Anda di halaman 1dari 23

Responsi Umum

SEORANG PASIEN DENGAN SIROSIS HATI DAN


HEPATITIS B

Oleh:
RAHDIAN HUSA
17014101144

Supervisor Pembimbing
dr. Luciana Rotty, Sp.PD

Residen Pembimbing
dr. Catrien Berhandus

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI
RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU
MANADO
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

Responsi Umum dengan judul :

SEORANG PASIEN DENGAN SIROSIS HATI

DAN HEPATITIS B

Telah dikoreksi, dan disetujui dan dibacakan pada Maret 2019

Mengetahui

Supervisor Pembimbing

dr. Luciana Rotty, Sp.PD

Residen Pembimbing

dr. Catrien Berhandus

2
BAB I
PENDAHULUAN

Sirosis hati merupakan tahap akhir proses difus fibrosis hati progresif yang
ditandai oleh distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul regeneratif.
Gambaran morfologi dari sirosis hati meliputi fibrosis difus, nodul degeneratif,
perubahan arsitektur lobular dan pembentukan hubungan vaskular intrahepatik.
Secara klinis atau fungsional sirosis hati dibagi atas 2 jenis, sirosis hati
kompensata dan sirosis hati dekompensata, disertai tanda-tanda kegagalan
hepatoseluler dan hipertensi portal.1
Sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada penderita
yang berusia 45-46 tahun (setelah penyakit kardiovaskular dan kanker). Diseluruh
dunia sirosis hati menempati urutan ketujuh penyebab kematian. 1 Penderita sirosis
hati lebih banyak laki-laki dari pada perempuan dengan perbandingan 1,6 :1.
Umur rata-rata penderitanya terbanyak golongan 30-59 tahun dengan puncaknya
pada umur 40-49 tahun. Insiden sirosis hati di Amerika diperkirakan 360 per
100.000 penduduk. Di Indonesia data prevalensi penderita sirosis hati belum ada.
Di daerah Asia Tenggara, penyebab utama sirosis hati adalah hepatitis B (HBV)
dan C (HBC).2 Angka kejadian sirosis hati di Indonesia akibat hepatitis B berkisar
antara 21,2-46,9% dan hepatitis C berkisar 38,7-73,9%.3
Infeksi virus hepatitis B adalah suatu masalah kesehatan di Indonesia
khususnya. Diperkirakan bahwa sepertiga populasi dunia pernah terpajan virus ini
dan 350-400 juta diantaranya merupakan pengidap hepatitis B. prevalensi lebih
tinggi di Negara berkembang termasuk Indonesia. Di Indonesia, angka pengidap
hepatitis B pada populasi sehat diperkirakan mencapai 4,0-20,3%.2
Sirosis hati dapat disebabkan oleh berbagai macam penyebab dengan
mekanisme yang berbeda-beda. Pada kasus, kemungkinan penyebab adalah
infeksi virus hepatitis B yang menyebabkan gangguan parenkim hati yang kronik
sehingga terjadi fibrosis dihati. Berikut akan dilampirkan laporan kasus dari
seorang laki-laki berumur 60 tahun dengan diagnosis sirosis hati dan hepatitis B.

3
BAB II
LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki berinisial HS, berusia 60 tahun, bangsa Indonesia, berasal


dari Poigar, agama Kristen Protestan, pekerjaan Petani, alamat Malalayang,
Manibang, datang diantar oleh keluarga ke RSUP Prof. R. D. Kandou Manado
melalui IRDM pada tanggal 24 Februari 2019 dengan mual muntah. Pasien
kemudian dirawat di Irina C1 RSUP Prof. R. D. Kandou Manado pada tanggal 25
Februari 2019 setelah mendapat penanganan awal dari IRDM RSUP Prof. R. D.
Kandou Manado.
Pasien datang dengan keluhan mual muntah yang sudah dirasakan ± sejak 5
hari SMRS. Keluhan mual dirasakan pasien sejak ± 5 hari sebelum masuk Rumah
Sakit. Menurut pasien nafsu makannya menurun akibat keluhan mual yang
dirasakannya. Keluhan mual tersebut disertai muntah. Pasien muntah sebanyak 1-
2 kali sehari, isi muntah berisi makanan dan cairan yang dimakan, volume
sebanyak 100-200cc setiap kali pasien muntah, warna muntah kuning. Riwayat
muntah darah, muntah hitam disangkal pasien. Pasien juga mengeluhkan adanya
nyeri uluhati sejak ± 5 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Nyeri ulu hati yang
dirasakan pasien tidak menjalar kemanapun. Pasien juga mengeluhkan adanya
pembesaran di bagian perut. Keluhan perut membesar dirasakan pasien sejak 2
minggu sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien mengeluhkan perutnya semakin hari
semakin terasa membesar. Pasien mengaku mempunyai riwayat kuning seluruh
badan saat bulan April 2018. Keluhan kuning tersebut sudah mulai berkurang saat
ini, dan hanya jelas terlihat pada mata pasien. Pasien juga memiliki riwayat
hidung berdarah ± 1 bulan yang lalu. Keluhan hidung berdarah muncul setelah
pasien mengorek-ngorek hidungnya lalu muncul perdarahan. Pasien juga
mengeluhkan mengalami kesulitan tidur ± 1 bulan terakhir. Keluhan buang air
besar dengan kotoran seperti dempul dan BAB hitam disangkal. Buang air kecil
pasien dirasakan saat ini mulai berkurang. Pasien juga memiliki riwayat buang air
kecil dengan warna kuning pekat seperti teh. Pasien mengaku memiliki riwayat
asam urat. Riwayat hipertensi, DM, dan penyakit jantung, paru disangkal oleh

