Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kolon merupakan tempat keganasan tersering dari saluran cerna. Kanker


kolon merupakan penyebab ketiga dari semua kematian akibat kanker di Amerika
Serikat baik pada pria maupun wanita. Diperkirakan bahwa 150.000 kasus baru
kanker kolon didiagnosis setiap tahunnya. Menurut laporan WHO pada bulan April
2003 terdapat lebih dari 940.000 kasus baru karsinoma kolon dan hampir 500.000
kematian dilaporkan di seluruh dunia setiap tahunnya. Insidensnya meningkat sesuai
dengan usia, kebanyakan pada pasien yang berusia lebih dari 55 tahun. Kanker ini
jarang ditemukan di bawah usia 40 tahun, kecuali pada orang dengan riwayat kolitis
ulseratif atau poliposis familial. Di Indonesia insidens karsinoma kolon dan rektum
juga cukup tinggi, begitu pula angka kematiannya. Insidens pria sebanding dengan
wanita. Sekitar 75% ditemukan di rektosigmoid. Angka kelangsungan hidup di bawah
5 tahun adalah 40– 50 %, terutama karena terlambat dalam diagnosis dan adanya
metastase. Kebanyakan orang asimptomatis dalam jangka waktu yang lama dan
mencari bantuan kesehatan hanya bila mereka menemukan perubahan pada kebiasaan
defekasi atau perdarahan rektal.

1
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1. IDENTITAS

Nama : Ny. S
Umur :79 thn
Jenis Kelamin : Wanita
Agama : Kristen- Yehuwa
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Perum Ambarawa Asri 2/12 180 Bawen
Status: Menikah
Kelompok pasien: BPJS non PBI Kelas III
Cara Masuk : Rawat Darurat
Tanggal masuk/ Ruangan: 07 Desember 2014/ Melati
Nomor RM : 012132

2.2. ANAMENESA

Keluhan utama

Pasien Mengeluh kembung dan nyeri di perut sebelah kiri bawah sejak
2 minggu yang lalu.

Riwayat penyakit Sekarang

Nyeri seperti ditusuk, muncul tiba-tiba, hilang timbul, Mual (+),


Muntah(+), Pusing (-), Demam (-),Flatus(-) BAK(+), BAB (+) Kecil-kecil,
hitam seperti kotoran kambing sejak seminggu, namun 2 hari terakhir belum
bab. Pasien mengaku mual kalau makan dan sempat muntah 2 kali sebelum

2
dibawa kerumah sakit. Pernah diobati di dokter umum tapi tidak ada
perubahan. Alergi (-).

Riwayat Penyakit Dahulu

Sebelumnya belum pernah mengalami keluhan seperti ini. Operasi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

DM(-), Hipertensi (-), Penyakit Ginjal (-), Penyakit Darah (-)

Riwayat Kebiasaan dan Gizi

Mengaku berat badan turun drastis 15 kg dalam 1 bulan terakhir


ini.Merokok(-) Alkohol(-) Diet Vegetarian

2.3. PEMERIKSAAN FISIK

3.1 Status Generalis

Keadaan umum: cukup, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), status gizi
baik
Tanda Vital : TD : 110/70 mmHg
Nadi : 74 x/menit, reguler
RR : 19 x/menit
Suhu : 37,2oC
Rambut: distribusi pertumbuhan rambut rata, rambut beruban.
Kepala dan wajah: bentuk kepala mesocephal, wajah simetris, luka (-), warna
kulit coklat, pucat (-)
Mata : konjungtiva warna merah muda, anemis (-/-), sklera warna putih,
ikterik (-/-), eksoftalmus (-/-), mata cowong (-/-), pupil isokor
Hidung : rhinorrhea (-/-), epistaksis (-/-), deformitas hidung (-/-)
Mulut : mukosa bibir pucat (-/-), bibir kering (-/-), stomatitis (-)
Telinga : otorrhea (-/-), kedua cuping telinga normal
Leher : lesi kulit (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran KGB (-)

3
Thorax : normochest, simetris
Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis kuat angkat
Perkusi : Batas kiri atas : SIC II LPSS
Batas kanan atas : SIC II LPSD
Batas kiri bawah : SIC V 1 cm lateral LMCS
Batas kanan bawah : SIC IV LPSD
Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi: bunyi jantung I-II intensitas normal, regular
Pulmo : Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri
Palpasi: fremitus taktil kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : + + - - - -
suara dasar vesikuler + wheezing - ronkhi basah & kering -
+ + - - - -
Abdomen :
Inspeksi : Dinding perut cembung, venektasi (-), jaringan parut/bekas
luka (-), tumor/benjolan (-) didaerah hipogastrium sinistra,
darm steifung(-), darm contour (-)
Auskultasi : Bising usus 12x/menit (+) meningkat
Palpasi : Distensi, meteorismus (+), hepar dan lien tidak teraba, nyeri
tekan abdomen(+), Teraba benjolan di hipogastrium kiri
Perkusi :Hipertimpani, Pekak hepar (+), Nyeri Ketok (-) - - +
Sistem Collumna Vertebralis : - - +
Inspeksi : Deformitas (-), kiphosis (-), lordosis (-), - - -
skoliosis (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), krepitasi (-)

4
Ektremitas : palmar eritema (-/-)
Akral dingin Edema
- - - -
- - - -
Pemeriksaan Neurologik :
Sistem motorik Sistem sensorik
- - - -
- - - -
Pemeriksaan Psikiatrik :
Penampilan : Perawatan diri baik
Kesadaran : Kualitatif tidak berubah, kuantitatif compos mentis
Psikomotor : Normoaktif
Proses pikir : Bentuk : realistik
Isi : waham (-), hausinasi (-), ilusi (-)
Arus : koheren
Insight : Baik

2.4. PEMERIKSAAN PENUNUNJANG


4.1 Hematologi (7-12-2014)
HASIL HASIL SAAT NILAI RUJUKAN
PEMERIKSAAN INI
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 10.4 L 10-15 g/dL
Hematokrit 31 30-45 %
Eritrosit 4.1 4.0-5.5 juta/µL
Leukosit 10300 4800-10.800/µL
Trombosit 269000 150000-400000/µL
MCV 80 80-96 fL
MCH 27 27-32 pg
MCHC 30 L 32-36 g/dL

5
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah 88 < 140 mg/dL
(Sewaktu)

IMUNOSEROLOGI
HBsAG Non Reaktif Non reaktif
KIMIA KLINIK
Albumin 2.25 L 3.4-4.8 g/dl

4.2 Foto Rontgen (7-12-2014)

Kesan : Banyak Udara usus, tampak distensi usus sampai cavum pelvis, pada
LLD terdapat air fluid Level panjang, Tak tampak pneumoperitoneum

4.3 USG abdominal (7-12-2014)

6
Kesan : Banyak udara di dalam usus

Hepatomegali

2.5. DIAGNOSIS KERJA

Ileus Obstruksi Et cause Massa Intrabdominal suspect maligna

2.6. TERAPI DAN PLANNING

Rencana Program Laparotomi+ Hemicolectomi Tanggal 11-12-2014

Inj Ketorolac 3x1

Inj Ranitidin 2x1

Inj Cefazolin (pre op)

Inj Tertacef 2x1

Inj Oltozol 1x1

Inj Kalnex 3x1

Inf Farnat 2x1

7
2.7. HASIL PEMBEDAHAN

Ditemukan massa seukuran telur burung unta, terfiksir pada colon descende
dan menempel pada lien dan jaringan sekitar, dilakukan pemotongan colon descenden
lalu dilakukan penjahitan untuk menyambung colon dengan ileum.

