Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke adalah penyakit yang merupakan penyebab kematian tersering ketiga di


Negara Amerika, merupakan penyakit yang paling sering menimbulkan kecacatan.
Menurut American Heart Association, diperkirakan terjadi 3 juta penderita stroke
pertahun, dan 500.000 penderita stroke yang baru terjadi pertahun. Sedangkan angka
kematian penderita stroke di Amerika adalah 100/100.000 penderita pertahun. Angka
kematian tersebut mulai menurun sejak awal tahun 1900, dimana angka kematian
sesudah tahun 1969 menurun hingga 5% pertahun. Beberapa peneliti mengatakan
bahwa hal tersebut akibat kejadian penyakit yang menurun yang disebabkan karena
kontrol yang baik terhadap faktor risiko penyakit stroke.

Di Indonesia masih belum terdapat epidemiologi tentang insidensi dan


prevalensi penderita stroke secara nasional. Dari beberapa data penelitian yang minim
pada populasi masyarakat, didapatkan angka prevalensi penyakit stroke pada daerah
urban sekitar 0.5% (Darmojo, 1990) dan angka insidensi penyakit stroke pada aderah
rural sekitar 50/100.000 penduduk (Suhana, 1994). Sedangkan dari data survey
Kesehatan Rumah Tangga (1995) Depkes RI, menunjukkan bahwa penyakit vaskuler
merupakan penyebab kematian pertama di Indonesia.

Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa pencegahan dan pengobatan yang
tepat pada penderita stroke merupakan hal yang sangat penting, dan pengetahuan
tentang patofisiologi stroke sangat berguna untuk menentukan pecegahan dan
pengobatan tersebut, agar dapat menurunkan angka kematian dan kecacatan.

Menurut WHO (World Health Organization), stroke didefinisikan sebagai suatu


gangguan fngsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis
baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat
menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguang peredaran darah otak. Secara
praktis, stroke dapat dikenal dari gejala klinisnya yang bersifat: onset mendadak
dengan gejala klinis baik fokal (seperti paresis, sulit bicara, buta, dan lain-lain)
maupun global (gangguan kesadaran), dan berkembang cepat serta mencapai
maksimal dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam.

1
Berdasarkan gejala klinis, infark serebri dapat dibagi menjadi 3, yaitu infark
aterotrombotik (aterotromboli), infark kardioemboli, dan infark lakuner. Menurut
Warlow, dari penelitian pada populasi masyarakat, infark aterotrombotik merupakan
penyebab stroke yang paling sering terjadi, yaitu ditemukan pada 50% penderita
aterotrombotik, bervariasi antara 14-40%. Infark aterotrombotik terjadi akibat adanya
proses aterotrombotik pada arteri ekstra dan intrakranial.

2
BAB II

LAPORAN KASUS

II.1. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. Y

Jenis kelamin : Perempuan

Tempat/tanggal lahir : Magelang, 31 Desember 1961

Usia : 49 tahun

Alamat : Kalibening, RT 11, RW 5, Payaman, Secang

Agama : Islam

Suku bangsa : Jawa

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Tanggal masuk RS : 24 Maret 2013

Tanggal keluar RS : 4 April 2013

II.2. SUBJECTIVE

Autoanamnesis dilakukan di bangsal ruang Seruni pada hari Senin, 25 Maret


2013.

 Keluhan utama:
Lemah sisi tubuh kanan mendadak
 Riwayat penyakit sekarang:
Pada pukul 13.00 pada tanggal 24 Maret 2013, sehabis memasak, tiba-tiba
tangan kanan dan kaki kanan terasa lemah untuk digerakkan. Bicara juga pelo,
sebelumnya penderita dapat berbicara dengan lancar. Sebelumnya, pasien merasa
sakit kepala cekot-cekot, tapi tidak ada mual maupun muntah. Tidak pernah
demam. Makan dan minum baik. BAB dan BAK tidak ada masalah.
 Riwayat penyakit dahulu:

3
Belum pernah dirawat sebelumnya atas indikasi apapun. Memiliki riwayat
hipertensi tetapi jarang kontrol rutin ataupun minum obat. Riwayat Diabetes
disangkal. Riwayat kejang dan cedera kepala sebelumnya disangkal oleh
penderita.

