Anda di halaman 1dari 44

Laporan Kasus

GAMBARAN RADIOLOGIS PADA HEPATOMA

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani


Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian Radiologi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Unsyiah/Rumah Sakit Umum dr.Zainoel Abidin Banda Aceh

Oleh:
Fitri Fatimah 1407101030259
Feby Vania 1407101030278
Mutiya Agussa M. 1407101030281

Pembimbing:
dr. Nita Elvira, Sp. Rad

PROGRAM STUDI PROFESI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUDZA BANDA ACEH
2016

1
BAB I
PENDAHULUAN

Karsinoma hati primer (KHP) atau hepatoma adalah merupakan salah satu
tumor ganas hati yang paling sering ditemukan.1 Tumor hepar ganas sering
dipaparkan sebagai ikterus dan hilangnya berat badan. Tumor ini paling sering
merupakan metastasis dari berbagai organ lain. Yang tergolong tumor hepar ganas
primer yaitu karsinoma sel hepar (karsinoma hepatoseluler), kolangiokarsinoma
(adenokarsinoma ductus biliaris), angiosarkoma (neoplasma ganas endotel
vaskuler), dan hepatoblastoma (tumor hepar primer pada anak-anak).2 Karsinoma
hepatoseluler (hepatocellular carsinoma = HCC) merupakan tumor ganas hati
primer yang berasal dari hepatosit, demikian pula dengan karsinoma fibrolamelar
dan hepatoblastoma. Tumor ganas hati lainnya, kolangiokarsinoma
(cholangiocarsinoma = CC) dan sistoadenokarsinoma berasal dari sel epitel bilier,
sedangkan angiosarkoma dan leiomiosarkoma berasal dari sel mesenkim. Dari
seluruh tumor ganas hati yang pernah didiagnosis, 85% merupakan HCC; 10%
CC, dan 5% adalah jenis lainnya.3
Tumor ini sangat prevalen di daerah-daerah tertentu di Asia dan Afrika
sub-Sahara, tempat insidensi tahunan mencapai 500 kasus per 100.000 populasi.
Di Amerika Serikat dan Eropa Barat, tumor ini jauh lebih jarang, menyebabkan
hanya sekitar 1-2 % tumor ganas pada autopsi.4 Kanker hati dan kanker kantong
empedu primer merupakan tumor yang relatif jarang terjadi di Amerika, akan
tetapi kanker hati primer cukup sering terjadi di Afrika dan dan Jepang. Tumor
ganas primer di hati ini berasal dari sel parenkim atau epitel saluran empedu.
Yang pertama (dikenal sebagai karsinoma hepatoseluler) merupakan 80 hingga
90% keganasan hati primer; yang terakhir disebut sebagai kolangiokarsinoma.
Sekitar 75% penderita karsinoma hepatoseluler mengalami sirosis hati, terutama
tipe alkoholik dan pasca nekrotik.5

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas pasien


Nama : Muchlis A Majid
Umur : 66 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Aceh
Agama : Islam
Alamat : Pidie Jaya
No CM : 1-07-78-42
Tanggal Pemeriksaan : 20 Januari 2016

2.2 Anamnesa
Keluhan Utama : Nyeri perut
Keluhan Tambahan : Mual dan muntah.
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan
atas sejak 1 bulan SMRS. Nyeri di rasakan pasien
menjalar hingga ke punggung belakang. Nyeri
bersifat hilang timbul, terutama setelah pasien
makan. Pasien juga mengeluhkan adanya mual dan
muntah. Pasien juga mengaku buang air besar
seperti dempul, buang air kecil berwarna pekat.
Pasien juga mengeluhkan adanya demam. Saat ini
pasien mengeluh adanya riwayat demam. Saat ini
pasien mengeluhkan mencret sejak 7 hari yang lalu.
Pasien sebelumnya sudah pernah di rawat di Rumah
Sakit Harapan Bunda Banda Aceh selama 8 hari.
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat hipertensi sejak yang diketahui sejak 2
tahun yang lalu, riwayat diabetes mellius disangkal.
Riwayat operasi disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :Tidak ada anggota keluarga pasien yang
mengalami keluhan seperti pasien.

3
Riwayat Pemakaian Obat : Tidak ada riwayat mengkonsumsi obat-obatan
sebelumnya.
Riwayat Sosial : Ada riwayat merokok minimal satu bungkus rokok
dalam sehari, Pekerjaan pasien sehari-hari adalah
seorang pensiunan.

2.3 Pemeriksaan Fisik


2.3.1 Status Present
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 156/90 mmHg
Nadi : 102 x/ menit
Pernapasan : 20 x/ menit
Suhu : 37,0 C

2.3.2 Status General


A. Kulit
Warna : Sawo matang
Turgor : Kembali cepat
Ikterik : Tidak ada
Pucat : Tidak ada
B. Kepala
Rambut : Hitam
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cekung
(-/-) pupil isokor, reflek cahaya (+/+)
Telinga : Serumen (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), NCH (-/-)
C. Mulut
Bibir : Pucat (-), Sianosis (-) Kering (+)
Lidah : Beslag (-)
D. Leher
Inspeksi : Simetris

4
Palpasi : Pembesaran KGB (-)
E. Thorax
Inspeksi : Simetris, retraksi (-), bentuk dada normal, pernafasan
Thorakal-abdominal.
F. Paru Paru
Tabel 2.1 Pemeriksaan fisik paru
Depan Kanan Kiri
Palpasi Fremitus Fremitus
Perkusi Sonor Sonor
Vesikuler (+) Vesikuler (+)
Auskultasi Rhonchi (+) Rhonchi (+)
Wheezing (-) Wheezing (-)
Belakang Kanan Kiri
Palpasi Fremitus Fremitus
Perkusi Sonor Sonor
Vesikuler (+) Vesikuler (+)
Auskultasi Rhonchi (-) Rhonchi (-)
Wheezing (-) Wheezing (-)

G. Jantung
Inspeksi : Denyut jantung tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas batas jantung
Atas : ICS III line midclavicula sinistra
Kiri : ICS V linea midclavicula sinistra
Kanan : Linea parasternalis dekstra
Auskultasi : BJ I > BJ II, Reguler, Bising (-).
H. Abdomen
Inspeksi : Datar, pulsasi epigastrium (-), eversi umbilikalis (-),
Sikatrik (-), striae (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) normal, suara abnormal (-)
Palpasi : Soepel (- ) Murphy sign (+), pembesaran (+ ), nyeri tekan
(+)
Perkusi : Pekak pada regio hipokondrium kanan dan epigastrium.

5
I. Ekstremitas :
Tabel 2.2 Pemeriksaan ekstremitas
Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Pucat (-) (-) (-) (-)
Edema (-) (-) (-) (-)
Akral Dingin (-) (-) (-) (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


2.4.1 Pemeriksaan Laboratorium
Hasil laboratorium (25 Januari 2016)
Hb : 12,2 gr/dl Ureum : mg/dl
Ht : 37 % Kalium : 4,5 mmol
Leukosit : 13,1 x Klorida : 101 mmol
103/mm3 Natrium : 140 mmol
Trombosit : 256 x 103/l HbsAG : negatif
Eritrosit : 3,9 x Bil total : 13,56 mg/dl
106/mm3 Bil direct : 9,64 mg/dl
MCV : 95 fL Bil indirect : 3,92 mg/dl
MCH : 32 pg SGOT : 174 U/L
MCHC : 33 % SGPT : 47 U/L
LED : 76 mm/jam
Fosfatase Alkali (ALP) :
Diftell : 2 / 1 / 0 / 74 / 1172 U/L
14 / 9

6
2.4.2 Pemeriksaan Radiologi Imaging

Gambar 2.1 Foto thorax AP (7 Januari 2016)

Expertise :
Cor / Aorta : Kalsifikasi Aorta, Cor kesan membesar ke lateral
kiri
Sinus dan diafragma : Normal
Lung : Hilus kabut, Corakan paru bertambah, bercak (-)
Soft tissue dan skeletal : Normal
Kesimpulan : Atherosklerosis aorta
Cardiomegali
Bronkitis kronis

7
Gambar 2.2 USG Vesica Urinaria / Prostat
Expertise :
Buli : Ukuran normal, dinding tak menebal, tak tampak batu /
kista / massa.
Prostat : Ukuran membesar (Vol 36 ml), tak tampak massa, tak
tampak kalsifikasi.
KESIMPULAN : Hipertrofi prostat

8
Gambar 2.2 USG ginjal kanan (atas) dan ginjal kiri (bawah)
Expertise :
Ginjal kanan : Ukuran normal, intensitas echo parenchym normal, batas cortex
dan medula tampak jelas, tak tampak ectasis sistem
pelviocalyceal, tak tampak batu / kista / massa.
Ginjal kiri : Ukuran normal, intensitas echo parenchym normal, batas cortex
dan medula tampak jelas, tak tampak ectasis sistem
pelviocalyceal, tak tampak batu / kista / massa.
KESIMPULAN : Ginjal kanan / kiri tak tampak kelainan.