2.8. FOLLOW UP POST OPERASI

Tanggal S O A P

11-12-2014 Nyeri (+) St Gen : dbn Post Op H+ Terapi lanjut


18.00 Mual (-) St Lokalis : 0 Miring2
Muntah (-) Nyeri Post Op H+1 Cek DR
Demam (-) didaerah Observasi perkembangan
Flatus Belum, Bekas Operasi
Bab belum Drain
12-12-2014 Bak belum Minimal Terapi lanjut
08.00 Ku/Kes: Cek Darah dan albumin
Nyeri (+), Sedang/ CM
Mual (-), sesak td: 110/90
(-) Flatus (+)< Hr: 69
Bab belum, St,gen : CA
Bak (+) (+/+) si (+/+)
St lokal:
Drain minimal

8
Tanggal S O A P

13-12-2014 Dispneu (+) Ku/Kes tampak sakit Post Op Infus gerojok dan
Edema (+) Nyeri berat / Disorintasi Laparatomi terapi lanjut,
12.25 (+), Mual (+) Td 88/50 H+2 Pindah ICU
Muntah (+), Hr 64 komplikasi Pengawasan ketat
Demam (-), Bab Rr 17 suspek syok Motivasi keluarga
Belum, Bak (+) T 35,6 Sat 60 hipovolemik pasien tentang keadaan
Flatus (-) St. gen : CA (+/+) umum pasien dan
SI (+/+) kemungkinan resiko
Sianosis (+)CRT> 2” paling buruk.
St Lokalis : Verban di
abdomen rembesan
(-)
Drain minimal

Tampak sakit berat/


14.00 Dispneu (+) soporcoma Inj SA 1 amp
TD 128/110 hr 115 Post Op Inj Dopamin 1 amp
sat 0 rr 0 Laparatomi Bagsin o2 15 L
Pupil Midriasis H+2
komplikasi
syok
hipovolemik

9
Tanggal S O A P

13-12-2014 Apneu (+) Ku/Kes : Post laparotomi Pasien dinyatakan


15.00 Buruk/Coma H+2 dengan meninggal di hadapan
Td :-/- komplikasi syok keluarga, dokter dan
Hr-/- hipovolemik perawat
Sa02 0
Rr 0
st gen : Pupil
Midriasis penuh

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

10
3.1. ANATOMI

Kolon mempunyai panjang ± 1,5 meter dan terbentang dari sekum sampai
dengan rektum. Diameter terbesarnya ± 8,5 cm dalam sekum, berkurang menjadi ±
2,5 cm dalam kolon sigmoideum dan menjadi sedikit lebih berdilatasi dalam rektum.
Bagian asendens dan desendens terutama retroperitoneum, sedangkan kolon
sigmoideum dan transversum mempunyai mesenterium, sehingga terletak di
intraperitoneum. Lapisan otot longitudinal kolon membentuk tiga buah pita yang
disebut taenia koli. Panjang taenia lebih pendek daripada kolon itu sendiri sehingga
kolon berlipat-lipat dan berbentuk seperti kantong yang dinamakan haustra.
Secara embriologik kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon
kiri sampai rektum berasal dari usus belakang. Kolon dibagi menjadi kolon asendens,
transversum dan sigmoid. Tempat di mana kolon membentuk kelokan tajam yaitu
pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan
fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu
lekukan berbentuk S.
Dinding kolon terdiri dari empat lapisan histologi yang jelas, yaitu tunika
serosa, tunika muskularis, tunika submukosa dan tunika mukosa. Tunika serosa
membentuk apendises epiploika, sedangkan tunika mukosa terdiri dari epitel selapis
toraks dan tidak mempunyai vili serta banyak kriptus tubular, dalam sepertiga
bawahnya mempunyai sel goblet pensekresi mukus yang ada di keseluruhan kolon.
Pada tunika muskularis terdapat sel ganglion pleksus mienterikus (Auerbach)
terutama terletak sepanjang permukaan luar stratum sirkulasi.

11
Sekum, kolon asendens dan bagian kanan kolon transversum diperdarahi oleh
cabang arteri mesenterika superior, yaitu a. ileokolika, a. kolika dekstra dan a. kolika
media. Kolon transversum sebelah kiri, kolon desendens, kolon sigmoid dan sebagian
besar rektum diperdarahi oleh arteri mesenterika inferior melalui a. kolika sinistra, a.
sigmoid dan a. hemoroidalis superior. Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan
arterinya.

12
Aliran darah vena disalurkan melalui vena mesenterika superior untuk kolon
asendens dan kolon transversum dan melalui vena mesenterika inferior untuk kolon
desendens, sigmoid dan rektum. Keduanya bermuara ke dalam vena porta, tetapi v.
mesenterika inferior melalui v. lienalis. Aliran vena dari kanalis analis menuju ke v.
kava inferior. Pada batas rektum dan anus terdapat banyak kolateral arteri dan vena
melalui peredaran hemoroidal antara sistem pembuluh saluran cerna dan sistem arteri
dan vena iliaka.

Aliran limfe kolon sejalan dengan aliran darahnya, mengikuti arteria regional ke
nodi limfatisi preaorta pada pangkal arteri mesenterika superior dan inferior. Hal ini
penting diketahui sehubungan dengan penyebaran keganasan dan kepentingannya
dalam reseksi keganasan kolon. Sumber aliran limfe terdapat pada muskularis
mukosa.

Kolon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus splanknikus
dan pleksus presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari nervus vagus.
Karena distribusi persarafan usus tengah dan usus belakang, nyeri alih pada kedua
bagian kolon kiri dan kanan berbeda. Lesi pada kolon bagian kanan yang berasal dari

13
usus tengah terasa mula-mula pada epigastrium atau di atas pusat. Nyeri dari lesi pada
kolon desendens atau sigmoid yang berasal dari usus belakang terasa mula-mula di
hipogastrium atau di bawah pusat.