4
pasien. Riwayat penyakit keluarga tidak ada yang memiliki penyakit hati, paru,
ginjal, DM, hipertensi ataupun jantung.
Pasien memiliki riwayat penyakit Hepatitis B sejak April 2018 berdasarkan
pemeriksaan HbSAg reaktif pada bulan April 2018 dan Desember 2018 dan hasil
pemeriksaan HBV DNA Kuantitatif pada tanggal 21 April 2018 dengan hasil
detected >110,000,000 IU/mL. Saat ini pasien rutin mengkonsumsi obat entecavir
0,5mg diminum sehari sekali, propranolol 10mg diminum dua kali sehari, dan
spironolakton 25mg diminum sehari sekali.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang,


Kesadaran Compos Mentis, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 82 kali permenit,
reguler, isi cukup, pernapasan 20 kali permenit, suhu badan 36,5 ºC, berat badan
62 kg, tinggi badan 160 cm, indeks massa tubuh (IMT) 24,21 kg/m2. Pemeriksaan
kepala didapatkan rambut warna hitam dan beruban dan tidak mudah dicabut. ,
konjungtiva anemis, sklera ikterik, bibir tidak sianosis, mukosa bibir basah, tidak
tampak distensi vena jugular, trakea letak di tengah, tidak terdapat pembesaran
kelenjar getah bening. Pemeriksaan fisik paru pada inspeksi tampak pergerakan
dinding dada kiri sama dengan kanan. Pemeriksaan fisik paru taktil fremitus
kanan sama dengan kiri, perkusi sonor pada kedua lapang paru. Suara pernapasan
vesikuler di kedua lapang paru, tidak ditemukan rhonki basah di kedua lapang
paru dan tidak ditemukan wheezing. Pemeriksaan fisik jantung didapatkan pada
inspeksi iktus kordis tidak tampak, palpasi iktus kordis tidak teraba, batas kiri ICS
IV linea midclavicularis sinistra, batas kanan di ICS IV parasternalis kanan, bunyi
jantung I dan II reguler, tidak terdengar bising. Pemeriksaan abdomen, tidak
tampak scar atau jejas, spider naevy (+), venektasi (+), cembung, bising usus
dalam batas normal, lemas, nyeri tekan perut kanan atas (-), nyeri tekan
epigastrium(-), hepar tidak teraba membesar, lien tidak teraba membesar, perkusi
shifting dullness (+) terdapat asites (+). Pada pemeriksaan ekstremitas atas
didapatkan white nails (+),edema (-). Pada tungkai bawah kanan dan kiri hangat
pada perabaan, edema (-).
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 25 Februari 2019 didapatkan
hemoglobin 8,4 g/dL; hematokrit 23,7 %; eritrosit 2,40 x106/uL; leukosit 11,3 x
103/uL; trombosit 44.000/uL; MCV 98,8 fL, ; MCH 35,0 pg; MCHC 35,4 g/dL;

5
ureum 174 mg/dL; kreatinin 3,9 mg/dL, gula darah sewaktu 112 mg/dL; natrium
130 mEq/L; kalium 5,41 mEq/L; klorida 100,7 mEq/L. Hasil pemeriksaan kimia
klinik tanggal 05/12/2019 Protein Total 7,01 g/dL, Albumin 2,54 g/dL, Globulin
4,47 g/dL.
Dari hasil pemeriksaan radiologi USG abdomen, di RSU GMIM Pancaran
Kasih pada tanggal 10 April 2018 memberikan kesan sirosis hati. Pasien juga
sudah dilakukan pemeriksaan penunjang FibroScan. Pemeriksaan dilakukan dua
kali, pada pemeriksaan pertama pada tanggal 15 Mei 2018 dengan hasil 71,7.
Pemeriksaan kedua dilakukan pada tanggal 07 Juni 2018 dengan hasil 38,7.
Dilakukan pemeriksaan foto roentgen toraks pada tanggal 25 Februari 2019, hasil
foto belum di ekspertisi.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi, dan


pemeriksaan laboratorium pasien didiagnosis dengan sirrosis hepatis
dekompensata et causa hepatitis B, CKD et causa suspek sindrom hepatorenal,
anemia et causa penyakit kronik dd renal, Hepatitis B on treatment, Hiponatremia,
Hiperkalemia, Trombositopenia pro evaluasi. Pasien diberikan penanganan
dengan pemasangan venflon, injeksi furosemide 1x20 mg, spironolactone
1x25mg, propranolol 2x10mg, asam folat 2x0,4 mg, ranitidine 2x50mg,
metoclopramide 3x10mg, kalitake 3x1 sach, metronidazole 1x500mg.
Pada perawatan hari kedua, 26 Februari 2019, pasien masih mengeluh
mual masih ada, muntah 2 kali, perut terasa membesar, pasien tampak sakit
sedang, kesadaran compos mentis, TD 110/80 mmHg, N 100 x/menit, RR 22
x/menit, SB 36,9οC. Pemeriksaan fisik konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (+).
Pemeriksaan fisik paru inspeksi tampak pergerakan dinding dada kiri sama
dengan kanan. Pemeriksaan fisik paru taktil fremitus kanan sama dengan kiri,
perkusi sonor pada kedua lapang paru. Suara pernapasan vesikuler di kedua
lapang paru, tidak ditemukan rhonki basah di kedua lapang paru dan tidak
ditemukan wheezing. Pemeriksaan fisik jantung didapatkan pada inspeksi iktus
kordis tidak tampak, palpasi iktus kordis tidak teraba, batas kiri ICS IV linea
midclavicularis sinistra, batas kanan di ICS IV parasternalis kanan, bunyi jantung
I dan II reguler, tidak terdengar bising. Pemeriksaan abdomen, tidak tampak scar,
jejas, ataupun deformitas, spider navy (+),venektasi (+), cembung, bising usus

