Anda di halaman 1dari 37

Ppt mini pro

Latar belakang
• Open Defecation atau buang air besar sembarangan (BABS) adalah suatu
keadaan yangmana orang lebih memilih pergi ke semak-semak, hutan,
sungai, danau, atau tempat-tempat terbuka lain daripada menggunakan
toilet untuk buang air besar (Unicef India, 2016).

• Terkait pilar 1 dari 5 pilar STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat)

• 47% masyarakat masih BABS (ISSOP 2006)


• 42% penyebab kematian bayi usia 0-11 bulan karena diare
• sekitar 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau sekitar 460 balita setiap
harinya (RISKESDAS)
Latar belakang
• Di Indonesia terdapat 54 juta penduduk Indonesia yang masih BABS (WHO, 2014)

• Kabupaten Banyuwangi terdiri dari 217 desa dan kelurahan, sebanyak 29


desa/kelurahan telah mencapai ODF dimana peduduknya 100% mengakses jamban sehat

• Puskesmas Kalibaru Kulon sebagai salah satu puskesmas di Kabupaten Banyuwangi


dengan jumlah penduduk 63.545 berupaya untuk mencanangkan ODF dengan target
100%.

• Salah satu desa wilayah kerja Puskesmas Kalibaru Kulon yang masih belum mencapai
target adalah desa Kajarharjo dengan pencapaian ODF sebesar 92% pada tahun 2017,
yaitu 15.345 yang memiliki jamban keluarga dari 16.593 rumah di desa Kajarharjo.
Rumusan masalah
• Apa saja faktor host yang melatarbelakangi terjadinya Buang Air Besar
Sembarangan (BABS) di wilayah dusun Krajan desa Kajarharjo?
Tujuan
1. Mengetahui hal-hal yang menjadi faktor host sebagai pemicu
terjadinya Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di wilayah dusun
Krajan desa Kajarharjo.

2. Meningkatkan pengetahuan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas


Kalibaru Kulon pada umumnya, di dusun Krajan khususnya
mengenai pentingnya membiasakan diri pola hidup bersih serta
sehat terutama mengenai kebiasaan buruk Buang Air Besar
Sembarangan (BABS).
Manfaat
1. Bagi penulis, mini project ini menjadi pengalaman yang berguna
dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh dan dimiliki
sebelum internship.
2. Bagi puskesmas, diharapkan mini project ini dapat menjadi bahan
masukan untuk meningkatkan kinerja puskesmas khususnya bagi
pemegang program kesehatan lingkungan.
3. Bagi peneliti selanjutnya, Diharapkan penelitian ini dapat
memperkaya bahan kepustakaan dan mampu memberikan
kontribusi pada penelitian selanjutnya.
Tinjauan pustaka
Bab 2
Perilaku hidup bersih dan sehat
• Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku
yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran,
yang menjadikan seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat
mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) di bidang kesehatan dan
berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat (Kemenkes
R1, 2011).

• PHBS di Rumah Tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota


rumah tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku
hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan
di masyarakat.
10 PHBS
1. Persalinan di tolong oleh tenaga kesehatan
2. Memberi bayi ASI ekslusif
3. Menimbang balita setiap bulan
4. Menggunakan air bersih
5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
6. Menggunakan jamban sehat
7. Memberantas jentik di rumah sekali seminggu
8. Makan buah dan sayur setiap hari
9. Melakukan aktifitas fisik setiap hari
10. Tidak merokok di dalam rumah
STBM
• Menurut Permenkes RI No. 03 tahun 2014, Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM) adalah pendekatan untuk mengubah perilaku
higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara
pemicuan (Davik, 2016).
Prinsip STBM
• Tidak adanya subsidi yang diberikan kepada masyarakat, tidak terkecuali
untuk kelompok miskin untuk penyediaan fasilitas sanitasi dasar.
• Meningkatkan ketersediaan sarana sanitasi yang sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan masyarakat sasaran.
• Menciptakan perilaku masyarakat yang higienis dan saniter untuk
mendukung terciptanya sanitasi total
• Masyarakat sebagai pemimpin dan seluruh masyarakat terlibat dalam
menganalisa permasalahan, perencanaan, pelaksanaan serta pemanfaatan
dan pemeliharaan.
• Melibatkan masyarakat dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi
Buang air besar sembarangan
• Buang Air Besar Sembarangan merupakan suatu tindakan membuang
kotoran atau tinja di ladang, hutan, semak-semak, sungai, pantai atau
area terbuka lainnya dan dibiarkan menyebar mengkontaminasi
lingkungan, tanah, udara dan air (Z. Shaluhiyah, 2016).

