Anda di halaman 1dari 17

Presentasi Kasus 2

POLIP URETRA YANG TIDAK DITERAPI

Penyaji dr. Zakiyah salim

Pembimbing dr. H. Amir Fauzi, SpOG(K)

Moderator dr. Awan Nurtjahyo, SpOG (K)

BAGIAN/DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

RS Dr.MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG


Dipresentasikan, pada hari Rabu 16 November 2011 pukul 12.30 WIB I. REKAM MEDIK A. Anamnesis 1. Identifikasi Nama Med.Rec. Umur Suku bangsa Agama Pendidikan Pekerjaan Alamat Poli : Ny. S : 101074 : 65 tahun : Sumatera : Islam : SLTP : Ibu Rumah Tangga : Perumahan Pemda Sekayu RT 04 MUBA : 03 Agustus 2011

2. Riwayat perkawinan Menikah 1x, lamanya 51 tahun 3. Riwayat Reproduksi Menars 15 tahun, lama haid 7 hari, siklus haid teratur, menopause 10 tahun yang lalu. P6A0 1. Laki-laki, 50 tahun 2. Laki-laki, 48 tahun 3. Perempuan, 46 tahun 4. Perempuan, 44 tahun 5. Perempuan, 42 tahun 6. Laki-laki, 32 tahun 4. Riwayat penyakit dahulu : Diabetes melitus (-), hipertensi (-), penyakit jantung (-)

5. Riwayat gizi/sosioekonomi : Sedang/sedang 6. Anamnesis Khusus Keluhan utama: benjolan di kemaluan Riwayat perjalanan penyakit: 8 tahun yang lalu os mengeluh ada benjolan di saluran kencing, os lalu berobat ke dokter spesialis kulit dan kelamin dan tumor diangkat , lalu di PA kan. Hasil PA kesan sel-sel radang. Tapi os mengaku surat PA hilang. sejak 6 bulan yang lalu os mengaku seperti tumbuh lagi ditempat yang sama sebesar kacang hijau ukuran 1x1 cm sebanyak 5-6 butir. lalu os berobat ke RSMH

B. Pemeriksaan Fisik 1. Status Present a. Keadaan umum Kesadaran Tipe badan Berat badan Tinggi badan Tekanan darah/Nadi Nadi Pernafasan Suhu b. Keadaan khusus Kepala : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik : Kompos mentis : Atletikus : 49 kg : 155 cm : 110/80 mmHg : 82X/menit : 20 kali/menit : 36,8C

Leher Toraks

: Tekanan vena jugularis tidak meningkat, massa tidak ada : Jantung: murmur tidak ada, gallop tidak ada, paru-paru: sonor, vesikuler normal, ronki tidak ada, wheezing tidak ada

Abdomen

: Dinding perut datar, lemas, pelebaran vena tidak ada, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan tidak ada, bising usus normal (pemeriksaan abdomen khusus ginekologi) pada status

Ekstremitas

: Edema tidak ada, varises tidak ada, refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-

2. Pemeriksaan ginekologi Pada pemeriksaan saat ke poli rumah sakit tanggal 03 Agustus 2011, os masuk dari bagian poli ginekologi dengan keluhan ada benjolan di kemaluan. Pemeriksaan fisik, didapatkan : Pemeriksaan luar : Inspeksi : Abdomen datar, lemas, simetris Palpasi : Fundus uteri tidak teraba, massa (+) ukuran 1x1 cm di bawah muara urethra, nyeri tekan (-), tanda cairan bebas (-). Inspekulo : Portio tak livide, Ostium uteri externum tertutup, fluor (-), fluxus (-), erosi (-), laserasi (-), polip (-) Pemeriksaan dalam (Vaginal toucher): Portio kenyal, ostium uteri tertutup, cavum uteri sesuai normal, adneksa parametrium kanan dan kiri lemas, Kavum douglas tidak menonjol.