6
dalam batas normal, lemas, nyeri tekan perut kanan atas (-), nyeri tekan
epigastrium(-), hepar tidak teraba membesar, lien tidak teraba membesar, perkusi
shifting dullness (+) terdapat asites (+). Pada ekstremitas didapatkan akral hangat
dan tidak terdapat edema.
Hasil laboratorium tanggal 26 Februari 2018 didapatkan hemoglobin 5,7
g/dL; hematokrit 17,5 %; eritrosit 1,62 x106/uL; leukosit 10,9 x 103/uL; trombosit
35.000/uL; MCV 107,8 fL, ; MCH 34,8 pg; MCHC 32,3 g/dL; LED 14 mm;
SGOT 33; SGPT 27; Gamma GT 133 U/L; Billirubin total 1,64 mg/dL; Billirubin
direct 1,15 mg/dL; ureum 168 mg/dL; kreatinin 4,0 mg/dL, Uric acid darah 14,6
mg/dL; Protein total 5,40 g/dL; gula darah sewaktu 182 mg/dL; Fosfor 3,7 mg/dL;
magnesium 2,24 mg/dL; Albumin 2,12 g/dL; Globulin 3,28 g/dL; natrium 130
mEq/L; kalium 4,92 mEq/L; klorida 110,6 mEq/L; calcium 7.67 mg/dL; AFP 4,71
U/mL; PT 19,4 detik; INR 1,56; APPT 42,0. Pasien didiagnosis dengan sirrosis
hepatis dekompensata et causa hepatitis B, CKD et causa suspek sindrom
hepatorenal, anemia et causa penyakit kronik dd renal, Hepatitis B on treatment,
Hiponatremia, Hiperkalemia, Hipoalbuminemia, Trombositopenia pro evaluasi.
Pasien diberikan penanganan dengan intravenous fluid drip (IVFD) Comafusin
Hepar 500cc tiap 24 jam, diberikan transfusi PRC 240cc sampai hemoglobin ≥
10mg/dL, injeksi furosemide 2x20mg, entecavir 0,5mg tiap 72 jam, propranolol
2x10mg, asam folat 2x0,4 mg, kalitake 3x1 sach, metronidazole 1x500mg, injeksi
cefotaxime 3x2gr, injeksi lansoprazole 2x30mg, domperidone 3x10mg, sucralfat
syrup 4x10cc, lactulose 3x10cc, N-Acetilsistein 3x200mg, albumin 25% 100cc.
Pada perawatan hari ketiga, 27 Februari 2019, pasien masih mengeluh
mual masih ada, nyeri perut ada, lemah badan, pasien tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, TD 100/70 mmHg, N 94 x/menit, RR 22 x/menit, SB
36,4οC. Pemeriksaan fisik konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (+). Pemeriksaan
fisik paru inspeksi tampak pergerakan dinding dada kiri sama dengan kanan.
Pemeriksaan fisik paru taktil fremitus kanan sama dengan kiri, perkusi sonor pada
kedua lapang paru. Suara pernapasan vesikuler di kedua lapang paru, tidak
ditemukan rhonki basah di kedua lapang paru dan tidak ditemukan wheezing.
Pemeriksaan fisik jantung didapatkan pada inspeksi iktus kordis tidak tampak,
palpasi iktus kordis tidak teraba, batas kiri ICS IV linea midclavicularis sinistra,

7
batas kanan di ICS IV parasternalis kanan, bunyi jantung I dan II reguler, tidak
terdengar bising. Pemeriksaan abdomen, tidak tampak scar, jejas, ataupun
deformitas, spider navy (+), venektasi (+), cembung, bising usus dalam batas
normal, lemas, nyeri tekan perut kanan atas (-), nyeri tekan epigastrium(-), hepar
tidak teraba membesar, lien tidak teraba membesar, perkusi shifting dullness (+)
terdapat asites (+). Pada ekstremitas didapatkan akral hangat dan tidak terdapat
edema. Pasien didiagnosis dengan sirrosis hepatis dekompensata et causa hepatitis
B, CKD et causa suspek sindrom hepatorenal, anemia et causa penyakit kronik dd
renal, Hepatitis B on treatment, Hiponatremia, Hiperkalemia, Hipoalbuminemia,
Trombositopenia pro evaluasi. Direncanakan akan dilakukan pemeriksaan USG
Abdomen. Pasien diberikan penanganan dengan intravenous fluid drip (IVFD)
Comafusin Hepar 500cc tiap 24 jam, injeksi furosemide 2x20mg, entecavir 0,5mg
tiap 72 jam, propranolol 2x10mg, asam folat 2x0,4 mg, metronidazole 1x500mg,
injeksi cefotaxime 3x2gr, injeksi lansoprazole 2x30mg, domperidone 3x10mg,
sucralfat syrup 4x10cc, lactulose 3x10cc, N-Acetilsistein 3x200mg, paracetamol
3x500mg, Albumin 25% 100cc extra, Fosen 1 extra.
Pada perawatan hari keempat, 28 Februari 2019, pasien masih mengeluh
nyeri perut ada, lemah badan, demam sumer, BAB hitam (-), pasien tampak sakit
sedang, kesadaran compos mentis, TD 90/60 mmHg, N 79x/menit, RR 22
x/menit, SB 36,6οC. Pemeriksaan fisik konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (+).
Pemeriksaan fisik paru inspeksi tampak pergerakan dinding dada kiri sama
dengan kanan. Pemeriksaan fisik paru taktil fremitus kanan sama dengan kiri,
perkusi sonor pada kedua lapang paru. Suara pernapasan vesikuler di kedua
lapang paru, tidak ditemukan rhonki basah di kedua lapang paru dan tidak
ditemukan wheezing. Pemeriksaan fisik jantung didapatkan pada inspeksi iktus
kordis tidak tampak, palpasi iktus kordis tidak teraba, batas kiri ICS IV linea
midclavicularis sinistra, batas kanan di ICS IV parasternalis kanan, bunyi jantung
I dan II reguler, tidak terdengar bising. Pemeriksaan abdomen, tidak tampak scar,
jejas, ataupun deformitas, spider navy (+),venektasi (+), cembung, bising usus
dalam batas normal, lemas, nyeri tekan perut kanan atas (-), nyeri tekan
epigastrium (-), hepar tidak teraba membesar, lien tidak teraba membesar, perkusi
shifting dullness (+) terdapat asites (+). Pada ekstremitas didapatkan akral hangat

