoeba dengan eritrosit di dalamnya. Tinja penderita
amebiasis tidak banyak mengandung leukosit tetapi banyak mengandung
bakteri.
3. Pemeriksaan sigmoidoskopi dan kolonoskopi. Terutama apabila pada
pemeriksaan tinja tidak ditemukan amoeba. Pada pemeriksaan ini akan
didapatkan ulkus yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat
kekuningan, mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal.
4. Foto X-ray. Kadang pada kasus amoebiasis kronis, dengan barium enema
tampak ulkus disertai spasme otot. Pada ameboma nampak filling defect yang
mirip karsinoma.
5. Pemeriksaan uji serologi. Uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu
diagnosis abses hati amebik dan epidemiologis. Uji serologis positif bila
amoeba menembus jaringan (invasif). Oleh karena itu uji ini akan positif pada
pasien abses hati dan disentri amoeba dan negatif pada carrier. Hasil uji
serologis positif belum tentu menderita amebiasis aktif, tetapi bila negatif
pasti bukan amebiasis.
B. Disentri basiler:2
1. Pemeriksaan darah rutin : leukositosis (5.000 15.000 sel/mm3), kadangkadang dapat ditemukan leukopenia.
2. Pemeriksaan tinja. Pemeriksaan mikroskopik tinja menunjukkan adanya
eritrosit dan leukosit PMN. Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap
kuman penyebab serta biakan hapusan (rectal swab). Untuk menemukan
carrier diperlukan pemeriksaan biakan tinja yang seksama dan teliti karena
basil shigela mudah mati. Untuk itu diperlukan tinja yang baru.
3. Enzim immunoassay. Hal ini dapat mendeteksi toksin di tinja pada sebagian
besar penderita yang terinfeksi S.dysentriae tipe 1 atau toksin yang dihasilkan
E.coli.
4. Sigmoidoskopi. Sebelum pemeriksaan sitologi ini, dilakukan pengerokan
daerah sigmoid. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada stadium lanjut.
17

5. Aglutinasi. Hal ini terjadi karena aglutinin terbentuk pada hari kedua,
maksimum pada hari keenam. Pada S.dysentriae aglutinasi dinyatakan positif
pada pengenceran 1/50 dan pada S.flexneri aglutinasi antibodi sangat
kompleks, dan oleh karena adanya banyak strain maka jarang dipakai.
6. Gambaran endoskopi memperlihatkan mukosa hemoragik yang terlepas dan
ulserasi. Kadang-kadang tertutup dengan eksudat. Sebagian besar lesi berada
di bagian distal kolon dan secara progresif berkurang di segmen proksimal
usus besar.
G. DIAGNOSIS BANDING8
1. Disentri Basilar
2. Disentri Amubiasis
3. Infeksi Eschericiae coli
4. Infeksi Escherichia coli Enteroinvasive (EIEC)
5. Infeksi Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan secara umum disentri ialah:8
1. Tirah baring
2. Rehidrasi
3. Diet, diberikan makanan lunak sampai frekuensi BAB kurang dari 5kali/hari,
kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.
4. Farmakologis
-

Disentri Basiler:9
a. Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis shigelosis pasien diobati
dengan antibiotik. Jika setelah 2 hari pengobatan menunjukkan perbaikan,
terapi diteruskan selama 5 hari. Bila tidak ada perbaikan, antibiotik diganti
dengan jenis yang lain.
b. Resistensi terhadap sulfonamid, streptomisin, kloramfenikol dan tetrasiklin
hampir universal terjadi. Kuman Shigella biasanya resisten terhadap
ampisilin, namun apabila ternyata dalam uji resistensi kuman terhadap
18

ampisilin masih peka, maka masih dapat digunakan dengan dosis 4 x 500
mg/hari selama 5 hari. Begitu pula dengan trimetoprim-sulfametoksazol,
dosis yang diberikan 2 x 960 mg/hari selama 3-5 hari. Amoksisilin tidak
dianjurkan dalam pengobatan disentri basiler karena tidak efektif.
c. Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal fluorokuinolon seperti
siprofloksasin atau makrolide azithromisin ternyata berhasil baik untuk
pengobatan disentri basiler. Dosis siprofloksasin yang dipakai adalah 2 x 500
mg/hari selama 3 hari sedangkan azithromisin diberikan 1 gram dosis
tunggal dan sefiksim 400 mg/hari selama 5 hari. Pemberian siprofloksasin
merupakan kontraindikasi terhadap anak-anak dan wanita hamil.
d. Di negara-negara berkembang di mana terdapat kuman S.dysentriae tipe 1
yang multiresisten terhadap obat-obat, diberikan asam nalidiksik dengan
dosis 3 x 1 gram/hari selama 5 hari. Tidak ada antibiotik yang dianjurkan
dalam pengobatan stadium carrier disentri basiler.
-

