Anda di halaman 1dari 39

Laporan Kasus

Sirosis Hepatis

Oleh:
Muhammad Kokoh Saputra, S.Ked (04084821719189)
M. Rizki Alkautsar, S.Ked (04084821719237)
Puji Lestari, S.Ked (04054821719064)

Pembimbing:
dr. Della Fitricana, Sp.PD

DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT


DR. M. RABAIN MUARA ENIM
2017
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul Sirosis
Hepatis.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada dr. Della Fitricana, Sp.PD selaku pembimbing yang telah
membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada teman-teman, dan semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan laporan kasus ini.Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam
penyusunan laporan kasus ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan.
Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
diharapkan.
Demikianlah penulisan laporan ini, semoga bermanfaat, amin.

Palembang, Oktober 2017

Penulis

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus
Sirosis Hepatis

Oleh:
Muhammad Kokoh Saputra, S.Ked
M. Rizki Alkautsar, S.Ked
Puji Lestari, S.Ked

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Univesitas Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang

Palembang, Oktober 2017

dr. Della Fitricana, Sp.PD

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
BAB II LAPORAN KASUS ................................................................................. 3
2.1 Identifikasi ............................................................................................. 3
2.2 Anamnesis.............................................................................................. 3
2.3 Pemeriksaan Fisik .................................................................................. 5
2.4 Pemeriksaan Penunjang ......................................................................... 5
2.5Diagnosis Sementara .............................................................................. 7
2.6 Diagnosis Banding ................................................................................. 7
2.7 Terapi Awal ........................................................................................... 8
2.8Rencana Pemeriksaan ............................................................................. 8
2.9Prognosis ................................................................................................ 8
2.10 Follow up ............................................................................................. 9
2.12 Penatalaksanaan ................................................................................... 13
BAB III Sirosis Hepatis ........................................................................................ 14
3.1.1 Definisi ............................................................................................... 14
3.1.2 Etiologi ............................................................................................... 14
3.1.3 Epidemiologi....................................................................................... 15
3.1.4 Faktor resiko ....................................................................................... 15
3.1.5 Klasifikasi ........................................................................................... 17
3.1.6 Patogenesis ......................................................................................... 18
3.1.7 Manifestasi klinis ................................................................................ 21
3.1.8 Diagnosis ............................................................................................ 22
3.1.9 Komplikasi.......................................................................................... 25
3.1.10 Tatalaksana ....................................................................................... 25
3.1.11 Prognosis .......................................................................................... 30
BAB IV ANALISIS MASALAH ......................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 34

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium


akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif akibat nekrosis
hepatoselular. Lebih dari 40% pasien sirosis asimptomatik dan kebanyakan
ditemukan saat pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi. 1
Secara global, tingkat kematian akibat sirosis meningkat dari 676.000 jiwa
pada tahun 1980 menjadi 1 juta jiwa pada tahun 2010. Mesir, diikuti oleh
Moldova memiliki tingkat mortalitas tertinggi yaitu 72,7 dan 71.2 per 100.000
penduduk, sedangkan Islandia memiliki tingkat mortalitas paling rendah. Di
Amerika Serikat, sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan dan
menyumbang angka kematian 1,2% dari seluruh total kematian. Sebanyak 35.000
kematian terjadi pertahun di Amerika Serikat. Lain halnya di Indonesia, tingkat
mortalitasnya sebesar 27 per 100.000 penduduk. Data yang dilaporkan dari RS.
Dr. Sardjito Yogyakarta menunjukkan jumlah pasien sirosis hari berkisar 4,1%
dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun
(2004). Kebanyakan pasien meninggal pada usia dekade ke 5 dan ke 6 dengan
perbandingan pria dan wanita yaitu 2:1.1,4,5,16
Penyebab sirosis hepatis dapat berupa infeksi seperti virus hepatitis,
penyakit herediter dan metabolic seperti defisiensi α1-antitripsin, penyakit
Wilson, hemokromatosis, akibat obat dan toksin seperti alcohol, amiodaron dan
obstruksi bilier, penyakit perlemakan hati non alkoholik serta sirosis bilier primer.
Gejala klinis yang ditimbulkan berupa mudah lelah, berat badan menurun,
anoreksia, dyspepsia, nyeri abdomen, ikterus, muntah darah, warna urine gelap,
melena. Pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada
membesar. Gejala yang ditimbulkan ini tentunya menurunkan kualitas hidup
penderitanya sehingga pasien tidak beraktivitas seperti biasa.2,3
Pada fase awal kebanyakan sirosis hepatis tidak menunjukkan gejala-
gejala klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut.
Pasien dengan stadium lanjut memiliki prognosis yang buruk dengan harapan
hidup tidak lebih dari 1 tahun. Oleh karena itu, diperlukan keahlian yang baik bagi
seorang dokter agar mampu mendiagnosis dan mengobati pasien sirosis hepatis
sehingga angka kejadian dan kematian penderitanya dapat menurun.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identifikasi
Nama : Ny.A
Umur : 50 Tahun
Alamat : Semendo
Suku : Sumatera
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani Kopi

2.2 Anamnesis
Informasi diperoleh secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan anak
penderita.

Keluhan Utama:
Perut semakin membesar sejak 1,5 bulan SMRS

Riwayat Perjalanan Penyakit:


Sekitar kurang lebih 1,5 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien
mengeluh perut yang semakin lama semakin membesar. Pembesarannya terasa
perlahan namun tidak berhenti membesar. Keluhan perut membesar seperti ini
baru pertama kali pasien rasakan. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut menjalar
sampai ke tulang belakang, begah, sesak, terasa penuh, sehingga pasien tidak
dapat makan dalam jumlah yang banyak. Mual terkadang dirasakan. Pasien juga
mengeluh muntah darah, banyaknya sehari kurang lebih 1 botol air mineral 1 L,
frekunsi lebih dari 3x sehari, muntah terkadang dikeluarkan apa yang dimakan.
BAK seperti teh tua, dan BAB hitam konsistensi keras, seperti aspal (+), ampas (-
), dempul (+). Pasien juga sebelumnya sering mimisan (+), gusi berdarah (+),

3
nafsu makan menurun dan badan terasa lemas (+). Pasien kemudian berobat ke
RSUD Dr. H.M. Rabain Muara Enim dan pernah dirawat selama 9 hari.
Sekitar 3 minggu yang lalu pasien kembali mengeluh perut yang semakin
membesar disertai mata kuning. Badan terasa semakin lemas, sesak nafas, perut
terasa penuh, nafsu makan berkurang, dan mual. Pasien juga mengeluh muntah
darah, banyaknya sehari kurang lebih 1 kaleng cat kecil, frekuensi l x sehari,
Pasien juga mengeluhkan BAB hitam dengan konsistensi encer, seperti Aspal (-),
ampas (+), dempul (-). Pasien juga mengeluh gatal gatal di seluruh tubuh Pasien
kemudian dirawat kembali di RSUD Dr. H.M. Rabain Muara Enim.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah d di RS Baturaja 1 tahun yang lalu dan pernah berobat disana.