8
dan tidak terdapat edema. Pasien didiagnosis dengan sirrosis hepatis
dekompensata et causa hepatitis B, Acute on CKD et causa susp hepatorenal
sindrom, anemia et causa penyakit kronik dd renal, Hepatitis B on treatment,
Hiponatremia delusional, Hiperkalemia, Hipoalbuminemia, Trombositopenia pro
evaluasi. Direncanakan akan dilakukan pemeriksaan USG Abdomen dan
pemeriksaan sitologi cairan asites. Pasien diberikan penanganan dengan
intravenous fluid drip (IVFD) Comafusin Hepar 500cc tiap 24 jam, intravenous
fluid drip (IVFD) dopamine 200mg : NS100cc 10 tpm micro, injeksi furosemide
2x20mg tunda bila TDS<100, entecavir 0,5mg tiap 72 jam, asam folat 2x0,4 mg,
metronidazole 1x500mg, injeksi cefotaxime 3x2gr, injeksi lansoprazole 2x30mg,
domperidone 3x10mg, Allopurinol 1x100mg, sucralfat syrup 4x10cc, lactulose
3x10cc, N-Acetilsistein 3x200mg, paracetamol 3x500mg, Albumin 25% 100cc
extra, Fosen 1 extra, Transfusi PRC 230cc sampai Hemoglobin ≥ 10mg/dL.
Pada perawatan hari kelima, 01 Maret 2019, pasien masih mengeluh nyeri
perut, lemah badan, demam (-) , BAB hitam (-), pasien tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, TD 100/60 mmHg, N 82x/menit, RR 21 x/menit, SB
36,4οC. Pemeriksaan fisik konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-). Pemeriksaan
fisik paru inspeksi tampak pergerakan dinding dada kiri sama dengan kanan.
Pemeriksaan fisik paru taktil fremitus kanan sama dengan kiri, perkusi sonor pada
kedua lapang paru. Suara pernapasan vesikuler di kedua lapang paru, tidak
ditemukan rhonki basah di kedua lapang paru dan tidak ditemukan wheezing.
Pemeriksaan fisik jantung didapatkan pada inspeksi iktus kordis tidak tampak,
palpasi iktus kordis tidak teraba, batas kiri ICS IV linea midclavicularis sinistra,
batas kanan di ICS IV parasternalis kanan, bunyi jantung I dan II reguler, tidak
terdengar bising. Pemeriksaan abdomen, tidak tampak scar, jejas, ataupun
deformitas, spider navy (+),venektasi (+), cembung, bising usus dalam batas
normal, lemas, nyeri tekan perut kanan atas (-), nyeri tekan epigastrium (-), hepar
tidak teraba membesar, lien tidak teraba membesar, perkusi shifting dullness (+)
terdapat asites (+). Pada ekstremitas didapatkan akral hangat dan tidak terdapat
edema. Pasien didiagnosis dengan sirrosis hepatis dekompensata et causa hepatitis
B, Acute on CKD et causa susp hepatorenal sindrom, anemia et causa penyakit
kronik dd renal, Hepatitis B on treatment, Hiponatremia, Hiperkalemia,

9
Hipoalbuminemia, Trombositopenia pro evaluasi. Direncanakan akan dilakukan
pemeriksaan USG Abdomen dan pemeriksaan sitologi cairan asites. Pasien
diberikan penanganan dengan intravenous fluid drip (IVFD) Comafusin Hepar
500cc tiap 24 jam, intravenous fluid drip (IVFD) dopamine 5 mg/kgBB 
Dopamin in NS 100  10 tpm, injeksi furosemide 2x20mg bila TDS >100,
entecavir 0,5mg tiap 72 jam, asam folat 2x0,4 mg, metronidazole 1x500mg,
injeksi cefotaxime 3x2gr, injeksi lansoprazole 2x30mg, domperidone 3x10mg,
Allopurinol 1x100mg, sucralfat syrup 4x10cc, lactulose 3x10cc, N-Acetilsistein
3x200mg, paracetamol 3x500mg, Albumin 25% 100cc extra, Fosen stop,
Transfusi PRC 230cc sampai Hemoglobin ≥ 10mg/dL.
perawatan hari keenam, 02 Maret 2019, pasien mengeluh nyeri perut
hilang timbul, lemah badan, demam (-) , BAB hitam (-), pasien tampak sakit
sedang, kesadaran compos mentis, TD 90/60 mmHg, N 90 x/menit, RR 20
x/menit, SB 36,0οC. Pemeriksaan fisik konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-).
Pemeriksaan fisik paru inspeksi tampak pergerakan dinding dada kiri sama
dengan kanan. Pemeriksaan fisik paru taktil fremitus kanan sama dengan kiri,
perkusi sonor pada kedua lapang paru. Suara pernapasan vesikuler di kedua
lapang paru, tidak ditemukan rhonki basah di kedua lapang paru dan tidak
ditemukan wheezing. Pemeriksaan fisik jantung didapatkan pada inspeksi iktus
kordis tidak tampak, palpasi iktus kordis tidak teraba, batas kiri ICS IV linea
midclavicularis sinistra, batas kanan di ICS IV parasternalis kanan, bunyi jantung
I dan II reguler, tidak terdengar bising. Pemeriksaan abdomen, tidak tampak scar,
jejas, ataupun deformitas, spider navy (+),venektasi (+), cembung, bising usus
dalam batas normal, lemas, nyeri tekan perut kanan atas (-), nyeri tekan
epigastrium (-), hepar tidak teraba membesar, lien tidak teraba membesar, perkusi
shifting dullness (+) terdapat asites (+). Pada ekstremitas didapatkan akral hangat
dan tidak terdapat edema. Pasien didiagnosis dengan sirrosis hepatis
dekompensata et causa hepatitis B, Acute on CKD et causa susp hepatorenal
sindrom, anemia et causa penyakit kronik dd renal, Hepatitis B on treatment,
Hiponatremia, Hiperkalemia, Hipoalbuminemia, Trombositopenia pro evaluasi.
Direncanakan akan dilakukan pemeriksaan USG Abdomen dan pemeriksaan
sitologi cairan asites. Pasien diberikan penanganan dengan intravenous fluid drip