3.2. FISIOLOGI

Fungsi usus besar ialah menyerap air, vitamin, dan elektrolit, ekskresi mukus,
serta menyimpan
feses, dan kemudian mendorongnya keluar. Dari 700-1000 ml cairan usus halus yang
diterima oleh kolon, 150-200 ml sehari dikeluarkan sebagai feses setiap harinya.
Absorbsi terutama terjadi di kolon asendens dan kolon transversum.
Bakteri dalam kolon mensintesis vitamin K dan beberapa vitamin B.
Pembusukan oleh bakteri dari sisa-sisa protein menjadi asam amino dan zat-zat yang
lebih sederhana seperti peptida, indol, skatol, fenol dan asam lemak. Pembentukan
berbagai gas seperti NH3, CO2, H2, H2S dan CH4 membantu pembentukan flatus di
kolon. Beberapa substansi ini dikeluarkan dalam feses, sedangkan zat lainnya
diabsorbsi dan diangkut ke hati di mana zat-zat ini akan diubah menjadi senyawa
yang kurang toksik dan diekskresikan melalui urin.
Udara ditelan sewaktu makan, minum atau menelan ludah. Oksigen dan CO2
di dalamnya diserap di usus sedangkan sedangkan nitrogen bersama dengan gas hasil
pencernaan dan peragian dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas di dalam usus
mencapai 500 ml sehari. Pada infeksi usus produksi gas meningkat dan bila mendapat
obstruksi usus gas tertimbun di jalan cerna yang menimbulkan flatulensi.
Kolon hanya memproduksi mukus dan sekresinya tidak mengandung enzim atau
hormon pencernaan. Kolon mengekskresi zat sisa dalam bentuk feses.
Fungsi utama dari rectum dan kanalis analis ialah untuk mengeluarkan massa
feses yang terbentuk dan melakukan hal tersebut dengan cara yang terkontrol.
Apabila feses masuk ke dalam rektum, terjadi peregangan rektum sehingga
menimbulkan gelombang peristaltik pada kolon desendens dan kolon sigmoid
mendorong feses ke arah anus.

14
3.3. Carsinoma Colon
1. DEFINISI
Karsinoma kolon adalah pertumbuhan sel yang bersifat ganas yang tumbuh
pada kolon dan menginvasi jaringan sekitarnya.
2. FAKTOR RISIKO
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian karsinoma kolon, yaitu:

a. Umur

Kanker kolon sering terjadi pada usia tua. Lebih dari 90% penyakit ini menimpa
penderita di atas usia 40 tahun, dengan insidensi puncak pada usia 60-70 tahun.
Kanker kolon ditemukan di bawah usia 40 tahun yaitu pada orang yang memiliki
riwayat kolitis ulseratif atau poliposis familial.

b. Faktor Genetik

Meskipun sebagian besar kanker kolon kemungkinan disebabkan oleh faktor


lingkungan, namun faktor genetik juga berperan penting. Ada beberapa indikasi
bahwa ada kecenderungan faktor keluarga pada terjadinya kanker kolon. Risiko
terjadinya kanker kolon pada keluarga pasien kanker kolon adalah sekitar 3 kali
dibandingkan pada populasi umum.

Banyak kelainan genetik yang dikaitkan dengan keganasan kanker kolon


diantaranya sindrom poliposis. Namun demikian sindrom poliposis hanya terhitung
1% dari semua kanker kolon. Selain itu terdapat Hereditary Non-Polyposis Colorectal
Cancer (HNPCC) atau Syndroma Lynch terhitung 2-3% dari kanker kolon.

c. Faktor Lingkungan

Kanker kolom timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor genetik
dan faktor lingkungan. Sejumlah bukti menunjukkan bahwa lingkungan berperan
penting pada kejadian kanker kolon. Risiko mendapat kanker kolon meningkat pada
masyarakat yang bermigrasi dari wilayah dengan insiden kanker kolon yang rendah

15
ke wilayah dengan risiko kanker kolon yang tinggi. Hal ini menambah bukti bahwa
lingkungan sentrum perbedaan pola makanan berpengaruh pada karsinogenesis.

d. Faktor Makanan

Makanan mempunyai peranan penting pada kejadian kanker kolon.


Mengkonsumsi serat sebanyak 30 gr/hari terbukti dapat menurunkan risiko timbulnya
kanker kolon sebesar 40% dibandingkan orang yang hanya mengkonsumsi serat 12
gr/hari. Orang yang banyak mengkonsumsi daging merah (daging sapi, kambing) atau
daging olahan lebih dari 160 gr/hari (2 porsi atau lebih) akan mengalami peningkatan
risiko kanker kolon sebesar 35% dibandingkan orang yang mengkonsumsi kurang
dari 1 porsi per minggu.

Menurut beberapa penelitian, dikatakan bahwa serat makanan terutama yang


terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin sebagian besar tidak dapat dihancurkan
oleh enzim-enzim dan bakteri di dalam traktus digestivus. Serat makanan ini akan
menyerap air di dalam kolon, sehingga volume feses menjadi lebih besar dan akan
merangsang syaraf pada rektum, sehingga menimbulkan keinginan untuk defekasi.

Dengan demikian tinja yang mengandung serat akan lebih mudah dieliminir
atau dengan kata lain transit time yaitu kurun waktu antara masuknya makanan dan
dikeluarkannya sebagai sisa makanan yang tidak dibutuhkan tubuh menjadi lebih
singkat. Waktu transit yang pendek, menyebabkan kontak antara zat-zat iritatif
dengan mukosa kolon dan rektum menjadi singkat, sehingga dapat mencegah
terjadinya penyakit di kolon dan rektum. Di samping menyerap air, serat makanan
juga menyerap asam empedu sehingga hanya sedikit asam empedu yang dapat
merangsang mukosa kolon dan rektu, sehingga timbulnya karsinoma kolorektum
dapat dicegah.

e. Polyposis Familial

Poliposis familial diwariskan sebagai sifat dominan autosom. Insiden pada


populasi umum adalah satu per 10.000. Jumlah total polip bervariasi 100-10.000

16
dalam setiap usus yang terserang. Bentuk polip ini biasanya mirip dengan polip
adenomatosun bertangkai atau berupa polip sesil, akan tetapi multipel tersebar pada
mukosa kolon. Sebagian dari poliposis ini asimtomatik dan sebagian disertai keluhan
sakit di abdomen, diare, sekresi lendir yang meningkat dan perdarahan kecil yang
mengganggu penderita. Polip cenderung muncul pada masa remaja dan awal dewasa
dan risiko karsinoma berkembang di pasien yang tidak diobati adalah sekitar 90%
pada usia 40 tahun.

f. Polip Adenoma

Polip adenoma sering dijumpai pada usus besar. Insiden terbanyak pada umur
sesudah dekade ketiga, namun dapat juga dijumpai pada semua umur dan laki-laki
lebih banyak dibanding dengan perempuan. Polip adenomatosum lebih banyak pada
kolon sigmoid (60%), ukuran bervariasi antara 1-3 cm, namun terbanyak berukuran 1
cm. Polip terdiri dari 3 bagian yaitu puncak, badan dan tangkai. Polip dengan ukuran
1,2 cm atau lebih dapat dicurigai adanya adenokarsinoma. Semakin besar diameter
polip semakin besar kecurigaan keganasan. Perubahan dimulai dibagian puncak polip,
baik pada epitel pelapis mukosa maupun pada epitel kelenjar, meluas ke bagian badan
dan tangkai serta basis polip. Risiko terjadinya kanker meningkat seiring dengan
meningkatnya ukuran dan jumlah polip.

g. Adenoma Vilosa

Adenoma vilosa jarang terjadi, berjumlah kurang dari 10% adenoma colon.
Terbanyak dijumpai di daerah rektosigmoid dan biasanya berupa massa papiler,
soliter, tidak bertangkai dan diameter puncak tidak jauh berbeda dengan ukuran basis
polip. Adenoma vilosa mempunyai insiden kanker sebesar 30-70%. Adenoma dengan
diameter lebih dari 2 cm, risiko menjadi kanker adalah 45%. Semakin besar diameter
semakin tinggi pula insiden kanker.

