Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

SEORANG PENDERITA DENGAN


SIROSIS HEPATIS

Oleh :

Ni Made Safitri Wulandari

1871121027

Pembimbing :

Dr.dr. A A Gede Budhitresna,Sp.PD-KEMD,FINASIM

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUD SANJIWANI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS WARMADEWA

2018
Laporan Kasus

SEORANG PENDERITA DENGAN SIROSIS HEPATIS

Ni Made Safitri Wulandari, A A Gede Budhitresna


Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Sanjiwani Gianyar
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Warmadewa
2018

Pendahuluan
Sirosis hepatis adalah dampak tersering dari perjalanan penyakit hati yang panjang
dengan ditandai rusaknya parenkim hati. Sirosis Hepatis (SH) merupakan penyakit
kronis hepar irreversible ditandai oleh fibrosis, disorganisasi struktur lobulus dan
vaskuler, serta nodul regeneratif dari hepatosit1. Diseluruh dunia sirosis menempati
urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun
akibat penyakit ini. World Health Organization (WHO) tahun 2002 memperkirakan
783.000 pasien di dunia meninggal akibat sirosis hepatis. Sirosis hati ini merupakan
penyebab kematian ketiga pada penderita berusia 45-46 tahun setelah penyakit
kardiovaskular dan kanker. Sedangkan di Indonesia data prevalensi penderita sirosis
hepatis secara keseluruhan belum ada, namun terdapat penelitian yang di lakukan di
RS Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hepatis berkisar 4,1% dari jumlah
pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam pada tahun 20142. Rata-rata penderita
sirosis hepatis berada pada kelompok usia 50-70 tahun dengan mayoritas pasien
adalah pria dengan rasio pria dan wanita adalah 4:31.
Diagnosis klinis SH dibuat berdasarkan kriteria Soedjono dan Soebandiri.
Diagnosa SH ditegakkan apabila ditemukan 5 dari 7 keadaan berupa eritema
palmaris, spider nevi, vena kolateral atau varises esofagus, asites dengan atau tanpa
edema, splenomegali, hematemesis dan melena, rasio albumin dan globulin terbalik.
Timbulnya komplikasi-komplikasi seperti asites, ensefalopati, varises esophagus
menandai terjadinya pergantian dari SH fase kompensasi yang asimtomatik menjadi
SH dekompensasi2.
Penyebab munculnya sirosis hepatis kebanyakan karena penyakit hati kronis
yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B atau C atau penderita steatohepatis
yang berkaitan dengan kebiasaan minum alkohol ataupun obesitas. 1 Di Negara barat
penyebab sirosis hepatis yang tersering adalah akibat dari konsumsi alkohol,
sedangkan di Indonesia penyebab tersering sirosis hepatis adalah karena infeksi virus
hepatitis B maupun C. Secara klinis perlu dibedakan antara sirosis kompensata dan
dekompensata yang mengacu pada hipertensi porta dan kerusakan fungsi hati. 1,3
Berikut ini merupakan salah satu laporan kasus sirosis hepatis yang ditemui di
RSUD Sanjiwani Gianyar. Penulis tertarik untuk melaporkan kasus ini karena
termasuk salah satu kasus yang sering ditemui bertujuan untuk memberikan informasi
mengenai sirosis hepatis, mengetahui gejala dan tanda yang timbul serta cara
penanganan.