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga


Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-)

Riwayat Kebiasaan:
Riwayat merokok (-)
Riwayat minum alcohol (-)
Riwayat sering minum obat warung (+)
Riwayat minum jamu (+) sejak muda
Riwayat pekerjaan petani kopi dan terkadang tidak memakai alas kaki saat bekerja
Riwayat makan sayur mentah disangkal (-)
Riwayat alergi makanan disangkal (-)

Riwayat pengobatan:
Riwayat menggunakan narkoba suntik (-)
Riwayat transfusi darah (+) pasien pernah transfusi di RS Baturaja 1 tahun yang
lalu.

4
2.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 110/60 mmHg
Nadi : 100x/ menit, isi/kualitas cukup, reguler
Respirasi : 20x/menit, reguler
Suhu : 36,6oC
Vas score :6

Pemeriksaan Khusus
Kepala :Normocephali, warna rambut hitam dengan uban, rambut
licin, tidak mudah dicabut, alopesia (-), deformitas tulang
kepala (-)
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera ikterik (+/+)
Hidung : Deviasi septum nasal (-), sekret (-)
Mulut : oral hygiene cukup, banyak missing teeth, terdapat karies
Leher : JVP (5-0 cmH2O), pembesaran KGB (-), struma (-)

Pulmo
Inspeksi : Statis dinamis: simetris kanan=kiri, retraksi dinding dada
(-/-), spider naevi (+)
Palpasi : Stem fremitus normal kanan=kiri, nyeri tekan (-).
Perkusi : Sonor pada kedua hemithoraks
Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

5
Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : Batas jantung atas ICS II linea parasternalis
Batas jantung kanan ICS IV linea sternalis dextra
Batas jantung kiri ICS VI linea midclavicularis sinistra.
Auskultasi :HR 100x/menit, regular, Bunyi jantung I-II (+) normal,
murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi :Cembung, kaput medusa (+), venektasi (+)
Palpasi :Lemas, nyeri tekan (-), spleen sulit dinilai, hepar sulit
dinilai.
Perkusi : shifting dullness (+), undulasi (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas superior : akral hangat (+), palmar eritema (-/-)


Ekstremitas inferior : akral hangat (+), edema pretibial (+/+)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Hasil USG abdomen tanggal 20 Juli 2017
Gaster : Dinding menebal
Hepar : ukuran membesar, sudut tajam, permukaan nodular, tekstur parenkim
inhomogen kasar, kapsul tidak menebal, tampak bayangan nodul hiperechoic
di lobus kanan, vena porta dan vena hepatika tidak melebar. Tampak koleksi
cairan di sekitarnya.
Gallbladder : besar normal, dinding menebal (kondisi ascites) , tidak tampak
batu, duktu billiaris intra/ekstra hepar: tidak melebar tidak tampak batu
Spleen : ukuran membesar
Ginjal : ukuran normal, kontur, parenkim , intensitas gema normal

6
Vesica urinaria : terisi cukup, dinding menebal, irreguler, tidak ada
batu/massa
Kesan :
 Hepatosplenomegali disertai nodul di lobus kanan hepar dan ascites
 USG pankreas, ginjal kanan/kiri dan vesica urinaria tidak tampak
kelainan

Hasil laboratorium tanggal 24September 2017


Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 7,9g/dL 12-16 g/dL
Eritrosit 3,416/mm3 4,0-5,5. 106/mm3
Leukosit 3.560/mm3 5000-10.000/mm3
Hematokrit 26,4% 36 - 48%
Trombosit 25.000/µL 150.000-400.000/µL
MCV 77,4Fl 82-92
MCH 23,2pg 27-31
MCHC 29,9g/dL 32-36
Diffcount 0,3/0,8/73/18,3/7,6 0-1/1-6/50-70/20-40/2-8
BSS 91 g/dL <200 g/dL
SGOT 169 U/L 0-38 U/L
SGPT 83U/L 0-41 U/L
Bilirubin total 7,9 mg/dL <1,5 mg/dL
Bilirubin direk 7,7 mg/dL 0,1-0,5 mg/dL
Bilirubin indirek 0,2 mg/dL <1,0 mg/dL
Protein total 6,8 mg/dL 6,6-8,7 mg/dL
Albumin 2,2 mg/dL 3,8-5,8 mg/dL
Globulin 4,6 mg/Dl 1,3-2,7 mg/dL
Imunologi
HBsAg Negatif Negatif

2.5Diagnosis Sementara
Sirosis Hepatis Dekompensata + Anemia Mikrositik Hipokrom

2.6 Diagnosis Banding


Sirosis Hepatis Dekompensata ec. Hepatitis B Kronis
Sirosis Hepatis Dekompensata ec. Non-alcoholic fatty liver diseases

7
2.7 Terapi awal
 IVFD RL gtt XX/menit
 Aminoleban 1x1 flash
 Transfusi octalbin 20 % (III)
 Omeprazole amp 1x1 IV
 Curcuma tab 3x1 PO
 Furosemid amp 1x20 mg IV
 Letonal tab 2x100mg PO

2.8 Rencana Pemeriksaan


 Darah perifer lengkap
 Darah kimia: SGOT, SGPT, albumin, globulin, bilirubin.
 HbSAg
 Urinalisa rutin
 Endoskopi
 USG abdomen
 Biopsi hati
 Fibroscan

2.9 Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia ad malam
Quo ad Functionam : Dubia ad malam
Quo ad Sanationam : Malam