II.3. OBJECTIVE

STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Sakit sedang

Kesadaran/GCS : Compos mentis/E4 V5 M6

Vital Sign :

- Tekanan darah: 210/130 mmHg


- Nadi : 100 kali/menit
- Suhu : 36.9 ºC
- Pernafasan : 22 kali/menit

STATUS LOKALISATA

Status Interna

Kepala/Leher:

- Tidak terlihat ikterik pada kedua sklera kanan dan kiri


- Tidak ada tanda-tanda anemia pada konjungtiva
- Pupil bulat, isokor, diameter 3 mm/3 mm
- Lidah deviasi ke kanan saat dijulurkan
- Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening

Thoraks:

- Jantung :
o Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
o Palpasi : Iktus kordis teraba, tidak kuat angkat, terdapat pada
sela iga 5 garis midclavicula
o Perkusi : Redup, batas jantung normal

4
o Auskultasi : Suara jantung I dan II regular, tidak terdapat gallop
dan murmur
- Paru :
o Inspeksi : Simetris
o Palpasi : Fremitus taktil kanan dan kiri sama
o Perkusi : Sonor
o Auskultasi : Nafas vesikuler, tidak terdapat suara nafas tambahan,
baik berupa rhonki maupun wheezing.

Abdomen:

- Inspeksi : Simetris, protuberan


- Auskultasi : Bising usus normal terdengar di seluruh kuadran abdomen
- Palpasi :
o Teraba soefl
o Tidak terdapat ascites
o Hepar dan lien tidak teraba
o Tidak terdapat nyeri tekan
- Perkusi :
o Timpani

Ekstremitas:

- Tidak ada edema


- Tidak terdapat akral yang dingin
- Tidak terdapat sianosis

Status Neurologi

GCS : E4V5M6
MENINGEAL SIGN :
 Kaku Kuduk : -
 Kernig : -
 Brudzinski I-IV : -

5
NERVUS CRANIALIS :
1. N. Olfaktorius (N. I) : DBN

2. N. Optikus (N. II)


a. Tajam Penglihatan : DBN
b. Lapang pandang (visual field) : DBN
c. Warna : tidak dilakukan
d. Funduskopi : tidak dilakukan

3. N. okulomotorius, troklearis, abducen (N. III,IV,VI)


a. Kedudukan bola mata saat diam : DBN
b. Gerakan bola mata : DBN
c. Pupil:
i. Bentuk, lebar, perbedaan lebar : DBN
ii. Reaksi cahaya langsung dan konsensuil : +/+
iii. Reaksi akomodasi dan konvergensi : DBN

4. N. Trigeminus (N. V)
a. Sensorik : DBN
b. Motorik :
i. Merapatkan gigi : DBN
ii. Buka mulut : DBN
iii. Menggigit tongue spatel kayu : tidak dilakukan
iv. Menggerakkan rahang : DBN
c. Refleks :
i. Maseter /mandibular : (-)
ii. Kornea : DBN

5. N. Facialis (N. VII)


a. Sensorik : sensorik raba DBN
b. Motorik

6
i. Kondisi diam : simetris
ii. Kondisi bergerak :
a) Musculus frontalis : DBN
b) Musculus korugator supersili : DBN
c) Musculus nasalis : DBN
d) Musculus orbicularis oculi : DBN
e) Musculus orbicularis oris : DBN
f) Musculus zigomaticus : DBN
g) Musculus risorius : DBN
h) Musculus bucinator : DBN
i) Musculus mentalis : DBN
j) Musculus plysma : DBN
c. Sensorik khusus
i. Lakrimasi : tidak dilakukan
ii. Refleks stapedius : tidak dilakukan
iii. Pengecapan 2/3 anterior lidah : tidak dilakukan

6. N. Statoakustikus (N. VIII)


a. Suara bisik : DBN
b. Arloji : DBN
c. Garpu tala : tidak dilakukan
d. Nistagmus : tidak dilakukan
e. Tes Kalori : tidak dilakukan

7. N. Glosopharingeus, Vagus (N.IX, X)


a. Inspeksi oropharing keadaan istirahat: uvula simetris
b. Inspeksi oropharing saat berfonasi : uvula simetris
c. Refleks : muntah (+), batuk (+)
d. Sensorik khusus :
- Pengecapan 1/3 belakang lidah : tidak dilakukan
e. Suara serak atau parau : (-)
f. Menelan :