9
10
Gambar 2.6 CT-Scan Abdomen (20 Januari 2015)

Expertise
CT scan abdomen irisan axial, coronal, sagital:
Hepar : Tampak lesi isodense, multinodular, diffuse di lobus kanan kiri
hepar dengan ukuran hepar membesar, densitas parenchym
heterogen, IHBD tampak melebar.
Gall Bladder : Ukuran normal, densitas parenchym normal, tak tampak
penebalan dinding/massa/batu, tampak sludge
Lien : Ukuran membesar, densitas parenchym normal, tak tampak
ektasis sistem pelviocalyceal
Tampak densitas cairan di cavum abdomen

11
Tak tampak destruksi tulang, tak tampak osteolitik/osteoblastik lesion.
Kesimpulan: Hepatomegali dengan lesi hypodense, multinodular, diffuse di
lobus kanan kiri hepar
DD/ 1. Hepatoma
2. Metastase proses
Caput pancreas kesan tampak membesar dengan dilatasi ductus pancreaticus
dengan IHBD tampak melebar suspect massa.
Ascites
Sludge Gall Bladder
Splenomegali

2.5 Diagnosis
- Hepatomegali ec dd/ 1. Hepatoma
2. Metastase proses

2.6 Terapi
IVFD Futrolit 20 gtt/i
IV Ceftriaxone 1 gr/12 jam
IV Ketorolac 30mg/8 jam
IV Lansoprazol 1 vial/12 jam

2.7 Prognosis
Qou ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI HEPAR


Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1.500 gr
atau 2 % berat badan orang dewasa normal. Hati memiliki 2 lobus utama yaitu
kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan psoterior oleh
fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi
segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis yang terlihat dari luar.
Ligamentum falsiformis berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan
abdomen. Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil
pada permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa
ligamentum yang merupakan peritoneum membantu menyokong hati. Dibawah
peritoneum terdapat jaringan ikat padat yang disebut sebagai kapsula Glisson,
yang meliputi permukaan seluruh organ; bagian paling tebal pada kapsula ini
terdapat pada porta hepatis, membentuk rangka untuk cabang vena porta, arteri
hepatika dan saluran empedu. Porta hepatis adalah fisura pada hati tempat
masuknya vena porta dan arteri hepatika serta tempat keluarnya ductus hepatika.5
Hati memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa
melalui vena porta hepatika, dan dari aorta melalui arteria hepatika. Sekitar 1/3
darah yang masuk adalah darah arteria dan 2/3 adalah darah vena dari vena porta.
Volume total darah yang melewati hati setiap menitnya adalah 1.500 mL dan
dialirkan melalui vena hepatika kanan dan kiri, yang selanjutnya bermuara pada
vena cava inferior.5

13
Gambar 3.1. Organ hepar (dikutip dari kepustakaan 7)

Fungsi utama hati adalah membentuk dan mengekskresikan empedu;


saluran empedu mengangkut empedu sedangkan kandung empedu menyimpan
dan mengeluarkan empedu ke dalam usus halus sesuai kebutuhan. Garam empedu
penting untuk pencernaan dan absorbsi lemak dalam usus halus. Hati berperan
penting dalam metabolisme 3 makronutrien yang dihantarkan oleh vena porta
pasca-absorbsi di usus. Fungsi metabolisme hati yang lain adalah metabolisme
lemak, penimbunan vitamin, besi, dan tembaga, konjugasi dan ekskresi steroid
adrenal dan gonad, serta detoksikasi sejumlah zat endogen dan eksogen.5

14
3.2 HEPATOMA
3.2.1 Insidensi Hepatoma
Menurut data dari Pusat Kanker Internasional pada tahun 2000 penderita
hepatoma dari seluruh dunia berjumlah sekitar 564 ribu jiwa, meninggal 549 ribu
jiwa. Di China, insiden hepatoma pertahun 306 ribu, meninggal 300 ribu,
menempati 54,6 % dari mortalitas hepatoma dunia, mortalitas tersebut menduduki
urutan kedua dari mortalitas berbagai tumor utama, di pedesaan berada dibawah
karsinoma gaster, di perkotaan di bawah karsinoma paru. Insiden hepatoma
memiliki karateristik distribusi geografis yang menonjol. Insidennya relatif tinggi
di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan Afrika Tenggara, sedangkan relatif
rendah di Amerika, Eropa, Oseania, dll. Negara dan wilayah dengan insiden
hepatoma tinggi adalah Mozambik, Uganda, Afrika Selatan, untuk Afrika, dan
Malaysia, Indonesia, Singapura, Hongkong, Thailand, Filipina, China, Jepang
untuk Asia.1
Walaupun jenis tumor hati amat banyak, namun dalam kenyataannya yang
terbanyak ditemukan di Indonesia hanyalah bentuk karsinoma hati primer,
kemudian menyususl kholangiokarsinoma. Di Indonesia, data insiden HCC belum
ada. Diperkiraan datanya mirip dengan Singapura, dimana dilaporkan 28,1 per
100.000. Data yang ada di Indonesia hanya berupa prevalensi relatif, yaitu jumlah
penderita HCC yang dirawat di beberapa rumah sakit besar di Indonesia.
Prevalensi HCC pada tahun 1984 di RSCM adalah 2.5% jumlah penderita yang
dirawat di bangsal perawatan Bagian Ilmu Penyakit Dalam, angka yang tidak
berbeda dengan penemun terdahulu.6
Insiden puncak terjadi pada dekade ke-5 sampai ke-6 di negara barat,
tetapi satu atau dua dekade lebih dini di daerah Asia dan Afrika dengan prevalensi
karsinoma hati yang tinggi.4 Di Indonesia, usia terbanyak penderita HCC adalah
pada dekade ke-5. HCC jarang dijumpai pada anak-anak. Di Indonesia, usia
termuda yang ditemukan dilaporkan pada anak usia 3 tahun.6 Mortalitas sebelum
usia 30 tahun relatif rendah, setelah usia 30 tahun meningkat tajam, mortalitas
kelompok usia 30-44 tahun menduduki urutan teratas dari mortalitas akibat semua
tumor ganas.1 Penyakit ini dapat timbul pada semua golongan usia, rata-rata usia
kejadian penyakit adalah 43,7 tahun.6 Pria lebih banyak daripada wanita, ratio
kelamin mortalitas adalah 2,59.1 Karsinoma hepatoseluler 4x lebih sering pada

15
laki-laki daripada perempuan dan biasanya timbul pada hati yang sirotik.4
Keterangan mengapa lebih banyak ditemukan pada pria mungkin dihubungkan
dengan faktor hormonal atau prevalensi HbsAg yang tinggi pada pria.6

