1.1Latar Belakang
Kesehatan kerja adalah merupakan bagian dari kesehatan masyarakat atau aplikasi
kesehatan masyarakat didalam suatu masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungannya.
Kesehatan kerja bertujuan untuk memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik,
mental, dan sosial bagi masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungan perusahaan tersebut,
melalui usaha-usaha preventif, promotif, dan kuratif terhadap penyakit-penyakit atau
gangguan-gangguan kesehatan akibat kerja atau lingkungan kerja. Kesehatan kerja ini
merupakan terjemahan dari “Occupational Health” yang cenderung diartikan sebagai
lapangan kesehatan yang mengurusi masalah-masalah kesehatan secara menyeluruh bagi
masyarakat pekerja. Menyeluruh dalam arti usaha-usaha preventif, promotif, kuratif, dan
rehabilitatif, higine, dan penyesuaian faktor manusia terhadap pekerjaannya.1
Tujuan akhir dari kesehatan kerja ini adalah untuk menciptakan tenaga kerja yang
sehat dan produktif. Tujuan ini dapat tecapai, apabila didukung oleh lingkungan kerja yang
memenuhi syarat-syarat kesehatan kerja. Lingkungan kerja yang mendukung terciptanya
tenaga kerja yang sehat dan produktif antara lain: suhu ruangan yang nyaman, penerangan
atau pencahayaan yang cukup, bebas dari debu, sikap badan yang baik, alat-alat kerja yang
sesuai dengan ukuran tubuh atau anggotanya (ergonomic ).1
Dasar hukum sistem managemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tercantum
dalam undang-undang keselamatan kerja No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja. Dalam
undang-undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal 23 dinyatakan bahwa K3 harus
diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko
bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit
sepuluh orang.3 Jika memperhatikan isi dari pasal diatas maka jelaslah Rumah sakit, termasuk
kedalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan
dampak kesehatan tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di Rumah sakit,
tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung Rumah sakit sehingga sudah seharusnya pihak
pengelola Rumah sakit menerapkan upaya-upaya K3 di Rumah sakit.3 Instalasi laundry
merupakan bagian dari rumah sakit yang mempunyai risiko penularan penyakit infeksi dan
juga terdapat beberapa resiko bahaya yang mempengaruhi situasi dan kondisi di rumah sakit.2
Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan untuk umum, tempat
berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, yang memungkinkan terjadinya pencemaran
lingkungan, gangguan kesehatan dan atau dapat menjadi tempat penyebab penularan
penyakit. Pencemaran dapat terjadi karena di rumah sakit terdapat polutan baik dalam bentuk
biologis, fisik, dan kimia. Bentuk pencemaran fisik bersumber dari tempat antara lain bau
limbah yang dihasilkan dan dari hasil pembakaran limbah medis dari incenerator.
Pencemaran kimia bersumber dari laboratorium dan laundry. Sedangkan pencemaran biologis
dari mikrobiologi bersumber dari mikroba pathogen seperti Salmonella, Vibrio chollera,
Klebsiella, Pneumonia, dan lain-lain. Mikroba tersebut merupakan mikroba yang berbahaya
bagi manusia. Selain dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, rumah sakit dapat pula
menjadi tempat penularan penyakit. Penularan penyakit dapat terjadi apabila pengunjung atau
pasien yang masuk rumah sakit untuk pengobatan suatu penyakit tertentu, terinfeksi oleh
kuman yang terdapat di lingkungan rumah sakit. Infeksi yang terjadi di rumah sakit disebut
Infeksi Nosokomial. Pengendalian faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai
perpindahan penyakit dan pencegahan penyakit merupakan pengertian dari sanitasi.3
Secara luas, Ilmu Sanitasi adalah penerapan prinsip-prinsip yang telah diungkapkan
oleh Ehler dan Stele, yaitu pengendalian faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai
perpindahan penyakit dan pencegahan penyakit. Ilmu Sanitasi bertujuan membantu dalam
memperbaiki, menjaga, dan memulihkan lingkungan manusia, sehingga kehidupan yang
sehat dapat terwujud. Oleh karena itu penerapan sanitasi mencakup berbagai segi yang
berkaitan dengan kesehatan masyarakat.
Berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan dan
meminimalisirkan dan bila mungkin meniadakannya. Oleh karena itu perlu diadakannya
sistem K3 di instalasi laundry agar penyelenggaraan K3 tersebut lebih efektif, efisien dan
terpadu. Sedangkan jenis bahaya potensial ada 6, yaitu faktor fisik, faktor kimia, faktor
biologik, faktor fisiologis (ergonomi), faktor psikologis, dan faktor bahaya potensial
kecelakaan kerja. Plant survey adalah suatu kunjungan ke perusahaan dengan tujuan untuk
mendapatkan gambaran mengenai cara kerja pekerja, bahaya potensial yang dihadapi dan
perlindungan yang telah diberikan perusahaan dengan cara observasi, wawancara dan
pengukuran. Apabila dilakukan hanya pada satu kali kunjungan dan tidak melakukan
pengukuran, juga sering disebut sebagai walk through survey.