7
- Sulit menelan air atau cairan dibandingkan padat: (-)
8. N. Acesorius (N.XI)
a. Kekuatan m. trapezius : DBN
b. Kekuatan m. sternokleidomastoideus : DBN

9. N. hipoglosus (N. XII)


a. Kondisi diam : lidah miring ke sebelah kiri
b. Kondisi bergerak : lidah miring ke sebelah kanan

MOTORIK :
a. Observasi : DBN
b. Palpasi : konsistensi otot kenyal
c. Perkusi : DBN
d. Tonus : DBN
e. Kekuatan otot : 4 5

4 5
i. Extremitas atas :
 M. deltoid : +4 / +5
 M. biceps brakii : +4 / +5
 M. triceps : +4 / +5
 M. brakioradialis : +4 / +5
 M. pronator teres : +4 / +5
 Genggaman tangan : +4 / +5
ii. Extremitas bawah :
 M. iliopsoas : +4 / +5
 M. kwadricep femoris : +4 / +5
 M. hamstring : +4 / +5
 M. tibialis anterior : +4 / +5
 M. gastrocnemius : +4 / +5
 M. soleus : +4 / +5

8
SENSORIK
a. Eksteroseptik / protopatik (nyeri/suhu, raba halus/kasar) : DBN
b. Proprioseptik (gerak/posisi, getar dan tekan) : DBN
c. Kombinasi :
i. Stereognosis : tidak dilakukan
ii. Barognosis : tidak dilakukan
iii. Graphestesia : DBN
iv. Two point tactile discrimination : DBN
v. Sensory extinction : DBN
vi. Loss of body image : (-)

REFLEKS FISIOLOGIS
a. Refleks Superficial
i. Dinding perut /BHR : tidak dilakukan
ii. Cremaster :-
b. Refleks tendon / periostenum :
i. BPR / Biceps : +2/ +2
ii. TPR / Triceps : +2/ +2
iii. KPR / Patella : +2/ +2
iv. APR / Achilles : +2 / +2
v. Klonus :
 Lutut / patella :-/-
 Kaki / ankle :-/-

REFLEKS PATOLOGIS
a. Babinski :+/-
b. Chaddock :+/-
c. Oppenheim :+/-
d. Gordon :-/-
e. Schaeffer :-/-
f. Gonda :-/-
g. Stransky :-/-
h. Rossolimo :-/-

9
i. Mendel-Bechtrew :-/-
j. Hoffman : -/ -
k. Tromner : -/ -

REFLEKS PRIMITIF
a. Grasp refleks : -/-
b. Palmo-mental refleks : -/-

PEMERIKSAAN SEREBELLUM
a. Koordinasi:
i. Asinergia /disinergia : (-)
ii. Diadokinesia : (-)
iii. Metria : (-)
iv. Tes memelihara sikap
 Rebound phenomenon : sulit dievaluasi
 Tes lengan lurus : sulit dievaluasi
b. Keseimbangan
i. Sikap duduk : sulit dievaluasi
ii. Sikap berdiri
 Wide base / broad base stance : sulit dievaluasi
 Modifikasi Romberg : sulit dievaluasi
 Dekomposisi sikap : sulit dievaluasi
iii. Berjalan / gait :
 Tendem walking : sulit dievaluasi
 Berjalan memutari kursi / meja : sulit dievaluasi
 Berjalan maju-mundur : sulit dievaluasi
 Lari ditempat : sulit dievaluasi
c. Tonus : DBN
d. Tremor : (-)

PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR


1. Aphasia : (-)

10
2. Alexia : (-)
3. Apraksia : (-)
4. Agraphia : (-)
5. Akalkulia : (-)
6. Right-left disorientation : (-)
7. Fingeragnosia : (-)

TES SENDI SACRO-ILIACA


a. Patrick’s : -/-
b. Contra patrick’s : -/-

TES PROVOKASI NERVUS ISCHIADICUS


a. Laseque : -/-
b. Sicard’s : -/-
c. Bragard’s : -/-
d. Minor’s : sulit dievaluasi
e. Neri’s : sulit dievaluasi
f. Door bell sign : -/-
g. Kemp test : sulit dievaluasi

PEMERIKSAAN DISARTRIA

a. Labial : DBN
b. Palata : DBN
c. Lingual : DBN

II.4. RESUME

Seorang pasien wanita berusia 49 tahun datang dengan keluhan kaki kanan
dan tangan kanan lemah secara mendadak. Terjadi setelah memasak. Bicara juga
pelo, sebelumnya penderita dapat berbicara dengan lancar. Terdapat sakit kepala
cekot-cekot sebelumnya, tapi tidak ada mual maupun muntah. Makan dan minum
baik. BAB dan BAK lancar.