h. Kolitis Ulserosa

Perkiraan kejadian kumulatif dari kanker kolon yang berhubungan dengan

17
kolitis ulserosa adalah 2,5% pada 10 tahun, 7,6% pada 30 tahun dan 10,8% pada 50
tahun. Kolitis ulserosa dimulai dengan mikroabses pada kripta mukosa kolon dan
beberapa abses bersatu membentuk ulkus. Pada stadium lanjut timbul pseudopolip
yaitu penonjolan mukosa kolon yang ada diantara ulkus. Perjalanan penyakit yang
sudah lama, berulang-ulang dan lesi luas disertai adanya pseudopolip merupakan
resiko tinggi terhadap karsinoma. Pada kasus demikian harus dipertimbangkan
tindakan kolektomi. Tujuannya adalah mencegah terjadinya karsinoma dan
menghindari penyakit yang sering berulang-ulang. Karsinoma yang timbul sebagai
komplikasi kolitis ulserosa sifatnya lebih ganas, cepat tumbuh dan metastasis.

3. KLASIFIKASI

Derajat keganasan karsinoma kolon berdasarkan gambaran histolik dibagi


menurut klasifikasi Dukes, berdasarkan dalamnya infiltrasi karsinoma di dinding
usus, yaitu :

Dukes A : dalamnya infiltrasi terbatas pada dinding usus atau


mukosa

Dukes B : menembus lapisan muskularis mukosa

Dukes C : metastasi kelenjar limfe

C1 : beberapa kelenjar limfe dekat tumor primer

C2 : dalam kelenjar limfe jauh

Dukes D : metastasis jauh

Stadium kanker kolon

Terdapat beberapa macam klasifikasi staging Dukes pada kanker kolon :

 Stadium 1 : Kanker terjadi di dalam dinding kolon

18
 Stadium 2 : Kanker telah menyebar hingga ke lapisan otot kolon
 Stadium 3 : Kanker telah menyebar ke kelenjar-kelenjar limfa
 Stadium 4 : Kanker telah menyebar ke organ-organ lain

Klasifikasi TNM Klasifikasi Harapan Hidup (%)


Duke’s
Modifikasi
Stage 0 Karsinoma in situ
Stage I tidak ada penyebaran pada A 90-100
limfonodi, tidak ada metastasis,
tumor hanya terbatas pada
submukosa (T1, N0, M0); tumor
menembus muscularis propria
(T2, N0, M0)

Stage II tidak ada penyebaran pada B 75-85


limfonodi, tidak ada metastasis,
tumor menembus lapisan
subserosa (T3, N0, M0); tumor
sudah penetrasi ke luar dinding
kolon tetapi belum metastasis ke
kelenjar limfe (T4, N0, M0)

Stage III Tumor invasi ke limfonodi C 30-40


regional (Tx, N1, M0)

Stage IV Metastasis jauh D <5

19
4. PATOFISIOLOGI

Ada tiga kelompok utama gen yang terlibat dalam regulasi pertumbuhan sel
yaitu proto-onkogen, gen penekan tumor (Tumor Suppresor Gene = TSG) dan gen
gatekeeper. Proto-onkogen menstimulasi dan meregulasi pertumbuhan dan
pembelahan sel. TSG menghambat pertumbuhan sel atau menginduksi apoptosis,
yaitu kematian sel yang terprogram. Kelompok gen ini dikenal sebagai anti-onkogen,
karena berfungsi melakukan kontrol negatif (penekanan) pada pertumbuhan sel. Gen
p53 merupakan salah satu dari TSG yang menyandi protein dengan berat molekul 53
kDa. Gen p53 juga berfungsi mendeteksi kerusakan DNA dan menginduksi reparasi
DNA. Gen gatekeeper berfungsi mempertahankan integritas genomik dengan
mendeteksi kesalahan pada genom dan memperbaikinya. Mutasi pada gen-gen ini
karena berbagai faktor membuka peluang terbentuknya kanker.
Pada keadaan normal, pertumbuhan sel akan terjadi sesuai dengan kebutuhan
melalui siklus sel normal yang dikendalikan secara terpadu oleh fungsi proto-
onkogen, TSG, dan gen gatekeeper secara seimbang. Jika terjadi ketidakseimbangan
fungsi ketiga gen ini atau salah satu tidak berfungsi dengan baik karena mutasi, maka
keadaan ini akan menyebabkan penyimpangan siklus sel. Pertumbuhan sel tidak
normal pada proses terbentuknya kanker dapat terjadi melalui tiga mekanisme, yaitu
perpendekan waktu siklus sel, sehingga akan menghasilkan lebih banyak sel dalam
satuan waktu, penurunan jumlah kematian sel akibat gangguan proses apoptosis dan

20
masuknya kembali populasi sel yang tidak aktif berproliferasi ke dalam siklus
proliferasi. Gabungan mutasi dari ketiga kelompok gen ini akan menyebabkan
kelainan siklus sel, yang sering terjadi adalah mutasi gen yang berperan dalam
mekanisme kontrol sehingga tidak berfungsi baik, akibatnya sel akan berkembang
tanpa kontrol. Akhirnya akan terjadi pertumbuhan sel yang tidak diperlukan, tanpa
kendali dan karsinogenesis dimulai.

Karsinoma kolon sebagian besar menghasilkan adenomatus polip. Biasanya


tumor ini tumbuh tidak terdeteksi sampai gejala-gejala muncul secara berlahan dan
tampak membahayakan. Penyakit ini menyebar dalam beberapa metode. Tumor
mungkin menyebar dalam tempat tertentu pada lapisan dalam di perut, mencapai
serosa dan mesenterik fat. Kemudian tumor mulai melekat pada organ yang ada
disekitarnya, kemudian meluas kedalam lumen pada usus besar atau menyebar ke
limpa atau pada sistem sirkulasi. Sistem sirkulasi ini langsung masuk dari tumor
utama melewati pembuluh darah pada usus besar melalui limpa, setelah sel tumor
masuk pada sistem sirkulasi, biasanya sel bergerak menuju hati. Tempat yang kedua
adalah tempat yang jauh kemudian metastase ke paru-paru. Tempat metastase yang
lain termasuk kelenjar adrenal, ginjal, kulit, tulang dan otak.

21
5. PATOLOGI
Pada umumnya dalam perjalanan penyakit pertumbuhan adenokarsinoma usus
besar sebelah kanan dan kiri berbeda. Adenokarsinoma usus besar kanan, yaitu
sekum, kolon asenden, kolon transversum sampai batas fleksura hepatika, tumor
cenderung tumbuh eksofitik atau polipoid. Pada permulaan, massa tumor berbentuk
sesil, sama seperti tumor kolon kiri. Akan tetapi kemudian tumbuh progresif, bentuk
polipoid yang mudah iritasi dengan simtom habit bowel seperti sakit di abdomen
yang sifatnya lama. Keluhan sakit sering berkaitan dengan makanan, minuman atau
gerakan peristaltik dan kadang-kadang disertai diare ringan. Berat badan semakin
menurun dan anemia karena adanya perdarahan kecil tersembunyi. Konstipasi jarang
terjadi mungkin karena volume kolon kanan lebih besar. Suatu saat dapat dipalpasi
massa tumor di rongga abdomen sebelah kanan.