8
2.10 Follow up
Tanggal 26 September 2017
S : nyeri perut kanan atas(+), perut P:
membesar (+) Mual (+) Non farmakologis:
- Istirahat
O : Keadaan Umum :Tampak sakit sedang - Diet NB
Kesadaran : Compos Mentis - Edukasi
TD :100/70 mmHg
Nadi : 110x/ menit Farmakologis:
RR : 20x/menit,  IVFD RL gtt XX/menit
Suhu : 36,7oC
VAS :2  Aminoleban 1x1 flash
Pemeriksaan Khusus
 Transfusi octalbin 20 % (III)
Kepala :Normocephali, warna rambut
hitam dengan uban, rambut licin,  Omeprazole amp 1x1 IV
tidak mudah dicabut, alopesia (-
), deformitas tulang kepala (-).  Curcuma tab 3x1 PO
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (+/+),  Furosemid amp 1x20 mg IV
sklera ikterik (+/+)
Mulut: Pucat (+), basah (-), atrofi papil (-)  Letonal tab 2x100mg PO
Leher : JVP (5-2 cmH2O), pembesaran
KGB (-), struma (-)
Pulmo
Inspeksi :Statis dinamis: simetris
kanan=kiri, retraksi dinding dada
(-/-), spider naevi (+).
Palpasi :Stem fremitus normal kanan=kiri,
nyeri tekan (-).
Perkusi :Sonor pada kedua hemithoraks,
batas paru hepar di ICS V
LMC dekstra peranjakan 1 sela iga.
Auskultasi:Vesikuler (+) normal,
ronkhi (-), wheezing (-)
Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi :Batas jantung atas ICS II linea
parasternalis
Batas jantung kanan ICS IV linea
sternalis dextra
Batas jantung kiri ICS V linea
midclavicularis sinistra.
Auskultasi : HR 82x/menit, regular, Bunyi
jantung I-II (+) normal,
murmur (-), gallop (-)

9
Abdomen
Inspeksi : Cembung, kaput medusa (+),
venektasi (+)
Palpasi : Lemas, nyeri tekan (+), spleen
tidak teraba, hepar tidak teraba.
Perkusi : shifting dullness (+), undulasi
(+).
Auskultasi: Bising usus (+) normal
Ekstremitas superior: akral hangat (+),
palmar eritema (+).
Ekstremitas inferior: akral hangat (+),
edema pretibial (+/+)
A: - Sirosis hepatis dekompensa

Tanggal: 6 Oktober 2017

S : nyeri perut kanan atas (+) badan lemas P:


(+), mual (+),BAK sedikit Non farmakologis:
- Istirahat
O : Keadaan Umum :Tampak sakit sedang - Diet NB
Kesadaran :Compos Mentis - Edukasi
TD :100/70 mmHg
Nadi : 82x/ menit Farmakologis:
RR : 22x/menit,  IVFD RL gtt XX/menit
Suhu : 36,7oC
VAS :2  Aminoleban 1x1 flashstop
Pemeriksaan Khusus
 Omeprazole amp 1x1 IV
Kepala :Normocephali, warna rambut
hitam dengan uban, rambut licin,  Curcuma tab 3x1 PO
tidak mudah dicabut, alopesia (-
), deformitas tulang kepala (-).  Furosemid amp 3x1 vial IV
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (+/+),  Letonal tab 2x100mg PO
sklera ikterik (+/+)
Mulut: Pucat (-), basah (+), atrofi papil (+)  Letonal 2x100mg tab
Leher : JVP (5-2 cmH2O), pembesaran  As.folat 2x1 tab PO
KGB (-), struma (-)
Pulmo  Octalbin 1x1  stop
Inspeksi :Statis dinamis: simetris  Cefoperazone 2x1 gr IV
kanan=kiri, retraksi dinding dada
(-/-), spider naevi (+).  Proliver 1x1 IV
Palpasi :Stem fremitus normal kanan=kiri,
 PCT 3x250 mg PO (KP)
nyeri tekan (-).
Perkusi :Sonor pada kedua hemithoraks,
batas paru hepar di ICS V
LMC dekstra peranjakan 1 sela iga.
Auskultasi:Vesikuler (+) normal,
ronkhi (-), wheezing (-)

10
Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi :Batas jantung atas ICS II linea
parasternalis
Batas jantung kanan ICS IV linea
sternalis dextra
Batas jantung kiri ICS V linea
midclavicularis sinistra.
Auskultasi : HR 82x/menit, regular, Bunyi
jantung I-II (+) normal,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung, kaput medusa (+),
venektasi (+)
Palpasi : Lemas, nyeri tekan (+), spleen
tidak teraba, hepar tidak teraba.
Perkusi : shifting dullness (+), undulasi(+).
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas superior: akral hangat (+),
palmar eritema (+).
Ekstremitas inferior: akral hangat (+),
edema pretibial (+/+)
A: - Sirosis hepatis dekompensata ec
Susp. PBS

Tanggal : 9 Oktober 2017

S : badan lemas (+), mual (+) P:


Non farmakologis:
O : Keadaan Umum :Tampak sakit sedang - Istirahat
Kesadaran :Compos Mentis - Diet NB
TD :100/70 mmHg - Edukasi
Nadi : 82x/ menit
RR : 22x/menit, Farmakologis:
Suhu : 36,7oC  IVFD RL gtt XX/menit
VAS :2  Aminoleban 1x1 flah IV 
Pemeriksaan Khusus stop
Kepala :Normocephali, warna rambut
 Omeprazol vial 1x40mg IV
hitam dengan uban, rambut licin,
 Cefoperazon 2x1gr IV
tidak mudah dicabut, alopesia (-
), deformitas tulang kepala (-).  Furosemid amp 1x20 mg IV
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (+/+),
sklera ikterik (+/+)  Cefoperazone 2x1 gr IV
Mulut: Pucat (-), basah (+), atrofi papil (+)  Pro liver 1x1
Leher : JVP (5-2 cmH2O), pembesaran