Rectal toucher : Tonus sfingter ani baik, mukosa licin, ampula rekti kosong, massa intralumen (-), cavum uteri sesuai normal, adneksa parametrium kanan lemas, adneksa parametrium kiri lemas, kavum douglasi tak menonjol. Kesan : Suspek tumor urethra DD/ suspek urethra condyloma C. Kosul Divisi Onkologi Kesan Terapi : tumor urethra DD/ polip urethra : saat ini tidak dijumpai kelainan khusus di bagian onkologi, Saran : konsul divisi uroginekologi Divisi Uroginekologi Kesan Terapi : suspek tumor urethra DD/ polip urethra : tidak diperlukan terapi

D. Diagnosa kerja Polip urethra E. Prognosis Dubia F. Terapi Tidak diperlukan terapi

II.

PERMASALAHAN : 1. Mengapa polip urethra pada pasien ini tidak diperlukan terapi ? 2. Bagaimanakah diagnosis banding polip urethra ? III. ANALISIS KASUS 1. Mengapa polip urethra pada pasien ini tidak diperlukan terapi ? Gangguan urethra adalah termasuk kasus yang sering terjadi pada wanita. Diantaranya adalah polip uretra. Pada sistem saluran kemih, polip urethra yang sering terjadi adalah tipe fibroepitelial. Polip fibroepiltelial biasanya polip jinak yang tidak memiliki potensi ganas. Namun, beberapa tumor ganas dari saluran kemih dan uretra memiliki penampilan seperti polip. Biopsi sederhana dapat dilakukan untuk menyingkirkan keganasan. Polip uretra dapat terjadi di muara uretra dan didalam saluran uretra. Polip yang berada di dalam uretra dapat menimbulkan keluhan obstruksi, gangguan berkemih dan hematuria. Polip ini dapat bersifat kelainan kongenital atau timbul bersama kelainan kongenital lainnya.1,2 Polip terjadi diawali dengan adanya proses peradangan di sekitar uretra yang berlangsung kronik dan tanpa terapi yang adekuat. Pada saatnya, polip uretra dapat menimbulkan keluhan hingga terjadi obstruksi dan retensi

urin. Pada kasus polip uretra kita sulit atau bahkan tidak dapat melakukan pemasangan kateter sehingga dapat menimbulkan gejala dari yang ringan hingga berat bahkan dapat terjadi retensi urin.3 Uretra merupakan bagian terpenting dari saluran kemih. Pada pria dan wanita uretra mempunyai fungsi utama untuk mengalirkan urin keluar dari tubuh. Polip uretra menyebabkan gangguan dalam berkemih, mulai dari aliran berkemih yang mengecil sampai sama sekali tidak dapat mengalirkan urin keluar dari tubuh. Urin yang tidak dapat keluar dari tubuh dapat menyebabkan banyak komplikasi, dari infeksi hingga komplikasi terberat adalah gagal ginjal.4 Polip urethra dapat menimbulkan penyempitan lumen uretra karena massa pada dindingnya, dapat timbul karena radang kronis atau kelainan kongenital. Polip uretra masih merupakan masalah yang sering ditemukan pada bagian dunia tertentu. Polip uretra lebih sering terjadi pada pria dari pada wanita, karena uretra pada wanita lebih pendek. Polip uretra lebih banyak terjadi pada bagian uretra posterior dan jika terjadi pada wanita maka banyak terjadi di meatus external urethra dan biasanya asimptomatis. Polip uretra dapat memberikan gejala gangguan berkemih, termasuk diantaranya kesulitan buang air kecil, pancaran kencing lemah, lambat, dan terputus-putus, ada rasa tidak puas, dan keinginan untuk mengedan atau memberikan tekanan pada suprapubik saat berkemih. Suatu penelitian melaporkan bahwa gejala yang paling bermakna dalam memprediksikan adanya gangguan berkemih adalah pancaran kencing yang lemah, pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna, mengedan saat berkemih, dannokturia.1,2,5 Menurut Stanton, retensi urin adalah tidak bisa berkemih selama 24 jam yang membutuhkan pertolongan kateter, dimana produksi urin yang keluar sekitar 50 % kapasitas kandung kemih. Dikatakan normal jika volume residu urine adalah kurang atau sama dengan 50 ml, sehingga jika volume residu urine lebih dari 200ml dapat dikatakan abnormal dan biasa disebut retensi urine. Namun volume residu urine antara 50-200ml menjadi pertanyaan, sehingga