Karsinoma usus besar kiri, yaitu kolon transversum batas fleksura lienalis,
kolon desenden, sigmoid dan rektum tumbuh berbentuk cincin menimbulkan napkin-
ring. Pada permulaan, tumor tampak seperti massa berbentuk sesil, kemudian tumbuh
berbentuk plak melingkar yang menimbulkan obstipasi. Kemudian bagian tengah
mengalami ulserasi yang menimbulkan simtom diare, tinja campur lendir dan darah,
konstipasi dan tenesmus mirip dengan sindrom disentri.

Secara makroskopik karsinoma kolon dapat dibagi atas 4 tipe, yaitu:

1. Tipe nodular
Bentuk nodular berupa suatu massa yang keras dan menonjol ke dalam lumen,
dengan permukaan noduler. Biasanya tidak bertangkai dan meluas ke dinding kolon.
Sering juga terjadi ulserasi, dengan dasar ulkus yang nekrotik dengan tepi yang
meninggi, mengalami indurasi dan noduler. Di daerah sekum, bentuk tumor ini
kemungkinan tumbuh menjadi suatu massa yang besar, tumbuh menjadi fungoid atau
tipe ensefaloid. Permukaan ulkus akan mengeluarkan pus dan darah.

2. Tipe Koloid
Tipe koloid ini tumbuhnya mengalami degenerasi mukoid.

22
3. Skirous (Schirrous)
Pada tipe ini reaksi fibrous sangat banyak sehingga terjadi pertumbuhan yang
keras serta melingkari dinding kolon sehingga terjadi konstriksi kolon untuk
membentuk napkin ring.

4. Papilary atau polipoid


Tipe ini merupakan pertumbuhan yang sering berasal dari papiloma simple atau
adenoma.

Secara histologis, hampir semua kanker usus besar adalah adenokarsinoma yang
berasal dari epitel kolon. Bentuk dan diferensiasinya sempurna mempunyai struktur
glandula dan kelenjar-kelenjarnya sendiri membesar, terjadi pembengkakan sel
kolumna dengan nuklei hipokromasi dengan sel yang mengalami mitosis. Pada
bentuk yang kurang berdifirensiasi sel-sel epitel terlihat didalam kolumna atau massa.
Desar sel barvariasi dan mungkin terdapat invasi dari pembuluh darah dan pembuluh
limfe. Pada pertumbuhan anplastik kadang terlihat signet ring cell (inti mendesak ke
arah sel).

6. MANIFESTASI KLINIK

Mula-mula gejalanya tidak jelas, seperti berat badan menurun sebagai  gejala


umum keganasan dan kelelahan yang tidak jelas sebabnya. Setelah berlangsung
beberapa waktu barulah muncul gejala-gejala lain yang berhubungan dengan
keberadaan tumor dalam ukuran yang bermakna di usus besar. Karsinoma kolon dan
rektum dapat menyebabkan ulserasi dan perdarahan, dapat menimbulkan obstruksi
bila membesar, atau menembus (invasi) keseluruh dinding usus dan kelenjar-kelenjar
regional. Kadang-kadang bisa terjadi perforasi dan menimbulkan abses di peritonium.
Keluhan dan gejala tergantung juga dari lokasi dan besarnya tumor.

 Karsinoma Kolon Sebelah Kanan


Penting untuk diketahui bahwa umumnya pasien dengan karsinoma pada sekum
atau pada kolon asenden biasanya memperlihatkan gejala nonspesifik seperti

23
kekurangan zat besi (anemia). Kejadian anemia ini biasanya meningkatkan
kemungkinan terjadinya karsinoma kolon yang belum terdeteksi, yang lebih
cenderung berada di proksimal daripada di kolon distal. Beberapa tanda gejala yang
terlihat yaitu berat badan yang mesnurun dan sakit perut pada bagian bawah yang
relatif sering, tetapi jarang terjadi pendarahan di anus. Pada 50-60% pasien terdapat
massa yang teraba di sisi kanan perut.

 Karsinoma Kolon Sebelah Kiri


Jika karsinoma terletak pada bagian distal, maka kemungkinan besar akan ada
gangguan pada kebiasaan buang air besar, serta adanya darah di feses. Beberapa
karsinoma pada kolon traversum dan kolon sigmoid dapat teraba melalui dinding
perut. Karsinoma sebelah kiri lebih cepat menimbulkan obstruksi, sehingga terjadi
obstipasi. Tidak jarang timbul diare paradoksikal, karena tinja yang masih encer
dipaksa melewati daerah obstruksi partial.

 Karsinoma Rektum
Sering terjadi gangguan defekasi, misalnya konstipasi atau diare. Sering terjadi
perdarahan yang segar dan sering bercampur lendir, berat badan menurun. Perlu
diketahui bahwa rasa nyeri tidak biasa timbul pada kanker rektum. Kadang-kadang
menimbulkan tenesmus dan sering merupakan gejala utama.

Gejala pada karsinoma kolon terbagi tiga, yaitu gejala lokal, gejala umum dan
gejala penyebaran (metastasis) :

1.      Gejala Lokal

 Perubahan kebiasaan BAB


 Perubahan frekuensi BAB menjadi berkurang (konstipasi) atau
bertambah (diare)
 Sensasi seperti belum tuntas BAB dan perubahan diameter
serta ukuran kotoran (feses). Keduanya adalah ciri khas dari
kanker kolorektal

24
 Perubahan wujud fisik kotoran/feses
 Feses bercampur darah atau keluar darah dari lubang
pembuangan saat BAB
 Feses bercampur lendir
 Feses berwarna kehitaman, biasanya berhubungan
dengan terjadinya perdarahan di saluran pencernaan
bagian atas
 Timbul rasa nyeri disertai mual dan muntah saat BAB, terjadi akibat
sumbatan saluran pembuangan kotoran oleh massa tumor
 Adanya benjolan pada perut yang mungkin dirasakan oleh penderita
 Timbul gejala-gejala lainnya di sekitar lokasi tumor, karena kanker dapat
tumbuh mengenai organ dan jaringan sekitar tumor tersebut, seperti
kandung kemih (timbul darah pada air seni, timbul gelembung udara),
vagina (keputihan yang berbau, muncul lendir berlebihan). Gejala-gejala
ini terjadi belakangan, menunjukkan semakin besar tumor dan semakin
luas penyebarannya.
2.      Gejala umum

 Berat badan turun tanpa sebab yang jelas (gejala umum pada keganasan)
 Hilangnya nafsu makan
 Anemia, pasien tampak pucat
 Sering merasa lelah
 Kadang-kadang mengalami sensasi seperti melayang
3.      Gejala penyebaran

Penyebaran ke hati, menimbulkan gejala :

 Penderita tampak kuning


 Nyeri pada perut, lebih sering pada bagian kanan atas, di sekitar lokasi
hati
 Pembesaran hati, biasa tampak pada pemeriksaan fisik