11
Berdasarkan riwayat penyakit dahulu, pasien memiliki riwayat hipertensi
tetapi tidak pernah kontrol rutin ataupun minum obat. Riwayat diabetes
disangkal.

Pada pemeriksaan status generalis, pada pemeriksaan tekanan darah


diperoleh hasil tekanan darah 210/130 mmHg. Pemeriksaan status interna dalam
batas normal.
Pemeriksaan status neurologi ditemukan kelainan pada pemeriksaan nervus
XII (nervus hipoglosus) pada kondisi diam tampak lidah miring ke sebelah
kanan.
Pemeriksaan motorik pada sisi tubuh sebelah kanan kekuatannya lebih
lemah dibandingkan yang kiri, dan didapatkan refleks patologis Babinsky,
Chaddock, dan Oppenheim positif sebelah kanan, sementara refleks fisiologis,
refleks primitive, pemeriksaan serebelum, pemeriksaan fungsi luhur,
pemeriksaan sendi sacro-iliaka, dan tes provokasi nervus ischiadicus dalam batas
normal.

II.5. ASSESSMENT

A. Klinis : Hemiparese dextra, hipertensi


B. Topis : Hemisfer sinistra
C. Etiologi : CVA Bleeding. SSS: 3
DD:
- CVA infark

II.6. PLANNING

PLANNING DIAGNOSTIK

- Lab darah:
 Darah lengkap
 Profil lipid
 Asam urat
 Fungsi ginjal

12
 Fungsi hati
- CT SCAN kepala tanpa kontras

HASIL PLANNING DIAGNOSTIK

- Lab darah:
 Darah lengkap
 Profil lipid
 Asam urat
 Fungsi ginjal
 Fungsi hati

Parameter Hasil Nilai rujukan

Leukosit (ul) 5600 4.000 – 10.000

Hemoglobin (gr/dl) 12.6 11 – 15

Trombosit (ul) 423000 150000 – 450000

Hematokrit (%) 40.4 36.0 – 48.0

Eritrosit (ul) 5.09 3.5 – 5.5

MCV (fl) 79 80 – 99

MCH (pg) 24.7 26 – 32

MCHC (gr/dl) 31.1 32 – 36

Test item Results Reference

Glukosa (mg/dl) 107 70 – 115

Uerum (mg/dl) 19 0 – 50

Kreatinin (mg/dl) 1.1 0 – 1.3

Kolesterol (mg/dl) 177 0 – 200

13
Trigliserida (mg/dl) 86 0 – 150

Asam urat (mg/dl) 4,1 2.3 – 8.2

SGOT (U/L) 16 3 – 35

SGPT (U/L) 10 8 – 41

- CT SCAN kepala tanpa kontras

PLANNING TERAPI

- Infuse Asering+cernevit 14 tpm

14
- Injeksi Bralin 500 mg 2x1
- Injeksi Lapibal 1x1
- Injeksi Extrace 500 mg 2x1
- Injeksi Norages 3x1
- Q10 DS 3x1
- Nifedipin 3x10 mg

PLANNING MONITORING

- Monitoring keadaan umum


- Monitoring tanda vital

EDUKASI

- Menjelaskan penyakit yang diderita.


- Tidak duduk atau bangun dari tempat tidur dan tetap tidur.
- Tidak boleh terlalu banyak pengunjung.

Nama Co-ass : Sonia Nazara

Tanggal diperiksa : 25 Maret 2013

Jam diperiksa : 14.00 WIB

15
Tanda tangan supervisor :

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III.1. STROKE

III.1.1 Definisi

Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda


klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global),
dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan
kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler. 1

III.1.2. Epidemiologi

Stroke merupakan penyebab utama kematian ketiga yang paling sering setelah
penyakit kardiovaskuler di Amerika Serikat. Angka kematiannya mencapai 160.000
per tahun dan biaya langsung sebesar 27 milyar dolar US setahun. Insiden bervariasi
1.5 – 4 per 1000 populasi. Selain merupakan penyebab utama kematian, juga
merupakan penyebab utama kecacatan.