10
(IVFD) Comafusin Hepar 500cc tiap 24 jam, intravenous fluid drip (IVFD)
dopamine 5 mg/kgBB  Dopamin in NS 100  10 tpm, injeksi furosemide
2x20mg bila TDS >100, entecavir 0,5mg tiap 72 jam, asam folat 2x0,4 mg,
metronidazole 1x500mg, injeksi cefotaxime 3x2gr, injeksi lansoprazole 2x30mg,
domperidone 3x10mg, Allopurinol 1x100mg, sucralfat syrup 4x10cc, lactulose
3x10cc, N-Acetilsistein 3x200mg, paracetamol 3x500mg, Albumin 25% 100cc
extra, Fosen stop, Transfusi PRC 230cc sampai Hemoglobin ≥ 10mg/dL.

11
BAB III

PEMBAHASAN
Sirosis hati merupakan tahap akhir proses difus fibrosis hati progresif yang
ditandai oleh distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul regeneratif.1
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada jenis kelamin laki-laki jika
dibandingkan dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak
antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun.4
Pada kasus, pasien berjenis kelamin laki-laki dengan usia 60 tahun.
Secara morfologi, Sherlock membagi sirosis hati atas 3 jenis, yaitu
mikronodular, makronodular, dan campuran (yang memperlihatkan gambaran
mikro-dan makronodular).4 Secara fungsional sirosis terbagi atas sirosis hati
kompensata, sering disebut dengan laten sirosis hati. Pada Stadium kompensata
ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada
saat pemeriksaan screening.5 Sirosis hati dekompensata. Dikenal dengan sirosis
hati aktif, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya: spider
neavi, ascites, edema, ikterus, gangguan pembekuan darah, perubahan mental,
gangguan tidur.5 Pada pasien ini didiagnosis sebagai sirosis hepatis dekompensata
karena telah terdapat menifestasi klinis yang jelas seperti asites, venektasi, spider
naevi, ikterus, gangguan pembekuan darah, serta gangguan tidur.
Sebagian besar pasien dengan sirosis hati datang ke klinik pada saat sudah
masuk dalam stadium dekompensata disertai komplikasi seperti muntah darah
akibat pecahnya varises esofagus, peritonitis bakterial, atau ensefalohepatikum.
Beberapa tanda klinis sirosis hepatis seperti spider navie akibat peningkatan
estradiol, eritema palmar akibat gangguan metabolisme hormon seks,
splenomegali dan asites akibat hipertensi porta, dan fetor hepatikum akibat
peningkatan diamethyl sulfide.6,7 Pada kasus, didapatkan pada pemeriksaan fisik
yaitu spider naevi, asites, venektasi, eritema palmar, serta perubahan pada kuku
yaitu white nails.

12
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium antara
lain;
1)SGOT dan SGPT meningkat tapi tidak terlalu tinggi, dimana biasanya
SGOT>SGPT 2) Alkaline fosfatase sedikit meningkat 3)Bilirubin meningkat pada
SH lanjut 4) Albumin menurun sedangkan globulin meningkat 5) PT memanjang
akibat penurunan produksi faktor V/VII dari hati 6) Na menurun akibat
peningkatan ADH dan aldosteron 7) Trombositopenia akibat hipersplenisme. 6,7,8
Hal tersebut bersesuaian dengan hasil laboratorium dari pasien pada kasus. Hasil
laboratorium pasien tanggal 25 Februari 2019 didapatkan hemoglobin 8,4 g/dL;
trombosit 44.000/uL; MCV 98,8 fL, ; MCH 35,0 pg; MCHC 35,4 g/dL; natrium
130 mEq/L. Hasil pemeriksaan kimia klinik tanggal 05/12/2019 Protein Total 7,01
g/dL, Albumin 2,54 g/dL, Globulin 4,47 g/dL. Hasil pemeriksaan hemostasis
tanggal 26 Februari 2019. PT 19,4 detik; INR 1,56; APPT 42,0.
Selain pemeriksaan hematologi, pemeriksaan radiologi dapat menunjang
dalam penegakkan diagnosis sirosis hati. USG kurang sensitif bila penyebab
sirosis hati tersebut tidak jelas.1 Gambaran USG memperlihatkan ekodensitas hati
meningkat dengan ekostruktur kasar homogen atau heterogen pada sisi superficial,
sedang pada sisi profunda ekodensitas menurun.1 Pada kasus, hasil pemeriksaan
USG abdomen di RSU GMIM Pancaran Kasih pada tanggal 10 April 2018
memberikan kesan sirosis hati. Selain USG abdomen, dapat juga dilakukan
metode diagnostik non invasif lain yaitu pemeriksaan Transient Elastography
(Fibroscan). Pemeriksaan ini dapat menilai kekakuan hati melalui evaluasi
kecepatan propagasi gelombang syok dalam jaringan hati.2 Akurat membedakan
tahap fibrosis ringan dan sirosis, namun kurang baik dalam membedakan derajat
fibrosis sedang dan berat. Keakuratan hasil pemeriksaan dipengaruhi oleh faktor
usia, obesitas, dan aktivitas nekroinflamasi. Pada kasus, telah dilakukan
pemeriksaan Transient Elastography dua kali, pada pemeriksaan pertama pada
tanggal 15 Mei 2018 dengan hasil 71,7 kPa. Pemeriksaan kedua dilakukan pada
tanggal 07 Juni 2018 dengan hasil 38,7 kPa. Hasil tersebut menunjukan hepar
pasien pada kasus telah masuk dalam tahap sirosis dengan nilai ambang atas
fibrosis adalah 12,5 kPa.2 Baku emas untuk diagnosis SH adalah biopsy hati
melalui perkutan, transjugular, laparoskopi atau dengan biopsy jarum halus.

