Disusun Oleh :
KELOMPOK 6
2016
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Disentri merupakan salah satu jenis diare yang cukup berbahaya.
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari
biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam dengan frekuensi lebih dari 3
kali. Disentri ini ditandai dengan diare yang disertai darah, lendir dan rasa
nyeri saat mengeluarkan tinja. Penyebab disetri terbagi menjadi 2 yaitu
karena amoeba (disentri amoeba) dan bakteri (disentri basiller). Penyebab
paling umum yaitu Entamoeba histolitica dan bakteri Shigella (IDAI, 2013).
Insiden disentri amoeba di dunia bervariasi antara 3-10%, umumnya
terdapat di wilayah tropis dan sub-tropis dengan tingkat sosio-ekonomi
rendah dan hygiene-sanitasi yang buruk .Namun di daerah dengan iklim
dingin dan kondisi sanitasi yang buruk, tingginya angka kejadian penyakit
setara dengan di daerah tropis. Insiden tertinggi disentri amuba ditemukan
pada kelompok usia 10-25 tahun. Amebiasis jarang terjadi pada usia di
bawah 5 tahun dan terutama di bawah usia 2 tahun. Pada usia di bawah 5
tahun kasus disentri umumnya disebabkan oleh shigella (disentri basiler)
(Anorital dan Lelly, 2011).
Perilaku hidup tidak sehat merupakan penyebab utama terjadinya
kasus disentri. Kurangnya kesadaran berperilaku hidup sehat di Indonesia
yang masih rendah menyebabkan angka kejadian disentri masih cukup
tinggi. Selain itu, terdapat anggapan bahwa diare merupakan penyakit yang
biasa terjadi sehingga penderita diare tidak mendapatkan pengobatan yang
adekuat (Sembiring, 2014).
Disentri merupakan penyakit dengan prognosis dubia ad bonam. Hal
ini bergantung pada kondisi pasien saat datang, komplikasi dan penanganan
yang diberikan. Pasien disentri perlu dirujuk apabila kasus berat dan
memerlukan perawatan intensif (PMK No. 5 Tahun 2014)
B. Tujuan
1. Memenuhi tugas referat Blok Tropical Medicine 2016.
2. Memahami penyakit disentri amoeba dan disentri basiller.
3. Dapat membedakan disentri amoeba dan basiller.
C. Manfaat
1. Mahasiswa dapat lebih memahami tanda dan gejala penyakit disentri
2. Mahasiswa dapat membedakan disentri amoeba dan disentri basiler.
3. Mahasiswa dapat memberikan penanganan yang tepat sesuai dengan
penyebab penyakit.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Disentri merupakan radang usus yang meluas dengan berbagai
macam gejala antara lain buang air besar dengan tinja berdarah, diare
bersifat encer yang memiliki volume sedikit, buang air besar dengan tinja
bercampur lender dan adanya nyeri saat buang air besar (tenesmus).
Penyakit ini ditandai dengan adanya sindroma disentri yang meliputi sakit
perut disertai tenesmus, seringnya buang air besar, dan tinja mengandung
darah dan lendir (Sya’roni, 2006).
B. Etiologi
Penyakit disentri dibedakan berdasarkan penyebabnya, yaitu
disentri basiler dan disentri amuba. Disentri basiler disebabkan oleh bakteri
Shigella sp. yang merupakan basil non motil, gram negatif, berasal dari
famili Enterobacteriaceae. Bakteri Shigella memiliki 4 spesies yaitu
S.dysentrieae, S.flexneri, S.bondii dan S.sonnei. Terdapat 43 serotype O dari
Shigella sp. Karena jumlah serotipe bermacam-macam sementara tubuh
hanya memiliki kemampuan mengenal satu serotipe, maka dari itu
seseorang dapat terjangkit disentri basiler berkali-kali. Sementara itu,
disentri amuba disebabkan oleh mikroorganisme Entamoeba hystolitica.
Mikroorganisme ini merupakan protozoa usus yang pada umumnya
merupakan mikroorganisme komensal (apatogen) di kolon (Sya’roni, 2006).
C. Tanda dan Gejala
1. Disentri Basiler
Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala rerata
7 hari sampai 4 minggu. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut
bawah, diare disertai demam yang mencapai 400C. Selanjutnya diare
berkurang tetapi tinja masih mengandung darah dan lendir, tenesmus,
dan nafsu makan menurun.
Bentuk klinis dapat bermacam-macam dari yang ringan, sedang
sampai yang berat. Sakit perut terutama di bagian sebelah kiri, terasa
melilit diikuti pengeluaran tinja sehingga mengakibatkan perut menjadi
cekung. Bentuk yang berat (fulminating cases) biasanya disebabkan
oleh S. dysentriae.
Gejalanya timbul mendadak dan berat, berjangkitnya cepat, berak-
berak seperti air dengan lendir dan darah, muntah-muntah, suhu badan
subnormal, cepat terjadi dehidrasi, renjatan septik dan dapat meninggal
bila tidak cepat ditolong. Akibatnya timbul rasa haus, kulit kering dan
dingin, turgor kulit berkurang karena dehidrasi. Muka menjadi
berwarna kebiruan, ekstremitas dingin dan viskositas darah meningkat
(hemokonsentrasi). Kadang-kadang gejalanya tidak khas, dapat berupa
seperti gejala kolera atau keracunan makanan.
