FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
LAPORAN KASUS
DISENTRI
OLEH:
Ainil Maksura
1102110132
PEMBIMBING:
Dr. dr. A. M. Lutfi Parewangi, Sp.PD, KGEH
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2015
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :
Nama
: Ainil Maksura
Stambuk
: 1102015041
: Disentri
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Taala karena
atas berkat dan rahmat-Nya lah sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan
penyusunan tulisan ini dapat terlaksana. Tak lupa pula penulis haturkan salawat
dan salam yang tercurah pada junjungan Nabi Muhammad Shallahu Alaihi
Wasallam yang telah membimbing manusia dari alam kegelapan menuju ke alam
yang terang benderang.
Tulisan ini berjudul LAPORAN KASUS DISENTRI yang dibuat dan
disusun sebagai tugas kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit dalam. Berbagai
kesulitan dan hambatan penulis temui, namun atas bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, akhirnya tulisan ini dapat terselesaikan.
Makassar, Agustus 2015
Penulis
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Jenis Kelamin
No. Rekam medik
Tanggal lahir
Alamat
Tanggal masuk RS
Tanggal Pemeriksaan
Ruangan
B. ANAMNESIS
Anamnesis
Keluhan utama
: Ny. R
: 48 tahun
: Perempuan
: 184150
: 01 Januari 1967
: Lingk. Kassuarang Lau, Maros.
: 6 Juli 2015
: 6 Juli 2015
: Perawatan Dewasa
: Autoanamnesis
: Berak encer
Anamnesis terpimpin :
Berak encer dialami sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, dengan
frekuensi > 10x dalam sehari, ampas ada, darah warna hitam ada, lendir ada. Pasien
juga mengeluh nyeri perut melilit disertai mual dan muntah frekuensi > 10x berisi air
dan sisa makanan. Pasien merasa lemas, demam ada sejak 2 hari yang lalu, sakit
kepala tidak ada, pusing tidak ada, batuk tidak ada, sesak nafas tidak ada, nyeri dada
tidak ada, BAK warna kuning kesan lancar. Riwayat makanan sebelumnya seperti
biasa, makan jajanan disangkal. Riwayat alergi makanan tidak ada. Riwayat penyakit
sebelumnya tidak ada. Riwayat pengobatan, pasien belum pernah berobat. Riwayat
keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada.
C. STATUS PRESENT
- Sakit sedang
- Status Gizi : Overweight (BB : 56 kg, TB : 153, IMT : 23.9 kg/m2)
- Compos mentis
D. TANDA VITAL
- Tekanan darah
- Nadi (arteri radialis)
- Pernapasan
- Suhu Axilla
: 110/70 mmhg
: 88 x/menit, regular, kuat angkat
: 24 x/ menit
: 37.5oc
E. PEMERIKSAAN FISIS
- Kepala
Ekspresi
: Tenang
4
Jantung :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen :
Inspeksi
Palpasi
Hati
Limpa
Lain lain
Perkusi
Auskultasi
Alat kelamin
Anus dan rectum
Punggung
Palpasi
Nyeri ketok
Auskultasi
Gerakan
Lain lain
Extremitas
Rectaltouche
mukosa licin, pada handschoen terdapat sedikit feses (+), lendir (+).
F. LABORATORIUM
Jenis Pemerikaan
Hasil (07/7/2015)
Nilai Rujukan
WBC
12,6 x 103/ul
4 - 10 x 103/uL
HGB
13,4 g/dl
12 - 16 g/dL
RBC
4,97 x106/ul
4,05,5 x 106/uL
HCT
44 %
40,0 50,0%
PLT
280 x 109/l
100-300x103/uL
SGOT
23 u/L
< 31 u/L
Hati
SGPT
10 u/L
< 31 u/L
Fungsi
Ureum
24 mg/dL
10-50 mg/dL
Darah
Rutin
Fungsi
serum
Ginjal
Kreatinin
0,8 mg/dL
serum
Elektrolit serum:
Na+ 140 mmol/L
K+ 3,8 mmol/L
Cl- 97 mmol/L
G. DIAGNOSIS SEMENTARA
Disentri
H. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Gastroenteritis akut
Dispepsia
I. PENATALAKSANAAN AWAL
1. IVFD RL 28 tpm
2. Metocloperamid amp/12 jam/ iv
3. Ranitidin amp/12 jam/iv
4. Metronidazole vial/8jam/drips
5. Cotrimoxazole tab II-0-II
J. RENCANA PEMERIKSAAN
Analisa feses + cacing
Urin rutin + sedimen
K. PROGNOSIS
Ad Functionam
Ad Sanationam
Ad Vitam
L. FOLLOW UP
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
: Bonam
TANGGAL
PERJALANAN PENYAKIT
INSTRUKSI DOKTER
6/7/2015
Perawatan hari 1
R/
T : 110/70 mmHg
S:
-
N : 80 x/i
P : 22x/i
(+).