3.2.2 Etiologi
Dewasa ini hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis
multifaktor dan multifasik, melalui inisisasi, akselerasi, dan transformasi dan
proses banyak tahapan, serta peran serta banyak onkogen dan gen terkait, mutasi
multigenetik. Etiologi hepatoma belum jelas, menurut data yang ada, virus
Hepatitis, aflatoksin, dan pencemaran air minum merupakan 3 faktor utama yang
terkait dengan timbulnya hepatoma.1 Sampai saat sekarang, belum diketahui
dengan pasti penyebab sebenarnya dari karsinoma hati primer. Tetapi ada
beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab atau merupakan faktor
predisposisi.8
a. Sirosis hati
Sering disebut-sebut bahwa sebagai predisposisi yang terbanyak ialah
sirosis hati, atau bahkan sering karsinoma hati primer ditemukan bersama-sama
dengan sirosis hati. Kemungkinan timbulnya karsinoma pada sirosis hepatis
adalah adanya hiperplasia noduler yang akan berubah menjadi adenomata
multipel, dan kemudian berubah menjadi karsinoma yang multipel. Ini terbukti
bahwa sirosis bentuk makronoduler (post nekrotik) sering ditemukan pada
penderita karsinoma hati primer.8
b. Hepatitis
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya HCC terbukti kuat,
baik secara epidemiologis, klinis, maupun eksperimental. Karsinogenitas HBV
terhadap hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan
proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel penjamu, dan
aktivitas protein spesifik HBV berinteraksi dengan gen hati. Diwilayah dengan
tingkat infeksi HBV rendah, HCV merupakan faktor resiko penting dari HCC.
Metaanalisis dari 32 penelitian kasus-kelola menyimpulkan bahwa resiko
terjadinya HCC pada pengidap infeksi HCV adalah 17 kali lipat dibandingkan
dengan resiko pada bukan pengidap.3

16
c. Aflatoksin (AFT)
Sejak ditemukannya aflatoksin pada tahun 1960-an sudah berkali-kali
dibuktikan aflatoksin dapat memicu hepatoma pada hewan, diantaranya AFT-B1
dianggap salah satu karsinogenik paling poten pada hewan, dosis minimal untuk
memicu hepatoma adalah konsumsi hanya 10 mikrogram perhari. Tidak sedikit
data penelitian menunjukkan aflatoksin dan HBV berefek sinergistis.1
d. Pencemaran air minum
Dari hasil survey epidemiologi China, ditemukan pencemaran air minum
dan kejadian hepatoma berkaitan erat, menunjukkan peminum air saluran
perumahan dan air kolam memiliki mortalitas hepatoma secara jelas lebih tinggi
dari peminum air sumur dalam. Algae biru-hijau dalam air saluran perumahan dan
air kolam dianggap sebagai salah satu karsinogen utama.1

3.2.3 Patologi
a. Pengamatan makroskopis, karsinoma hepatoseluler dibagi atas 3 bentuk, yaitu
1. Tipe noduler, sering berbentuk multinoduler. Biasanya hati membesar,
dengan nodul yang bermacam-macam besar dan bentuknya (nodul yang
ireguler). Warna juga bermacam-macam, dari kuning kehijauan sampai
hijau tua. Seringkali disertai sirosis.8
2. Tipe masif, yaitu suatu bentuk masif yang besar pada salah satu satu
lobus dengan hanya 1 nodul saja. Oleh karena itu disebut juga
mononodular masif. Tumor massa yang besar tersebut sering kali terdapat
di lobus kanan dan mungkin pada lobus lainnya dijumpai tumor kecil-
kecil. Kadang-kadang pada lobus kanan terdapat tumor yang masif, dan
lobus kiri bentuk sirosis.8
3. Tipe difus, umumnya besarnya hati terdapat dalam batas normal tapi
seluruhnya terisi oleh sel-sel karsinoma yang difus, dan yang kadang-
kadang susah dibedakan dengan sirosis portal.8
b. Pengamatan mikroskopik :8
1. Karsinoma hepatoseluler
Kanker sel hati di RRC menempati 95% lebih dari hepatoma primer,
berasal dari hepatosit.1 Sel-sel karsinoma biasanya lebih kecil daripada sel-

17
sel hati yang normal, poligonal dengan sitoplasma granuler. Seringkali
ditemukan sel raksasa yang atipis. Sel tumor mungkin bernukleoli ganda dan
terlihat adanya mitosis. Bila sitoplasma yang eosinofil menjadi basofil berati
tumor lebih ganas. Inti mengalami hiperkromasi dan lebih bervariasi
besarnya daripada sel hati yang normal. Pusat tumor seringkali nekrosis.
Sering disertai dengan sirosis hati. Dalam struktur asiner sering ditemukan
empedu.8
2. Karsinoma kholangioseluler.
Di RRC menempati sekitar 3% dari hepatoma primer, berasal dari
epitel saluran empedu intrahepatik.1 Sel-sel berbentuk kubois atau silindris
dan membentuk tubules atau alveoli yang dikelilingi oleh jaringan ikat. Pada
kholangioseluler, karsinoma di dalam sel tidak ada sitoplasma granuler.
Jarang ditemukan bersama-sama dengan sirosis hati. Gambaran mitosis tidak
ditemukan, jarang sekali ditemukan adanya sel raksasa. Dalam struktur
asiner tidak ditemukan empedu.8
3. Karsinoma hepatokholangioseluler
Suatu bentuk gambaran antara hepatoseluler dan kholangioseluler,
ini jarang sekali ditemukan.8
Metastase dapat terjadi metastase secara intrahepatik dan ekstrahepatik.
a. Metastase intrahepatik8
Sering terjadi metastase dalam hati sendiri, dan biasanya berbentuk tumor
yang multipel. Dapat pula terjadi metastase dalam 1 lobus sehingga berbentuk
tumor multipel dalam 1 lobus saja, sedang pada lobus lain tak ada tumor, atau
terjadi metastase ke lobus lain.
b. Metastase ekstrahepatik8
Dapat terjadi penyebaran ke kelenjar limfe, yaitu : pada hilus hati,
mediastinum atau kelenjar servikal. Dapat terjadi metastase pada vena yang besar,
misalnya vena hepatika, vena porta, atau vena cava inferior dan terjadi trombose
sekunder. Dapat pula berupa tumor emboli melalui atrium kanan dan masuk ke
dalam jaringan paru-paru.

18
3.2.4 Diagnosis
Gambaran Klinis
Kanker hati pada mulanya tidak terdeteksi secara klinis karena kanker ini
sering timbul pada pasien yang telah menderita sirosis dan gejala serta tanda
mungkin mengisyaratkan perburukan penyakit yang mendasari. Gambaran
pertama yang paling sering timbul adalah nyeri abdomen dsertai adanya massa
abdomen dikuadran kanan atas. Mungkin terdengar friction rub atau bruit diatas
hati. Pada 20% kasus ditemukan cemaran darah dalam asites. Ikterus jarang
terjadi, kecuali terdapat perburukan hebat fungsi hati atau sumbatan mekanis
saluran empedu. Sering terdapat peningkatan fosforilase alkali dan alfa fetoprotein
(AFP) serum. Suatu protrombin jenis abnormal, des-gamma-karboksi protrombin,
juga dapat ditemukan dan secara umum berkorelasi dengan peningkatan AFP.4
Sebagian kecil pasien karsinoma hepatoseluler mungkin memperlihatkan
tanda sindroma paraneoplastik : dapat terjadi eritrositosis akibat aktivitas mirip
eritropoetin yang dihasilkan oleh tumor, atau timbul hiperkalemia akibat sekresi
hormon mirip paratiroid.4 Hipoglikemia merupakan manifestasi paraneoplastik
yang sering dijumpai dan berbahaya. Diperkirakan bahwa glukosa masuk ke
dalam sel kanker dimana tidak terdapat insulin. Sel kanker bersifat sebagai karet
busa (sponse) terhadap glukosa.6 Manifestasi lain adalah hiperkolestronemia,
hipoglikemia, porfiria didapat, disfibrogenemia, dan kriofibrinogenemia.4
Secara umum, manifestasi klinis hepatoma terbagi atas :
1. Hepatoma Fase Subklinis
Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau stadium dini adalah pasien
yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan
melalui pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan. Sebelum awal tahun 1970-an,
hepatoma subklinis sulit ditemukan. Pada akhir tahun 1970-an dan awal 1980-an,
dengan kemajuan teknik pencitraan medis, meningkatnya taraf hidup dan
kesadaran kesehatan masyarakat, lewat pemeriksaan kesehatan hepatoma
subklinis dapat ditemukan. Caranya adalah dengan gabungan pemeriksaan AFP
dan pencitraan, teknik pencitraan terutama dengan USG terlebih dahulu, bila perlu
dapat digunakan CT atau MRI.1
2. Hepatoma Fase Klinis