2. Disentri Amoeba
Kematian biasanya terjadi karena gangguan sirkulasi perifer, anuria
dan koma uremik. Angka kematian bergantung pada keadaan dan
tindakan pengobatan. Angka ini bertambah pada keadaan malnutrisi
dan keadaan darurat misalnya kelaparan. Perkembangan penyakit ini
selanjutnya dapat membaik secara perlahan-lahan tetapi memerlukan
waktu penyembuhan yang lama. Pada kasus yang sedang keluhan dan
gejalanya bervariasi, tinja biasanya lebih berbentuk mungkin dapat
mengandung sedikit darah/lendir. Disentri Amuba
a. Carrier (Cyst Passer)
Pasien ini tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini
disebabkan karena amoeba yang berada dalam lumen usus besar
tidak mengadakan invasi ke dinding usus.
b. Disentri amoeba ringan
Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Penderita
biasanya mengeluh perut kembung, kadang nyeri perut ringan yang
bersifat kejang. Dapat timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan
tinja berbau busuk. Kadang juga tinja bercampur darah dan lendir.
Terdapat sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid, jarang nyeri di
daerah epigastrium. Keadaan tersebut bergantung pada lokasi
ulkusnya. Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau sedikit
demam ringan (subfebris). Kadang dijumpai hepatomegali yang
tidak atau sedikit nyeri tekan.
c. Disentri amoeba sedang
Keluhan pasien dan gejala klinis lebih berat dibanding disentri
ringan, tetapi pasien masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari.
Tinja biasanya disertai lendir dan darah. Pasien mengeluh perut
kram, demam dan lemah badan disertai hepatomegali yang nyeri
ringan.
d. Disentri amoeba berat
Keluhan dan gejala klinis lebih berat lagi. Penderita mengalami
diare disertai darah yang banyak, lebih dari 15 kali sehari. Demam
tinggi (400C-40,50C) disertai mual dan anemia
e. Disentri amoeba kronik
Gejalanya menyerupai disentri amoeba ringan, serangan-serangan
diare diselingi dengan periode normal atau tanpa gejala. Keadaan
ini dapat berjalan berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Pasien
biasanya menunjukkan gejala neurastenia. Serangan diare yang
terjadi biasanya dikarenakan kelelahan, demam atau makanan yang
sulit dicerna.
E. Diagnosis Banding
1. Escherichia coli Enteroinvasive (EIEC)
Patogenesisnya seperti Shigelosis yaitu melekat dan menginvasi
epitel usus sehingga menyebabkan kematian sel dan respon radang cepat
(secara klinis dikenal sebagai kolitis). Serogroup ini menyebabkan lesi
seperti disentri basiller, ulserasi atau perdarahan dan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear dengan khas edem mukosa dan submukosa.
Manifestasi klinis berupa demam, toksisitas sistemik, nyeri kejang
abdomen, tenesmus, dan diare cair atau darah (Zein,2004)
2. Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)
Manifestasi klinis dari EHEC dapat menyebabkan penyakit diare
sendiri atau dengan nyeri abdomen. Diare pada mulanya cair tapi
3
F. Patogenesis
Shigella sp dapat bertahan dalam lingkungan asam, sehingga dapat
melalui barrier asam lambung. Selanjutnya, bakteri tersebut memiliki
kemampuan menginvasi sel epitel intestinal yang kemudian menyebabkan
infeksi. Keadaan lingkungan yang buruk dapat menyebabkan peningkatan
penularan penyakit. Kolon merupakan tempat utama yang diserang oleh
Shigella sp, namun bakteri ini juga dapat menyerang ileum. S.dysentriae,
S.flexeneri dan S.sonei menghasilkan beberapa eksotoksin yang memiliki
sifat enterotoksin, sitotoksik dan neurotoksik (Sya’roni, 2006)..
Entamoeba histolytica yang merupakan mikroorganisme komensal
dapat menjadi pathogen dengan cara membentuk koloni di dinding usus,
dan menyebabkan ulserasi pada usus. Amuba memiliki 2 siklus hidup, yaitu
bentuk tropozoit dan bentuk kista. Bentuk tropozoit Entamoeba histolytica
memiliki macam tropozoit komensal yang tidak menyebabkan penyakit,
serta tropozoit pathogen yang menyebabkan gejala disentri. Bentuk kista
juga memiliki 2 macam, yaitu kista muda dan dewasa. Bentuk kista hanya
dijumpai pada lumen usus, dan dapat menularkan penyakit. Kista memiliki
kemampuan hidup di luar tubuh manusia, tahan terhadap asam lambung dan
klor standar pada air minum (Sya’roni, 2006).
G. Patofisiologi
1. Disentri Amoeba
Bentuk histolitika memasuki mukosa usus besar yang utuh dan
mengeluarkan enzim yang dapat menghancurkan jaringan. Enzim ini
yaitu cystein proteinase yang disebut histolisin. Lalu bentuk histolitika
masuk ke submukosa dengan menembus lapisan muskularis mukosae.