Kasus
Seorang pasien perempuan berinisial DMP, berusia 64 tahun, asal Pengaji Melinggih
Kelod Payangan Kabupaten Gianyar, datang ke IGD RSUD Sanjiwani Gianyar pada
tanggal 8 Oktober 2018 dengan keluhan utama perut membesar. Pada saat itu pasien
datang sadar diantar oleh keluarganya dengan mengeluh perut membesar yang
dirasakan sejak kurang lebih 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pembesaran perut
pasien dikatakan perlahan pada seluruh lapang perut yang dirasakan semakin hari
semakin membesar dan bertambah tegang. Keluhan perut membesar ini kadang
membuat pasien merasa eneg pada ulu hati dan mual, namun belum sampai membuat
pasien merasa kesulitan bernapas. Tidak ada faktor memperberat ataupun
memperingan keluhan pasien.
Pasien juga mengeluh adanya bengkak pada kedua kaki yang dirasakan sejak
3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan tersebut menyebabkan pasien sedikit
kesulitan berjalan. Bengkak dikatakan tidak berkurang ataupun bertambah ketika
dipakai berjalan ataupun diistirahatkan. Pasien tidak merasakan nyeri, panas, maupun
kemerahan pada kaki bengkaknya. Riwayat trauma pada kaki disangkal oleh pasien.
Selain itu pasien juga mengeluh nyeri dan eneg pada ulu hati. Nyeri ulu hati
mulai dirasakan dari 2 minggu lalu dan memberat dari 3 hari SMRS. Nyeri ulu hati
dikatakan seperti tertusuk-tusuk dan terasa eneg. Pasien mengatakan pada saat masuk
makanan terasa tidak nyaman dan mengeluh mual. Muntah dikatakan baru 1 kali
yaitu 2 hari SMRS. Muntah sebanyak setengah gelas aqua berisikan makanan yang
dimakan, tidak terdapat lendir maupun darah. Keluhan nyeri yang disertai mual ini
dirasakan terus menerus sepanjang hari dan tidak membaik ketika diberikan makanan.
Keluhan tersebut menyebabkan pasien malas makan.
Berdasarkan keterangan suami pasien, pada 5 hari yang lalu pasien sempat
merasa lemas dan seperti orang bingung. Pada saat itu pasien sulit diajak bicara.
Keluhan lemas dikatakan tidak menghilang padahal sudah diistirahatkan. Tangan
pasien tampak seperti bergemetar (tremor). Selain itu mata dan badan pasien
dikatakan menguning dari 1 bulan lalu yang muncul secara perlahan. Sebelumnya
pasien tidak pernah mengalami tubuh menguning seperti sekarang ini. Keluhan panas
badan dan rambut rontok disangkal oleh pasien. Gusi berdarah dikatakan sering oleh
pasien. BAB sedikit-sedikit berwarna normal kecoklatan dengan konistensi padat.
BAK berwarna seperti teh pekat, dengan frekuensi 3-4 kali, volume kurang lebih
setengah gelas setiap kali kencing. Nyeri saat kencing disangkal oleh pasien.
Pasien memiliki riwayat penyakit hepatitis B yang diketahui dari 2 tahun lalu,
riwayat penyakit kronis lain seperti diabetes melitus, hipertensi, asma, dan penyakit
jantung disangkal oleh pasien. Anggota keluarga lainnya tidak ada yang memiliki
keluhan yang sama seperti yang diderita pasien. Riwayat penyakit kronis dikeluarga
juga disangkal. Pasien sudah menikah dan tinggal bersama suami, serta anak
perempuannya. Dulunya pasien bekerja sebagai pedagang namun setelah sakit pasien
tidak bekerja lagi. Riwayat mengkonsumsi alkohol dan merokok disangkal oleh
pasien. Riwayat alergi dan penggunaan tattoo juga disangkal oleh pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang dengan
kesadaran kompos mentis (GCS: E4V5M6). Pada pemeriksaan terukur tekanan darah
120/70mmHg, denyut nadi 92 kali/menit, laju respirasi 20 kali/menit, temperatur
aksila 36,4ºC, berat badan 54 kg dan tinggi badan 155 cm. Kepala dalam keadaan
normal dengan wajah tampak pucat, tampak anemis dan ikterus pada kedua mata
dengan refleks pupil positif isokor. Pada pemeriksaan leher tidak terdapat pembesaran
kelenjar getah bening, kelenjar tiroid tidak teraba. Pada pemeriksaan dada untuk
bagian paru-paru didapatkan bentuk dada normal, simetris dibagian kiri maupun
kanan baik dalam keadaan statis maupun dinamis serta tidak ada jejas maupun
kelainan kulit. Saat pemeriksaan palpasi, gerakan dada simetris dan vokal fremitus
normal pada kedua lapang dada kiri dan kanan. Pada pemeriksaan perkusi didapatkan
bunyi sonor. Suara nafas didapatkan suara vesikuler pada kedua lapang paru tanpa
disertai suara nafas tambahan. Pada pemeriksaan fisik jantung iktus kordis tidak
terlihat dan saat palpasi iktus kordis tidak teraba. Pada pemeriksaan perkusi
didapatkan batas atas pada para sternal line ICS 2 sinistra, batas kanan bawah pada
parasternal line ICS 4 dextra dan batas kiri pada midclavikula line ICS 5 sinistra.
Pada auskultasi didapatkan suara jantung S1 tunggal S2 tunggal regular tanpa disertai
murmur. Dari pemeriksaan abdomen, pada inspeksi tampak adanya distensi, tampak
pelebaran vena kolateral. Pada pemeriksaan auskultasi didapatkan bising usus normal
yaitu 10 kali/menit, dari perkusi abdomen didapatkan undulasi (+), shifting dullness
(+) dan traube space timpani ke redup. Pada palpasi didapatkan hepar dan lien sulit
teraba karena perut distensi, ada nyeri tekan pada regio epigastrium dan
hipokondrium kanan. Tampak edema pada kedua ekstremitas bawah dan teraba
hangat pada ekstremitas. Pada telapak tangan tampak eritema palmaris dan kuku-
kuku ekstremitas tampak white nails.
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada pasien ini adalah darah
lengkap ditemukan WBC 5,1 (N), Lymp % 19,0 (L), Gran % 67,8 (N), RBC 2,63 (L),
HGB 9,4 (L), HCT 29,1 (L), MCV 110,7 (H), MCH 35,7 (H), PLT 87 (L). Pada
pemeriksaan fungsi ginjal dan hati didapatkan ureum 35 mg/dL (N) dan kreatinin 0,5
mg/dL (L), SGOT 137 U/L (H) dan SGPT 39 U/L (H), billirubin total 9,14 mg/dL
(H), billirubin direk 6,38 mg/dL (H), billirubin indirek 2,76 mg/dL (H), protein total
7,39 g/dL(N), albumin 2,38 g/dL (L), globulin 4,60 g/dL (H). Untuk pemeriksaan
gula sewaktu didapatkan hasil 84 mg/dL (N). Dilakukan pemeriksaan elektrolit
ditemukan Natrium 142 mmol/L (N), Kalium 3,9 mmol/L (N), dan Chlorida 111