13
Biopsi tidak diperlukan bila secara klinis, pemeriksaan laboratories dan radiologi
menunjukan kecenderungan SH. Walaupun biopsy hati risikonya kecil tapi dapat
berakibat fatal misalnya perdarahan dan kematian.1,7
Etiologi yang umumnya mengakibatkan sirosis adalah 1) Penyakit infeksi
(bruselosis, ekinokokus, skistomiasis, toksoplasmosis, hepatitis B, hepatitis C). 2)
Penyakit keturunan dan kelainan metabolik (Hemakhomatosis, Penyakit Wilson,
Tirosinemia, sindroma fanconi, penyakit gaucher, penyakit simpanan glikogen).
3) Obat dan toksin (alkohol, amiodarpn arsenik obstruksi bilier, penyakit
perlemakan hati non alkoholik, sirosis bilier primer, kolangitis sklerosis primer).
4) Penyebab lain atau tidak terbukti (penyakit usus inflamasi kronik, fibrosis
kistik, pintas jejunoileal, sarkoidosis).1 Pada pasien ini, etiologi yang mungkin
menyebabkan terjadinya sirosis hepatis adalah infeksi virus hepatitis kronik
(hepatitis B). Saat ini pasien rutin mengkonsumsi obat entecavir 0,5mg diminum
sehari sekali, propranolol 10mg diminum dua kali sehari, dan spironolakton 25mg
diminum sehari sekali.

Hepatitis B disebabkan oleh sebuah virus DNA dari keluarga


Hepadnaviridae dengan struktur virus berbentuk sirkular dan terdiri dari 3200
pasang basa.2 Pajanan virus ini akan menyebabkan dua luaran klinis, yaitu: 1)
Hepatitis akut yang kemudian sembuh secar aspontan dan membentuk kekebalan
terhadap penyakit ini, atau 2) Berkembang menjadi kronik.2 Adapun kriteria
diagnosis dari hepatitis B kronik adalah 1) HBsAg seropositif > 6 bulan 2) DNA
VHB serum >20.000 IU/mL (nilai yang lebih rendah 2000-20.000 mL ditemukan
pada HBeAg negatif) 3) Peningkatan ALT yang persisten maupun intermiten 4)
Biopsi hati yang menunjukan hepatitis kronik dengan derajat nekroinflamasi. Pada
kasus, hasil pemeriksaan HbSAg reaktif pada bulan April 2018 dan Desember
2018 dan hasil pemeriksaan HBV DNA Kuantitatif pada tanggal 21 April 2018
dengan hasil detected >110,000,000 IU/mL, dan terdapat peningkatan ALT yang
intermiten (04/03/2018 61 U/L, 25/10/2018 43 U/L, 26/02/2019 27 U/L). Pasien
belum dilakukan tindakan biopsi hati.

Indikasi terapi pada infeksi hepatitis B ditentukan berdasarkan kombinasi


dari empat kriteria, antara lain: 1) nilai DNA VHB serum 2) status HBeAg 3) nilai

14
ALT dan 4) gambaran histologi hati.2 Secara umum terapi dapat dimulai apabila
ditemukan inflamasi sedang-berat (ditandai dengan hasil biopsy skor aktivitas
Ishak >3/18 atau skor METAVIR A2-A3) atau fibrosis signifikan (ditandai
dengan hasil biopsi skor fibrosis (ditandai dengan hasil biopsi skor fibrosis
METAAVIR >F2 atau Ishak >3, hasil liver stiffness berdasarkan pemeriksaan
transient elastography >8 kPa, atau skor APRI >1,5), terlepas dari hasil
pemeriksaan penunjang lainnya.2 Indikasi terapi hepatitis B kronik dibedakan atas
terapi pada kelompok pasien non sirosis dengan HBeAg positif, pasien non sirosis
dengan HBeAg negatif, dan pasien sirosis.2 Secara umum, pada pasien dengan
sirosis dekompensata terapi dapat dimulai terlepas dari kadar HBV DNA, status
HBeAg, atau kadar ALT untuk menurunkan risiko perburukan penyakit.
Pemeriksaan HBV DNA tetap direkomendasikan untuk dikerjakan namun tidak
boleh menunda terapi dan pertimbangkan transplantasi hati apabila tidak terjadi
perbaikan.2 Penggunaan IFN pada pasien dengan sirosis dekompensata terkait
VHB dapat menyebabkan dekompensasi dan meningkatkan risiko infeksi bakteri,
bahkan pada dosis kecil. Secara umum, terapi IFN dikontraindikasikan pada
pasien dengan sirosis dekompensata. Saat ini, analog nukleos(t)ida seperti
lamivudin, entecavir, telbivudin, dan tenovofir terlah disetujui sebagai terapi pada
sirosis dekompensata.9,10 Saat ini pasien pada kasus rutin mengkonsumsi obat
entecavir 0,5 mg diminum sehari sekali. Pada pasien sirosis dekompensata,
pemberian entecavir 0,5 mg/hari selama 12 bulan menunjukan perbaikan skor
CTP, negativitas DNA VHB, serokonversi HBeAg, dan normalisasi ALT.11