Di submukosa ini, bentuk histolitika akan membuat kerusakan yang
lebih besar daripada di mukosa usus. Akibatnya terjadi luka yang
4
Gambar 1.2. Patofisiologi disentri Amoeba dan Basiler (Adhi Pratama Dharma)
H. Komplikasi
1. Disentri amoeba
Komplikasi disentri amoeba dapat dibagi berdasarkan lokasinya, yaitu
(Soewondo, 2014):
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perforasi usus
3) Ameboma
4) Intususepsi
5) Penyempitan usus
7
b. Disentri Basiler
Kemoterapi dengan preparat sulfa dari golongan
sulfonamid misalnya sulfadiazin, gantrisin dengan dosis 100-
200 mg/KgBB/hari. Bila didapatkan kesulitan pemberian
peroral karena misalnya penderita muntah-muntah, dapat
dipertimbangkan pemberian kotrimoksazol intravena (Hasan
dan Alatas, 2007).
Kotrimoksazol tersedia dalam bentuk tablet oral,
mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim
atau 800 mg sulfametoksazol dan 160 mg trimetoprim. Untuk
pemberian intravena tersedia dalam bentuk infus yang
mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim
per 5 mL (Gunawan, 2009).
Dosis dewasa: 800 mg sulfametoksazol dan 160 mg
trimetoprim setiap 12 jam. Dosis anak: 40 mg/KgBB/hari
sulfametoksazol dan 8 mg/KgBB/hari trimetoprim yang
diberikan dalam 2 dosis. Pemberian pada anak di bawah usia
2 tahun dan pada ibu hamil atau menyusui tidak dianjurkan
(Gunawan, 2009).
J. Follow up
1. Perhatikan keadaan umum pasien
2. Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit, untuk mengatasi
dehidrasi.
3. Pemberian diet tinggi kalori dan protein untuk mencegah malnutrisi
4. Pemberian terapi yang tepat dan sesuai untuk mengurangi masa sakit
dan mencegah komplikasi.
K. Pencegahan
Disentri amoeba merupakan salah satu jenis penyakit yang disebabkan
oleh lingkungan sekitar yang kurang bersih dan sehat. Oleh karena itu,
lingkungan sekitar harus diperhatikan dan dijaga kebersihannya. Berikut
beberapa pencegahan untuk disentri amoeba:
11
III. KESIMPULAN
1. Disentri merupakan diare yang disertai darah, lendir dan rasa nyeri saat
defekasi.
2. Disentri dibedakan berdasarkan penyebabnya, yaitu disentri basiler dan
disentri amuba.
3. Disentri basiler disebabkan oleh bakteri Shigella sp.
4. Disentri amuba disebabkan oleh mikroorganisme Entamoeba
hystolitica.
5. Manifestasi klinis pada disentri basiler disebabkan oleh kemampuan
bakteri menginvasi sel epitel dan memproduksi enterotoksin, sitotoksik
dan neurotoksik.
6. Entamoeba histolytica yang merupakan mikroorganisme komensal
dapat menjadi pathogen dengan cara membentuk koloni di dinding
usus, dan menyebabkan ulserasi pada usus.
7. Penatalaksanaan disentri secara umum adalah dengan menjaga asupan
cairan, elektrolit dan nutrisi.
8. Penatalaksanaan disentri secara khusus adalah dengan farmakoterapi
menggunakan berbagai antibiotika sesuai penyebab penyakit.
13
DAFTAR PUSTAKA
Amin, LZ. 2015. Tatalaksana Diare Akut. Continuing Medical Education, 42(7): 504-
508.
Anorital dan Lilly Andayasari. 2011. Kajian Epidemiologi Penyakit Infeksi Saluran
Pencernaan yang Disebabkan oleh Amuba di Indonesia. Vol. 21 No. 1. Media
Litbang Kesehatan
Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK, et
al editors. 2003. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New
York: Lange Medical Books. Page 225 - 68.
Gunawan, SG. 2009. Farmakologi dan Terapi Ed.5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Hassan, R. dan Alatas H. 2007. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian
Ilmu Kesehatan Anak FKUI.
Nugroho, R.H.A., Harakati Wangi, dan Soebagjo Loehoeri. 2014. Disentri Basiler
dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing
Oesman, Nizam. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi III. Jakarta : Fakultas
Kedokteran UI.
PMK No. 5 Tahun 2014. Panduan Praktik Klinis Dokter di Fasilitas Layanan Kesehatan
Primer
14
Soewondo, Eddy Soewandojo. 2014. Amebiasis dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing
Sudoyo, AW., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata M., dan Setiati S. 2009. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
Sya’roni A., Hoesadha Y., 2006. Disentri Basiler dalam Buku Ajar Penyakit
Dalam. Jakarta : FKUI
Zein, U., Sagala, K. H., & Ginting, J. 2004. Diare akut disebabkan bakteri.Sumatra
Utara. Universitas Sumatra Utara..(Diakses 9 september 2016: repository. usu.
ac. id/bitstream/123456789/.../penydalam-umar5. pdf).