Plant survey dilakukan di RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya, Kalimantan
Tengah yang merupakan RS terbesar di Kalimantan Tengah yang berlokasi di jalan Tambun
Bungai No. 4 Palangka Raya, 73112. Bagian yang kami kunjungi pada RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya adalah bagian Instalasi Laundry dimana bagian ini khusus
menangani masalah Pencucian, Menyetrika, dan Melipat. Masalah yang ditemui pada bagian
ini selama plant survey berlangsung adalah potensi bahaya (hazard) dan jenis potensialnya
adalah faktor Biologis, fisik, kimia, Egronomis, dan faktor psikologis.
1.2 Identifikasi Masalah
a) Bahaya potensi apa saja dan resiko kecelakaan kerja pada setiap langkah proses
produksi?
b) Dampak apa saja yang dapat terjadi akibat bahaya potensial tersebut?
c) Penyakit apa saja yang dapat timbul akibat bahaya potensial tersebut?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Survei ini dilakukan untuk mengetahui tentang aspek kesehatan dan keselamatan
kerja (K3) pada petugas instalasi laundry di RSUD dr. Dorys Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui tentang faktor hazard yang dialami petugas instalasi
laundry.
b) Untuk mengetahui tentang alat kerja yang digunakan yang dapat mengganggu
kesehatan petugas instalasi laundry.
c) Untuk mengetahui alat pelindung diri yang digunakan petugas instalasi
laundry.
d) Untuk mengetahui pemeriksaan kesehatan yang pernah dilakukan sesuai
peraturan (sebelum kerja, berkala, berkala khusus) pada petugas instalasi
laundry.
e) Untuk mengetahui keluhan atau penyakit yang dialami yang berhubungan
dengan pekerjaan pada petugas instalasi laundry.
f) Untuk mengetahui upaya K3 lainnya yang dijalankan (misalnya penyuluhan,
pelatihan, pengukuran atau pemantauan lingkungan tentang hazard yang
pernah diadakan).
BAB II HASIL KUNJUNGAN
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah upaya untuk memberikan jaminan
keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja dengan cara pencegahan
kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja (PAK), pengendalian bahaya di tempat kerja,
promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi. Sebagai salah satu tempat kerja, Rumah
Sakit mempunyai kewajiban untuk menyehatkan para tenaga kerjanya. Salah satunya adalah
melalui upaya kesehatan kerja disamping keselamatan kerja. Rumah Sakit harus menjamin
kesehatan dan keselamatan baik terhadap pasien, penyedia layanan atau pekerja maupun
masyarakat sekitar dari berbagai potensi bahaya di Rumah Sakit. Oleh karena itu, Rumah
Sakit dituntut untuk melaksanakan Upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dalam
bentuk Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS).
Agar K3RS dapat dipahami secara utuh, perlu diketahui pengertian 3 (tiga) komponen
yang saling berinteraksi, yaitu :
1. Kapasitas kerja adalah status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta kemampuan
fisik yang prima setiap pekerja agar dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Contoh;
bila seorang pekerja kekurangan zat besi yang menyebab kan anemia, maka kapasitas
kerja akan menurun karena pengaruh kondisi lemah dan lesu.
2. Beban kerja adalah beban fisik dan mental yang harus di tanggung oleh pekerja dalam
melaksanakan tugasnya. Contoh; pekerja yang bekerja melebihi waktu kerja maksimum
dll.
3. Lingkungan kerja adalah lingkungan terdekat dari seorang pekerja. Contoh; seorang yang
bekerja di instalasi radiologi, maka lingkungan kerjanya adalah ruangan-ruangan yang
berkaitan dengan proses pekerjaannya di instalasi radiologi (kamar X Ray, kamar gelap,
kedokteran nuklir dan lain-lain).
3.2 Potensi Bahaya dan Risiko Terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Motivasi utama dalam melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja adalahuntuk
mencegah kecelakaan kerja dan penyakit yang ditimbulkan oleh pekerjaan. Oleh karena itu
perlu melihat penyebab dan dampak yang ditimbulkannya.Potensi Bahaya adalah sesuatu
yang berpotensi untuk terjadinya insiden yang berakibat pada kerugian. Risiko adalah
kombinasi dan konsekuensi suatu kejadian yang berbahaya dan peluang terjadinya kejadian
tersebut.