25
Tabel : Gambaran Klinis Karsinoma Kolorektal Lanjut

Kolon Kanan Kolon Kiri Rektum


Aspek klinis Kolitis Obstruksi Proktitis
Nyeri Karena penyusupan Karena Obstruksi Tenesmi
Defekasi Diare / diare Konstipasi Tenesmi terus menerus
berkala progresif
Obstruksi Jarang Hampir selalu Tidak jarang
Darah pada feses Samar Samar atau Makroskopik
makroskopik
Feses Normal / diare Normal Perubahan bentuk
Dispepsia Sering Jarang Jarang
Keadaan umum memburuk Hampir selalu Lambat Lambat
Anemia Hampir selalu Lambat Lambat

7. DIAGNOSIS & DIAGNOSIS BANDING

Anamnesis
Dari anamnesis dapat menduga seseorang menderita karsinoma kolorektal, pada
mereka yang berusia lanjut yang mempunyai keluhan fungsi BAB terganggu yaitu
bila sulit BAB disertai darah berlendir atau BAB berwarna merah segar. Dapat juga
untuk menggali riwayat :

 Perubahan kebiasaan defekasi seperti diare dan konstipasi


 Perdarahan rektal atau occult bleeding
 Kram atau nyeri perut
 Kelelahan dan fatigue
 Riwayat kanker kolorektal pada keluarga
 Riwayat menderita polip kolorektal
 Diet kurang serat
Pemeriksaan Fisik
Karsinoma kolon disebelah kanan, kadang-kadang teraba suatu massa. Tumor
sigmoid sedikit dapat diraba diperut kiri bawah. Bila tumor sudah metastase ke hati,

26
akan teraba hati yang nodular dengan bagian yang keras dan yang kenyal. Dapat
ditemukan massa di abdomen, apabila ada gejala-gejala obstruksi dari inspeksi dapat
ditemukan dinding abdomen distensi, dumb countur, dumb steifung. Dari palpasi
ditemukan massa abdomen, dan hipertimpani pada perkusi abdomen, auskultasi usus
bisa ditemukan peningkatan peristaltik yang kemudian diikuti dengan burburigmi,
metalik sound dan penurunan serta menghilangnya peristaltik. Bisa juga ditemukan
nyeri tekan pada seluruh dinding abdomen apabila terjadi perforasi usus.

Pemeriksaan Digital Rectal Examination (DRE) bisa ditemukan massa


maligna (massa berbenjol-benjol dengan striktura) di rektum dan rektosigmoid teraba
keras kenyal dan lendir darah yang terdapat pada sarung tangan.

Kolon Kanan :
- Anemia dan kelemahan
- Darah okul di feses
- Dispepsia
- Perasaan kurang enak di perut kanan bawah
- Massa di perut kanan bawah
- Foto rontgen perut khas
- Penemuan kolonoskopi
Kolon Kiri :
- Perubahan pola defekasi
- Darah di feses
- Gejala dan tanda obstruksi
- Foto rontgen khas
- Penemuan kolonoskopi
Rektum :
- Perdarahan rektum
- Darah di feses
- Perubahan pola defekasi

Tabel : Ringkasan Diagnosis Karsinoma Kolorektal

Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Laboratorium
Meliputi pemeriksaan tinja apakah ada darah secara makroskopis/mikroskopis atau
ada darah samar (occult blood) serta pemeriksaan CEA (carcino embryonic antigen).

27
Kadar yang dianggap normal adalah 2,5-5 ngr/ml. Kadar CEA dapat meninggi pada
tumor epitelial dan mesenkimal, emfisema paru, sirhosis hepatis, hepatitis,
perlemakan hati, pankreatitis, colitis ulserosa, penyakit crohn, tukak peptik, serta
pada orang sehat yang merokok. Peranan penting dari CEA adalah bila diagnosis
karsinoma kolorektal sudah ditegakkan dan ternyata CEA meninggi yang kemudian
menurun setelah operasi maka CEA penting untuk tindak lanjut. Anemia dapat
dibuktikan dengan pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit. Pemeriksaan
bensidin untuk darah samar bukan pemeriksaan yang khas, tetapi memberi petunjuk
adanya perdarahan didalam saluran cerna. Pemeriksaan fungsi hati sering memberi
keterangan yang cukup berguna. Perlu disadari bahwa hasil laboratorium tidak
memberikan gambaran yang khas tentang kelainan tertentu di kolon atau rektum.

- Double Contrast Barium Enema (DCBE)


Foto kolon dilakukan dengan kontras barium yang dimasukkan melalui rektum.
Dengan memasukkan udara setelah defekasi bubur barium ini, akan tampak lapisan
tipis bubur barium pada mukosa kolon lebih mudah dilihat. Pemeriksaan ini disebut
foto kontras ganda, yaitu kontras negatif udara dan kontras positif bubur barium. Pada
foto kolon dapat terlihat suatu filling defect pada suatu tempat atau suatu striktura.
Selain itu dapat ditemukan lokasi tempat kelainan tersebut. Akan tetapi barium enema
hanya bisa mendeteksi lesi yang signifikan, yaitu lebih dari 1 cm. Pemeriksaan ini
memiliki spesifisitas untuk adenoma yang besar 96% dengan nilai prediksi negatif
98%. Metode ini kurang efektif untuk mendeteksi polips di rektosigmoid.

28
Gambar : Pemeriksaan kontras barium enema

- Kolonoskopi
Pada kolonoskopi dipakai fiberskop lentur untuk melihat dinding kolon dari dalam
lumen sampai ileum terminalis. Dengan alat ini dapat dilihat seluruh kolon, termasuk
yang tidak terlihat pada foto kolon. Fiberskop juga dapat dipakai untuk biopsi setiap
jaringan yang mencurigakan, evaluasi dan tindakan terapi misalnya polipektomi.
Kolonoskopi dapat membantu mencegah kanker colon dengan pendeteksian polip
adenomatosa dan polipektomi. Kolonoskopi memberikan gambaran keseluruhan
kolon yang dapat mengidentifikasi dari lesi yang proksimal dan lesi distal.
Kolonoskopi mempunyai sensitifitas terbaik pada metoda skrining yang ada saat ini.
Kerugian kolonoskopi adalah biaya, resiko yang ditingkatkan seperti pendarahan dan
perforasi, persiapan pasien yang sulit dan membutuhkan pemberian obat sedasi.

29
- Flexible Sigmoidoscopy
Flexible Sigmoidoscopy (FS) merupakan bagian dari endoskopi yang dapat dilakukan
pada rektum dan bagian bawah dari kolon sampai jarak 60 cm (sigmoid) tanpa
dilakukan sedasi. Prosedur ini sekaligus dapat melakukan biopsi. Hasilnya terbukti
dapat mengurangi mortalitas akibat karsinoma kolorektal hingga 60%-80% dan
memiliki sensistivitas yang hampir sama dengan kolonosopi 60%-70% untuk
mendeteksi karsinoma kolorektal. Walaupun jarang, FS juga mengandung resiko
terjadinya perforasi 1/20.000 pemeriksaan.

