Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Kolesistitis adalah radang kandung empedu. Dikenal klasifikasi kolesistitis


yaitu kolesistitis akut serta kronik. Kolesistitis akut adalah reaksi inflamasi akut
dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan
dan demam. Penyebab utama kolesistisis adalah batu kandung empedu (90%).
Batu empedu yang terletak di duktus sistikus yang menyebabkan stasisnya cairan
empedu, sedangkan sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu
(kolesistitis akut akalkulus). Penyebab stasisnya hingga saat ini masih belum jelas,
diperkirakan banyak factor yang berpengaruh seperti kepekatan cairan empedu,
kolesterol, lisolesitin, dan porostalglandin yang merusak lapisan mukosa dinding
kandung empedu diikuti reaksi inflamasi dan supurasi. 17
Sejauh ini belum ada data epidemiologis penduduk mengenai insidensi
kolesistitis di Indonesia, namun angka kejadian relative lebih rendah di banding
negara-negara barat. Dalam sebuah penelitian diperkirakan 10-20% orang
Amerika memiliki batu empedu, dan sebanyak sepertiga dari orang-orang
berkembang menjadi kolesistitis akut.
Berikut ini dilaporkan sebuah kasus Kolesistitis et causa suspect
kolelitiasis di ruang Penyakit Dalam kelas III RSUD Kanjuruhan kepanjen.

1
BAB II
STATUS PENDERITA

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn.Y
Umur : 49 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Wajak
Pekerjaan : Swasta (buruh tani)
Status Perkawinan : Menikah
Suku : Jawa
Tanggal MRS : 12 Juli 2017

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Nyeri perut kanan atas
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD dengan keluhan nyeri perut kanan atas selama 2
bulan. Nyeri yang dirasakan seperti diremas-remas. Nyeri perut kanan atas
dirasakan menjalar hingga punggung dan bahu. Nyeri yang dirasakan terus
menerus. Nyeri ulu hati (+),mual (+), muntah(+), demam (+) frekuensi 1x.
Demam (+),batuk (-), sesak (-), nyeri dada (-), nafsu makan menurun (+)
sejak sakit. BAK lancar, warna kuning. BAB biasa, warna coklat,
konsistensi lunak.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien menyangkal adanya keluhan serupa seperti saat ini pada waktu
dulu.
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Darah tinggi : disangkal
Diabetes : disangkal
Stroke : disangkal
Penyakit kuning : disangkal

2
Demam tinggi : disangkal
TBC : disangkal
Asma : disangkal

5. Riwayat Kebiasaan
- Riwayat minum kopi (+), 1 hari 1 kali.
- Riwayat minum alkohol (-)
- Riwayat minum jamu-jamuan (+), 1 minggu 1 kali
- Merokok (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK (22 Oktober 2010)


1. Keadaan Umum
Tampak lemah, kesadaran compos mentis (GCS 456), status gizi kesan
cukup.
2. Tanda Vital
Tensi : 120/70 mmHg
Nadi : 80 x / menit
Pernafasan : 20 x /menit
Suhu : 37 oC
3. Kulit
Turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), venektasi (-), petechie (-), spider
nevi (-).
4. Kepala
Bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (-),
atrofi m. temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan
mimic wajah / bells palsy (-).
5. Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).

6. Hidung

3
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-).
7. Mulut
Bibir pucat (-), bibir cianosis (-), gusi berdarah (-).
8. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-).
9. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).
10. Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)
11. Thoraks
Normochest, simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi (-),
spider navi (-), pulsasi infrasternalis (-), sela iga melebar (-).
Cor :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tak kuat angkat
Perkusi : batas kiri atas : SIC II Linea Para Sternalis Sinistra
batas kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis Dextra
batas kiri bawah : SIC V 1 cm medial Linea Medio
Clavicularis Sinistra
batas kanan bawah: SIC IV Linea Para Sternalis Dextra
pinggang jantung : SIC III Linea Para Sternalis Sinistra
(batas jantung terkesan normal)
Auskultasi: Bunyi jantung III intensitas normal, regular, bising (-)
Pulmo :
Statis (depan dan belakang)
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri
Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor/sonor
+ +
+ +

4
+ +

Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan


(ronchi -/-)
- -
- -
- -

12. Abdomen
Inspeksi : dinding perut lebih rendah dari dinding dada
Palpasi : supel, Nyeri Tekan (+) epigastrium. Murphy sign
(+) regio hipokondrium dextra. Hepar dan lien tidak
teraba.