11
KGB (-), struma (-)  Paracetamol 3x250mg PO
Pulmo
Inspeksi :Statis dinamis: simetris (KP)
kanan=kiri, retraksi dinding dada  Letonal tab 2x100mg PO
(-/-), spider naevi (+).
Palpasi :Stem fremitus normal kanan=kiri,  As. Folat 2x1 tab PO
nyeri tekan (-).
Perkusi :Sonor pada kedua hemithoraks,
batas paru hepar di ICS V
LMC dekstra peranjakan 1 sela iga.
Auskultasi:Vesikuler (+) normal,
ronkhi (-), wheezing (-)

Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi :Batas jantung atas ICS II linea
parasternalis
Batas jantung kanan ICS IV linea
sternalis dextra
Batas jantung kiri ICS V linea
midclavicularis sinistra.
Auskultasi : HR 82x/menit, regular, Bunyi
jantung I-II (+) normal,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung, kaput medusa (-),
venektasi (-)
Palpasi : Lemas, nyeri tekan (+), spleen
tidak teraba, hepar tidak teraba.
Perkusi : shifting dullness (+), undulasi (-).
Auskultasi: Bising usus (+) normal
Ekstremitas superior: akral hangat (+),
palmar eritema (+).
Ekstremitas inferior: akral hangat (+),
edema pretibial (-/-)
A: - Sirosis hepatis dekompensata ec.
Hepatitis B Kronis Susp. PBS

12
2.11 Tatalaksana
Non Farmakologi: Farmakologi:
- Istirahat  IVFD RL gtt XX/menit
- Diet NB  Spironolakton tab 2x100mg PO
- Edukasi  Propanolol tab 2x10mg PO
 Omeprazol vial 1x40mg IV
 Asam traneksamat amp 3x500mg
IV
 Ondansentron amp 2x4mg IV
 Curcuma syr 3x1 PO
 Lactulac syr 3x1 C
 Cefoperazon 2x1gr IV

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3. 1 Sirosis Hepatis
3.1.1 Definisi
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi
dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi
akibat adanya nekrosis hepatoselular.2

3.1.2 Etiologi
Penyebab dari sirosis hepatis sangat beraneka ragam, namun mayoritas
penderita sirosis awalnya merupakan penderita penyakit hepar kronis yang
disebabkan oleh virus hepatitis atau penderita steatohepatitis yang berkaitan
dengan kebiasaan minum alkohol ataupun obesitas. Beberapa etiologi lain dari
penyakit hepar kronis diantaranya adalah infestasi parasit (schistosomiasis),
penyakit autoimun yang menyerang hepatosit atau epitel bilier, penyakit hepar
bawaan, penyakit metabolik seperti Wilson’s disease, kondisi inflamasi kronis
(sarcoidosis), efek toksisitas obat (methotrexate dan hipervitaminosis A), dan
kelainan vaskular, baik yang didapat ataupun bawaan.4 Komplikasi sirosis pada
dasarnya tidak terlepas dari etiologi. Meskipun demikian, hal ini berguna untuk
mengklasifikasikan pasien dengan penyebab penyakit liver yang diderita.5

14
3.1.3 Epidemiologi
Sirosis hepar mengakibatkan terjadinya 35.000 kematian setiap tahunnya
di Amerika.3 Di Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada. Di RS
Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hepatis berkisar 4,1% dari pasien yang
dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (data tahun 2004).
Lebih dari 40% pasien sirosis adalah asimptomatis sering tanpa gejala sehingga
kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan rutin atau karena
penyakit yang lain.2

3.1.4 Faktor Resiko


Penyebab pasti dari sirosis hepar sampai sekarang belum jelas,tetapi sering
disebutkan antara lain :6
a. Faktor Kekurangan Nutrisi
Menurut Spellberg, Shiff (1998) bahwa di negara Asia faktor gangguan
nutrisi memegang penting untuk timbulnya sirosis hepar. Dari hasil laporan Hadi
di dalam simposium Patogenesis sirosis hepar di Yogyakarta tanggal 22
Nopember 1975, ternyata dari hasil penelitian makanan terdapat 81,4 % penderita
kekurangan protein hewani, dan ditemukan 85 % penderita sirosis hepar yang
berpenghasilan rendah, yang digolongkan ini ialah: pegawai rendah, kuli-kuli,
petani, buruh kasar, mereka yang tidak bekerja, pensiunan pegawai rendah
menengah.
b. Hepatitis Virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab
sirosis hepar, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada
tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hepar kronis, maka diduga
mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hepar sehingga
terjadi sirosis. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak
mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta
menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A.

15
c. Zat Hepatotoksik
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan pada sel hepar secara akut dan kronis. Kerusakan hepar akut akan
berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan
berupa sirosis hepar. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alcohol.
Tumbuhan obat seringkali terkontaminasi oleh berbagai cendawan, yang
akan mengakibatkan pembusukan dan memproduksi mikotoksin. Beberapa
tumbuhan obat yang dipakai sebagai bahan campuran jamu di Malaysia dan
Indonesia (seperti jahe, kunyit, kencur, kayu rapat, sambiloto, dll), dideteksi
mengandung aflatoksin. Aspergillus flavus, A. parasiticus.7
Infeksi Hepatitis B kronis dan paparan aflatoksin (AFB1) berperan dalam
terjadinya Hepatocellular carcinoma (HCC) di negara-negara berkembang. 4,6-
28,2% dari semua kasus HCC mungkin disebabkan paparan AFB1. Apalagi jika
individu yang terkena virus hepatitis B kronis (HBV) dan AFB1 bersama-sama,
risiko kanker menjadi lebih serius melalui peningkatan risiko 30 kali lebih besar.8

d. Penyakit Wilson
Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orang-
orang muda dengan ditandai sirosis hepar, degenerasi basal ganglia dari otak, dan
terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut Kayser
Fleischer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defesiensi bawaan dari
seruloplasmin. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, mungkin ada
hubungannya dengan penimbunan tembaga dalam jaringan hepar.

e. Hemokromatosis
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan
timbulnya hemokromatosis, yaitu:
1. Sejak dilahirkan penderita mengalami kenaikan absorpsi dari Fe.
2. Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada
penderita dengan penyakit hepar alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe,
kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hepar.