mmol/L (H). Pada pemeriksaan serologi ditemukan HbsAg postitif. Pada Rontgen
thorax AP masih dalam batas normal dan BOF ditemukan asites.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien
didiagnosis dengan Susp Sirosis Hepatis (Child Pugh C) ec Hepatitis B dengan
Gastropati Hipertensi Porta dengan Asites Grade II dengan Hipoalbuminemia dan
Anemia Ringan Hiperkromik Makrositer Ec Susp Cronic Liver Diseasse (CLD) dd
Defisiensi Asam Folat. Penangan awal yang diberikan kepada pasien adalah dengan
pemberian cairan NaCL 0,9%: Dextrosa 5% 12 tpm, Ranitidine 2x1 amp,
Spironolacton tab 1x25 mg, Curcuma tab 3x1, Lactulosa syrup 3xC1, Transfusi
albumin s/d albumin > 3 g/dL.
Follow up pasien pada hari Selasa, 9 Oktober 2018 pukul 08.00 wita. Pasien
mengeluh mual namun tidak disertai muntah. Mual dikatakan sudah lebih mereda
dibandingkan saat masuk IGD, nyeri ulu hati, makan dan minum menurun karena
rasa tidak nyaman pada perut, BAB sedikit pada pukul 3 pagi berwarna kuning
dengan konsistensi padat, BAK sudah 4x sejak masuk IGD hingga pukul 08.00 pagi
warna seperti teh. Pada pemeriksaan tanda vital tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 84
x/menit, respirasi 20 x/menit, suhu aksila 36,5 ºC. Pemeriksaan mata tampak
konjungtiva anemis dan sklera ikterus. Pemeriksaan leher dan thorax masih dalam
batas normal. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan distensi, warna kuning, tampak
pelebaran vena kolateral, bising usus (+) normal, perkusi ditemukan timpani pada
seluruh lapang abdomen, shifting dulnes (+), undulasi (+), traube space timpani ke
redup. Pada palpasi abdomen ditemukan nyeri tekan hipokondrium dan epigastrium,
pembesaran hepar dan lien sulit dievaluasi, pasien tampak tremor dan masih bisa
diajak berbicara. Assesment Susp Sirosis Hepatis (Child Pugh C) ec Hepatitis B
dengan Gastropati Hipertensi Porta dengan Asites Grade II dengan Hipoalbuminemia
dan Anemia Ringan Hiperkromik Makrositer ec susp Cronic Liver Diseasse (CLD) dd
Defisiensi Asam Folat. Penatalaksanaan diet rendah garam dan rendah protein, NaCL
0,9%: Dextrosa 5% 12 tpm, Ranitidine 2x1 amp, Spironolacton tab 2x100 mg (pagi
dan siang hari), Curcuma tab 3x1, Lactulosa syrup 3xc1, Transfusi albumin s/d
albumin > 3 g/dL. Terapi ditambah furosemide amp 3x40mg (IV) dan pasien di
planningkan untuk dilakukan USG abdomen.
Follow up pasien pada hari Rabu, 10 Oktober 2018 pukul 08.00 wita, mual
masih dirasakan oleh pasien tapi sudah lebih jarang dari hari sebelumnya. Pasien
tampak sulit diajak bicara dan tangan bergemetar. Keluhan lain dan pemeriksaan fisik
masih sama dengan sebelumnya. pemeriksaan tanda vital tekanan darah 120/80
mmHg, nadi 80 x/menit, respirasi 20 x/menit, suhu aksila 36,3 ºC. Pemeriksaan USG
abdomen ditemukan gambaran sirosis hepatis, spleenomegali, ascites, dan edema
diffuse dinding gall bledder. Assesment Sirosis Hepatis (Child Pugh C) ec Hepatitis B
dengan Ensefalopati Hepatikum Grade I dengan Gastropati Hipertensi Porta dengan
Asites Grade II dengan Hipoalbuminemia dan Anemia Ringan Hiperkromik
Makrositer ec susp Cronic Liver Diseasse (CLD) dd Defisiensi Asam Folat.
Penatalaksanaan sesuai dengan terapi sebelumnya ditambah dengan IVFD
aminoleban 20 tpm.
Follow up pasien pada hari kamis dan jumat, 11 dan 12 Oktober 2018 pukul
08.00 wita, tanda vital masih dalam batas normal. Bengkak pada kaki sudah lebih
mengecil. Keluhan dan pemeriksaan fisik masih seperti hari sebelumnya. Pasien
sering terbangun untuk kencing hampir lebih dari 3 kali. Assesment Sirosis Hepatis
(Child Pugh C) Ec Hepatitis B dengan Ensefalopati Hepatikum Grade I dengan
Gastropati Hipertensi Porta dengan Asites Grade II Dengan Hipoalbuminemia dan
Anemia Ringan Hiperkromik Makrositer ec susp Cronic Liver Diseasse (CLD) dd
Defisiensi Asam Folat. Penatalaksanaan sesuai dengan terapi sebelumnya. Pasien
diplaningkan dengan cek albumin ulang.
Follow up pasien pada hari Sabtu, 13 Oktober 2018 pukul 08.00 wita. Rasa
mual sudah tidak dirasakan oleh pasien. Nyeri ulu hati dirasakan sudah membaik.
Perut besar masih dirasakan pasien dan terasa lebih melembek. Kedua kaki sudah
tidak bengkak. Tangan bergemetar sudah tidak dirasakan. Makan dan minum dalam
batas normal. BAB sedikit pada pukul 7 pagi dengan konsistensi sedikit padat dan
berwana kecoklatan serta frekuensi BAK lebih dari 3 kali dengan warna sepeti teh.
Pada pemeriksaan tanda vital tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 80 x/menit, respirasi
18 x/menit, suhu aksila 36,4 ºC. Pemeriksaan mata tampak masih ikterus.
Pemeriksaan leher dan thorax masih dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen
ditemukan distensi, defans muscular (-), tampak pelebaran vena kolateral, bising usus
(+) normal, perkusi ditemukan timpani pada seluruh lapang abdomen, shifting dulnes
(+), undulasi (+), traube space timpani ke redup. Pada palpasi abdomen tidak
ditemukan nyeri tekan hipokondrium, pembesaran hepar dan lien sulit dievaluasi.
Hasil pemeriksaan albumin ulang sebesar 3,01 gr/dl. Assesement Sirosis Hepatis
(Child Pugh C) ec Hepatitis B dengan Ensefalopati Hepatikum Grade I Dengan
Gastropati Hipertensi Porta dengan Asites Grade II dengan Hipoalbuminemia dan
Anemia Ringan Hiperkromik Makrositer ec Cronic Liver Diseasse (CLD) dd
Defisiensi Asam Folat. Keadaan pasien sudah stabil, pasien diperbolehkan untuk
pulang, dengan obat Curcuma tab 3x1 dan Propanolol tab 2x10 mg. Pasien
disarankan untuk kontrol di poli Interna pada tanggal 16 Oktober 2018. Komunikasi,
Informasi, dan Edukasi (KIE) yang diberikan adalah untuk banyak beristirahat,
makan-makanan lunak dan teratur untuk minum obat, apabila terjadi penurunan
kesadaran, mual muntah darah, dan bab berwarna hitam diharapkan segera untuk
berobat ke rumah sakit. Selain itu diharapkan keluarga pasien tidak kontak dengan
darah pasien dan tetap berhubungan seksual dengan satu pasangan.