Perkusi : timpani
Auskultasi : Bising usus (+), dalam batas normal
13. Ektremitas
Palmar eritema (-/-)
akral dingin Oedem
- - - -
- - - -

14. Sistem genetalia: dalam batas normal.

D. DIFFERENTIAL DIAGNOSA
o Kolesistitis et causa suspect kolelitiasis
o Hepatitis

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium :
DL (Tanggal 12 Juli 2017)

5
Jenis Hasil Pemeriksaan Nilai Normal
pemeriksaan
Hb 16,6 g/dl 12-16 g/dl
Hitung Lekosit 22.600 4.000-10.000
Hitung trombosit 350000 sel/cmm 150.000-400.000
sel/cmm
GDS 90 mg/dl <140 mg/dl
Bilirubin total 0,79 mg/dl <1,00 mg/dl
Bilirubin direk 0,37 mg/dl <0,25 mg/dl
Bilirubin indirek 0,42 mg/dl <0,75 mg/dl
SGOT 416 U/L <43 U/L
SGPT 378 U/L <43 U/L
Ureum 18 mg/dl 20-40 mg/dl
Kreatinin 0,51 mg/dl 0,6-1,1 mg/dl
HBsAg (-) (-)

2. Radio

F. DIAGNOSIS KERJA
o Kolesistitis

6
G. PENATALAKSANAAN
1. Non Medika mentosa
a. Edukasi tentang penyakitnya

2. Medikamentosa
- IVFD : Infus Renosan 2x500 20 tpm
- Inj. Meropenem 3x1
- Inj. Pantoprazole 2x40
- Inj. Antrain 3x1
- Inj. Ondancentron 3x8 prn
- PO. Livapro 3x1
- PO. Urdafalk 3x2
- PO. Curcuma 3x1

7
H. FOLLOW UP
Nama : Tn Y
Diagnosis kerja : Kolesistitis kronis kalkulous

Tabel flowsheet penderita


Tgl Subyektif Obyektif Assesment Planning Therapy
12.07.17 Nyeri perut kanan T: 130/70 Suspect Lab DL, IVFD : Infus Renosan
atas, demam N:80 hepatitis HbsAg, USG 2x500 20 tpm
S: 37 abdomen
Inj. Meropenem 3x1
RR: 20
Inj. Pantoprazole 2x40
Inj. Antrain 3x1
Inj. Ondancentron 3x8
prn
PO. Livapro 3x1
PO. Urdafalk 3x2
PO. Curcuma 3x1

13.07.17 Nyeri perut kanan T: 130/80 Suspect IVFD : Infus Renosan


atas N:82 hepatitis 2x500 20 tpm
S: 36,6
Inj. Meropenem 3x1
Inj. Pantoprazole 2x40
Inj. Antrain 3x1
Inj. Ondancentron 3x8
prn
PO. Livapro 3x1
PO. Urdafalk 3x2
PO. Curcuma 3x1
14.07.17 Nyeri perut kanan T: 90/60 kolesistitis IVFD : Infus Renosan
atas, batuk, nyeri N:80 2x500 20 tpm
kepala S: 36,3
Inj. Meropenem 3x1
Hb : 14,7
Leu: Inj. Pantoprazole 2x40
13.400 Inj. Antrain 3x1

8
OT: 153 Inj. Ondancentron 3x8
PT:59 prn
HbsAg : -
PO. Livapro 3x1
PO. Urdafalk 3x2
PO. Curcuma 3x1

15.07.17 Nyeri perut kanan T: 100/50 IVFD : Infus Renosan


atas, batuk, nyeri N:84 2x500 20 tpm
kepala S: 36,8
Inj. Meropenem 3x1
Inj. Pantoprazole 2x40
Inj. Antrain 3x1
Inj. Ondancentron 3x8
prn
PO. Livapro 3x1
PO. Urdafalk 3x2
PO. Curcuma 3x1