16
f. Sebab-Sebab Lain
1. Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis
kardiak. Perubahan fibrotik dalam hepar terjadi sekunder terhadap reaksi
dan nekrosis sentrilobuler
2. Sebagai saluran empedu akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu
akan dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak
dijumpai pada kaum wanita.
3. Penyebab sirosis hepar yang tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis
kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris.
4. Dari data yang ada di Indonesia Virus Hepatitis B menyebabkan sirosis 40-
50% kasus, sedangkan hepatitis C dalam 30-40 % . sejumlah 10-20%
penyebabnya tidak diketahui dan termasuk disini kelompok virus yang
bukan B atau C.

3.1.5 Klasifikasi Sirosis Hepatis


Secara klinis sirosis hepar dibagi menjadi:6
1. Sirosis hepatis kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang
nyata
2. Sirosis hepatis dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik
yang jelas. Sirosis hepar kompensata merupakan kelanjutan dari proses
hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara
klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsi hepar.
Secara morfologi Sherrlock membagi Sirosis hepar bedasarkan besar kecilnya
nodul, yaitu:
1. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)
2. Mikronoduler (reguler, monolobuler)
3. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.

17
Menurut Gall seorang ahli penyakit hepar, membagi penyakit sirosis hepar atas:
1. Sirosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau
sirosis toksik atau subcute yellow, atrophy cirrhosis yang terbentuk karena
banyak terjadi jaringan nekrose.
2. Nutrisional cirrhosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler,
sirosis alkoholik, Laennec´s cirrhosis atau fatty cirrhosis. Sirosis terjadi
sebagai akibat kekurangan gizi, terutama faktor lipotropik.
3. Sirosis Post hepatic, sirosis yang terbentuk sebagai akibat setelah
menderita hepatitis.
Untuk mempermudah pembagian apakah seseorang berada di dalam
stadium sirosis hepatis kompensata ataupun dekompensata, terdapat pembagian
tingkatan sirosis hepatis menjadi 4 stadium. Pembagian ini sesuai dengan
konsensus Baveno IV, dimana klasifikasi sirosis hepatis ini berdasarkan ada
tidaknya varises, asites dan perdarahan varises:
 Stadium 1 : tidak ada varises, tidak ada asites
 Stadium 2 : varises (+), tidak ada asites
 Stadium 3 : asites dengan atau tanpa perdarahan varises
 Stadium 4 : perdarahan varises dengan atau tanpa asites
Stadium 1 dan 2 dimasukkan ke dalam kelompok sirosis kompensata,
sementara stadium 3 dan 4 dimasukkan ke dalam kelompok sirosis hepatis
dekompensata.15

3.1.6 Patogenesis
Sirosis hepatis sering didahului oleh hepatitis dan fatty liver (steatosis),
sesuai dengan etiologinya. Jika etiologinya ditangani pada tahap ini, perubahan
tersebut masih sepenuhnya reversibel. Ciri patologis dari sirosis adalah
pengembangan jaringan parut yang menggantikan parenkim normal, memblokir
aliran darah ke portal melalui organ dan mengganggu fungsi organ normal.

18
Penelitian terbaru menunjukkan peran penting sel stellata, tipe sel yang
biasanya menyimpan vitamin A dalam pengembangan sirosis. Kerusakan
parenkim hepar menyebabkan sel stellata menjadi kontraktil (miofibroblast) dan
menghalangi aliran darah dalam sirkulasi. Sel ini mengeluarkan TFG-β1 yang
mengarah pada respon fibrosis dan proliferasi jaringan ikat. Selain itu, juga
mengganggu keseimbangan antara matriks metalloproteinase dan inhibitor alami
(TIMP 1dan 2) yang menyebabkan kerusakan matriks. Pita jaringan ikat (septa)
memisahkan nodul-nodul hepatosit yang pada akhirnya menggantikan arsitektur
seluruh hepar yang berujung pada penurunan aliran darah di seluruh hepar. Limpa
menjadi terbendung mengarah ke hipersplenisme dan peningkatan sekuesterasi
platelet. Hipertensi portal bertanggung jawab atas sebagian besar komplikasi
parah sirosis.9

19
20
3.1.7 Manifestasi Klinis
Sirosis hepar, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental yaitu
kegagalan fungsi hepar dan hipertensi porta. Manifestasi dari gejala dan tanda -
tanda klinis ini pada penderita sirosis hepar ditentukan oleh seberapa berat
kelainan fundamental tersebut. Kegagalan fungsi hepar akan ditemukan
dikarenakan terjadinya perubahan pada jaringan parenkim hepar menjadi jaringan
fibrotik dan penurunan perfusi jaringan hepar sehingga mengakibatkan nekrosis
pada hepar. Hipertensi porta merupakan gabungan hasil peningkatan resistensi
vaskular intra hepatik dan peningkatan aliran darah melalui sistem porta.
Resistensi intra hepatik meningkat melalui 2 cara yaitu secara mekanik
dan dinamik. Secara mekanik resistensi berasal dari fibrosis yang terjadi pada
sirosis, sedangkan secara dinamik berasal dari vasokontriksi vena portal sebagai
efek sekunder dari kontraksi aktif vena portal dan septa myofibroblas, untuk

21
mengaktifkan sel stelata dan sel-sel otot polos. Tonus vaskular intra hepatik diatur
oleh vasokonstriktor (norepineprin, angiotensin II, leukotrin dan trombioksan A)
dan diperparah oleh penurunan produksi vasodilator (seperti nitrat oksida). Pada
sirosis peningkatan resistensi vaskular intra hepatik disebabkan juga oleh
ketidakseimbangan antara vasokontriktor dan vasodilator yang merupakan akibat
dari keadaan sirkulasi yang hiperdinamik dengan vasodilatasi arteri splanknik dan
arteri sistemik. Hipertensi porta ditandai dengan peningkatan cardiac output dan
penurunan resistensi vascular sistemik.2

3.1.8 Diagnosis
Keluhan utama pada pasien dengan sirosis hepatis umumnya tidak khas.
Berikut adalah beberapa contoh gejala dan keluhan yang sering timbul pada
pasien dengan sirosis:
 kulit kuning
 mudah lelah
 lemah
 nafsu makan menurun
 gatal
 mual
 penurunan berat badan