Mual (+) serta muntah (+)
S : 37,5 C
IVFD RL 28 tpm
Metocloperamid amp/12 jam/ iv
Ranitidin amp/12 jam/iv
Metronidazole vial/8jam/drips
Cotrimoxazole tab II-0-II
Planning
Cek darah rutin
Elektrolit serum
SGPT, SGOT, Ureum dan
7
pusing (-).
Batuk (-), sesak nafas (-),
Kreatinin serum.
O:
Disentri
A:
7/7/2015
T : 110/70 mmHg
Perawatan hari 2
S:
-
N : 88 x/i
P : 18x/i
(+).
Mual (-), muntah (-), nyeri
perut (+)
Lemas (+), demam (-), sakit
S : 36,3 C
R/
IVFD RL 28 tpm
Metocloperamid amp/12 jam/ iv
Ranitidin amp/12 jam/iv
Metronidazole vial/8jam/drips
Cotrimoxazole tab II-0-II
Planning
Analisa feses + cacing
Urin rutin dan sedimen
Disentri
A:
8/7/2015
T : 110/70 mmHg
Perawatan hari 3
R/
IVFD RL 28 tpm
Metocloperamid amp/12 jam/ iv
Ranitidin amp/12 jam/iv
Metronidazole vial/8jam/drips
Cotrimoxazole tab II-0-II
S:
-
N : 80 x/i
P : 20x/i
normal
Ekstremitas udem -/-
Disentri
S : 36,3 C
O:
A:
9/7/2015
T : 110/70 mmHg
Perawatan hari 4
S:
N : 80 x/i
P : 20x/i
normal
Ekstremitas udem -/-
Disentri
O:
S : 36,2 oC
R/
IVFD RL 28 tpm
Metocloperamid amp/12 jam/ iv
Ranitidin amp/12 jam/iv
Metronidazole vial/8jam/drips
Cotrimoxazole tab II-0-II
A:
10/7/ 2015
T : 110/80 mmHg
Perawatan hari 5
S:
N : 80 x/i
P : 22x/i
normal
Ekstremitas udem -/-
Disentri
R/
Pasien boleh pulang
Metronidazole tab 500 mg I-I-I
Cotrimoxazole tab II-0-II
O:
S : 36,3 oC
A:
M. RESUME
Seorang wanita 48 tahun masuk rumah sakit Salewangang Maros dengan
keluhan utama diare sejak 3 hari yang lalu, dengan frekuensi > 10 kali dalam sehari.
Konsistensi feces cair, ampas ada, lendir ada dan darah ada berwarna hitam. Pasien
juga mengeluh nyeri di seluruh regio abdomen yang bersifat melilit dan intermitten
disertai nausea dan vomiting dengan frekuensi > 10x berisi air dan sisa makanan.
Pasien tampak malaise dan mengeluh mengalami febris sejak 2 hari yang lalu,
bersifat intermitten, menggigil (-). Pada pemeriksaan fisik ditemukan TD: 110/70,
Nadi: 80 x/menit, pernapasan: 22 x / menit. Suhu: 37.5oC. Pada pemeriksaan
abdomen didapatkan peristaltik (+) kesan meningkat dan nyeri tekan pada seluruh
regio abdomen. Dari hasil laboratorium didapatkan kesan leukositosis dan
hiponatremia.