16.07.10 Nyeri perut kanan T: 110/70 IVFD : Infus Renosan


atas << N:80 2x500 20 tpm
S: 37
Inj. Meropenem 3x1
Inj. Pantoprazole 2x40
Inj. Antrain 3x1
Inj. Ondancentron 3x8
prn
PO. Livapro 3x1
PO. Urdafalk 3x2
PO. Curcuma 3x1

17.10.17 - T: 110/70 BLPL


N:65
S: 36,6

9
BAB III
PEMBAHASAN PENYAKIT

A. Kolesistitis
Kolesistitis adalah radang kandung empedu. Dikenal klasifikasi kolesistitis
yaitu kolesistitis akut serta kronik.

1. Kolesistitis Akut
Kolesistitis akut adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu
yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam.17

Etiologi dan pathogenesis17


Factor yang mempengaruhi timbulnya kolesistisis adalah stasinya
cairan empedu. Penyebab utama kolesistisis adalah batu kandung
empedu (90%). Batu empedu yang terletak di duktus sistikus yang
menyebabkan stasisnya cairan empedu, sedangkan sebagian kecil
kasus timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus).
Penyebab stasisnya hingga saat ini masih belum jelas, diperkirakan
banyak factor yang berpengaruh seperti kepekatan cairan empedu,
kolesterol, lisolesitin, dan porostalglandin yang merusak lapisan
mukosa dinding kandung empedu diikuti reaksi inflamasi dan supurasi.
17

Kolesistitis akut akalkulus dapat timbul pada pasien yang dirawat


cukup lama dan mendapat nutrisi parenteral, pada sumbatan karena
keganasan kandung empedu, batu disaluran empedu, atau merupakan
salah satu komplikasi penyakit lain seperti dem tifoid, dan diabetes
mellitus. 17

Gejala klinis17
Keluhan yang agak khas pada kolesistitis akut adalah kolik perut
kanan atas sebelah epigastrium, nyeri tekan , serta kenaikan suhu

10
tubuh. Pada pemeriksaan fisik teraba masa dikandung emepedu, nyeri
tekan disertai tanda-tanda peritonitis likal (Murphy sign). Pada 20%
kasus dijumpai ikterus, dengan derajat ringan (bilirubin <4,0 mg/dl).
Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di
saluran empedu extrahepatik. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan
adanya leukositosis serta kemungkinan peninggian serum transaminase
dan fosfatase alkali. Apabila keluhan nyeri bertambah hebat disertai
suhu tinggi dan menggigil serta leukosistosis berat, kemungkinan
terjadi emphiema dan perforasi kandung empedu.

Diagnosis17
Pemeriksaa USG sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat
bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding
kandung empedu, batu dan saluran empedu extrahepatik. Nilai
kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90 95%.

Diagnosis Banding17
Diagnosis banding untuk nyeri perut kanan atas yang tiba tiba
perlu dipikirkan seperti penjalaran nyeri syaraf spinal karena kelainan
organ dibawah diafragma seperti appendix yang retrosekal, sumbatan
usus, perforasi ulkus peptikum, pancreatitis akut, infark miokard.

Pengobatan17
Pengobatan umum termasuk istirahat total, pemberian nutrisi
parenteral, diet ringan, dan pemberian obat penghilang rasa nyeri
seperti petidin dan antispasmodic. Pemberian antibiotic pada fase awal
sangat penting untuk menccegah komplikasi peritonitis, kolangitis,
septisemi.

Prognosis17

11
Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun
kandung empedu menjadi tebal, fibrotic, penuh dengan batu dan tidak
berfungsi lagi. Tidak jarang terjadi kolesistitis rekuren. Kadang
kadang kolesistitis akut berkembang menjadi gangrene, emphiema dan
perforasi kandung empedu, fistel, abses hati atau peritonitis. Hal ini
dapat dicegah dengan pemberian antibiotic yang adekuat pada awal
serangan. Tindakan bedah akut pada pasien tua (>75 tahun) mempunai
prognosis yang jelek disamping kemungkinan banyak timbul
komplikasi pasca bedah.