22
 nyeri perut
 mudah berdarah
 berak hitam/ muntah darah
Pada pasien dengan sirosis hepatis kompensata, umumnya mereka dapat
bertahan selama bertahun-tahun dalam keadaan tanpa gejala sehingga ketika
pasien datang berobat ke dokter dengan salah satu keluhan diatas, umumnya
pasien sudah berada di dalam stadium dekompensata. Pada pasien dengan sirosis
diikuti fase kronis dengan pengembangan hipertensi portal dan trombositopenia;
penampilan pembesaran limpa; asites, ensefalopati, dan / atau esophagus varises
dengan atau tanpa pendarahan. Pada pasien yang tidak terdiagnosis sebelumnya,
harus segera evaluasi lebih lanjut untuk menentukan kehadiran hipertensi portal
dan penyakit hepar. Varises harus diidentifikasi oleh endoskopi. Pencitraan
abdomen, baik dengan CT atau MRI, dapat membantu dalam menunjukkan
nodular hepar dan perubahan dari hipertensi portal.5
Pada Pemeriksaan fisik, didapatkan penderita yang tampak kesakitan
dengan nyeri tekan pada regio epigastrium. Terlihat juga tanda - tanda anemis
pada kedua konjungtiva mata dan ikterus pada kedua sklera. Tanda - tanda
kerontokan rambut pada ketiak tidak terlalu signifikan. Pada pemeriksaan jantung
dan paru, masih dalam batas normal, tidak ditemukan tanda - tanda efusi pleura
seperti penurunan vokal fremitus, perkusi yang redup, dan suara nafas vesikuler
yang menurun pada kedua lapang paru.Pada daerah abdomen, ditemukan perut
yang membesar pada seluruh regio abdomen dengan tanda-tanda asites seperti
pemeriksaan shifting dullness dan gelombang undulasi yang positif. Hepar, lien,
dan ginjal sulit untuk dievaluasi karena besarnya asites dan nyeri yang dirasakan
oleh pasien. Pada ekstremitas juga ditemukan adanya edema pada kedua tungkai
bawah.2
Pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa tes fungsi hepar yang
meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase,
bilirubin, albumin, dan waktu protombin. Nilai aspartat aminotransferase (AST)
atau serum glutamil oksaloasetat transaminase (SGOT) dan alanin
aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) dapat

23
menunjukan peningkatan. Gamma - glutamil transpeptidase (GGT) juga
mengalami peningkatan, dengan konsentrasi yang tinggi ditemukan pada penyakit
hepar alkoholik kronik. Konsentrasi bilirubin dapat normal pada sirosis hepar
kompensata, tetapi bisa meningkat pada sirosis hepar yang lanjut.
Pemeriksaan waktu protrombin akan memanjang karena penurunan
produksi faktor pembekuan pada hepar yang berkorelasi dengan derajat
kerusakan jaringan hepar. Konsentrasi natrium serum akan menurun terutama
pada sirosis dengan asites, dimana hal ini dikaitkan dengan ketidakmampuan
ekskresi air bebas. Selain dari pemeriksaan fungsi hepar, pada pemeriksaan
hematologi juga biasanya akan ditemukan kelainan seperti anemia, dengan
berbagai macam penyebab, dan gambaran apusan darah yang bervariasi, baik
anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer, maupun hipokrom
makrositer. Selain anemia biasanya akan ditemukan pula trombositopenia,
leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali kongestif yang berkaitan dengan
adanya hipertensi porta.
Pemeriksaan USG abdomen pada pasien ini didapatkan kesan berupa
adanya hepatosplenomegali dengan tanda - tanda penyakit heparkronis yang
disertai asites yang merupakan salah satu tanda dari kegagalan fungsi hepar dan
hipertensi porta.
Pemeriksaan Endoskopi dengan menggunakan
esophagogastroduodenoscopy (EGD) untuk menegakkan diagnosa dari varises
esophagus dan varises gaster sangat direkomendasikan ketika diagnosis sirosis
hepatis dibuat. Melalui pemeriksaan ini, dapat diketahui tingkat keparahan atau
grading dari varises yang terjadi serta ada tidaknya red sign dari varises, selain itu
dapat juga mendeteksi lokasi perdarahan spesifik pada saluran cerna bagian atas.
Di samping untuk menegakkan diagnosis, EGD juga dapat digunakan sebagai
manajemen perdarahan varises akut yaitu dengan skleroterapi atau endoscopic
variceal ligation (EVL).10

24
3.1.9 Komplikasi
Perjalanan klinis pasien dengan sirosis tidak terlepas dari penyebab yang
mendasari penyakit hepar. Ini termasuk Portal hipertensi dan efek dari
gastroesophageal varises perdarahan, splenomegali, asites, ensefalopati hepar,
spontan peritonitis bakteri (SBP), sindrom hepatorenal, dan karsinoma
hepatoseluler.5

3.1.10 Tatalaksana17,18
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
1. Simptomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang; misalnya : cukup
kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin. NB : diet hati III (masih
baik dalam penerimaan protein, lemak, mineral dan vitamin). Diet
rendah garam I (jika asites).
c. Pengobatan berdasarkan etiologi. Misalnya pada sirosis hati akibat
infeksi virus hepatitis C dapat dicoba dengan interferon. Sekarang
telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien

25
dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan
pengobatan IFN seperti a) kombinasi IFN dengan ribavirin, b) terapi
induksi IFN, c) terapi dosis IFN tiap hari
a) Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta
unit 3 x seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung
berat badan (1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg)
yang diberikan untuk jangka waktu 24-48 minggu.
b) Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis
yang lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4
minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu
selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.
c) Terapi dosis interferon setiap hari.
Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit
tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah
terjadi komplikasi seperti
1) Asites
2) Spontaneous bacterial peritonitis
3) Hepatorenal syndrome
4) Perdarahan karena pecahnya varises esofagus
5) Ensefalopati Hepatikum

Asites
Terapi konservatif yang terdiri atas :
- Istirahat
- Diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan
istirahat dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan
apabila gagal maka penderita harus dirawat.

26
- Diuretik
Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet
rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya
kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi
akibat pemberian diuretic adalah hipokalemia dan hal ini dapat
mencetuskan encepalophaty hepatic, maka pilihan utama diuretic
adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat
dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis
maksimal diuresisnya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan
dengan furosemid.