Disentri amuba:9
a. Umumnya untuk disentri amuba diberikan antibiotik metronidazole 500mg
3x sehari selama 3-5 hari
b. Asimtomatik atau carrier : Iodoquinol (diidohydroxiquin) 650 mg tiga kali
perhari selama 20 hari.
c. Amebiasis intestinal ringan atau sedang : tetrasiklin 500 mg empat kali
selama 5 hari.
d. Amebiasis intestinal berat, menggunakan 3 obat : Metronidazol 750 mg tiga
kali sehari selama 5-10 hari, tetrasiklin 500 mg empat kali selama 5 hari, dan
emetin 1 mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari.
e. Amebiasis ektraintestinal, menggunakan 3 obat : Metonidazol 750 mg tiga
kali sehari selama 5-10 hari, kloroquin fosfat 1 gram perhari selama 2 hari
dilanjutkan 500 mg/hari selama 4 minggu, dan emetin 1 mg/kgBB/hari/IM

selama 10 hari.
I. KOMPLIKASI8
a. Dehidrasi
b. Haemolytic uremic syndrome (HUS).
c. Hipoglikemia berat.
19

d. Susunan saraf pusat sampai terjadi ensefalopati.


e. Gangguan elektrolit, terutama hiponatremia
f. Komplikasi intestinal seperti toksik megakolon, prolaps rektal, peritonitis dan
perforasi dan hal ini menimbulkan angka kematian yang tinggi.
g. Komplikasi lain yang dapat timbul adalah bisul dan hemoroid.
J. PROGNOSIS
Prognosis ditentukan dari berat ringannya penyakit, diagnosis dan pengobatan
dini yang tepat serta kepekaan ameba terhadap obat yang diberikan. Pada umumnya
prognosis amebiasis adalah baik terutama pada kasus tanpa komplikasi. Prognosis
yang kurang baik adalah abses otak ameba.2
Pada bentuk yang berat, angka kematian tinggi kecuali bila mendapatkan
pengobatan dini. Tetapi pada bentuk yang sedang, biasanya angka kematian rendah;
bentuk dysentriae biasanya berat dan masa penyembuhan lama meskipun dalam
bentuk yang ringan. Bentuk flexneri mempunyai angka kematian yang rendah. 2

20

DAFTAR PUSTAKA
1. Disentri. 2008. Diakses dari http://id.wikipedia.org/ wiki/Disentri_Amuba.
2. Syaroni A., Hoesadha Y. 2006. Disentri Basiler. Buku Ajar Penyakit Dalam. FKUI :
Jakarta.
3. Simanjuntak

C.

H.

1991.

Epidemiologi

Disentri.

Diakses

dari

http://www.kalbe.co.id/files/cdk.
4. Shigellosis. 2008. Diakses dari http://fkuii.org/tiki-download_wiki_attachment.php?
attId=971&page=Haji%20Dadang%20Erianto
5. Shigella dysentriae. 2008. Diakses dari http://en.wikipedia.org/wiki/Shigella_dysenteriae
6. Ayuw. 2006. Shigellosis. Diakses dari http://fkuii.org/tiki-index.php?page=Shigellosis9
7. Hiswani. 2003. Diare Merupakan Salah Satu Masalah Kesehatan Masyarakat yang
Kejadiannya Sangat Erat dengan Keadaan Sanitasi Lingkungan. Diakses dari
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-hiswani7.pdf
8. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, Edisi I.
2013.
9. Davis K. 2007. Amebiasis. Diakses dari http://www.emedicine.com/ med/topic116.html.

21

Anda mungkin juga menyukai