2. Kolesistitis Kronik17
Kolesistitis kronis mungkin merupakan kelanjutan dari kolesistitis akut
berulang, tapi pada umumnya keadaan ini timbul tanpa riwayat
serangan akut. Sama seperti kolesistitis akut, kolesistitis kronik juga
berhubungan erat dengan batu empedu. Namun batu empedu
tampaknya tidak berperan langsung dalam inisiasi peradangan atau
nyeri. Supersaturasi empedu mempermudah terjadinya peradangan
kronik dan terutama pembentukan batu. Mikroorganisme (E. coli dan
enterokokus) dapat dibiak dari empedu pada 1/3 kasus. Tidak seperti
kolesistitis akut kalkulus, obstruksi pada saluran empedu tidak harus
menjadi syarat pada kolesistitis kronik.

Gejala Klinis17
Sulit ditegakkan karena gejala yang minimal dan tidak menonjol
seperti dyspepsia, rasa penuh di epigastrium, dan nausea khususnya
setelah makan makanan berlemak tinggi, yang kadang hilang setelah
bersendawa. Riwayat penyakit batu empedu di keluarga, ikterus dan
kolik berulang, nyeri local didaerah kandung empedu disertai
Murphys sign (+).

Morfologi17

12
Perubahan morfologik pada kolesistitis kronis sangat bervariasi
dan kadang minimal. Keberadaan batu empedu dalam kandung
empedu, bahkan tanpa adanya peradangan akut, sudah bisa ditegakkan
diagnosis. Kandung empedu mungkin mengalami kontraksi, berukuran
normal/membesar. Ulserasi mukosa jarang terjadi; submukosa dan
subserosa sering menebal akibat fibrosis. Tanpa adanya kolesistitis
akut, limfosit di dalam lumen adalah satu-satumya tanda peradangan.

Diagnosis17
Kolesistografi oral, USG, kolangiografi dapat memperlihatkan
kolelitiasis dan afungsi kandung empedu. Endoscopic Retrograde
Cholangio Pancreatography (ERCP), bermanfaat dalam mendeteksi
batu di kandung empedu dan duktus koledous dengan sensitivitas
90%, spesivitas 98%, dan akurasi 96%, tapi prosedur invasif ini dapat
menimbulkan komplikasi pankreatitis dan kolangitis yang dapat
berakibat fatal.

Diagnosis Banding17
Intoleransi lemak, ulkus peptic, kolon spastic, karsinoma kolon
kanan, pancreatitis kronik, kelainan duktus koledokus. Penyakit ini
perlu dipertimbangkan sebelum melakukan kolesistektomi.

Pengobatan17
Pada pasien dengan atau tanpa batu empedu yang simtomatik,
dianjurkan kolesistektomi. Keputusan kolesistektomi agak sulit pada
pasien dengan keluhan minimal atau disertai penyakit lain yang
mempertinggi risiko operasi.

B. Kolelitiasis

13
Kolelitiasis sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus.
Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam
kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa
unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam
kandung empedu.

Etiologi Kolelitiasis
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan
asam chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3%
protein dan 0,3% bilirubin.2 Etiologi batu empedu masih belum diketahui
dengan sempurna namun yang paling penting adalah gangguan
metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis
empedu dan infeksi kandung empedu.3 Sementara itu, komponen utama
dari batu empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan.
Jika cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa
menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu.6

Faktor Risiko Kolelitiasis


Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini.
Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin
besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut
antara lain : (6,7,8)
Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
Usia lebih dari 40 tahun .
Kegemukan (obesitas).
Faktor keturunan
Aktivitas fisik
Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
Hiperlipidemia
Diet tinggi lemak dan rendah serat
Pengosongan lambung yang memanjang

14
Nutrisi intravena jangka lama
Dismotilitas kandung empedu
Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati,
pankreatitis dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus
(kekurangan garam empedu)
Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit
putih, baru orang Afrika)