Komplikasi SH yang utama adalah hipertensi portal, asites, peritonitis


bacterial spontam, perdarahan varises esofagus, ensefalopati hepatikum, kanker
hati, dan sindroma hepatorenal.12 Sindrom hepatorenal merupakan gangguan
fungsi ginjal tanpa kelainan organik ginjal, yang ditemukan pada SH tahap lanjut.
Sindroma hepatorenal tipe 1 ditandai dengan gangguan progresif fungsi ginjal dan
penurunan klirens kreatinin secara bermakna dalam 1-2 minggu. Tipe 2 ditandai
dengan penurunan filtrasi glomerulus dengan peningkatan serum kreatinin. Pada
kasus, terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus dengan nilai eGFR CKD-EPI
15,7 mL/min/1,73 m2 dan peningkatan kreatinin dengan nilai 3,9 mg/dL.
Komplikasi lain dari sirosis hati adalah varises esofagus. Pencegahan untuk

15
terjadinya perdarahan varises esofagus adalah pemberian obat golongan β blocker
(propranolol).12 Pada kasus, pasien diberikan propranolol 10 mg diminum dua kali
sehari.

Perjalanan alamiah sirosis hati tergantung pada sebab dan penanganan


etiologi yang mendasari penyakit. Beberapa sistem skoring dapat digunakan untuk
menilai keparahan sirosis hati dan menentukan prognosisnya. Sistem skoring ini
antara lain skor Child Turcotte Pugh (CTP) dan Model end stage liver disease
(MELD), yang digunakan untuk evakuasi pasien dengan rencana tranplantasi hati.
Berdasarkan skor CTP : Pasien tidak ensefalopati (1), Asites kurang terkontrol
(3), Bilirubin <2 g/L (1), Albumin 1,8-3,5 g/L (2), INR <1,7 (1), dengan total skor
CTP 8 (CTP B 7-9 poin). CTP kelas B angka kesintasan berturut-turut 1 tahun dan
2 tahunnya sebesar 81% dan 60%.

16
BAB IV

RINGKASAN

Seorang laki-laki berinisial HS, berusia 60 tahun datang dengan keluhan mual
muntah yang sudah dirasakan ± sejak 5 hari SMRS. Keluhan mual dirasakan pasien sejak
± 5 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Menurut pasien nafsu makannya menurun akibat
keluhan mual yang dirasakannya. Keluhan mual tersebut disertai muntah. Pasien muntah
sebanyak 1-2 kali sehari, isi muntah berisi makanan dan cairan yang dimakan, volume
sebanyak 100-200cc setiap kali pasien muntah, warna muntah kuning. Riwayat muntah
darah, muntah hitam disangkal pasien. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri uluhati
sejak ± 5 hari SMRS. Pasien juga mengeluhkan adanya pembesaran di bagian perut yang
dirasakan ± 2 minggu SMRS. Pasien mengaku mempunyai riwayat kuning seluruh badan
saat bulan April 2018. Keluhan kuning tersebut sudah mulai berkurang saat ini, dan
hanya jelas terlihat pada mata pasien. Pasien juga memiliki riwayat hidung berdarah ± 1
bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan mengalami kesulitan tidur ± 1 bulan terakhir.
Keluhan BAB seperti dempul disangkal. Buang air kecil pasien dirasakan saat ini mulai
berkurang. Pasien juga memiliki riwayat buang air kecil dengan warna kuning pekat
seperti teh. Pasien mengaku memiliki riwayat asam urat. Riwayat hipertensi, DM, dan
penyakit jantung, paru disangkal oleh pasien. Riwayat penyakit keluarga tidak ada yang
memiliki penyakit hati, paru, ginjal, DM, hipertensi ataupun jantung.

Pasien memiliki riwayat penyakit Hepatitis B sejak April 2018 berdasarkan


pemeriksaan HbSAg reaktif pada bulan April 2018 dan Desember 2018 dan hasil
pemeriksaan HBV DNA Kuantitatif pada tanggal 21 April 2018 dengan hasil detected
>110,000,000 IU/mL. Saat ini pasien rutin mengkonsumsi obat entecavir 0,5mg diminum
sehari sekali, propranolol 10mg diminum dua kali sehari, dan spironolakton 25mg
diminum sehari sekali.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang, Kesadaran
Compos Mentis, TD 110/80 mmHg, nadi 82 x/menit, reguler, isi cukup, pernapasan 20
x/menit, suhu badan 36,5 ºC, berat badan 62 kg, tinggi badan 160 cm, indeks massa tubuh
(IMT) 24,21 kg/m2. Pemeriksaan kepala didapatkan rambut warna hitam dan beruban