10
DISENTRI
A. PENDAHULUAN
Disentri merupakan tipe diare yang berbahaya dan seringkali menyebabkan
kematian dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain. Penyakit ini dapat
disebabkan oleh bakteri (disentri basiler) dan amoeba (disentri amoeba).1
Di Amerika Serikat, insiden disentri amoeba mencapai 1-5% sedangkan
disentri basiler dilaporkan kurang dari 500.000 kasus tiap tahunnya. Sedangkan angka
kejadian disentri amoeba di Indonesia sampai saat ini masih belum ada, akan tetapi
untuk disentri basiler dilaporkan 5% dari 3848 orang penderita diare berat menderita
disentri basiler.2
Di dunia sekurangnya 200 juta kasus dan 650.000 kematian terjadi akibat
disentri basiler pada anak-anak di bawah umur 5 tahun. Kebanyakan kuman penyebab
disentri basiler ditemukan di negara berkembang dengan kesehatan lingkungan yang
masih kurang. Disentri amoeba tersebar hampir ke seluruh dunia terutama di negara
yang sedang berkembang yang berada di daerah tropis. Hal ini dikarenakan faktor
kepadatan penduduk, higiene individu, sanitasi lingkungan dan kondisi sosial
ekonomi serta kultural yang menunjang. Penyakit ini biasanya menyerang anak
dengan usia lebih dari 5 tahun.2
Spesies Entamoeba menyerang 10% populasi didunia. Prevalensi yang tinggi
mencapai 50 persen di Asia, Afrika dan Amerika selatan. Sedangkan pada shigella di
Ameriksa Serikat menyerang 15.000 kasus. Dan di Negara-negara berkembang
Shigella flexeneri dan S. dysentriae menyebabkan 600.000 kematian per tahun.2
B. DEFINISI
Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron (usus),
yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejala buang air
besar dengan tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang air besar
dengan tinja bercampur lender (mucus) dan nyeri saat buang air besar (tenesmus).2
Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang menyebabkan
tukak terbatas di colon yang ditandai dengan gejala khas yang disebut sebagai
sindroma disentri, yakni: 1) sakit di perut yang sering disertai dengan tenesmus, 2)
berak-berak, dan 3) tinja mengandung darah dan lendir.3
C. INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya disentri dapat dibedakan menjadi dua yaitu disentri
amuba dan disentri basiler. Penyebab yang paling umum yaitu adanya infeksi parasit
11
sanitasi
individual
mempermudah
penularannya.
Infeksi
amuba
D. ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya dulu dikenal hanya dua macam disentri, yakni
disentri basiler yang disebabkan oleh Shigella spp. dan disentri amuba yang disebabkan
oleh Entamoeba histolytica. Tapi sekarang telah diketahui banyak penyebab lain berupa
parasit dan bakteri, yaitu Shigella spp. penyebab disentri yang terpenting dan tersering
( 60% kasus disentri yang dirujuk serta hampir semua kasus disentri yang berat dan
mengancam jiwa disebabkan oleh Shigella, Salmonella spp., Campylobacter spp.
terutama pada bayi, Vibrio parahaemolyticus, I'leisomonas shigelloides, EIEC
(Enteriinnasive E. coil), Aeromonus spp., Entamoeba histolytica lebih sering pada anak
makanan, dan lalat yang tercemar oleh ekskreta pasien. Setelah melewati
lambung dan usus halus, kuman ini menginvasi sel epitel mukosa kolon dan
berkembang biak didalamnya. 2
Kolon merupakan tempat utama yang diserang Shigella namun ileum
terminalis dapat juga terserang. Kelainan yang terberat biasanya di daerah
sigmoid, sedang pada ilium hanya hiperemik saja. Pada keadaan akut dan fatal
ditemukan mukosa usus hiperemik, lebam dan tebal, nekrosis superfisial, tapi
biasanya tanpa ulkus. Pada keadaan subakut terbentuk ulkus pada daerah folikel
limfoid, dan pada selaput lendir lipatan transversum didapatkan ulkus yang
dangkal dan kecil, tepi ulkus menebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus
bergaung. 2
Shigella dysentriae, S.flexeneri, dan S.sonei menghasilkan eksotoksin antara
lain ShET1, ShET2, dan toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik,
sitotoksik, dan neurotoksik. Enterotoksin tersebut merupakan salah satu faktor
virulen sehingga kuman lebih mampu menginvasi sel eptitel mukosa kolon dan
menyebabkan kelainan pada selaput lendir yang mempunyai warna hijau yang
khas. Pada infeksi yang menahun akan terbentuk selaput yang tebalnya sampai
1,5 cm sehingga dinding usus menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil.
Dapat terjadi perlekatan dengan peritoneum.2
Melekat pada sel epitel dengan bantuan OMP-protein yang disebut invasi
protein Ag kemudian menginvasi mukosa kolon dan memperbanyak diri dan
memproduksi enterotoksin dan cAMP terjadi hipersekresi usus (diare cair, diare
sekresi) dan produksi eksotoksin (Shiga toxin) yang merupakan sitotoksik
sehingga terjadi infiltrasi sel radang, nekrosis sel epitel mukosa, ulkus-ulkus kecil
kemudian eritrosit dan plasma keluar ke lumen usus.