Anatomi saluran empedu


Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah alpukat
yang terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi
secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil di
dalam hati. Saluran empedu yang kecil-kecil tersebut bersatu membentuk
dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati
sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri, yang akan bersatu membentuk
duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung dengan
duktus sistikus membentuk duktus koledokus. Pada banyak orang, duktus
koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula Vateri
sebelum bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua saluran dan
ampla dikelilingi oleh serabut otot sirkular, dikenal sebagai sfingter Oddi.3

Gambar 1. Batu dalam kandung empedu (5)


Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan
empedu. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu yang

15
dihasilkan hati. Empedu yang dihasilkan hati tidak langsung masuk ke
duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk
ke duktus sistikus dan disimpan di kandung empedu. Pembuluh limfe dan
pembuluh darah mengabsorbsi air dan garam-garam anorganik dalam
kandung empedu sehingga cairan empedu dalam kandung empedu akan
lebih pekat 10 kali lipat daripada cairan empedu hati.
Secara berkala kandung empedu akan mengosongkan isinya ke dalam
duodenum melalui kontraksi simultan lapisan ototnya dan relaksasi
sfingter Oddi. Rangsang normal kontraksi dan pengosongan kandung
empedu adalah masuknya kimus asam dalam duodenum. Adanya lemak
dalam makanan merupakan rangsangan terkuat untuk menimbulkan
kontraksi. Hormone CCK juga memperantarai kontraksi.3
Dua penyakit saluran empedu yang paling sering frekuensinya adalah
pembentukan batu (kolelitiasis) dan radang kronik penyertanya
(kolesistitis). Dua keadaan ini biasa timbul sendiri-sendiri, atau timbul
bersamaan.9

Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan
empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan
(3) berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol
merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu,
kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila
perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan
kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak
larut dalam media yang mengandung air. Empedu dipertahankan dalam
bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral
kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan
lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu
rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.10
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal

16
kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk
suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin
bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang
lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan. 10

Klasifikasi Kolelitiasis
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu
empedu di golongkankan atas 3 (tiga) golongan:1,11
Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang
mengandung > 50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol
diperlukan 3 faktor utama :
Supersaturasi kolesterol
Hipomotilitas kandung empedu
Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.
Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang
mengandung <20% kolesterol. Jenisnya antara lain:
Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan
mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu
pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi
saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi
sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi
infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B-
glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi
bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin
menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang
dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan

17
terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya batu pigmen cokelat ini
terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.
Batu pigmen hitam.
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk
dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.1 Batu pigmen hitam
adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis
kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari
derivat polymerized bilirubin. Potogenesis terbentuknya batu ini belum
jelas. Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu
dengan empedu yang steril.1,11

Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50%
kolesterol.

Gambar 2. Klasifikasi batu dalam kandung empedu12

Manifestasi Klinis
Penderita batu empedu sering mempunyai gejala-gejala kolestitis akut
atau kronik. Bentuk akut ditandai dengan nyeri hebat mendadak pada
abdomen bagian atas, terutama ditengah epigastrium. Lalu nyeri menjalar
ke punggung dan bahu kanan (Murphy sign). Pasien dapat berkeringat
banyak dan berguling ke kanan-kiri saat tidur. Nausea dan muntah sering
terjadi. Nyeri dapat berlangsung selama berjam-jam atau dapat kembali
terulang. 3

18
Gejala-gejala kolesistitis kronik mirip dengan fase akut, tetapi beratnya
nyeri dan tanda-tanda fisik kurang nyata. Seringkali terdapat riwayat
dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati atau flatulen yang berlangsung
lama. Setelah terbentuk, batu empedu dapat berdiam dengan tenang dalam
kandung empedu dan tidak menimbulkan masalah, atau dapat
menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang paling sering adalah infeksi
kandung empedu (kolesistitis) dan obstruksi pada duktus sistikus atau
duktus koledokus. Obstruksi ini dapat bersifat sementara, intermitten dan
permanent. Kadang-kadang batu dapat menembus dinding kandung
empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering menimbulkan
peritonitis, atau menyebakan ruptur dinding kandung empedu. 3