19
Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut,
manifestasi utama yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen kanan, massa
abdomen atas, perut kembung, anoreksia, letih, berat badan menurun, demam,
ikterus, asites, dan gejala lainnya seperti terdapatnya kecenderungan pendarahan,
diare, nyeri bahu belakang kanan, udem kedua tungkai bawah, kulit gatal dan
lainnya, juga manifestasi sirosis hati seperti splenomegali, palmar eritema, lingua
hepatik, spider nevi, venodilatasi dinding abdomen, dll. Pada stadium akhir
hepatoma sering timbul metastasis ke paru, tulang, dan banyak organ lain.1
Pemeriksaan Laboratorium
a. Sel-sel darah
Sering tidak terjadi perubahan. Bila ada perubahan, yang sering ditemukan
yaitu sedikit penurunan kadar Hb, biasanya sekitar 10 gr%. Jumlah lekosit sedikit
meningkat. Kenaikan laju endap darah bermacam-macam, tergantung dari
kerusakan sel hati dan metastase, tetapi umumnya meningkat.8
b. Tes biokimiawi
Tes biokimiawi yang perlu dilakukan yaitu tes faal hati, walaupun sampai
sekarang belum ada tes faal hati yang khas untuk KHP. Namun demikian, ada
beberapa tes faal hati yang kadang-kadang dapat membantu menegakkan
diagnosis antara lain : alkali fosfatase, SGOT, SGPT yang biasanya terdapat
kenaikan kadarnya. Tes faal hati yang dapat memperkuat dugaan kearah KHP
adalah terdapat peninggian kadar alkali fosfatase. Belakangan ini telah
dikembangkan pemeriksaan asam empedu, yang untuk KHP diperoleh hasil yang
meningkat. Tes faal hati lainnya yang dapat berubah bila pada penderita disertai
dengan sirosis hati, yaitu kadar albumin menurun, kolestrol dan trigliserida juga
menurun.8
c. Pemeriksaan serologis
d. Alfa-fetoprotein (AFP)
AFP memiliki spesifitas tinggi dakam diagnosis karsinoma hepatoselular.
Jika AFP 500 ng/L bertahan 1 bulan atau 200 ng/L bartahan 2 bulan, tanpa
bukti penyakit hati aktif, dapat disingkirkan kehamilan dan kanker embrional
kelenjar reproduksi, maka dapat dibuat diagnosis hepatoma, diagnosis ini dapat
lebih awal 6-12 bulan dari timbulnya gejala hepatoma. AFP sering dapat dipakai

20
untuk menilai hasil terapi. Pasca reseksi hepatoma, kadar AFP darah terus
menurun dengan wakru paruh 3-9,5 hari, umumnya pasca operasi dalam 2 bulan
kadarnya turun hingga normal, jika belum dapat turun hingga normal, atau setelah
turun naik lagi, maka petanda terjadi residif atau rekurensi tumor.1
e. HbsAg
Berdasarkan hasil penelitian Prof. Dr. dr. Sujono Hadi, pada penderita
dengan HbsAg positif secara RPHA, ditemukan pada hepatitis kronis aktif 36,4
%, sirosis hati 38,3 %, dan KHP 34,5 %. Demikian pula dengan hasil penelitian
Nishioka (1978) menemukan HbsAg positif pada 30 % kasus dengan hepatitis
kronis dan sirosis hati. Disamping itu, ditemukan lebih dari 10 % HbsAg positif
pada penderita KHP. Selanjutnya, Nishioka mengadakan penelitian Anti HBc
pada kasus KHP, ditemukan 80-90 % positif, walaupun beberapa diantara
penderita memperlihatkan HbsAg negatif.8
f. Petanda tumor lainnya
Zat petanda hepatoma sangat banyak, tetapi semuanya tidak spesifik untuk
diagnosis sifat hepatoma primer. Penggunaan gabungan untuk diagnosis kasus
dengan AFP negatif memiliki nilai rujukan tertentu, yang relatif umum digunakan
adalah : des-gama karboksi protrombin (DCP), alfa-L-fukosidase (AFU),
glutamil transpeptidase (GGT-II), CA 19-9, antitripsin, feritin, CEA, dll.1

Pemeriksaan Radiologi
Untuk mendiagnosis hepatoma selain dilakuan anamnesis dan
pemeriksaan fisik juga memerlukan pemeriksaan tambahan seperti serangkaian
pemeriksaan radiologis dan beberapa pemeriksaan tambahan lainnya.
1. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan metode paling sering digunakan dalam diagnosis hepatoma.
Kegunaan dari USG dapat dirangkum sebagai berikut: memastikan ada tidaknya
lesi penempat ruang dalam hati; dapat dilakukan penapisan gabungan dengan
USG sebagai metode diagnosis penapisan awal terhadap hepatoma;
mengindikasikan sifat lesi penempat ruang, membedakan lesi berisi cairan dari
yang padat; membantu memahamihubungan kanker dengan pembuluh darah
penting dalam hati; berguna dalam mengarahkan prosedur operasi; membantu

21
memahami penyebaran dan infiltrasi hepatoma dalam hati dan jaringan organ
sekitarnya, memperlihatkan ada tidaknya trombus tumor dalam percabangan vena
porta intrahepatik; di bawah panduan USG dapat dilakukan biopsi.
2. Foto Thorax
Foto thorax hendaknya merupakan pemeriksaan rutin untuk penderita yang
diduga menderita KHP. Foto thorax berguna untuk melihat peninggian diafragma
kanan dan ada tidaknya gambaran metastase ke paru-paru.
3. CT Scan
CT scan telah menjadi parameter pemeriksaan rutin terpenting untuk diagnosis
lokasi dan sifat hepatoma. CT scan dapat membantu memperjelas diagnosis,
menunjukkan lokasi tempat, jumlah dan ukuran tumor dalam hati hubungannya
dengan pembuluh darah penting. Terhadap lesimikro dalam hati yang sulit
ditentukan CT rutin dapat dilakukan CT yang dipadukan dengan angiografi
(CTA), atau ke dalam arti hepatika disuntikkan lipiodol, sesusah 1-3 minggu
dilakukan lagi pemeriksaan CT, pada waktu iniCT-lipiodol dapat menemukan
hepatoma sekeci 0,5 cm.
4. MRI
MRI merupakan teknik pemeriksaan nonradiasi, tidak memakai zat
kontrasberisi iodium, dapat secara jelas menunjukkan struktur pembuluh darah
dan saluran empedu dalam hati dan juga cukup baik memperlihatkan struktur
internal jaringan hati dan hepatom. Dengan zat kontras spesifik hepatosit dapat
menemukan hepatoma kecil kurang dari 1cm dengan angka keberhasilan 55%.
5. Pemeriksaan radiologi konvensional dengan kontras
Pemeriksaan radiologi konvensional dengan kontras kadang-kadang dapat
membantu, misalnya gastroduodenografi atau barium meal, dimana dapat dilihat
ada tidaknya varises esofagus, dan ada tidaknya pendesakan pada kurvatura minor
lambung. Pada foto colon perlu dilihat ada tidaknya pendesakan pada daerah
fleksura hepatika atau kolon transversum ke bawah.8
6. Laparaskopi
Secara laparaskopik, dapat dikenal beberapa bentuk KHP,antara lain :

22
a. Bentuk noduler, ditandai dengan adanya nodul-nodul multipel dengan
permukaan ireguler, mempunyai warna lebih muda daripada jaringan
sekitarnya.
b. Bentuk masif, biasanya tumor ini sangat besar dan ireguler, yang kadang-
kadang menggantikan seluruh lobus hati, sedangkan lobus hati lain tampak
normal.
c. Bentuk difus, bentuk tumor ini meluas dan mengisis seluruh jaringan hati,
sehingga tidak tampak jaringan hati yang normal
d. Bentuk campuran, suatu bentuk yang tidak dapat digolongkan pada bentuk
tersebut diatas, antara lain berbentuk seperti bunga kol.8
7. Biopsi hati
Guna menegakkan diagnosis klinis, sekurang-kurangnya diperlukan
pemeriksaan jaringan hati secara histopatologi. Untuk mendapatkan jaringan hati,
perlu dilakukan biopsi jarum, yaitu :8
a. Biopsi jarum membuta (blind needle biopsy), dilakukan ditempat yang
diperkirakan merupakan tempat benjolan yang paling keras.
b. Biopsi jarum terpimpin/terarah (guided needle biopsy), antara lain secara
laparaskopik, sintigrafi, ultrasonografi (USG), dan computed tomografi (CT).