B. Disentri Amuba
Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus besar dapat
berubah menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus dan
menimbulkan ulkus. Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampai
saat ini belum diketahui secara pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien,
sifat keganasan (virulensi) amoeba, maupun lingkungannya mempunyai peran.2
Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan lisozim
yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus. Bentuk
ulkus amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi di
lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi
ulkus di permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang
14
minimal. Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus dapat terjadi di
semua bagian usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-urutan tempatnya
adalah sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan ileum terminalis.2
Trofozoit invasi ke sel epitel mukosa kolon dan caecum terjadi infiltrasi dan
nekrosis jaringan mukosa usus dilanjutkan dengan pelepasan sel inflamasi
dengan cepat dan invasi ke jaringan submukosa membentuk ulkus amoeba dan
terjadi perdarahan. Ulkus melebar dan saling berhubungan membentuk sinussinus submukosa sehingga terjadi
Sakit perut terutama sebelah kiri dan buang air besar encer secara terus menerus
bercampur lendir dan darah
Muntah-muntah
Sakit kepala
Disentri basiler:9
Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala rerata 7 hari sampai
4 minggu. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, diare disertai
demam yang mencapai 400C. Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja masih
mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun.
Pada disentri shigellosis, pada permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa
darah dalam 6-24 jam pertama, dan setelah 12-72 jam sesudah permulaan sakit,
didapatkan darah dan lendir dalam tinja.
Anoreksia.
15
Pada pemeriksaan tinja yang berbentuk (pasien tidak diare), perlu dicari
bentuk kista bulat dan berkilau seperti mutiara. Di dalamnya terdapat badanbadan kromatoid yang berbentuk batang dengan ujung tumpul, sedangkan inti
tidak tampak. Dalam tinja pasien juga dapat ditemukan trofozoit yang masih
bergerak aktif seperti keong dengan menggunakan pseudopodinya yang
seperti kaca. Untuk itu diperlukan tinja yang masih segar dan sebaiknya
diambil bahan dari bagian tinja yang mengandung darah dan lendir. Jika tinja
berdarah, akan tampak amoeba dengan eritrosit di dalamnya. Tinja penderita
amebiasis tidak banyak mengandung leukosit tetapi banyak mengandung
bakteri.
3. Pemeriksaan sigmoidoskopi dan kolonoskopi. Terutama apabila pada
pemeriksaan tinja tidak ditemukan amoeba. Pada pemeriksaan ini akan
didapatkan ulkus yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat
kekuningan, mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal.
4. Foto X-ray. Kadang pada kasus amoebiasis kronis, dengan barium enema
tampak ulkus disertai spasme otot. Pada ameboma nampak filling defect yang
mirip karsinoma.
5. Pemeriksaan uji serologi. Uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu
diagnosis abses hati amebik dan epidemiologis. Uji serologis positif bila
amoeba menembus jaringan (invasif). Oleh karena itu uji ini akan positif pada
pasien abses hati dan disentri amoeba dan negatif pada carrier. Hasil uji
serologis positif belum tentu menderita amebiasis aktif, tetapi bila negatif
pasti bukan amebiasis.
B. Disentri basiler:2
1. Pemeriksaan darah rutin : leukositosis (5.000 15.000 sel/mm3), kadangkadang dapat ditemukan leukopenia.
2. Pemeriksaan tinja. Pemeriksaan mikroskopik tinja menunjukkan adanya
eritrosit dan leukosit PMN. Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap
kuman penyebab serta biakan hapusan (rectal swab). Untuk menemukan
carrier diperlukan pemeriksaan biakan tinja yang seksama dan teliti karena
basil shigela mudah mati. Untuk itu diperlukan tinja yang baru.
3. Enzim immunoassay. Hal ini dapat mendeteksi toksin di tinja pada sebagian
besar penderita yang terinfeksi S.dysentriae tipe 1 atau toksin yang dihasilkan
E.coli.
4. Sigmoidoskopi. Sebelum pemeriksaan sitologi ini, dilakukan pengerokan
daerah sigmoid. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada stadium lanjut.
17
5. Aglutinasi. Hal ini terjadi karena aglutinin terbentuk pada hari kedua,
maksimum pada hari keenam. Pada S.dysentriae aglutinasi dinyatakan positif
pada pengenceran 1/50 dan pada S.flexneri aglutinasi antibodi sangat
kompleks, dan oleh karena adanya banyak strain maka jarang dipakai.
6. Gambaran endoskopi memperlihatkan mukosa hemoragik yang terlepas dan
ulserasi. Kadang-kadang tertutup dengan eksudat. Sebagian besar lesi berada
di bagian distal kolon dan secara progresif berkurang di segmen proksimal
usus besar.