• Penyebaran penyakit yang bersumber dari tinja dapat melalui


berbagai macam jalan atau cara. Beberapa penyakit yang ditularkan
oleh tinja manusia antara lain tifus, disentri, kolera, bermacam-
macam penyakit yang disebabkan oleh cacing
Umur

Jenis
kelamin
Internal
pekerjaan
Faktor
Gaya hidup
BABS
pendidikan
faktor
lingkungan
Karakteristik ODF
• Semua masyarakat telah BAB hanya di jamban dan membuang
tinja/kotoran bayi hanya ke jamban.
• Tidak terlihat tinja manusia di lingkungan sekitar.
• Tidak ada bau tidak sedap akibat pembuangan tinja/kotoran manusia.
• Ada peningkatan kualitas jamban yang ada supaya semua menuju
jamban sehat.
• Ada mekanisme monitoring peningkatan kualitas jamban.
Karakteristik ODF
• Ada penerapan sanksi, peraturan atau upaya lain oleh masyarakat
untuk mencegah kejadian BAB di sembarang tempat.
• Ada mekanisme monitoring umum yang dibuat masyarakat untuk
mencapai 100% KK mempunyai jamban sehat.
• Di sekolah yang terdapat di komunitas tersebut, telah tersedia sarana
jamban dan tempat cuci tangan (dengan sabun) yang dapat
digunakan murid-murid pada jam sekolah.
• Analisa kekuatan kelembagaan di Kabupaten menjadi sangat penting
untuk menciptakan kelembagaan dan mekanisme pelaksanaan
kegiatan yang efektif dan efisien sehingga tujuan masyarakat ODF
dapat tercapai.
Jamban
• Jamban adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk membuang tinja/kotoran
manusia yang sering disebut WCJamban adalah suatu bangunan yang dipergunakan
untuk membuang tinja/kotoran manusia yang sering disebut WC

• Tujuan :
• Peningkatan martabat dan hak pribadi
• Lingkungan yang lebih bersih
• Bau berkurang, sanitasi dan kesehatan meningkat
• Keselamatan lebih baik (tidak perlu pergi ke ladang di malam hari)
• Menghemat waktu dan uang, menghasilkan kompos pupuk dan biogas untukenergi
• Memutus siklus penyebaran penyakit yang terkait dengan sanitasi
Kriteria jamban sehat
• Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi.
• Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki
mata air atau sumur.
• Tidak boleh terkontaminasi air permukaan.
• Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain.
• Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar, atau bila memang benar-benar
diperlukan, harus dibatasi seminimal mungkin.
• Jamban harus bebas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang.
• Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak mahal
Syarat dan standar jamban sehat
• Bangunan bagian atas
• Atap
• Rangkap
• Dinding
• Bangunan bagian tengah
• Slab
• Tempat abu/air
• Bangunan bagian bawah
Hasil
Bab 4
Profil komunitas
umum
Puskesmas Kalibaru Kulon adalah salah satu
Puskesmas di Kabupaten Banyuwangi, yang
terletak di Jl. Jember No. 39 Kalibaru
Kabupaten Banyuwangi. Wilayah kerja
Puskesmas Kalibaru Kulon ini ada enam
kelurahan, yaitu kelurahan Kalibaru Manis,
Banyuanyar, Kalibaru Kulon, Kebunrejo,
Kalibaru Wetan, dan Kajarharjo dengan luas
406.76 km2 . Adapun luas wilayah kerja
Puskesmas Kaliabru Kulon dijelaskan pada
gambar 3.
Data geografis
Batas Wilayah Kerja
• Batas Utara : Kabupaten Situbondo
• Batas Timur : Kecamatan Glenmore
• Batas Selatan : Kecamatan
Pesanggaran
• Batas Barat : Kabupaten Jember

Posisi Geografis
• Kondisi geografis Puskesmas Kalibaru
Kulon sebagian besar merupakan
dataran tinggi yang terletak di
Kabupaten Banyuwangi bagian barat.
Data
demografi
Sumber daya kesehatan
Hasil Kuisioner
Deskripsi hasil penelitian
• Dari diagram hasil kuisioner penelitian yang kami lakukan terhadap warga
Dusun Krajan Desa Kajarharjo Kecamatan Kalibaru, didapatkan banyak
fenomena ODF. Kepemilikan jamban, tingkat pendidikan, tingkat paparan
media mengenai pengetahuan/iklan ODF, dukungan masyarakat sekitar
hingga pemahaman mengenai dampak buruk ODF mempengaruhi besar
kecilnya fenomena ODF pada warga Dusun Krajan, Desa Kajarharjo,
Kecamatan Kalibaru. Warga yang telah memiliki jamban, memiliki tingkat
pendidikan yang lebih tinggi, pernah mendapatkan iklan maupun
pengetahuan mengenai ODF, mendapat dukungan dari sekitarnya untuk
berperilaku menjauhi ODF, serta warga yang memahami dampak buruk
ODF cenderung tidak melakukan ODF. Namun tetap saja, fenomena ODF
tetap terjadi karena ODF telah menjadi kebiasaan dan turun temurun,
kebanyakan mereka adalah masyarakat yang mengaku bahwa mereka
merasa lebih nyaman dengan perilaku ODF daripada menggunakan
jamban.

Anda mungkin juga menyukai