3.2.5 Diagnosis Banding


Lesi hepar fokal benigna
a. Hemangioma
Pada gambaran CT non kontras, hemangioma tampak sebagai gambaran
yang hipodens dengan batas yang jelas. Kalsifikasi jarang, dan umumnya
terdeteksi secara tidak sengaja. Kalsifikasi ini bisa marginal atau sentral, besar dan
kasar; atau multiple, kecil, berbintik (contoh : phlebolith).25
Perlakuan dengan CT kontras (pada 2-15 menit setelah diinjeksi media
kontras) lesi nodular dengan bagian perifernya yang menyangat dengan kontras
yang mengisi bagian dalam lesi secara sentripetal tampak. Awal penyangatan lesi
hepar fokal yang tampak bahkan sebelum media kontras di aorta tampak adalah
khas untuk hemangioma.25

23
Gambar 3.27 Hemangioma tipikal. (A) gambaran pre kontras CT menunjukkan suatu lesi
hipodens pada lobus kanan hepar (panah hitam). (B) dan (C) gambaran arterial-phase dan venous-
phase memperlihatkan lesi nodular dengan bagian perifer yang menyangat secara sentripetal
(panah). (D) Gambaran CT tunda menunjukkan bahwa lesi tersebut berdensitas isointens,
dibandingkan dengan jaringan parenkim sekitarnya. Tampak material kontras mengisis lesi
(panah). (Dikutip dari kepustakaan 25)

b. Focal Nodular Hyperplasia (FNH)


Pada gambaran CT, FNH tampak sebagai lesi hipodens (42-57%) atau
isodens (40-48%) tanpa batas yang jelas dan kadang dengan zona sentral hipodens
yang intensif. Jika lesinya isodens, efek massa mungkin merupakan satu-
satunya kriteria untuk mendeteksi FNH.25
Pada fase arteri, FNH menyangat dengan cepat dan tampak hiperdens (89-
100%) karena vaskularisasi arteri hepatic (memasuki lesi likal hepar). Pada
keadaan seperti ini, jaringan sentral yang hipodens dapat terlihat dengan jelas.
Sedangkan pada fase vena porta, perbedaan antara FNH dan jaringan hepar
normal menurun, dan kemudian lesinya akan tampak hipodens keculai jaringan
sentralnya, yang tampak hiperdens pada fase ini (biasanya jaringan ini terbentuk
dari vena sentral eferen).25

24
Gambar 3.28 Focal Nodular Hyperplasia dengan deformasi batas hepar. (A) Pada fase arteri,
tampak lesi hipervaskuler dengan jaringan sentralnya yang hipodens. (B) dan (C), pada fase vena
porta, gambaran CT dari FNH adalah iso- atau hipodens dibandingkan dengan jaringan hepar
disekitarnya. (Dikutip dari kepustakaan 25)

c. Lesi hepar maligna


- Lesi metastasis
Pada CT kontras, gambaran karateristik penyangatan metastasis hepar
ditentukan dari tumor primernya. Kebanyakan lesi metastasis adalah hipovaskuler.
Itulah sebabnya pada gambarannya tampak hipodens pada CT, khususnya pada
fase vena portal, yang dibandingkan dengan jaringan hepar normal. Area sentral
yang hipodens disebabkan oleh jaringan nekrosis, yang mungkin tampak pada
gambaran CT.25

25
Gambar 3.26 (atas) Gambaran tumor metastasis dari karsinoma kolon pada pasien pria
58 tahun. Gambaran bertahap pada fase awal gambaran CT (A1) dan fase delayed gambaran CT
(B1) memperlihatkan tumor metastasis berdiameter 4 cm dengan densitas hipodens. (bawah)
Gambaran hepatoma pada pasien wanita 68 tahun. Gambaran bertahap pada fase awal gambaran
CT (A2) dan fase delayed gambaran CT (B2) memperlihatkan tumor metastasis berdiameter 7 cm
dengan densitas hipodens (Dikutip dari kepustakaan 17)

3.2.6 Penatalaksanaan
Tiga prinsip penting dalam terapi hepatoma adalah terapi dini efektif,
terapi gabungan, dan terapi berulang.1 Karena sirosis hati yang
melatarbelakanginya serta tingginya kekerapan multinodularitas, resektabilitas
HCC sangat rendah. Disamping itu, kanker ini juga sering kambuh meskipun
sudah menjalani reseksi bedah kuratif. Pilihan terapi ditetapkan berdasarkan atas
ada tidaknya sirosis, jumlah dan ukuran tumor, serta derajat perburukan hepatik.
Untuk menilai status klinis, sistem skor Child-Pugh menunjukkan estimasi yang
akurat mengenai kesintasan pasien.3
Semakin dini diterapi, semakin baik hasil terapi terhadap tumor. Untuk
hepatoma kecil pasca reseksi 5 tahun survivalnya adalah 50-60%, sedangkan
hepatoma besar hanya sekitar 20%. Terapi efektif menuntut sedapat mungkin
memilih cara terapi terbaik sebagai terapi pertama. Dewasa ini, reseksi bedah
terbaik pun belum dapat mencapai hasil yang memuaskan, berbagai terapi
hepatoma memiliki kelebihan masing-masing, harus digunakan secara fleksibel

26
sesuai kondisi setiap pasien, dipadukan untuk saling mengisi kekurangan, agar
semaksimal mungkin membasmi dan mengendalikan tumor, tetapi juga
semaksimal mungkin mempertahankan fisik, memperpanjang survival. Terapi
satu kali terhadap hepatoma seringkali tidak mencapai hasil ideal, sering
diperlukan terapi ulangan sampai berkali-kali, misalnya berkali-kali dilakukan
kemoembolisasi perkutan arteri hepatika, injeksi alkohol absolut intratumor
berulang kali, reseksi ulangan pada rekurensi pasca operasi, dll.1

3.2.7 Prognosis
Hepatoma primer jika tidak diterapi, survival rata-rata alamiah adalah 4,3
bulan. Kausa kematian umumnya adalah kegagalan sistemik, perdarahan saluran
cerna atas, koma hepatik, dan ruptur hati. Faktor yang mempengaruhi prognosis
terutama adalah ukuran dan jumlah tumor, ada tidaknya trombus kanker dan
kapsul, derajat sirosis yang menyertai, metode terapi, dll. Data 1465 kasus pasca
reseksi radikal hepatoma dari Insitut Riset Hepatoma Univ. Fudan di Shanghai
menunjukkan survival 5 tahun 51,2 %. Dari 1389 kasus hepatoma di RS. Kanker
Universitas Zhongshan di Guangzhou, pasca hepatektomi survival 5 tahun 37,6
%, untuk hepatoma < 5 cm survival 57,3 persen. Tidak sedikit kasus yang pasca
reseksi bertahan hidup lama.1

27
BAB IV
MODALITAS RADIOLOGI

USG, CT, dan MRI merupakan modalitas pencitraan yang akurat untuk
mendeteksi 3 jenis utama dari HCC : multinodular, infiltratif, atau massa soliter.
Dilakukan penilaian terhadap invasi tumor ke vena porta dan IVC. Angiografi
dapat bermanfaat.9
1. Foto thorax
Foto thorax hendaknya merupakan pemeriksaan rutin untuk penderita yang
diduga menderita KHP. Foto thorax berguna untuk melihat peninggian diafragma
kanan dan ada tidaknya gambaran metastase ke paru-paru.8