telah disepakati bahwa volume residu urine normal adalah 25% dari total volume vesika urinaria.3 Pada pasien dengan keluhan saluran kemih bagian bawah, maka anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap, pemeriksaan rongga pelvis, pemeriksaan neurologik, jumlah urine yang dikeluarkan spontan dalam 24 jam, pemeriksaan urinalisis dan kultur urine, pengukuran volume residu urine, sangat dibutuhkan. Fungsi berkemih juga harus diperiksa, dalam hal ini dapat digunakan uroflowmetry (pada pasien normal akan terlihat gambaran dengan flow rate > 15-20 ml perdetik untuk volume urin minimal 150 ml, pada pasien dengan gangguan berkemih ditemukan penurunan peak flow rate dan perpanjangan waktu berkemih), pemeriksaan tekanan saat berkemih, atau dengan voiding cystourethrography, dapat dilakukan juga pemeriksaan ultrasonografi. Adapun diagnosis dari nilai normal fungsi berkemih pada wanita adalah : a. volume residu < 50 ml, b. keinginan yang kuat timbul setelah pengisian > 250 ml, c. kapasitas sistometri 400-600 ml, d. tekanan otot detrusor < 50 cm H2O, e. flow rate > 15 ml/detik.1,3 Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan timbul benjolan di kemaluan dan ada riwayat 8 tahun yang lalu dilakukan pengambilan jaringan dan di PAkan, dengan hasil radang kronis (lembar PA hilang). Setelah 8 tahun berselang timbul benjolan lagi di sekitar tempat yang sama, yang semula di diagnosis dengan tumor uretra. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik dari bagian uroginekologi di diagnosis dengan Polip Uretra. Pada pasien ini tidak ada keluhan gangguan berkemih. Polip uretra yang tidak menimbulkan keluhan dapat dilakukan observasi tanpa terapi. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Kara dkk pada tahun 2003, dikatakan bahwa dengan banyaknya komplikasi dari pemakaian alat diagnosis yang cukup invasif maka

10

polip uretra tanpa keluhan yang bermakna hanya perlu di observasi, tanpa terapi.

Gambar 1. Polip uretra


Dikutip dari Atlas of Urogynecological Endoscopy6

2. Bagaimanakah diagnosis banding polip urethra ? Keluhan yang sering dialami pada bagian uretra antara lain adalah uretritis, striktur uretra, caruncle, inflamasi, kista, prolaps uretra, divertikulum dan polip uretra. Dalam beberapa kasus diagnosis dapat dibuat hanya berdasarkan inspeksi dan palpasi. Tetapi, karena banyaknya kasus keganasan dengan tampilan seperti polip uretra, maka sebaiknya dilakukan biopsi untuk menyingkirkan keganasan. Karena diagnosis yang keliru dapat menyebabkan prosedur pemeriksaan yang tidak perlu dan metode pengobatan yang bervariasi dengan sifat lesi. Polip uretra dibagi dalam 3 tipe : 1. Polip uretra fibroepiteliel 2. Polip uretra tipe simple 3. Polip uretra tipe pedunculated6,7

11

Gambar 2. Polip uretra pedunculated


Dikutip dari Atlas of Urogynecological Endoscopy6

Gangguan berkemih karena adanya polip dalam uretra berhubungan dengan mekanisme berkemih yang berhubungan dengan otot-otot pada uretra. Otot pada uretra lapisan dalam merupakan lapisan longitudinal dan lapisan luar membentuk anyaman sirkuler yang mengelilingi lubang uretra. Anyaman sirkuler ini yang berperan pada keadaan tekanan istirahat atau tekanan penutupan dalam uretra.5,6 Anyaman otot uretra ini menjadi satu lapisan dengan kelanjutan serabutserabutnya. Otot-otot tersebut terletak di bawah lapisan jaringan yang elastis dan tebal dan disebelah luar dilapisi jaringan ikat. Di dalam lapisan elastis yang tebal ditemukan lapisan mukosa dengan jaringan submukosa yang spongius.8 Uretra dilingkari oleh suatu lapisan otot tidak polos dikenal sebagai muskulus sfingter uretra eksternus atau muskulus rabdosfingter eksternus. Otot ini dapat meningkatkan fungsi sfingter vesika dengan menarik uretra ke arah proksimal sehingga urethra lebih menyempit. Otot-otot polos vesika dan uretra berada dibawah pengaruh saraf para simpatis dan dengan demikian berfungsi serba otonom. Muskulus rabdosfingter merupakan sebagian dari otot-otot dasar panggul sehingga kekuatannya dapat ditingkatkan dengan latihan-latihan dasar