Terapi lain :
Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan
konservatif. Pada keadaan demikian pilihan kita adalah parasintesis. Mengenai
parasintesis cairan asites dapat dilakukan 5 10 liter / hari, dengan catatan
harus dilakukan infus albumin sebanyak 6 – 8 gr/l cairan asites yang
dikeluarkan. Ternyata parasintesa dapat menurunkan masa opname pasien.
Prosedur ini tidak dianjurkan pada Child’s C, Protrombin < 40%, serum bilirubin
> dari 10 mg/dl, trombosit < 40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin <
10 mmol/24 jam.

Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP)


Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan
parasintese. Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati dengan
asites. Keadaan ini lebih sering terjadi pada sirosis hati stadium
dekompesata yang berat. Pada kebanyakan kasus penyakit ini timbul selama
masa rawatan. Infeksi umumnya terjadi secara Blood Borne dan 90%
Monomicroba.

27
Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III
(Cefotaxime), secara parental selama lima hari, atau Quinolon secara oral.
Mengingat angka rekuren yang cukup tinggi maka untuk Profilaksis dapat
diberikan Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3 minggu.

Hepatorenal Syndrome
Kriteria Diagnostik untuk hepatorenal syndrome
Mayor
Penyakit hati kronis dengan asites
Rendahnya glomerular fitration rate (GFR)
Kreatinin serum > 1,5 mg/dl
Creatine clearance (24 hour) < 4,0ml/menit
Absence of shock, severe infection, fluid losses and Nephrotoxic drugs
Proteinuria < 500 mg/day
No improvement following plasma volume expansion

Minor
Volume urin< 1liter / hari
Sodium urin < 10 mmol/liter
Osmolaritas urin>osmolaritas plasma
Konsentrasi serum sodium < 13 mmol / liter

Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik yang


berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan elekterolit,
perdarahan dan infeksi. Penanganan secara konservatif dapat dilakukan
berupa: restriksi cairan, garam, potassium dan protein serta menghentikan
obat-obatan yang nefrotoxic.Pilihan terbaik adalah transplantasi hati yang
diikuti dengan perbaikan dan fungsi ginjal.

28
Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus
Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan
etiologi sering dinomorduakan, namun yang paling penting adalah
penanganannya lebih dulu. Prrinsip penanganan yang utama adalah tindakan
Resusitasi sampai keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan :
- Pasien diistirahatkan dan dipuasakan
- Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfuse
- Pemasangan Naso Gastric Tube (NGT), hal ini mempunyai banyak
sekali kegunaannya yaitu :
a. untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian
obat obatan, evaluasi darah
b. Pemberian obat-obatan berupa antasida, ARH2, Antifibrinolitik,
Vitamin K, Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin
Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka
menghentikan perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan Tindakan
Skleroterapi / Ligasi atau Oesophageal Transection.

Ensefalopati Hepatikum
Suatu sindrom neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita penyakit hati
menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan kepribadian, gelisah sampai
ke pre koma dan koma.
Pada umumnya enselopati hepatik pada sirosis hati disebabkan
adanya factor pencetus, antara lain : infeksi, perdarahan gastro intestinal,
obat-obat yang hepatotoksik
Prinsip tatalaksana ada 3 sasaran :
1. Mengenali dan mengobati factor pencetus
2. Intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta
toxin-toxin yang berasal dari usus dengan jalan :
a. Diet rendah protein
b. Pemberian antibiotik (neomisin)
c. Pemberian lactulose/ lactikol

29
3. Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter
a. Secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil)
b. Tak langsung (Pemberian AARS)

2.1.11 Prognosis
Untuk menentukan prognosis yang diperlukan untuk transplantasi hepar
dan menilai prognosis serta staging secara klinis pada sirosis hepatis.2

30
INDEKS HATI
Dapat juga digunakan indeks hati untuk menentukan prognosis pasien15
0 1 2
Albumin /> 3.6 3.0 - 3.5 < 3.0
Bilirubin < 2.0 2.0 - 3.0 > 3.0
Gangguan
- Minimal +
Kesadaran
Asites - Minimal +
Kegagalan hati ringan : indeks hati 0-3
Kegagalan hati sedang : indeks hati 4-6
Kegagalan hati berat : indeks hati 7-10

31
BAB IV
ANALISIS MASALAH

Sirosis hepatis merupakan perjalanan akhir dari kelainan penyakit hati.


Berdasarkan studi epidemiologi yang dilakukan di rumah sakit besar di Indonesia,
penyakit ini lebih banyak diderita oleh laki-laki dengan rasio laki-laki : wanita =
2,1:1. Prinsip penatalaksanaan pada pasien dengan sirosis hepatis adalah
mengatasi komplikasi yang terjadi dikarenakan pengobatan terhadap etiologi tidak
akan lagi efektif jika pasien sudah memasuki tahap sirosis hati. Batasan sirosis
hepatis menurut WHO secara histologi adalah didapatkannya gambaran fibrosis
hati (penumpukan yang berlebihan dari matriks ekstraseluler dalam hati) ditambah
dengan perubahan arsitektur hati. Progresivitas kerusakan hati ini dapat
berlangsung dalam kurun waktu beberapa minggu hingga beberapa tahun.
Penegakkan diagnosis sirosis hepatis dapat dilakukan melalui gambaran
manifestasi dari perjalanan penyakit berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.
Pada kasus ini, pasien adalah seorang perempuan berusia 50 tahun dengan
pekerjaan sebagai petani kopi. Keluhan utama yang diungkapkan pasien adalah
perut yang terasa semakin membesar. Dalam riwayat perjalanan penyakit pasien
perlu ditekankan adanya riwayat kuning 10 tahun yang lalu. Pasien juga
mengeluhkan mata tampak kuning, pasien pernah berobat di RS Baturaja 1 tahun
yang lalu.
Pemeriksaan fisik memberikan beberapa gambaran khas bagi pasien
dengan kelainan hati yang bersifat kronis. Keadaan umum pasien tampak sakit
sedang dengan tekanan darah dalam rentang normal (110/60 mmHg) dan afebris
(36,7oC). Pada pemeriksaan mata didapatkan gambaran sklera ikterik pada kedua
mata. Pada pemeriksaan thoraks, saat inspeksi tampak spider naevi (+). Pada
pemeriksaan abdomen, pada inspeksi tampak bentuk abdomen cembung dan
gambaran venektasi (+). Pada palpasi abdomen, nyeri tekan (+), hepar dan lien
sulit dinilai. Pada perkusi abdomen didapatkan shifting dullness (+) dan undulasi
(+). Pada pemeriksaan ekstremitas, didapatkan gambaran palmar eritema. Baik