G. DIAGNOSIS BANDING8
1. Disentri Basilar
2. Disentri Amubiasis
3. Infeksi Eschericiae coli
4. Infeksi Escherichia coli Enteroinvasive (EIEC)
5. Infeksi Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan secara umum disentri ialah:8
1. Tirah baring
2. Rehidrasi
3. Diet, diberikan makanan lunak sampai frekuensi BAB kurang dari 5kali/hari,
kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.
4. Farmakologis
-
Disentri Basiler:9
a. Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis shigelosis pasien diobati
dengan antibiotik. Jika setelah 2 hari pengobatan menunjukkan perbaikan,
terapi diteruskan selama 5 hari. Bila tidak ada perbaikan, antibiotik diganti
dengan jenis yang lain.
b. Resistensi terhadap sulfonamid, streptomisin, kloramfenikol dan tetrasiklin
hampir universal terjadi. Kuman Shigella biasanya resisten terhadap
ampisilin, namun apabila ternyata dalam uji resistensi kuman terhadap
18
ampisilin masih peka, maka masih dapat digunakan dengan dosis 4 x 500
mg/hari selama 5 hari. Begitu pula dengan trimetoprim-sulfametoksazol,
dosis yang diberikan 2 x 960 mg/hari selama 3-5 hari. Amoksisilin tidak
dianjurkan dalam pengobatan disentri basiler karena tidak efektif.
c. Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal fluorokuinolon seperti
siprofloksasin atau makrolide azithromisin ternyata berhasil baik untuk
pengobatan disentri basiler. Dosis siprofloksasin yang dipakai adalah 2 x 500
mg/hari selama 3 hari sedangkan azithromisin diberikan 1 gram dosis
tunggal dan sefiksim 400 mg/hari selama 5 hari. Pemberian siprofloksasin
merupakan kontraindikasi terhadap anak-anak dan wanita hamil.
d. Di negara-negara berkembang di mana terdapat kuman S.dysentriae tipe 1
yang multiresisten terhadap obat-obat, diberikan asam nalidiksik dengan
dosis 3 x 1 gram/hari selama 5 hari. Tidak ada antibiotik yang dianjurkan
dalam pengobatan stadium carrier disentri basiler.
-
Disentri amuba:9
a. Umumnya untuk disentri amuba diberikan antibiotik metronidazole 500mg
3x sehari selama 3-5 hari
b. Asimtomatik atau carrier : Iodoquinol (diidohydroxiquin) 650 mg tiga kali
perhari selama 20 hari.
c. Amebiasis intestinal ringan atau sedang : tetrasiklin 500 mg empat kali
selama 5 hari.
d. Amebiasis intestinal berat, menggunakan 3 obat : Metronidazol 750 mg tiga
kali sehari selama 5-10 hari, tetrasiklin 500 mg empat kali selama 5 hari, dan
emetin 1 mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari.
e. Amebiasis ektraintestinal, menggunakan 3 obat : Metonidazol 750 mg tiga
kali sehari selama 5-10 hari, kloroquin fosfat 1 gram perhari selama 2 hari
dilanjutkan 500 mg/hari selama 4 minggu, dan emetin 1 mg/kgBB/hari/IM
selama 10 hari.
I. KOMPLIKASI8
a. Dehidrasi
b. Haemolytic uremic syndrome (HUS).
c. Hipoglikemia berat.
19
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Disentri. 2008. Diakses dari http://id.wikipedia.org/ wiki/Disentri_Amuba.
2. Syaroni A., Hoesadha Y. 2006. Disentri Basiler. Buku Ajar Penyakit Dalam. FKUI :
Jakarta.
3. Simanjuntak
C.
H.
1991.
Epidemiologi
Disentri.
Diakses
dari
http://www.kalbe.co.id/files/cdk.
4. Shigellosis. 2008. Diakses dari http://fkuii.org/tiki-download_wiki_attachment.php?
attId=971&page=Haji%20Dadang%20Erianto
5. Shigella dysentriae. 2008. Diakses dari http://en.wikipedia.org/wiki/Shigella_dysenteriae
6. Ayuw. 2006. Shigellosis. Diakses dari http://fkuii.org/tiki-index.php?page=Shigellosis9
7. Hiswani. 2003. Diare Merupakan Salah Satu Masalah Kesehatan Masyarakat yang
Kejadiannya Sangat Erat dengan Keadaan Sanitasi Lingkungan. Diakses dari
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-hiswani7.pdf
8. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, Edisi I.
2013.
9. Davis K. 2007. Amebiasis. Diakses dari http://www.emedicine.com/ med/topic116.html.
21