Pembahasan
Sirosis hepatis adalah penyakit hepar kronis yang ditandai dengan reaksi inflamasi,
nekrosis, terbentuknya sel-sel fibrotik, nodul regeneratif, serta jaringan parut yang
menggantikan sel hepatosit normal sehingga mengakibatkan distorsi struktur hepar
dan hilangnya sebagian besar fungsi hepar1. Penyebab sirosis hepatis mayoritas
disebabkan oleh infeksi virus kronis yaitu hepatitis B dan C, serta steatohepatitis
seperti kebiasaan minum alkohol yang berlebihan dan obesitas. Berdasarkan hasil
penelitian di Indonesia, virus hepatitis B merupakan penyebab tersering dari sirosis
hepatis yaitu sebesar 40-50% kasus, diikuti oleh virus hepatitis C dengan 30-40%
kasus, sedangkan 10-20% sisanya tidak diketahui penyebabnya dan termasuk
kelompok virus bukan B dan C. Sementara itu, alkohol sebagai penyebab sirosis di
Indonesia mungkin kecil sekali frekuensinya karena belum ada penelitian yang
mendata kasus sirosis akibat alkohol. Pada kasus ini kemungkinan penyakit sirosis
diakibatkan karena perkembangan penyakit kronis dari infeksi virus hepatitis B.
Pasien sudah mengetahui terkena hepatitis B dari 2 tahun lalu. Kemudian saat
dilakukan pemeriksaan HbsAg diperoleh hasil positif1,3,4.
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, sirosis hepatis digolongkan menjadi dua
yaitu stadium awal (kompensata) dan stadium lanjut (dekompensata). Pada stadium
awal (kompensata) kompensasi tubuh terhadap kerusakan hepar masih baik, sehingga
pada stadium ini pasien akan merasakan adanya gejala ataupun tanpa gejala dan
keluhan. Biasanya stadium ini diketahui ketika pasien melakukan pemeriksaan
kesehatan rutin3,5. Gejala-gejala awal sirosis meliputi perasaan mudah lelah dan
lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun,
pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil dan dada membesar, serta
hilangnya dorongan seksualitas Sebagian besar pasien datang berobat kedokter saat
sudah berada pada stadium dekompesata. Pada stadium dekompensata gejala-gejala
akan lebih menonjol akibat dari kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta. Gejala
tersebut meliputi kerontokan rambut badan, gangguan tidur, dan demam yang tidak
begitu tinggi. Selain itu, dapat pula disertai dengan gangguan pembekuan darah,
perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna
seperti teh pekat, hematemesis, melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa,
sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma. Kegagalan fungsi hati terjadi
karena adanya perubahan pada jaringan parenkim hati menjadi jaringan fibrotik dan
penurunan perfusi jaringan hati sehingga mengakibatkan nekrosis hati. Sedangkan
hipertensi porta merupakan gabungan hasil peningkatan resistensi vaskular
intrahepatik dan peningkatan aliran darah melalui sistem porta. Resistensi
intrahepatik meningkat melalui 2 cara yaitu secara mekanik dan dinamik. Secara
mekanik resistensi berasal dari fibrosis yang terjadi pada sirosis, sedangkan secara
dinamik berasal dari vasokontriksi vena portal sebagai efek sekunder dari kontraksi
aktif vena portal dan septa myofibroblas, untuk mengaktifkan sel stelata dan sel-sel
otot polos1,4,5.
Gejala Kegagalan Fungsi Hati Gejala Hipertensi Porta
 Ikterus  Varises esophagus/cardia
 Spider naevi  Splenomegali
 Ginekomastisia  Pelebaran vena kolateral
 Hipoalbuminemia  Ascites
 Kerontokan bulu ketiak  Hemoroid
 Ascites  Caput medusa
 Eritema palmaris
 White nail