Intepretasi hasil biopsi dapat menentukan apakah jaringan normal, prekarsinoma, atau
jaringan karsinoma. American Cancer Society (ACS) merekomendasikan untuk
dilakukan kolonoskopi apabila ditemukan jaringan adenoma pada pemeriksaan FS.
Sedangkan hasil yang negatif pada pemeriksaan FS, dilakukan pemeriksaan ulang
setelah 5 tahun.

Diagnosis Banding :

 Kolitis ulserativa
 Polip adenomatosa
 Hemoroid interna
 Fisura ani

8. PENATALAKSANAAN

1. Pembedahan

Tindakan yang paling sering dilakukan adalah hemikolektomi kanan,


kolektomi transversal, hemikolektomi kiri atau reseksi anterior dan reseksi
abdominoperineal. Pembedahan sangat berhasil bila dilakukan pada pasien yang tidak
mengalami metastasis. Pemeriksaan tindak lanjut dengan antigen embrionik adalah
penanda yang sensitif untuk rekurensi tumor yang tidak terdeteksi. Daya tahan hidup
5 tahun adalah sekitar 50%. Indikasi untuk hemikolektomi adalah tumor di caecum,

30
colon ascenden, colon transversum, tetapi lesi di fleksura lienalis dan colon
descenden di atasi dengan hemikolektomi kiri. Tumor di sigmoid dan rectum
proksimal dapat diangkat dengan tindakan LAR (Low Anterior Resection).

2. Radioterapi

Radiasi bertujuan untuk mengurangi resiko kekambuhan dari karsinoma


rektal. Radiasi bermanfaat juga sebagai terapi paliatif, yaitu mengurangi pertumbuhan
tumor pada lokasi spesifik yang merupakan hasil metastase dari karsinoma kolorektal.
Terapi ini juga bisa untuk meningkatkan kualitas hidup dan membantu mengontrol
nyeri atau kompresi medula spinalis atau sindrom vena cava.

Terapi radiasi setelah pengangkatan tumor, bisa membantu mengendalikan


pertumbuhan tumor yang tersisa, memperlambat kekambuhan dan meningkatkan
harapan hidup. Pengangkatan tumor dan terapi radiasi efektif untuk penderita kanker
rektum yang disertai 1-4 kanker kelenjar getah bening. Tetapi kurang efektif pada
penderita kanker rektum yang memiliki lebih dari 4 kanker kelenjar getah bening.

3. Kemoterapi

Kemoterapi diberikan apabila ada metastasis ke kelenjar regional (Dukes C),


tumor telah menembus muskularis propria (Dukes B) atau tumor setelah dioperasi
kemudian residif kembali. Kemoterapi yang biasa diberikan pada penderita kanker
kolorektal adalah kemoterapi ajuvan. Sepertiga pasien yang menjalani operasi kuratif
akan mengalami rekurensi. Kemoterapi ajuvan dimaksudkan untuk menurunkan
tingkat rekurensi kanker kolorektal setelah operasi. Pasien Dukes A jarang
mengalami rekurensi sehingga tidak perlu terapi ajuvan. Pasien kanker kolorektal
Dukes C yang mendapat levamisol dan 5 FU secara signifikan meningkatkan harapan
hidup dan masa interval bebas tumor (disease free interval). Kemoterapi ajuvan tidak
berpengaruh pada kanker kolorektal Dukes B.
Penelitian di Eropa dan Amertika Serikat melaporkan bahwa respon terhadap
kombinasi dari 5-fluorouracil (5-FU), leucovorin dan irinotecan (CPT11) lebih baik

31
bila dibandingkan dengan 5-FU/leucovorin atau CPT11 secara tunggal. Terapi
standar untuk karsinoma kolon yang telah bermetastasis adalah CPT11 dengan
kombinasi 5-FU/LV dikenal sebagai Saltz Regimen. Obat ini digunakan secara
kombinasi dalam pengobatan karsinoma kolorektal. Terapi dasar 5-FU diberikan
secara infuse setiap hari selama 5 hari dalam 4 minggu (mayo klinik regimen) dan
diteruskan secara infus setiap minggu untuk 6 minggu dengan 2 minggu off ( Roswell
Park regimen).

9. KOMPLIKASI

Komplikasi terjadi sehubungan dengan bertambahnya pertumbuhan pada


lokasi tumor atau melalui penyebaran metastase yang termasuk :

1.      Perforasi usus besar yang disebabkan peritonitis

2.      Pembentukan abses

3.      Pembentukan fistula pada urinari bladder atau vagina

Biasanya tumor menyerang pembuluh darah dan sekitarnya yang


menyebabkan pendarahan. Tumor tumbuh kedalam usus besar dan secara berangsur-
angsur membantu usus besar dan pada akirnya tidak bisa sama sekali. Perluasan
tumor melebihi perut dan mungkin menekan pada organ yang berada disekitanya
(uterus, kandung kemih dan ureter) dan penyebab gejala-gejala tersebut tertutupi oleh
kanker.

10. PROGNOSIS

Lebih dari 90% pasien dengan keganasan kolorektal yang dilakukan operasi
reseksi secara kuratif atau paliatif angka kematiannya sekitar 3-6%. Persentase jangka
hidup 5 tahun sesudah reseksi tergantung dari stadium lesi.
 Duke’s A (terbatas pada dinding usus) : 90-100 %
 Duke’s B (melalui seluruh dinding) : 75-85 %
 Duke’s C (kelenjar getah bening positif) : 30-40 %

32
 Duke’s D (metastasis ke tempat yang jauh atau penyebaran lokal tidak dapat
direseksi lagi) : <5 %

Insiden atau kejadian kekambuhan lokal dapat dikurangi jika saat operasi
dilakukan tindakan pencegahan semaksimal mungkin untuk menghindari implantasi
dari sel-sel ganas. Sekitar 5 % pasien dengan kanker kolorektal penyakitnya akan
berkembang ke arah keganasan. Diperlukan tindakan lanjut (follow up) yang lama
agar dapat mengetahui apakah kanker itu rekuren dan metakromatik. Dilakukan
sigmoidoskopi, pemeriksaan feses untuk mengetahui adanya darah, barium enema,
kolonoskopi fiber optik dan serangkaian nilai CEA sebagai marker untuk deteksi dari
kekambuhan tumor. Bila kadar CEA tetap normal sesudah dilakukan reseksi kuratif,
maka peningkatan dikemudian hari dengan sendirinya merupakan bukti kemungkinan
adanya rekurensi.
11. PENCEGAHAN
Pencegahan Primer

Pencegahan primer ialah usaha untuk mencegah timbulnya kanker dengan


menghilangkan dan atau melindungi tubuh dari kontak dengan karsinogen dan faktor-
faktor lain yang dapat menimbulkan kanker. Beberapa cara yang dapat dilakukan
dalam pencegahan primer kanker kolorektal yaitu :

a. Menghentikan atau mengubah kebiasaan hidup yang memperbesar risiko


terjadinya kanker kolorektal seperti menghindari makan makanan yang tinggi
lemak, khususnya lemak hewan dan rendah kalsium, folat, mengkonsumsi
makanan berserat dengan jumlah cukup dan mengurangi konsumsi daging merah.
Kebalikan dengan daging merah/daging olahan, konsumsi ikan dapat menurunkan
risiko. Untuk mengurangi konsumsi daging merah, para ahli menganjurkan
mengkonsumsi daging unggas seperti ayam, bebek serta ikan.

b. Mengubah kebiasaan mengkonsumsi alkohol karena selain merusak hepar,


konsumsi minuman beralkohol juga berhubungan dengan peningkatan risiko
kanker kolorektal.