III.1.3. Klasifikasi

Stroke diklasifikasikan sebagai berikut : 1,2

1. Berdasarkan kelainan patologis

a. Stroke hemoragik

1) Perdarahan intra serebral

2) Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)

b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)

1) Stroke akibat trombosis serebri

16
2) Emboli serebri

3) Hipoperfusi sistemik

2. Berdasarkan waktu terjadinya

1) Transient Ischemic Attack (TIA)

2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)

3) Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke

4) Completed stroke

3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler

1) Sistem karotis

a. Motorik : hemiparese kontralateral, disartria

b. Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia

c. Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis fugaks

d. Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia

2) Sistem vertebrobasiler

a. Motorik : hemiparese alternans, disartria

b. Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia

c. Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia

III.2. STROKE NON HEMORAGIK (INFARK SEREBRI)

III.2.1. Faktor Risiko

Faktor risiko stroke dibagi menjadi dua, yakni yang dapat dimodifikasi dan yang
tidak dapat dimodifikasi:3

1. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi:


a. Hipertensi
Hipertensi berperan penting untuk terjadinya infark dan perdarahan otak
yang terjadi pada pembuluh darah kecil. Hipertensi mempercepat
arteriosklerosis sehingga mudah terjadi oklusi atau emboli pada/dari

17
pembuluh darah besar. Baik hipertensi sistolik maupun diastolik, keduanya
merupakan faktor risiko terjadinya stroke.3
Menurut The seventh report of the Joint National Committee on
prevention, detection, evaluation, dand treatment of high blood pressure (JNC
7), klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok
normal, prahipertensi, hipertensi derajat I, dan hipertensi derajat II.

Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik (mmhg) Diastolik (mmhg)

Normal <120 dan <80

Prahipertensi 120 – 139 atau 80 – 89

Hipertensi derajat I 140 – 159 atau 90 – 99

Hipertensi derajat II ≥ 160 atau ≥ 100

b. Penyakit jantung
Pada penelitian yang telah dilakukan, terbukti bahwa gangguan fungsi
jantung secara bermakna meningkatkan kemungkinan terjadinya stroke tanpa
tergantung derajat tekanan darah.3
Penyakit jantung tersebut antara lain:3
- Penyakit katup jantung
- Atrial fibrilasi
- Aritmia
- Hipertrofi jantung kiri (Left Ventrikel Hypertrophy)
- Kelainan EKG

Dalam hal ini, perlu diingat bahwa stroke sendiri dapat menimbulkan
beberapa kelainan jantung berupa:3

- Edema pulmonal neurogenik


- Penurunan curah jantung
- Aritmia dan gangguan repolarisasi
c. Diabetes mellitus

18
Diabetes mellitus merupakan faktor risiko untuk terjadinya infark
serebri. Diduga diabetes mellitus mempercepat terjadinya proses
arteriosklerosis, biasa dijumpai arteriosklerosis lebih berat, lebih tersebar, dan
mulai lebih dini.
Infark serebri terjadi 2.5 kali lebih banyak pada penderita diabetes
mellitus pria dan empat kali lebih banyak pada penderita wanita dibandingkan
dengan yang tidak menderita diabetes mellitus pada umur dan jenis kelamin
yang sama.3
d. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terkena stroke empat kali lipat. Hal ini
berlaku untuk semua jenis rokok (sigaret, cerutu, atau pipa) dan untuk semua
tipe stroke terutama stroke infark dan perdarahan subarachnoid. Merokok
mendorong terjadinya aterosklerosis yang selanjutnya memprovokasi
terjadinya thrombosis arteri.3
e. Faktor risiko lainnya, seperti tingginya kadar kolesterol dan asam urat, serta
kurang olahraga.3
2. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:
a. Riwayat keluarga
Kelainan keturunan sangat jarang meninggalkan stroke secara langsung,
tetapi gen sangat berperan besar pada beberapa faktor risiko stroke, misalnya
hipertensi, penyakit jantung, diabetes, dan kelainan pembuluh darah. Riwayat
stroke dalam keluarga terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah
menderita stroke pada usia 65 tahun.3
b. Lain-lain: usia, jenis kelamin, dan ras/suku.3

III.2.2. Etiologi dan Patogenesis4

1. Thrombosis
Thrombosis arteri (atau vena) pada system saraf pusat dapat
disebabkan oleh satu atau lebih dari trias Virchow:
- Abnormalitas dinding pembuluh darah, umumnya penyakit
degenerative, dapat juga inflamasi (vaskulitis) atau trauma (diseksi).
- Abnormalitas darah, misalnya polisitemia.