Pada kasus ini, berdasarkan anamnesis yang telah dilakukan, didapatkan beberapa
gejala yang mengarah kepada sirosis hepatis yaitu lemas pada seluruh tubuh, mual,
muntah, nyeri ulu hati, tremor, dan nafsu makan menurun. Selain itu, pada kasus juga
ditemukan keluhan yang terkait dengan kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta
seperti perut yang membesar, ikterus, hipoalbuminemia, eritema palmaris, white
nails, splenomegali, dan pelebaran vena kolateral.
Dari pemeriksaan penunjang laboratorium pada kasus ini, ditemukan
peningkatan SGOT dan SGPT, dengan peningkatan SGOT lebih dominan
dibandingkan SGPT. Kadar bilirubin total tinggi dimana bilirubin direk dan indirek
juga meningkat. Kadar globulin dan albumin terbalik, yaitu terjadi penurunan kadar
albumin dan peningkatan globulin. Hasil pemeriksaan darah lengkap ditemukan kadar
hemoglobin rendah disertai peningkatan MCV dan MCH sehingga menunjukkan
anemia ringan makrositik, kadar platelet rendah ditunjukkan dengan gejala gusi yang
sering berdarah dan hematokrit rendah. Pemeriksaan HbsAg menunjukkan hasil
positif.
Selain itu pemeriksaan radiologis yang dilakukan pada kasus ini adalah
pemeriksaan rontgen thorax AP, BOF, dan USG abdomen. Dari pemeriksaan tersebut
meyakinkan adanya asites, spleenomegali, dan gambaran sirosis hepatis.
Pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa tes fungsi hati yang meliputi
aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin,
dan waktu protombin. Nilai aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil
oksaloasetat transaminase (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum
glutamil piruvat transaminase (SGPT) dapat menunjukan peningkatan. AST biasanya
lebih meningkat dibandingkan dengan ALT, namun bila nilai transaminase normal
tetap tidak menyingkirkan kecurigaan adanya sirosis. Alkali fosfatase mengalami
peningkatan kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi
bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer.
Gammaglutamil transpeptidase (GGT) juga mengalami peningkatan, dengan
konsentrasi yang tinggi ditemukan pada penyakit hati alkoholik kronik. Konsentrasi
bilirubin dapat normal pada sirosis hati kompensata, tetapi bisa meningkat pada
sirosis hati yang lanjut. Konsentrasi albumin, yang sintesisnya terjadi di jaringan
parenkim hati, akan mengalami penurunan sesuai dengan derajat perburukan sirosis.
Sementara itu, konsentrasi globulin akan cenderung meningkat yang merupakan
akibat sekunder dari pintasan antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid
yang selanjutnya akan menginduksi produksi imunoglobulin. Pemeriksaan waktu
protrombin akan memanjang karena penurunan produksi faktor pembekuan pada hati
yang berkorelasi dengan derajat kerusakan jaringan hati1,5,6. Konsentrasi natrium
serum akan menurun terutama pada sirosis dengan ascites, dimana hal ini dikaitkan
dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas. Selain dari pemeriksaan fungsi hati, pada
pemeriksaan hematologi juga biasanya akan ditemukan kelainan seperti anemia,
dengan berbagai macam penyebab, dan gambaran apusan darah yang bervariasi, baik
anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer, maupun hipokrom makrositer.
Selain anemia biasanya akan ditemukan pula trombositopenia, leukopenia, dan
neutropenia akibat splenomegali kongestif yang berkaitan dengan adanya hipertensi
porta2,7.
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan untuk menunjang
diagnosis pada pasien dengan sirosis hepatis adalah pemeriksaan ultrasonografi
(USG), pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan radiologi yang sering dilakukan
pada pasien dengan sirosis hepatis dikarenakan pemeriksaannya yang non invasif dan
mudah dikerjakan. Pada pemeriksaan USG dapat dilakukan evaluasi ukuran hati,
sudut hati, permukaan homogenitas dan ada tidaknya massa.2,7 Pada penderita sirosis
hepatis stadium lanjut biasanya ditemukan hepar yang mengecil dan terdapat nodular,
dengan permukaan yang tidak rata dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati.
Selain itu pada pemeriksaan USG juga dapat ditemukan ada tidaknya karsinoma hati,
dan biasanya ditemukan kesan adanya hepatosplenomegali dengan tanda-tanda
penyakit hati kronis yang disertai ascites yang merupakan salah satu tanda dari
kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta.1,3 Pemeriksaan lainnya yang juga dapat
dilakukan adalah pemeriksaan endoskopi menggunakan esophagogastrodudenoscopy
(EGD) untuk menegakkan diagnosa dari varises esophagus dan varises gaster.
Melalui pemeriksaan EGD, dapat diketahui tingkat keparahan atau grading dari
varises yang terjadi serta ada tidaknya red sign dari varises, selain itu juga dapat
untuk mendeteksi perdarahan spesifik pada saluran cerna bagian atas.1,3,6,7
Pemeriksaan EGD juga dapat digunakan sebagai manajemen perdarahan varises akut
yaitu dengan skleroterapi atau endoscopic variceal ligation (EVL)8,9.
Pada kasus-kasus tertentu juga diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau
peritoneoskopi untuk membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis
hati dini. Biopsi hati merupakan gold standard dalam mendiagnosa sirosis hepatis,
namun biopsi tidak pelu dilakukan apabila secara klinis, laboratorium, dan radiologi
menunjukkan kecendrungan sirosis hepatis. Walaupun biopsi hati risikonya kecil
namun dapat berakibat fatal seperti perdarahan dan kematian2,7,11. Pemeriksaan biopsi
hati merupakan pemeriksaan gold standar untuk mendiagnosis sirosis hati. Pada kasus