12

panggul tertentu. Dengan adanya polip uretra dalam lumen uretra maka pada saat uretra menyempit terjadi obstruksi pada lumen uretra. Obstruksi ini dapat bersifat partial atau total. Obstruksi ini dapat menimbulkan keluhan gangguan berkemih.8-10 Keluhan yang terjadi bergantung pada besar kecilnya polip dan letak polip, polip periuretral cenderung menimbulkan gangguan. Polip di sekitar meatus externus biasanya asimptomatis. Alat diagnostik dalam pemeriksaan uretra salah satunya adalah Urethroscopy, yaitu suatu alat dengan beberapa bagian endoskopi yang bersifat rigid dan pemakaian cairan bilasan dalam penggunaannya, pemeriksaan ini cukup invasif dan digunakan dengan kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi. Visualisasi uretra secara lengkap dengan menggunakan selubung Sasche yang memiliki ujung distal yang lurus dan memungkinkan uretra untuk menjadi distensi. Pasien diberikan anestesi selama dilakukan pemeriksaan. Konsep pemeriksaan dinamis Urethroscopy dirintis oleh Jack Robertson. Dengan pemeriksaan ini dapat didiagnosis gangguan dan kelainan uretra baik pada dewasa maupun pada anak-anak. Hasil pemeriksaan ini dapat menggambarkan uretritis, striktur uretra, caruncle, inflamasi, kista, prolaps uretra, divertikulum dan polip uretra. Dan untuk menyingkirkan keganasan harus dengan biopsi. Selain menggunakan Urethroscopy dapat juga dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan MRI, ultrasound dan CT scan.6, 13-15

13

Gambar 2. Urethroscopy uretra


Dikutip dari Atlas of Urogynecological Endoscopy6

Polip yang tidak disertai gejala tidak perlu dilakukan pemeriksaan dengan Urethroscopy. Tetapi polip yang disertai gangguan berkemih harus segera dilakukan pemeriksaan. Pemeriksaan dengan menggunakan Urethroscopy harus berdasarkan indikasi yang jelas. Karena pemeriksaan ini cenderung invasive menggunakan alat-alat yang bersifat Rigid (kaku). Beberapa indikasi tersebut adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Infeksi persisten atau berulang pada saluran kemih Gejala berkemih irirtatif Gejala obstruktif Atipikal inkontinensia dan evaluasi fistula Trauma saluran kemih bawah Diverticulum uretra atau vesika Benda asing6,13

Evaluasi dengan Urethroscopy adalah satu dari sejumlah diagnostik yang tersedia dalam mengevaluasi uretra. Pada pemeriksaan perlu kehati-hatian untuk mementukan diagnosis. Pemeriksaan inspeksi dan palpasi uretra masih tetap memegang peranan penting. Biopsi sederhana dapat dilakukan untuk

14

menyingkirkan keganasan. Jika pada pemeriksaan histologi urin didapatkan beberapa gejala dibawah ini maka perlu dilakukan Urethroscopy. Yaitu: 1. Hematuria 2. Sitologi urin abnormal 3. Sistitis interstitial 4. Staging pada kanker servix Pemeriksaan Urethroscopy sebagai alat diagnostik bersifat invasif karena dapat menimbulkan komplikasi. Beberapa komplikasi tersebut antara lain adalah : 1. Infeksi saluran kemih 2. Hematuria 3. Nyeri atau perasaan ingin berkemih yang tidak dapat ditahan 4. Melukai uretra atau kandung kemih 5. Sulit buang air kecil Dengan pertimbangan komplikasi yang ada maka pemeriksaan ini tidak dilakukan pada kasus ini. Dari pemeriksaan fisik inspeksi dan palpasi di diagnosis dengan polip uretra. Riwayat diambil jaringan 8 tahun yang lalu dengan hasil PA sel-sel radang memang berhubungan dengan etiologi polip yaitu radang kronis. Perlu tidaknya pemakaian antibiotik tergantung pada fase radang, apakah fase eksaserbasi atau tidak. Pemakaian kateter juga tidak diperlukan karena tidak ada gangguan berkemih. Dengan kondisi ibu yang sudah lanjut maka kemungkinan gangguan berkemih karena faktor lain juga perlu diperhatikan dan diobservasi karena adanya perubahan hormon pada usia menopause yang turut memepengaruhi kekuatan otot-otot uretra.