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis : 3
Asimtomatik
Obstruksi duktus sistikus
Kolik bilier
Kolesistitis akut
Perikolesistitis
Peradangan pankreas (pankreatitis)-angga
Perforasi
Kolesistitis kronis
Hidrop kandung empedu
Empiema kandung empedu
Fistel kolesistoenterik
Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali
dan batu empedu muncul lagi)
Ileus batu empedu (gallstone ileus)

19
Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan
menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada
dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus,
batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi
duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel,
bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya
kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon,
omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel kolesistoduodenal.
Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis
akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian
dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel
kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang
berakibat terjadinya peritonitis generalisata.3
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada
saat kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai
duktus koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat
menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga
berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan
pankretitis.3
Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui
terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar
dapat menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan
menimbulkan ileus obstruksi.3

Diagnosa
Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah
asimtomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang
disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis,
keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas
atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin

20
berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa
jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada
30% kasus timbul tiba-tiba.3
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke
puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat
penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan
antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah
pada waktu menarik nafas dalam.3

Pemeriksaan Fisik
Batu kandung empedu
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan
komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum,
hidrop kandung empedu, empiema kandung empedu, atau pankretitis.
Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum
didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila
nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena
kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa
dan pasien berhenti menarik nafas.3
Batu saluran empedu
Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang.
Kadang teraba hatidan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar
bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila
sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.3

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak
menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi
peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma
mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan
duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin

21
disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali
serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang
setiap setiap kali terjadi serangan akut.3

Pemeriksaan Radiologis
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas
karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat
radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu
berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan
akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung
empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan
atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura
hepatika.3

Gambar 3. Foto rongent pada kolelitiasis 13


Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang
tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran
empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat
dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem
yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat
pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh

22
udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada
batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi
biasa. 1

Gambar 4. FotoUSG pada kolelitiasis 14


Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik
karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu
radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi
oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun
serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-
keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan
kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.3

Penatalaksanaan
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan.
Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan
menghindari atau mengurangi makanan berlemak. 3
Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang
meskipun telah dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk
menjalani pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi). Pengangkatan

23
kandung empedu tidak menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah
pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan makanan. 3

Pilihan penatalaksanaan antara lain : 10


Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien
denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang
dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2%
pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang
dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah
kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. 10
Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990
dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara
laparoskopi. 80-90% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini
karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-
0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada
jantung dan paru.2 Kandung empedu diangkat melalui selang yang
dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut. 10
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa
adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman,
banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan
kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara
teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional
adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang
dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan
perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan
dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti
cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama
kolesistektomi laparaskopi. 10

24
Gambar 5. Kolesistektomi laparaskopi 15
Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah
digunakan adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang
dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu
empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam
xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya
batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan,
kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien.10 Kurang dari 10% batu
empedu dilakukan cara ini an sukses.2 Disolusi medis sebelumnya harus
memenuhi criteria terapi non operatif diantaranya batu kolesterol
diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu
baik dan duktus sistik paten. 2
Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang
poten (Metil-Ter-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu
melalui kateter yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam
melarutkan batu empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini
invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi
(50% dalam 5 tahun). 10

25
Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis
biaya-manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya
terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk
menjalani terapi ini. 10

Gambar 6. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) 16,17

Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan
di samping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang
bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya kritis.10
Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut,
kerongkongan, lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras
radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di
dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar
sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus
halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90%
kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-
7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman
dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif dilakukan

26
pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang kandung
empedunya telah diangkat.18