32
anamnesis dan pemeriksaan fisik secara umum maupun spesifik, keluhan pasien
mengarah kepada manifestasi klinis dari sirosis hepatis.
Dalam menegakkan diagnosis sirosis hepatis yang dialami oleh pasien ini,
didapatkan manifestasi klinis berupa asites. Manifestasi ini terjadi akibat baik
hipertensi porta yang menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik secara
sistemik dan penurunan fungsi hati akibat fibrosis sel hati yang progresif yang
mengakibatkan terjadinya hipoalbuminemia (albumin = 2.2 mg/dl) yang berujung
pada penurunan tekanan onkotik koloid. Baik peningkatan tekanan hidrostatik dan
penurunan tekanan onkotik koloid merupakan penyebab utama terjadinya asites.
Terdapat dua mekanisme utama patogenesis dari manifestasi klinis yang
ditunjukkan oleh sirosis hepatis. Pada sirosis hepatis terjadi hipertensi porta dan
kelainan fungsi hati. Hipertensi porta akan menyebabkan terjadinya asites
(melalui mekanisme peningkatan tekanan hidrostatik), terbentuknya varises
esofagus dan splenomegali. Gangguan fungsi hati dapat menyebabkan terjadinya
asites (melalui mekanisme penurunan tekanan onkotik koloid), ikterik
(dikarenakan peningkatan kadar bilirubin direk dan bilirubin indirek di dalam
darah), gangguan koagulasi, hipoalbuminemia dan malnutrisi.
Pasien ini telah mengalami manifestasi dari hipertensi porta berupa asites,
pecahnya varises esofagus yang ditandai dengan BAB hitam. Pasien ini juga telah
mengalami manifestasi kelainan fungsi hati berupa asites, sklera ikterik pada mata
yang merupakan akibat dari tingginya kadar bilirubin di dalam darah, didapatkan
hipoalbuminemia dan malnutrisi yang ditunjukkan dari nafsu makan dan berat
badan yang terus menurun dalam setahun terakhir. Ditambah dengan adanya
gejala klinis palmar eritema sebagai manifestasi dari peningkatan sekunder
estradiol akibat sirosis hepatis.

33
Daftar Pustaka

1. Wolf DC. Cirrhosis. Medscape. 2015. (http://emedicine.medscape.com/


article/185856-overview#a3 diakses pada 11 Agustus 2016).
2. Siti Nurdjanah. Sirosis Hepatis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I,
Simadibrata MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed.
Jakarta; Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia.
2009.h. 668-673.
3. Riley TR, Taheri M, Schreibman IR. Does weight history affect fibrosis in
the setting of chronic liver disease?. J Gastrointestin Liver Dis. 2009.
18(3):299-302.
4. Don C. Rockey, Scott L. Friedman. 2006. Hepatic Fibrosis And
Cirrhosis.http://www.eu.elsevierhealth.com/media/us/samplechapters/97814
16032588/9781416032588.pdf. Diakses pada tanggal 14 Juli 2012
5. Harrison’s. 2013. Principles of Internal Medicine, 18h Edition. USA:
McGraw-Hill.
6. Malau AS. 2012. Karakteristik penderita sirosis hati yang dirawat inap di
Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2006-2010. Artikel karya tulis
ilmiah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
7. Noveriza, R. 2008. Kontaminasi Cendawan dan Mikotoksin pada Tumbuhan
Obat. Perspektif ; 7 (1)h. 35 - 46
8. Basak, K and Zehra , H. 2015. Challenging Role of Dietary Aflatoxin B1
Exposure and Hepatitis B Infection on Risk of Hepatocellular Carcinoma.
Open Access Macedonian Journal of Medical Sciences; 3(2):363-369.
9. Jagiello, J.Z.,Simon, M.P., Simon, K., Warwas, M. 2011. Advanced
Oxidation Protein Product and Inflamatory Markers in Liver Cirrhosis : A
Comparison Between Alcohol Related and HCV related cirrhosis : Acta
Biochimica Polonica: 58 (1) 59 - 65.
10. Guadalupe Garcia-Tsao. Prevention and Management of Gastroesophageal
Varices and Variceal Hemorrhage in Cirrhosis. Am J Gastroenterol. 2007.
102:2086–2102.

34
11. Kesuma, DG. 2014. A Women 51 Years With Decompensated Liver
Cirrhosis With Gastritis Chronic And Kidney Chronic Disease Stage III.J
medula unila; 3(1).h.151-159
12. Ersley AJ. 2001. Anemia of Chronic Disease. In: Beutler E, Lichtman AM,
Coller SB, Kipps JT, Seligsohn U, editors. Williams Hematology. 6 th ed.
vol 1. New York: McGraw Hill. p. 481–7
13. Kumar, Cotran, Robbins. 2007. Sistem Hematopoietik dan Limfoid. Buku
Ajar Patologi.Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,;h.463.
14. Cohen HJ. 1986. Crawford J. Hematologic Problems. In: Calkins E, Davis
PJ, Ford AB, editors. The Practice of Geriatrics. Philadelphia: WB
Saunders Company. p. 519–31.
15. Mokdad AA, Lopez AD, Shahraz S, et al. Liver Cirrhosis Mortality in 187
Countries between 1980 and 2010: a Systematic Analysis. BioMed Central.
2014;12:145
16. WHO in World Health Rankings. Liver Disease. 2014.
(http://www.worldlifeexpectancy.com/cause-of-death/liver-disease/by-
country/ diakses pada tanggal 11 Agustus 2016).
17. Kusumobroto O Hernomo, Sirosis Hati, dalam buku ajar Ilmu Penyakit
Hati, edisi I, Jakarta, Jayabadi, 2007, hal 335-45
18. Tjokroprawiro, A, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Fakultas
Kedokteran UNAIR. Airlangga University Press: 2010.

35

Anda mungkin juga menyukai