IV. KESIMPULAN

15

1.

Gangguan urethra adalah termasuk kasus yang sering terjadi pada

wanita. Diantaranya adalah polip uretra. Pada sistem saluran kemih, polip urethra yang sering terjadi adalah tipe fibroepitelial. 2. 3. Biopsi sederhana dapat dilakukan untuk menyingkirkan keganasan. Polip terjadi diawali dengan adanya proses peradangan di sekitar uretra

yang berlangsung kronik dan tanpa terapi yang adekuat. Pada saatnya, polip uretra dapat menimbulkan keluhan hingga terjadi obstruksi dan retensi urin. 4. Pilihan terapi adalah dengan endoscopic resection dengan diagnosis pemakaian alat Urethroscopy

V. RUJUKAN

16

1. Purnomo, Dasar-dasar Urologi. FK Brawijaya, Malang 2003; 106-119. 2. Shawn.A.S. Incontinence, Prolapse, and Disorder of The Pelvis Floor.. In : Jonathan,
Rebecca, Paula Third. Ed. William and Wilkins, 2002 ; 654-680.

3. Chancellor MB. Practical neuro-urology, genitourinary complications in neurologic disease.


Boston: Butterworth. 2000; 239-306.

4. Samirah, Darwati, Windarwati, Hardjoeno. Pola dan sensitivitas kuman di penderita infeksi
saluran kemih. Indones J Pathol Med Lab. 2006; 12: 110-13.

5. Djusad S. Penatalaksanaan retensio urin pasca bedah. Dalam: Junisaf. Editor. Buku ajar
Uroginekologi. Jakarta: Subbagian Uroginekologi-Rekonstruksi Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN-CM; 2002. h 63-9.

6. Peter. D.L, Atlas of Urogynecological Endoscopy.1st ed. Melbourne, Australia;2007


7. 8. Prawirohardjo S. Ilmu kandungan. Edisi I. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta, 1991 : 392-404. Andrianto P. Urologi Untuk Praktek Umum. EGC. Jakarta, 1991 : 175-186

9. National Institute of Health. Urinary retention. National Kidney and Urologic Diseases
Information Clearing House.2007

10. Santoso B.I, Mengatasi komplikasi pasca operasi berupa gangguan miksi (retenio urin) dan
infeksi. Divisi uroginekologi-rekonstruksi bagian obstetri dan ginekologi FKUI/RSCM.2009

11. Chancellor MB. Practical neuro-urology, genitourinary complications in neurologic disease.


Boston: Butterworth. 2000; 239-306.

12. Netter FH, Hansen JT. Netters atlas of human anatomy. 3rd ed. Icon learning system. 2002. 13. Lutfie SH. Penatalaksanaan rehabilitasi neurogenik bladder. CDK. 2008; 165(35): 337-41. 14. Syafiudin NMS. Pemilihan dan penggunaan kateter di bidang obstetri dan ginekologi. Dalam:
Junisaf.eds. Buku ajar Uroginekologi. Jakarta: Subbagian uroginekologi-rekonstruksi bagian obstetri dan ginekologi FKUI/RSUPN-CM; 2002. h 58-9.

15. Vicenzo B, editors. Obstetric Evidence Based Guidelines. British Library;2007 16. Suparman E,Rompas J. Inkontinensia urin pada perempuan menopause. Majalah Obstetri dan
Ginekologi Indonesia.2007;32-I: 48-54

17

Anda mungkin juga menyukai