Gambar 3.2. (A-D) Gambaran 4 foto thorax pada pasien-pasien yang positif terdiagnosis dengan
karsinoma hati menunjukkan elevasi diafragma kanan. (C dan D) Sinus costophrenicus menjadi
tumpul oleh efusi pleura minimal (dikutip dari kepustakaan 10)

2. Foto polos abdomen


Foto polos umumnya tidak begitu berguna sebagai petunjuk utama dalam
kasus-kasus kecurigaan massa hepar.1 Kadang-kadang dapat ikut menegakkan
diagnosis, terutama bila dalam pembuatan foto dimasukkan udara ke dalam
rongga perut, akan terlihat suatu massa tumor diperut kanan atas.8 Tanda-tanda
sekunder, seperti peningkatan diafragma kanan atau disposisi fleksura hepatik
dapat memperlihatkan adanya massa pada hepar pada X-ray abdomen. Umumnya,
tanda-tanda yang lebih spesifik dapat terlihat seperti adanya udara di dalam abses
atau tampak kalsifikasi pada kista hidatid.11

28
3. Angiografi hepatik
Adapun gambaran KHP secara angiografi hepatik, pada fase arteri tampak
hipervaskularisasi, neovaskularisasi, terdesaknya arteri oleh tumor, dan shunt
arterovenosus. Pada fase kapiler, tampak penimbunan media kontras yang disebut
tumor stain atau pooling, tanda threat and streaks. Tanda threat and streaks
diperoleh karena pembuluh darah arteri masuk ke dalam trombus vena porta,
menembus dan mengelilinginya, kemudian menggabungkan diri kedalam vena
porta di dekat hilus.8

Gambar 3.3. (A) Threads and streaks sign, diagnostik untuk invasi tumor
intravaskuler (panah = Celiac Artery) (B) pembesaran gambar (A) (Dikutip dari
kepustakaan 12)

Pada fase venosa, akan terlihat gambaran vena hepatika, tumor trombus di
vena hepatika. Disamping itu juga ditemukan sumbatan, pendesakan, deviasi dari
vena porta.Secara angiografi hepatik nodul KHP yang mampu dideteksi
berdiameter > 2 cm.8
CT Scan, radionuklir, dan USG tidak dapat memperlihatkan anatomi
intrahepatik dengan cukup tepat untuk melihat penjalaran tumor pada massa
tumor tersebut. Angiografi hepatik merupakan prosedur yang tepat pada pasien-
pasien HCC untuk menentukan apakah tumornya dapat direseksi (berpotensi
untuk dapat disembuhkan) atau tidak.12

29
Gambar 3.4. Tampak massa yang besar yang divaskularisasi oleh Arteri hepatika
dextra, juga dengan cabang dari Arteri hepatika sinistra (panah) ke segmen medial
lobus kiri. Pasien ini 2 tahun bebas penyakit setelah mengalami reseksi hepar
kanan. (Dikutip dari kepustakaan 12)

Hepatoma dapat muncul sebagai tipe massa fokal yang besar atau seperti
infiltrat yang difus. Meskipun HCC ini dapat dikenali dengan adanya
hipervaskular, lesi ini dapat tampak mirip dengan metastasis hipervaskular (renal
cell carcinoma, choriocarcinoma).12

Gambar 3.5. Massa hipervaskular besar pada lobus kanan hepar dengan
neovaskularisasi hebat dan arterivenous shunting. Pada pasien ini dilakukan
hepatektomi kanan dan telah bertahan hidup lebih dari 6 tahun. (Dikutip dari
kepustakaan 12)

4. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan metode yang paling sering digunakan dalam diagnosis
hepatoma. Kegunaan dari USG dapat dirangkum sebagai berikut : memastikan
ada tidaknya lesi penempatan ruang dalam hati; dapat dilakukan penapisan
gabungan dengan USG dan AFP sebagai metode diagnosis penapisan awal untuk
hepatoma; mengindikasikan sifat lesi penempatan ruang, membedakan lesi berisi

30
cairan dari yang padat; membantu memahami hubungan kanker dengan pembuluh
darah penting dalam hati.1 Dengan melakukan USG pada hati, akan diperoleh
gambaran pada struktur anatomi, yaitu gambaran parenkim, vena hepatika, vena
porta, saluran empedu intra dan ekstrahepatal, demikian juga kandung empedu.8
Secara USG dapat ditentukan pula klasifikasi KHP, yaitu bentuk noduler,
masif atau soliter, difus, dan bentuk campuran dengan densitas gema rendah
heterogen.8

Gambar 3.6. (A) Karsinoma hepatoseluler. USG menggambarakan lesi tidak


berkapsul yang sebagian hiperechoic, bagian dalam isoechoic dibandingkan
dengan gambaran parenkim sekitar. Kontur liver ireguler, batas hepar bulat. Semua
gambaran tersebut cocok dengan gambaran sirosis liver yang diasosiasikan dengan
tingginya resiko kejadian HCC. (B) Cholangiocellular Carcinoma (CCC). Terdapat
gambaran yang hipoechoic dibandingkan jaringan hepar sekitarnya. Dilatasi
duktus biliaris tidak tampak. (Dikutip dari kepustakaan 13)

Gambaran USG dari HCC bervariasi dari gambaran tumor hiperechoic


hingga massa kista. Beberapa lesi tampak memiliki pola echo campuran.
Kebanyakan kasus HCC (77,4%) berukuran kecil (< 3 cm) dan cenderung tidak
terlalu baik dalam pencitraan. HCC yang berukuran kecil kadang dibatasi oleh
batasan hipoechoic atau halo. Sekitar 50 % dari kasus HCC berukuran besar
tampak bayangan echo, yang biasanya akibat dari adanya pendarahan, fibrosis,
dan nekrosis. Namun, beberapa kasus HCC berukuran kecil mungkin tampak
hiperechoic dan kurang tampak batasan hipoechoic dari kebanyakan lesi-lesi
maligna, sehingga sulit membedakannya dari hemangioma dengan hanya
menggunakan pemeriksaan USG saja.14

31
Gambar 3.7. (A) HCC pada pasien dengan sirosis. (B) HCC multifokal (panah)
pada pasien sirosis. (C) pasien dengan sindrom Budd-Chiari kronik, terdapat sebuah
nodul hepar dengan kecurigaan lesi pada dekat permukaan anterior. (D) pemakaian
kontras pada pasien yang sama (C) dimana terjadi peningkatan penyangatan pada
fase arteri, dengan wash-out kontras pada fase portal, membantu melokalisasi lesi
dan mengidentifikasi lesi tersebut sebagai HCC (Dikutip dari kepustakaan 15)

Gambaran HCC pada USG bervariasi, mulai dari hipoechoic hingga


hiperechoic, atau campuran. Pada umumnya, sulit melokalisasi HCC yang kecil
pada hepar yang telah mengalami sirosis yang bertekstur kasar dan bernodul. Pada
kasus-kasus seperti ini, CT dan MRI sangat membantu. Lesi ini dapat soliter
ataupun multifokal. Warna dan spektrum Doppler dapat memperlihatkan aliran
yang kuat, yang dapat membantu membedakan HCC dari kasus-kasus metastase
atau hemangioma, dimana pada kelainan tersebut memperlihatkan aliran yang
lemah atau tidak adanya aliran.15
USG dengan kontras digunakan untuk mendeteksi dan menggambarkan
HCC pada pasien-pasien dengan latar belakang penyakit hati. HCC cenderung
memperlihatkan gambaran adanya peningkatan gambaran pembuluh darah yang
berliku-liku, disertai dengan warna gambaran yang lebih terang dibandingkan
dengan gambaran hati normal.15

32
Gambar 3.8. Karateristik warna Doppler menunjukkan adanya HCC pada
hepar : lesi kaya vaskularisasi yang dibandingkan dengan parenkim hepar
disekitarnya. Hemangioma : pola berbentuk titik. Metastasis multipel : pola
melingkar. Focal Nodular Hyperplasia (FNH) : pola ruji-ruji roda (dikutip dari
kepustakaan 16)