33
Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan skrining. Strategi skrining pada


orang yang tidak memperlihatkan gejala dianjurkan yaitu laki-laki dan perempuan
berusia lebih dari 40 tahun harus menjalani pemeriksaan rektal digital (rectal
toucher) setiap tahun dan orang yang berusia di atas 50 tahun harus menjalani
pemeriksaan darah samar feses setiap tahun dan pemeriksaan sigmoidoskopi setiap
3 hingga 5 tahun setelah 2 kali pemeriksaan awal yang berjeda setahun. Orang
yang beresiko tinggi karena memiliki riwayat keluarga terkena kanker kolorektal
harus dipantau ketat dengan melakukan skrining teratur.

34
BAB III

PEMBAHASAN

Pada pasien ini didapatkan data Ny. S berusia 79 tahun Mengeluh kembung
dan nyeri di perut sebelah kiri bawah sejak 2 minggu yang lalu. Selain itu pasien juga
mengeluh nyeri seperti ditusuk, muncul tiba-tiba, hilang timbul disertai mual dan
muntah. Tidak ada gangguan dalam buang air kecil namun buang air besar jarang dan
feses kecil-kecil, hitam seperti kotoran kambing sejak semingg namun . Sejak 2 hari
terakhir ini pasien belum bab. Pasien mengaku mual kalau makan dan sempat muntah
2 kali sebelum dibawa kerumah sakit. Pernah diobati di dokter umum tapi tidak ada
perubahan. Mengaku berat badan menurun 15 kg dalam 1 bulan terakhir. Dari
anamnesis tersebut dapat di jumpai tanda-tanda obstruksi pada pasien yang masih
bersifat parsial. Gejala obstruksi kemungkinan akibat suatu proses keganasan dalam
sistem gastrointestinal pasien.

Dari pemeriksaan Fisik abdomen didapatkan cembung, distensi, bising usus


meningkat, nyeri tekan region hipokondrium sinistra dan lumbal sinistra, teraba
massa berukuran kira-kira sebesar telur burung unta, konsistensi keras, batas tidak
tegas, immobile, permukaan berbenjol-benjol. Hal ini semakin mengarah kepada
suatu proses keganasan pada sistem gastrointestinal
Dari pemeriksisingan foto rontgen didapatkan Banyak Udara usus, tampak
distensi usus sampai cavum pelvis, pada LLD terdapat air fluid Level panjang, Tak
tampak pneumoperitoneum. Hasil tersebut semakin memperkuat dugaan adanya
obstruksi pada colon yang diakibatkan oleh suatu massa intraluminal.

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,


pasien ini didiagnosis mengalami ileus obstruksi dengan dugaan akibat kanker colon.
Operasi dilakukan pada pasien untuk mengangkat jaringan tumor dan melakukan
reseksi pada colon desenden. Setelah itu dilakukan penyambungan antara colon
transversal dan sisa colon descenden-sigmoid. Tumor didapati telah terfiksir dengan
jaringan sekitar dan lien, namun lien telah berhasil dibebaskan. Selma operasi pasien

35
kehilangan darah lebih dari 500 cc, namun sebulumnya pasien telah menolak untuk
dllakukan tranfusi darah. Keadaan umum pasien setelah operasi pada hari pertama
cukup baik, namun pada hari kedua keadaan memburuk dan hari ketiga pasien
meninggal dunia. Penyebab kematian pasien tidak dapat dipastikan dengan jelas dan
diduga akibat syok hipovolemik pasca operasi.

36
BAB IV

KESIMPULAN

Karsinoma kolon merupakan kanker pada sistem gastrointestinal yang banyak


terjadi pada usia diatas 60 tahun. Penderita kanker kolon terbanyak pada wanita
dengan jumlah terbanyak pada kolon kiri. Karsinoma sebelah kiri lebih cepat
menimbulkan obstruksi, sehingga terjadi obstipasi. Tidak jarang timbul diare
paradoksikal, karena tinja yang masih encer dipaksa melewati daerah obstruksi partial
Jika karsinoma terletak pada bagian distal, maka kemungkinan besar akan ada
gangguan pada kebiasaan buang air besar, serta adanya darah di feses. Beberapa
karsinoma pada kolon traversum dan kolon sigmoid dapat teraba melalui dinding
perut. Karsinoma sebelah kiri lebih cepat menimbulkan obstruksi, sehingga terjadi
obstipasi. Tidak jarang timbul diare paradoksikal, karena tinja yang masih encer
dipaksa melewati daerah obstruksi partialKarsinoma kolon dan rektum dapat
menyebabkan ulserasi dan perdarahan dan dapat menimbulkan obstruksi bila
membesar, atau menembus (invasi) keseluruh dinding usus dan kelenjar-kelenjar
regional. Kadang-kadang bisa terjadi perforasi dan menimbulkan abses di peritonium.
Keluhan dan gejala tergantung juga dari lokasi dan besarnya tumorKanker kolon
dapat menyebabkan obstruksi ada sistem gastrointestinal sehingga dapat
memgganggu proses pencernaan. Gejala kanker kolon sering tidak dijumpai pada
stadium dini dan gejala baru dirasakan ketika kanker telah menyebabkan obstruksi,
Tindakan pembedahan dan kemoterapi merupakan keharusan pada terapi karsinoma
kolon, namun semakin tinggi stadium, semakin kecil resiko keberhasilan terapi.
Menghentikan atau mengubah kebiasaan hidup yang memperbesar risiko terjadinya
kanker kolorektal seperti menghindari makan makanan yang tinggi lemak,
khususnya lemak hewan dan rendah kalsium, folat, mengkonsumsi makanan
berserat dengan jumlah cukup dan mengurangi konsumsi daging merah. Kebalikan
dengan daging merah/daging olahan, konsumsi ikan dapat menurunkan risiko

37
DAFTAR PUSTAKA

R. Sjamsuhidayat, Wim de jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, ed 2. EGC. Jakarta.

Scanlon, Valerie., 2007. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi Edisi 3. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta

Sherwood, Lauralee., 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi II. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Sudoyo W.Aru dkk.2006.Bukur Ajar Penyakit Dalam, Jilid 1.Departemen Ilmu


Penyakit Dalam FKUI. Jakarta

Tambayong,jan., 2001. Anatomi dan Fisiologi untuk Keperawatan. Penerbit buku


kedokteran. Jakarta.

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit


Jilid II. EGC : Jakarta.

Robbins, S.L., M.D. dan Kumar, V., M.D. 1995. Traktus Gastrointestinal dalam Buku
Ajar Patologi II, ed. 4. EGC: Jakarta.

Tjokronegoro, Arjatmo dan Hendra Utama. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Gaya Baru: Jakarta.

38

Anda mungkin juga menyukai