Tabel 3.1. Potensi bahaya keselamatan dan kesehatan kerja didasarkan padadampak korban
3.2.1 Bahaya Faktor Kimia
Risiko kesehatan timbul dari pajanan berbagai bahan kimia. Banyak bahan
kimiayang memiliki sifat beracun dapat memasuki aliran darah dan menyebabkan
kerusakan pada sistem tubuh dan organ lainnya. Bahan kimia berbahaya dapat
berbentuk padat, cairan, uap, gas, debu, asap atau kabut dan dapat masuk ke dalam
tubuh melalui tiga cara utama antara lain:
Inhalasi (menghirup): Dengan bernapas melalui mulut atau hidung, zatberacun
dapat masuk ke dalam paru-paru. Seorang dewasa saat istirahatmenghirup sekitar
lima liter udara per menit yang mengandung debu, asap,gas atau uap. Beberapa zat,
seperti fiber/serat, dapat langsung melukai paruparu.Lainnya diserap ke dalam aliran
darah dan mengalir ke bagian lain daritubuh.
Pencernaan (menelan): Bahan kimia dapat memasuki tubuh jika makanmakanan
yang terkontaminasi, makan dengan tangan yang terkontaminasiatau makan di
lingkungan yang terkontaminasi. Zat di udara juga dapattertelan saat dihirup, karena
bercampur dengan lendir dari mulut, hidung atautenggorokan. Zat beracun
mengikuti rute yang sama sebagai makananbergerak melalui usus menuju perut.
Penyerapan ke dalam kulit atau kontak invasif: Beberapa di antaranyaadalah zat
melewati kulit dan masuk ke pembuluh darah, biasanya melaluitangan dan wajah.
Kadang-kadang, zat-zat juga masuk melalui lukadan lecet atau suntikan (misalnya
kecelakaan medis).
3.4. 3 Rinse/Fill/Pembilasan
Pembilasan adalah untuk menghilngkan kimia laundry dari permukaan dan
dalam serat-serat kain sehingga kain akan terbebas dari pengaruh kimia laundry
yang dapat membuat serat kain menjadi kaku/keras.
3.4.4 Souring/Penetralan.
Souring/penetralan dapat dilakukan bersamaan saat pembilasan atau dapat
dilakukan sendiri setelah pembilasan selesai.
3.4. 5 Softening/Pelembutan.
Softener adalah kimia laundry yang difungsikan untuk melembutkan kain
dan memberikan aroma pada hasil pencucian.
Proses pengeringan menggunakan mesin pengering pakaian (mesin
tumbler). linen yang masih belum begitu kering (lembab) dikeluarkan dari mesin
cuci dengan tangan ke dalam troli didorong ke mesin pengeringan. Setelah
sampai di mesin pengering, linen yang ada di troli dimasukkan lagi ke dalam.
Setelah mesin tumbler bekerja sesuai waktu yang ditentukan, petugas mengecek
apakah linen sudah benar-benar kering atau belum. Pada saat ini tangan petugas
terpapar dengan panas kain dan udara di dalam mesin.
Proses pengeringan dengan mengunakan mesin tumbler, tumbler adalah
mesin yang sistim kerjanya sama dengan mesin cuci hanya pada mesin tumbler
mediannya adalah udara panas yang dimasukkan dalam drum yang berputar
berisikan linen lembab setelah dicuci, udara panas tersebut akan membaut linen
menjadi kering.
4.1 Bahaya potensial tempat kerja dan hazard umum pada petugas laundry
Terdapat banyak paparan hazard umum dari faktor kimia, ergonomi, fisik, biologi
dan psikososial yang perolah berdasarkan survey yang dilakukan pada petugas laundry
RSUD dr. Doris Sylvanus. Bahaya potensial tempat kerja yang hampir setiap hari dialami
ini akan membahayakan petugas karena pada dasarnya lingkungan tempat kerja hendaklah
dalam keadaan aman bagi petugas setempat.
Salah satu bahaya potensial yang dialami petugas yaitu faktor kimia berupa
detergen, pemutih dan pengawi pakaian yang mengandung zat-zat kimia yang berbahaya
bagi petugas, paparan zat-zat kimia ini didapatkan hampir setiap hari sehingga tidak
menutup kemungkinan petugas laundry mengalami gangguan kesehatan contohnya infeksi
saluran pernafasan karena aroma pemutih pakaian yang menyengat, dermatitis iritan atau
iritasi kulit karena paparan zat kimia yang berasal dari detergen yang secara umum
mengandung surfaktan dan builders, surfaktan dapat menyebabkan gangguan iritasi kulit
dan hilangnya kelembapan alami kulit.