Gambar 7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)19

27
BAB III
PENUTUP

Telah dilaporkan laporan kasus seorang penderita Ny. S. perempuan, 54


tahun, dengan diagnosis Kolesistitis et causa suspect Kolelithiasis, telah dirawat di
ruang Penyakit Dalam kelas III RSUD KANJURUHAN KEPANJEN dari
tanggal 22 Oktober- 27 Oktober 2010.
Pasien datang ke RSUD dengan keluhan nyeri perut kanan atas selama 5
bulan. Nyeri yang dirasakan seperti diremas-remas kadang cekit-cekit. Nyeri
perut kanan atas dirasakan menjalar hingga pinggang kanan atas. Nyeri yang
dirasakan terus menerus kadang sakit sekali kadang sakit berkurang sehingga
mengganggu aktivitas pasien dan membuat pasien memeriksakan diri ke
PUSKESMAS. Pasien mengaku di PUSKESMAS juga telah diperiksa darah
namun tidak tahu hasilnya apa. Selain nyeri pasien juga merasakan nyeri kepala
(cekot-cekot) selama 3 hari (mulai tanggal 20 Oktober 2010). Nyeri kepala yang
dirasakan terus menerus namun kadang sedkit berkurang. Pasien juga
mengeluhkan batuk selama 2 hari, batuk kering, tanpa riak , tanpa darah. Pasien
juga mengeluhkan penglihatan kabur selama 5 bulan, bila melihat di siang hari
terasa seperti mendung dan nyeri pada kelopak mata jika kelopak mata ditutup
setelah melihat cahaya. Pemeriksaan laboratorium didapatkan Lekosit meningkat
(16.660 sel/cmm), SGOT meningkat (75 U/L), SGPT meningkat (84 U/L), ureum
sedikit menurun (18 g/dl), HBsAg (-). Hasil USG dapat diambil kesimpulan
Dilatasi IHBD dan CBD dengan hydrops gall bladder et causa obstruksi suspect
batu pada CBD distal, Kolelithiasis dan Kolesistitis kronik. Pasien dikonsulkan ke
bagian bedah pada 27 Oktober 2010 .

28
DAFTAR PUSTAKA
1. Lesmana L. Batu empedu. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I.
Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2000. 380-384.

2. I J Beckingham. 2001. ABC Of Diseases Of Liver, Pancreas, And Biliary


System Gallstone Disease. Dalam: British Medical Journal Vol 13, Januari
2001: 322(7278): 9194. Avaliable from :
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1119388

3. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta :


Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-579.

4. Webmaster. 2002. Genetics of gallstone disease. Dalam: JPGM. Available


from:
http://www.jpgmonline.com/article.asp?issn=0022-
3859;year=2002;volume=48;issue=2;spage=149;epage=52;aulast=Mittal

5. Dorlan WA Newman. Kamus Kedokteran Dorlan. Edisi 29.Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC.2002. Maryan Lee F, Chiang W.
Cholelithiasis. Avaliable from :
http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal/topic97.htm

6. Maryan Lee F, Chiang W. Cholelithiasis.


Avaliable from :
http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal/topic97.htm

7. Clinic Staff. Gallstones.


Avaliable from :
http://www.6clinic.com/health/digestive-system/DG99999.htm.

8. Cholelithiasis. Avaliable from :


http://www.7.com/HealthManagement/ManagingYourHealth/HealthRefere
nce/Diseases/InDepth/?chunkiid=103348.htm.

9. Price, Sylvia Anderston. Patofisiologi Konsep Klinis Preose-Proses


Penyakit. Jilid 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1994.
Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles
of Surgery). Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. 459-
464.

10. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles


of Surgery). Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. 459-
464.

11. Webmaster. Cholelithiasis.

29
Avaliable from : http://www.merck.com/mmpe/sec03/ch030/ch030a.html.

12. Webmaster.2008.
Available From:
http://www.unboundedmedicine.com/index.php?tag=gallstone_ileus

13. Yekeler E, Akyol Y. Cholelithiasis. Dalam : New England Journal of


Medicine. Avaliable from :
http://content.nejm.org/cgi/content/full/351/22/2318#F1.

14. Webmaster.2008.
Available From:
http://www.med-ed.virginia.edu/courses/rad/edus/index6.html

15. Webmaster.2008.
Available From:
http://www.thebestlinks.com/Cholecystectomy.html

16. Webmaster.2008.
Available From: http://uro.med.u-tokai.ac.jp/byoukini/img/eswl.gif

17. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990,
Jakarta, P: 586-588.

18. NN. Insidensi kolelitiasis di Rumah sakit prof. Dr. Margono soekarjo
purwokerto periode 1 april 2007- 30 april 2008.
http://www.koLELITIASIS.com/.word

30

Anda mungkin juga menyukai