17
dan tidak mudah dicabut. Konjungtiva anemis, sklera ikterik, tidak tampak distensi vena
jugular. Pemeriksaan fisik paru pada inspeksi tampak pergerakan dinding dada kiri sama
dengan kanan. Taktil fremitus kanan sama dengan kiri, perkusi sonor pada kedua lapang
paru. Suara pernapasan vesikuler di kedua lapang paru, ronki (-/-), wheezing (-/-).
Pemeriksaan fisik jantung didapatkan pada inspeksi iktus kordis tidak tampak, palpasi
iktus kordis tidak teraba, batas kiri ICS IV linea midclavicularis sinistra, batas kanan di
ICS IV parasternalis kanan, bunyi jantung I dan II reguler, tidak terdengar bising.
Pemeriksaan abdomen, tidak tampak scar atau jejas, spider naevy (+), venektasi (+),
cembung, bising usus dalam batas normal, supel, nyeri tekan perut kanan atas (-), nyeri
tekan epigastrium(-), hepar tidak teraba membesar, lien tidak teraba membesar, perkusi
shifting dullness (+) terdapat asites (+). Pada pemeriksaan ekstremitas atas didapatkan
white nails (+),edema (-). Pada tungkai bawah kanan dan kiri hangat pada perabaan,
edema (-).

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 25 Februari 2019 didapatkan


hemoglobin 8,4 g/dL; hematokrit 23,7 %; eritrosit 2,40 x10 6/uL; leukosit 11,3 x 103/uL;
trombosit 44.000/uL; MCV 98,8 fL, ; MCH 35,0 pg; MCHC 35,4 g/dL; ureum 174
mg/dL; kreatinin 3,9 mg/dL, gula darah sewaktu 112 mg/dL; natrium 130 mEq/L; kalium
5,41 mEq/L; klorida 100,7 mEq/L. Hasil pemeriksaan kimia klinik tanggal 05/12/2019
Protein Total 7,01 g/dL, Albumin 2,54 g/dL, Globulin 4,47 g/dL.

Dari hasil pemeriksaan radiologi USG abdomen, di RSU GMIM Pancaran Kasih
pada tanggal 10 April 2018 memberikan kesan sirosis hati. Pasien juga sudah dilakukan
pemeriksaan penunjang FibroScan. Pemeriksaan dilakukan dua kali, pada pemeriksaan
pertama pada tanggal 15 Mei 2018 dengan hasil 71,7. Pemeriksaan kedua dilakukan pada
tanggal 07 Juni 2018 dengan hasil 38,7.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi, dan


pemeriksaan laboratorium pasien didiagnosis dengan sirrosis hepatis dekompensata et
causa hepatitis B, CKD et causa suspek sindrom hepatorenal, anemia et causa penyakit
kronik dd renal, Hepatitis B on treatment, Hiponatremia, Hiperkalemia, Trombositopenia
pro evaluasi. Pasien diberikan penanganan dengan pemasangan venflon, injeksi
furosemide 1x20 mg, spironolactone 1x25mg, propranolol 2x10mg, asam folat 2x0,4 mg,
ranitidine 2x50mg, metoclopramide 3x10mg, kalitake 3x1 sach, metronidazole 1x500mg.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Siti Nurdjannah. Sirosis Hati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4.
Jakarta: Interna Publishing; 2014. hal 1978
2. Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia. Konsensus Nasional
Penatalaksanaan Hepatitis B. Jakarta: 2017
3. Soemohardjo S, Gunawan S. Hepatitis B Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi 4. Jakarta: Interna Publishing; 2014.
4. Guadalupe Garsia-Tsao et al. Prevention and Management of
Gastroesophagal Varices and Variceal Hemorrhage in Cirrhosis.
American Journal of Gastroenterology. United States of America. 2007.
5. Lorraine MW. Sirosis Hati. Dalam: Sylvia AP, Lorraine MW. Sirosis.
Edisi 6. Volume I. EGC, Jakarta: 2005;1:493-501.
6. Schuppan D, Afdha INH, 2008. Liver cirrhosis. Lancet 2008; 371: 838-
851.
7. Goldberg E, Chopra S. Diagnostic approach to the patient with cirrhosis
2009, 443-446.
8. Sherlock S, Dooley J. Hepatic Cirrhosis in S. Sherlock and J. Dooley
(edits) Disease of the Liver and Biliary System. 11th edition. 365-380
9. Lee H, Suh D. Lamivudine therapy for decompensated liver cirrhosis
related to hepatitis B virus infection. Intervirology 2004;46:388-393.
10. Guan R, Lui H. Treatment of hepatitis B in decompensated liver cirrhosis.
Int J Hepatol. 2011; Article ID 918917:1-11
11. Shim J, Lee H, Kim K, Lim Y, Chung Y, Lee Y et al. Efficacy of entecavir
in treatment-naïve patients with hepatitis B virus-related decompensated
cirrhosis. J Hepatol. 2010;52(2):176-82
12. Heideldbbaugh JJ and Sherbondy M, 2006. Cirrhosis its complications in
DL Kasper, AS Fauci, DL Longo, E Braunwald, SL Hauser, JL Jameson
(edts) Harrison’s Principle of Internal Medicine. Edisi 17. McGraw Hill
Medical 1971-1980.

19
LAMPIRAN

1. Foto Klinis Pasien

2. Foto hasil Laboratorium Klinik Kanaka

PemeriksaanHBV DNA padatanggal 21 April 2018

20
3. Hasil Pemeriksaan USG

Hasil USG padatanggal Hasil USG padatanggal

10 April 2018 02 Februari 2018

21
4. Hasil pemeriksaan FibroScan

Hasil Fibroscan tanggal 15 Mei 2018

Hasil Fibroscan tanggal 07 Juni 2018

22
5. Hasil foto thoraks pada tanggal 25 Februari 2019

6. Hasil EKG

23

Anda mungkin juga menyukai