Bahaya potensial lainnya yang sangat berbahaya yaitu faktor biologi, paparan agen
bakteri dan jamur dapat menyebabkan petugas laundry dapat terinfeksi hal ini dikarenakan
tidak ada ruangan khusus untuk linen infeksius, darah dan cairan tubuh, serta petugas
laundry yang bekerja tidak menggunakan sarung tangan saat bekerja. Terdapat pula debu
yang berasal dari serat linen dan kipas angin yang berada diruang kerja (ruang mencuci) dan
tidak memadainya tempat sampah yang hanya ada satu pada ruang kerja dan tidak
dibedakan tempat sampah medis dan nonmedis.
Terdapat juga bahaya potensial dari faktor fisik yaitu kebisingan yang disebabkan
oleh suara mesin cuci saat sedang beroperasi, dan ada sumber-sumber kebisingan lainnya
yang berasal dari suara diluar ruang kerja, yaitu suara dari keluarga pasien yang berkeliaran
disekitar tempat laundry, serta suara bising pekerja bangunan gedung baru rumah sakit.
Faktor egonomis menjadi bahaya potensial bagi petugas laundry karena saat bekerja
petugas banyak dalam posisi berdiri, mengangkat dan mendorong yang terkadang dilakukan
dengan cara tidak benar sehingga dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti Low
Back Pain atau sakit pinggang belakang.
Beban kerja merupakan salah satu faktor psikososial karena banyaknya cucian yang
harus dilaundry dan jumlah petugas yang bertugas setiap shift tidak selalu sama sehingga
petugas sering mengalami kelelahan yang berlebihan.
4.2 Alat Kerja yang digunakan oleh petugas laundry
Alat kerja yang digunakan hanya alat kerja standar laundry pada umumnya tetapi
jumlah alat setrika dan kursi setrikaan yang kurang serta tidak tersedianya alat kerja khusus
yang membantu memudahkan proses pekerjaan hal ini dapat menyebabkan menurunnya
hasil produktivitas pekerja.
5.1 Kesimpulan
Melihat banyaknya bahaya potensial tempat kerja dan hazard umum pada petugas
laundry RSUD dr. Doris Sylvanus, ditambah lagi kurangnya alat pelindung diri yang
tersedia, maka kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan akibat paparan zat kimia
berbahaya yang terkandung dalam detergen, pewangi dan pemutih pakaian, serta
kemungkinan terinfeksi oleh bakteri, virus dan jamur, akan meningkat pada petugas laundry
yang bekerja di RSUD dr. Doris Sylvanus.
5.2 Rekomendasi
Rumah sakit umum daerah dr. Doris Sylvanus seharusnya memikirkan solusi untuk
menurunkan bahaya potensial yang dialami oleh para petugas laundry yang bekerja di
RSUD dr. Doris Sylvanus dengan menyediakan suasana yang aman bagi petugas tersebut.
Setidaknya RSUD dr. Doris Sylvanus harus mengeluarkan kebijakan untuk melengkapi alat
pelindung diri seperti masker, sarung tangan, alat pelindung telinga, alas kaki tertutup yang
terbuat dari bahan karet yang tidak licin, tempat sampah yang sudah menggolongkan
sampah medis dan non medis, wastafel, kotak P3K, APAR untuk kemungkinan terjadinya
risiko kebakaran, serta meningkatkan kualitas alat kerja yang digunakan oleh petugas
laundry agar dapat meningkatkan hasil produktivitas pekerja.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nursani Muthia Arina. Bahaya dan Resiko Kerja di Laundry. Kesehatan Masyarakat.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2013.
2. Syakirah. Aspel K3 Petugas Linen Kotor Instalasi Laundry Di Rumah Sakit. Ilmu
Kesehatan Masyarakat Dan Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin. Makassar. 2013.
3. Anonymous. Sistem K3 di Instalasi Laundry RS (Kesmas, stase K3). 2012.
4. Amarudin. Pengawasan Kesehatan dan Lingkungan Kerja. Jakarta: 2006.
5. Depkes. Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja Instalasi Farmasi Rumah Sakit
(K3-IFRS). Jakarta: 2006.
6. Depkes, editor. Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3-
IFRS). Jakarta: 2009.
7. Anizar. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta. Graha Ilmu. 2009.
8. Keputusan Menteri KesehatanRepublik Indonesia nomor:
1087/menkes/sk/viii/2010tentang Standar kesehatan dan keselamatan kerja di rumah
sakit. Jakarta: 2010.
9. Keberlanjutan melalui perusahaan yang kompetitif dan bertanggung jawab (SCORE).
International Labour Office. Jakarta: ILO, 2013.