ini, pemeriksaan biopsi hati tidak perlu dilakukan karena tanda-tanda klinis dari
kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta sudah terlihat jelas. Selain itu, pemeriksaan
biopsi hati invasive juga dapat menimbulkan resiko perdarahan dan infeksi peritoneal
pada pasien.
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita dengan
sirosis hepatis yang terjadi akibat kegagalan dari fungsi hati dan hipertensi porta,
diantaranya adalah Ensefalopati Hepatikum, Varises Esofagus, Peritonitis Bakterial
Spontan, Sindrom Hepatorenal, dan Sindrom Hepatopulmonal. 1,3,7,10 Pada kasus ini,
pasien mengalami komplikasi berupa Ensefalopati hepatikum ditandai dengan
kebingungan dalam menjawab pertanyaan mudah, susah tidur, dan adanya tremor
jarang (1-2 tremor per 30 detik). Ensepalopati hepatikum merupakan suatu kelainan
neuropsikiatri yang bersifat reversibel dan umumnya didapat pada pasien dengan
sirosis hati setelah mengeksklusi kelainan neurologis dan metabolik. Derajat
keparahan dari kelainan ini terdiri dari derajat 0 (subklinis) dengan fungsi kognitif
yang masih bagus sampai ke derajat 4 dimana pasien sudah jatuh ke keadaan
koma1,8,9. Patogenesis terjadinya ensefalopati hepatik diduga oleh karena adanya
gangguan metabolisme energi pada otak dan peningkatan permeabelitas sawar darah
otak. Peningkayan permeabelitas sawar darah otak ini akan memudahkan masuknya
neurotoxin ke dalam otak. Neurotoxin tersebut diantaranya, asam lemak rantai
pendek, mercaptans, neurotransmitter palsu (tyramine, octopamine, dan
betaphenylethanolamine), amonia, dan gamma-aminobutyric acid (GABA). Kelainan
laboratorium pada pasien dengan ensefalopati hepatik adalah berupa peningkatan
kadar amonia serum2,8,10,.
Prinsip penatalaksanaan kasus sirosis hepatis menyesuaikan dengan etiologi
dari sirosis hepatis. Tujuannya adalah untuk mengurangi progresifitas dari penyakit.
Menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakaan hati, pencegahan dan
penanganan komplikasi merupakan prinsip dasar penanganan kasus sirosis. Pada
pasien ini dilakukan diet rendah garam dan protein bertujuan untuk mencegah asites
semakin memberat serta menurunkan asupan protein yang dapat dipecah menjadi
amonia yang dapat memperberat encefalopati hepatikum. Pasien juga diberikan
lactulosa yang berfungsi memperlancar BAB untuk mencegah terjadinya
penumpukan bakteri patologis pada usus yang meningkatkan risiko terjadinya
spontaneous bacterial peritonitis serta mencegah memperberatnya ensfalopati
hepatikum akibat dari zat amonia yang dihasilkan oleh bakteri pada tubuh manusia.
Selain melalui nutrisi enteral, pasien juga diberi nutrisi secara parenteral dengan
pemberian infus kombinasi NaCl 0,9%, dekstrosa 5%, dan aminoleban dengan jumlah
20 tetesan per menit. Keluhan mual yang dialami pasien diberikan pengobatan
ranitidine untuk meredakan keluhan gastropati hipertensi porta tersebut. Selain
melalui diet rendah garam diberikan diuretik hemat kalium yaitu spironolacton.
Untuk mencegah efek samping spirinolacton yaitu hiperkalemia diberikan juga
furosemide untuk menyeimbangkan kalium. Dosis spirinolacton yang diberikan
sebanyak 100-200 mg perhari dan furosemide sebanyak 40-60 mg dengan dosis
maksimal 160 perhari. Respon diuretik dapat dimonitor dengan penurunan berat
badan 0,5kg/hari tanpa edema kaki atau 1kg/hari dengan edema kaki.
Hipoalbuminemia yang menyebabkan terjadinya bengkak pada kaki diterapi dengan
memberikan transfusi albumin hingga kadar albumin >3 g/dL. Parasintesis asites
dilakukan apabila ascites sangat besar. Biasanya pengeluarannya mencapai 4-6 liter
dan dilindungi dengan pemberian albumin. Pada pasien ini tidak dilakukan
parasintesis karena asites masih dalam grade II sehingga terapi yang diberikan berupa
diet rendah garam dan pemberian diuretik. Pasien juga mendapatkan obat hemostatik
berupa propanolol untuk megurangi denyut jantung dan menurunkan tekanan darah,
digunakan untuk mengurangi tremor, keluhan gusi sering berdarah dan menghindari
terjadinya perdarahan saluran cerna akibat pecahnya varises, mengingat pasien sirosis
hepatis dapat terjadi varises esofagus dan rentan terjadinya ruptur varises apabila
sering terjadi mual muntah dan konsumsi makanan keras. Pemberian curcuma adalah
sebagai hepatoprotektor dari kerusakan yang disebabkan oleh hepatitis kronis.
Prognosis pasien dengan sirosis hepatis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh
sejumlah faktor, diantaranya etiologi, kerusakan hati, komplikasi dan penyakit yang
menyertai. Pada beberapa penelitian menyatakan metode prognosis yang umumnya
digunakan adalah sistem Child-Turcotte-Pugh yang digunakan untuk memprediksi
angka kelangsungan hidup pasien dengan sirosis tahap lanjut.
Tabel 1. Sistem Klasifikasi Child-Turcotte-Pugh5,7,10
Skor
Parameter
1 2 3
Ascites Tidak ada Minimal Sedang-Berat
Ensefalopati Tidak ada Minimal-sedang Sedang-Berat
Bilirubin (mg/dL) < 2,0 2-3 > 3,0
Albumin (g/dL) > 3,5 2,8-3,5 < 2,8
Waktu Protrombin/INR 1-3 atau INR < 4.6 atau INR 1,7- > 6 atau INR >
(detik) 1,7 2,3 2,3
Berdasarkan kriteria diatas angka kelangsungan hidup pasien dengan kriteria
Child-Pugh A adalah 100%, Child-Pugh B 80% dan Child-Pugh C adalah 45%. Pada
pasien ini dapat diprediksi karena memenuhi krieria Child Pugh C walaupun tes INR
tidak dilakukan namun pemeriksaan yg lain sudah mencapai angka 10. Kategori
Child-Pugh C dengan angka kelangsungan hidup selama setahun adalah 45%,
sehingga prognosis dari pasien ini kurang baik (dubius ad malam).