Gambar 3.9. Penyangatan kontras pada lesi HCC. Pada saat sebelum penyangatan (A), aliran
darah hanya terlihat pada area perifer dari lesi hipoechoic yang berukuran 15 mm (panah). Setelah
diinjeksi Levovist melalui vena Cubiti (B), kontras yang melalui vena porta (panah) mengalir
keluar dari tumor dan masuk ke dalam cabang posterior superior vena porta yang ada. (dikutip dari
kepustakaan 16)

Gambar 3.10. Trombus tumor hampir menutupi seluruh vena porta pada pasien dengan HCC
multifokal. (Dikutip dari kepustakaan 15)

33
USG berguna dalam mengarahkan prosedur dalam operasi; membantu mem
ahami penyebaran dan infiltrasi hepatoma dalam hati dan jaringan organ sekitarny
a, memperlihatkan ada tidaknya trombus tumor dalam percabangan vena porta intr
ahepatik : dibawah panduan USG dapat dilakukan biopsi punksi perkutan, injeksi
obat intratumor dan terapi ablasi lokal.1

Gambar 3.11. USG intraoperatif menunjukkan adanya Hepatocellular Carcinoma dengan


diameter sekitar 2 cm. Tumor ini memiliki echo internal yang berpola mosaik dengan
tampak adanya halo ( permukaan dilihat dari ventral) (dikutip dari kepustakaan 16)

Keunggulan pencitraan USG antara lain yaitu bersifat noninvasif, relatif eko
nomis, dapat diulang, tanpa ruda paksa radiasi. Kekurangannya adalah mudah terp
engaruh tulang iga dan paru, terdapat area buta yang sulit diperiksa ultrason. Selai
n itu hasil pemeriksaan kurang reprodusibel, tingkat akurasi mudah dipengaruhi fa
ktor lainnya. Penyangatan USG yang dikembangkan belakangan ini sangat menin
gkatkan nilai diagnostik USG.1
5. CT Scan
CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin terpenting untuk diagnosis
lokasi dan sifat hepatoma. CT dapat membantu memperjelas diagnosis,
menunjukkan lokasi tepat, jumlah, dan ukuran tumor dalam hati, hubungannya
dengan pembuluh darah penting, dalam penentuan modalitas terapi sangatlah
penting.1
Hepatoma diidentifikasi dengan derajat penyangatan medium kontras, dan
karena sifat hipervaskularisasinya, tumor ini menyangat kontras lebih cepat

34
dibandingkan jaringan hepar sekitarnya. Pada tumor metastasis, khususnya yang
berasal dari adenocarcinoma traktus gastrointestinal, biasanya tampilannya kurang
menyangat dan menyerap kontras lebih lambat. Hepatoma, yang disuplai oleh
cabang-cabang Arteri hepatika, tampak dengan densitas hiperdens maksimal
selama fase arterial dari tahap proses scanning dinamik, kemudian menurun
secara cepat densitasnya saat terjadi aliran fase portal yang dominan. Pola ini
dapat terlihat dengan baik pada CT dinamik dan CT fase tunda kasus hepatoma.17

Gambar 3.12 HCC tipikal. Gambaran CT menunjukkan lesi homogen yang


menyangat. (dikutip dari kepustakaan 18)

Gambar 3.13 HCC yang besar dengan pola mosaik. (A) helical CT Scan
memperlihatkan lesi heterogen dengan komponene hiper dan hipovaskuler (B)
Pada CT tunda, kapsul tumor tampak jelas. (dikutip dari kepustakaan 18)

35
Gambar 3.14 (A) HCC dengan perlemakan. Gambaran mikroskopisnya
memperlihatkan gambaran HCC berkapsul dengan perlemakan hati yang
menonjol. (B) HCC dengan invasi pada vaskularisasi hepar. Gambaran helical
CT Scan vena portal memperlihatkan massa HCC berkapsul yang besar pada
lobus kiri hepar, yang menginvasi cabang-cabang portal kiri hepar. (dikutip
dari kepustakaan 18)

Gambar 3.15 Pasien 32 tahun dengan HCC fibrolamelar. Pada potongan axial
CT Scan, tampak tumor (panah) memperlihatkan peningkatan echo yang halus.
(Dikutip dari kepustakaan 19)

Gambar 3.16 Cholangiocellular Carcinoma (CCC). (A) Tumor (panah putih)


memiliki batas yang reguler dan berdensitas hipodens. Selain itu, juga terdapat
biloma subkapsuler (panah hitam). (B) Setelah pemasukan kontras, tumor
menyangat pada bagian perifernya dengan pola geografik, seperti yang biasa
tampak pada kasus CCC. (Dikutip dari kepustakaan 13)

36
Hati yang normal akan menghasilkan densitas yang homogen, dengan
gambaran vena porta, saluran empedu, dan vena hepatika. Dengan CT dapat
ditentukan kelainan lokal di hati. KHP akan memperlihatkan suatu massa dengan
densitas rendah bila dibandingkan dengan jaringan normalnya. Gambaran tersebut
tetap sama atau diperjelas setelah penyuntikan media kontras intravena (20-40 mL
urografin 76% atau 220 mL 30% meglumin iothalamate).8 Mendeteksi tumor
dengan pola difus umumnya sulit, khususnya ketika parenkim hati telah berubah
karena penyakit hati yang difus. Rata-rata 24 % tumor dikelilingi oleh kapsul
fibrosis. Pendarahan intratumor dan nekrosis umumnya sering ditemukan karena
kurangnya stroma pada tumor. Kalsifikasi terjadi pada 10% kasus. Mendeteksi
hepatoma dengan latar belakang penyakit sirosis dan nodul regeneratif merupakan
tantangan besar dalam teknik pencitraan.21 Pada CT dengan penyangatan kontras
atau MRI, tumor akan sangat menyangat pada fase arteri sewaktu pengisisan
kontras.13

Gambar 3.17 (A) Teknik bolus. Setelah 30 detik setelah bolus. Aorta (huruf (A)) dan vena cava
inferior (huruf (I)) densitasnya bertambah. Cabang-cabang vena portal paten dan teridentifikasi sebagai
struktur cabang dengan gambaran yang lebih terang (panah) digantikan dengan adanya gambaran massa yang
besar pada lobus hepar kanan. (B) sebelum kontras. Terdapat gambaran massa besar berbatas tidak tegas pada
lobus kanan hepar yang difus
(Dikutip dari kepustakaan 20)

37
Gambar 3.18 (A) Sebelum kontras. Massa tumor yang besar mengisi hampir seluruh lobus kanan
hepar. (B) dengan teknik bolus, 30 detik setelah dibolus. Tampak filling defect (t) pada vena
cava inferior yang berdilatasi menunjukkan gambaran adanya tumor atau bekuan darah. Oklusi
vena portal juga dimungkinkan oleh adanya tumor di sepanjang vena, dan tidak tampak adanya
gambaran dengan densitas yang lebih terang setelah penginjeksian kontras. (Dikutip dari
kepustakaan 20)

Gambar 3.19 Pada kasus karsinoma hepatoselular ini, hepar telah mengalami sirosis yang difus,
pada parenkim hepar terdapat gambaran noduler. Asites juga tampak. Fase awal arteri setelah
pengisian kontras menunjukkan adanya penyangatan oleh tumor. (Dikutip dari kepustakaan 13)

38
Gambar 3.20 Dua gambaran nodul HCC pada pasien sirosis 58 tahun. (A) pada potongan axial
menunjukkan nodul inhemoragik yang tergambar baik pada lobus kiri hepar (panah). (B) pada
gambaran arteri CT, nodul menunjukkan adanya gambaran hemoragik (panah). Nodul dengan
hipervaskularisasi yang letaknya berdekatan tampak pada gambar (panah kecil) (Dikutip dari
kepustakaan 22)