Simpulan
Seorang perempuan, 52 tahun dengan dengan keluhan perut membesar sejak 1 bulan
sebelum masuk Rumah Sakit. Keluhan dirasakan padat dan dirasakan di perut kanan
pasie. Pembesaran perut pasien dikatakan perlahan pada seluruh lapang perut yang
dirasakan semakin hari semakin membesar dan bertambah tegang. Tidak ada faktor
memperberat maupun faktor memperingan keluhan pasien. Selain itu pasien juga
mengeluhkan bengkak pada kedua kaki, nyeri ulu hati, rasa eneg sehingga
menurunkan nafsu makan, mual, makan dan minum menurun. BAB sedikit berwarna
kekuningan dan BAK berwarna sepetrti teh. Pasien sempat merasa lemas dan bingung
serta tangan terasa bergemetar. Pada pemeriksaan fisik ditemukan abdomen distensi
dengan pelebaran vena kolateral, nyri tekan hipokondrium dan epigastrium, tes
undulasi (+), tes shifting dullness(+), hepar dan liet sulit dievaluasi, pitting edema
pada kedua kaki (+). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan fungsi
hati yaitu SGOT dan SGPT dengan SGOT dominan, peningkatan bilirubin total
dengan peningkatan billirubin direk serta indirek, peningkatan globulin, penurunan
albumin. Pada darah lengkap ditemukan penurunan hemoglobin dengan MCV dan
MCH meningkat. Pemeriksaan thorax, BOF, dan USG abdomen menunjukkan
gambaran sirosis hepatis, ascites, dan spleenomegali. Berdasarkan data-data diatas
pasien didiagnosis dengan Pada pemeriksaan fisik heparteraba 4 jari dibawah
processus xhipoideus dan 5 jari dibawah arcus costa. Permukaan berdungkul dengan
tepi tumpul, konsistensi padat serta adanya nyeri tekan. Dari pemeriksaan
laboratorium didapatkan peningkatan fungsi hati dan Dari pemeriksaan foto thorax
didapatkan adanya nodul-nodul di lapangan paru kanan dan kiri serta sudut
costrophrenikus kanan tumpul dengan kesan metastase paru dan efusi pleura. Dari
USG Abdomen didapatkan kesan multiple lesi solid kanan hepar dapat merupakan
gambaran malignancy dd hepatoma. Berdasarkan data-data diatas, pasien didiagnosis
dengan Sirosis hepatis (Child Pugh C) ec hepatitis B dengan ensefalopati hepatikum
grade I dengan gastropati hipertensi porta dengan asites grade II dengan
hipoalbuminemia dan anemia ringan makrositik ec susp defisiensi asam folat dd
Anemia Chronic Disease. Penatalaksanaan sudah sesuai dengan keluhan, yaitu
pemberian nutrisi secara parenteral, pemberian obat untuk mengurangi asites,
penurun tekanan darah, transfusi hipoalbumin, obat memperlancar BAB, serta obat
yang dapat melindungi hepar.
DAFTAR PUSTAKA