Terhadap lesi mikro dalam hati yang sulit ditentukan CT rutin dapat
dilakukan CT dipadukan dengan angiografi (CTA), atau ke dalam arteri hepatika
disuntikkan lipiodol, sesudah 1-3 minggu dilakukan lagi pemeriksaan CT, pada
waktu ini CT lipiodol dapat menemukan hepatoma sekecil 0,5 cm.1
6. MRI
MRI merupakan teknik pemeriksaan nonradiasi, tanpa pemberian zat
kontras berisi iodium juga dapat secara jelas menunjukkan struktur pembuluh
darah dan saluran empedu dalam hati, juga cukup baik memperlihatkan struktur
internal jaringan hati dan hepatoma, sangat membantu dalam menilai efektivitas
aneka terapi. Dengan zat kontras spesifik hepatosit dapat menemukan hepatoma
kecil kurang dari 1 cm dengan angka keberhasilan 55%.1

39
Gambar 3.21 (D) pada fat-suppressed-T2-weighted MRI, bagian sentral dari tumor (kepala panah)
menunjukkan intensitas rendah dibandingkan parenkim hepar sekitarnya. (E) pada T1-weighed-opposed-
phase MRI, tumor juga tampak dengan intensitas rendah. (Dikutip dari kepustakaan 19)

Gambar 3.22 Pasien 59 tahun dengan HCC predominan tipe clear cell. (B) pada fat-
suppressed T2-weighted image, tampak masa heterogen dengan intensitas tinggi pada area sekitar
hepar. (C) T1-weighted-in-phase MRI memperlihatkan lesi berlobus (panah) dengan intensitas
rendah pada lobus kanan hepar. (D) TI-weighted opposed-phase MRI memperlihatkan adanya
tanda signal drop dalam massa (panah), yang menunjukkan adanya komposisi lemak yang tinggi
pada massa. Parenkim hepar juga memperlihatkan signal drop, yang mengindikasikan steatosis
difus. (Dikutip dari kepustakaan 19)

MRI dan CT (pada tingkat yang lebih rendah) dapat memperlihatkan


gambaran nodul dan perubahan fibrosis pada pasien dengan sirosis, khususnya
jika ada nodular siderotik.2

40
Gambar 3.23 (F) dan (G), penyangatan dengan Gadolinium pada fase arteri (F) dan fase vena (G)
T1- weighted MRI menunjukkan massa yang menyangat pada tepi massa. (Dikutip dari
kepustakaan 19)

Gambar 3.24 Mikro dan makrosirosis campuran (nodul siderotic regeneratif) (A) fast-spin-echo
T2 memeperlihatkan banyak sekali nodul-nodul siderotik dengan intensitas yang lebih rendah
dibandingkan parenkim hepar sekitarnya. Nodul yang mengandung Fe juga tampak pada lien. (B)
gradien echo dari T1 memdapatkan level yang sama dengan yang ditunjukkan pada nodul siderotik
dengan hipo intens yang lebih banyak dan lebih luas akibat sensitivitas yang lebih besar dari
gradien-echo. Spin echon T1 sering memperlihatkan gambaran nodul siderotik ini. (C)Tidak
seperti CT tanpa kontras, T1-galodinium ini menampilkan level yang sama dengan (A) dan (B),
menunjukkan bahwa nodul regeneratif siderotik ini masih dapat muncul pada intensitas rendah
setelah pemasanan bahan kontras. (Dikutip dari kepustakaan 23)

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Desen W., Buku Ajar Onkologi Klinis. 2 ed, 2011, Jakarta: FK UI, halaman
408-23.
2. Underwood JCE. Patologi Umum dan Sistemik. Ed 2, 2000. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, halaman 493-6.
3. Sudoyo W et al, Karsinoma Hati, dalam, Harmono M.T. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Edisi V, Jilid I, 2009, Jakarta : Interna Publishing,
halaman 685-91.
4. Isselbacher KJ, Dienstag JL, Tumor Hati, dalam, Klein H.G. Harrison
Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 13, Volume 4, 2000, Jakarta :
Buku Kedokteran EGC halaman 1678-80.
5. Lindseth GN. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas. in Price
SA, Wilson LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed 6
Vol 1. 2006. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; halaman 472-6, 507-
8.
6. Sulaiman A. Tumor Hati. In: Sulaiman A, Dildiyono, Akbar N, Rani A,
Gastroenterologi Hepatologi. 1997. Jakarta: Sagung Seto; halaman 370-5.
7. Putz HvR, Pabst R. Sobotta Anatomie des Menschen. 2007. Germany:
Urban & Fischer; p. 400.
8. Hadi S. Gastroenterologi. 2002. Bandung: Penerbit PT Alumni; halaman
694-733.
9. Patel P.R. Lecture Notes Radiologi. Ed 2. 2009. Jakarta: Penerbit Erlangga;
halaman 144-5.
10. Jewel KL, Primary Carcinoma of the Liver : Clinical and Radiologic
Manifestations. American Journal of Roentgenology.1971; 113:84-6
11. Lisle DA. Imaging of Student. 2nd Ed. 2001. New York: Oxford University
Press, Inc.; p. 120-22.
12. Marks WM, et al. Hepatocellular Carcinoma: Clinical and Angiographic
Findings and Predictability for Surgical Resection. American Journal of
Roentgenology.1979; 132:7-10
13. Eastman GW, Wald C, Crossin J. Getting Started in Clinical Radiology :
From Image to Diagnostic. 2006. Stuttgart, New York: Thieme; p. 204-7.

42
14. Pedersen OM, Odegaard S. Ultrasonography of the Liver, Biliary System
and Pancreas, in Odegaard S, Gilja OH, Gregersen H. Basic and New
Aspects of Gastrointestinal Ultrasonography. vol 3. 2005. Denver, USA:
World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd.; p. 90-1
15. Bates J. Abdominal Ultrasound : How, Why, and When. 2nd Ed. 2004.
Leeds, UK: Harcourt Publishers; p. 93-5.
16. Livraghi T, Makuuchi M, Buscarini L, Diagnostic and Treatment of
Hepatocellular Carcinoma.1997. London: Greenwich Medical Media; p
104-5, 112
17. Honda H, et al. Differential Diagnosis of Hepatic Tumors (Hepatoma,
Hemangioma, and Metastasis) with CT : Value of Two-Phase Incremental
Imaging. American Journal of Roentgenology.1992; 159:735-40
18. Vilgrain V, et al. Primary Hepatic Malignant Neoplasm : Radiologic-
Pathologic Correlations. in Gourtsoyiannis N, Ros PR. Radiologic-
Pathologic Correlations from Head to Toe. 2005. Berlin: Springer-Verlag; p.
367-73
19. Chung YE, et al. Hepatocellular Carcinoma Variants: Radiologic
Pathologic Correlation. American Journal of Roentgenology. 2009;193:W7-
13
20. Kunstlinger F, Federle MP, Moss AA, Marks W. Computed Tomography of
Hepatocellular Carcinoma. American Journal of Roentgenology.1980;
134:431, 434-5
21. Brant WE, Liver, Biliary Tree and Gallbladder in Brant WE, Helms CA.
Fundamental of Diagnostic Radiology. 3 ed. 2007. Virginia: Lippincott
Williams and Wilkins; p. 765-66
22. Bolog N, Andreisek G, Oancea I, Mangrau A. CT and MR Imaging of
Hepatocellular Carcinoma. PubMed.gov; June 2011
23. Baron RL, Peterson MS. Screening the Cirrhotic Liver for Hepatocellular
Carcinoma with CT and MR Imaging : Opportunties and Fitfalls.
RadioGraphics; October 2001

43
99M
24. Rabinowitz RA, McKusick KA, Strauss HW, Tc Red Blood Cell
Scintigraphy in Evaluating Focal Liver Lessions. American Journal of
Roentgenology.1984; 143:63,66
25. Zviniene K, Differential Diagnosis of Hepatocellular Carcinoma on
Computed Tomography. in Lau JWY. Hepatocellulaar Carcinoma-Clinical
Research. 2012. Rijeka, Croatia:InTech; p:105-7, 110-11, 127-28

44

Anda mungkin juga menyukai