1. Siti Nurdjanah. Sirosis Hepatis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I,


Simadibrata MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed.
Jakarta; Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia.
2009. Page 668-673.
2. Setiawan, Poernomo Budi. Sirosis Hati. In: Askandar Tjokroprawirao,
Poernomo Boedi Setiawan, et al. Buku Ajar Penyakit Dalam, Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga. 2008. Page 129-136.
3. Amanlina, HA., Kriswiasnity, R. 2015. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas
karena Sirosis Hepatis. Jurnal Medula Unila. 2 (4): 34-35
4. Rangan R. Kavitha, Thomas V. 2011. Acute on Chronic Liver Failure. Calicut
Medical Journal. 9(2); 1-7
5. Garcia-pagan, J.C, Caca K., Bureau, et al, Early Use OF TIPS in Patients
with Cirrosis. N Engl J Med 2010;320
6. Robert S. Rahimi, Don C. Rockey. 2012. Complication of Cirrhosis. Curr Opi
Gastroenterol. 28(3); 223-229.
7. Roberto de Franchis. 2010. Revising consensus in portal hypertension:
Diagnosis and Therapy In Portal Hypertension. Journal of Hepatology vol. 53
J 762– 768.
8. Blachier, M. et al. 2013. The Burden of Liver Disease in Europe : A Review
9. David C Wolf. 2012. Cirrhosis.
http://emedicine.medscape.com/article/185856-overview#showall. Diakses
pada tanggal 15 Desember 2017.
10. Budhiarta, DMF. 2016. Penatalaksanaan dan Edukasi Pasien Sirosis Hati
dengan Varises Esofagus di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2014. E-Journal
Medika. 5(7): 1-5.

Anda mungkin juga menyukai