19
- Gangguan aliran darah.

Penyakit trombo-oklusif merupakan penyebab stroke yang paling


sering. Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama thrombosis serebral. Tanda-tanda thrombosis serebral
bervariasi, sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien
mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang, dan beberapa awitan
umum lainnya. Secara umum, thrombosis serebral tidak terjadi secara tiba-
tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau parestesia pada
setengah tubuh dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam
atau hari.
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada lapisan intima
arteria besar. Bagian intima arteria serebri menjadi tipis dan berserabut,
sedangkan sel-sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan
berjumbai, sehingga lumen pembuluh darah sebagian terisi oleh materi
sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat-
tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat-tempat
khusus tersebut. Pembuluh-pembuluh darah yang mempunyai risiko dalam
urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut: arteria karotis interna,
vertebralis bagian atas, dan basilaris bawah.
Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit
menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding
pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepaskan enzim
adenosine difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat
fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap
tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan
sempurna.
2. Embolisme
Embolisme dapat merupakan komplikasi dari penyakit degenerative
arteri system saraf pusat, atau dapat juga berasal dari jantung:
- Penyakit katup jantung
- Fibrilasi atrium
- Infark miokard yang baru terjadi.

20
Penderita embolisme biasanya lebih muda disbanding dengan
penderita thrombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu
thrombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya
adalah perwujudan dari penyakit jantung. Setiap bagian otak dapat
mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya akan menyumbat bagian-
bagian yang sempit. Tempat yang paling sering terserang embolus serebri
adalah arteria serebri media, terutama bagian atas.

Gambar . Perbedaan stroke thrombosis dan emboli

III.2.3. Patofisiologi

Stroke iskemik terjadi akibat penutupan aliran darah ke sebagian otak tertentu,
maka terjadi serangkaian proses patologik pada daerah sikemik. Perubahan ini
dimulai dari tingkat seluler berupa perubahan fungsi dan struktur sel yang diikuti
dengan kerusakan fungsi dan integritas susunan sel, selanjutnya akan berakhir dengan
kematian neuron.

III.2.3.1. Perubahan fisiologik pada aliran darah otak

Pada fase akut, perubahan terjadi pada aliran darah otak, dimana pada daerah
yang terkena iskemia, aliran darah menurun secara signifikan. Secara mikroskopis,
daerah yang iskemik (penumbra) yang pucat ini akan dikelilingi oleh daerah yang
hiperemis di bagian luar. Daerah ini disebut “luxury perfusion”, karena melebihi
kebutuhan metabolik, sebagai akibat mekanisme system kolateral yang mencoba

21
mengatasi keadaan iskemia. Di daerah sentral dan focus iskemik ini terdapat inti yang
terdiri atas jaringan nekrotik atau jaringan dengan tingkat iskemia yang terberat.

Konsep “penumbra iskemia” merupakan sandaran dasar pada pengobatan stroke


karena merupakan manifestasi terdapatnya struktur seluler neuron yang masih hidup
dan mungkin masih reversible apabila dilakukan pengobatan yang cepat dan reperfusi
harus tepat. Komponen waktu ini disebut sebagai “therapeutic window” yaitu jendela
waktu reversibilitas sel-sel neuron penumbra, dengan melakukan tindakan resusitasi
sehingga neuron ini dapat diselamatkan.

Perubahan lain yang terjadi adalah kegagalan autoregulasi pada daerah iskemia
sebagai respon arteriole terhadap perubahan tekanan darah dan
oksigen/karbondioksida. Mekanisme patologi lain yang terjadi pada aliran darah otak
adalah berkurangnya aliran darah seluruh hemisfer di sisi yang sama dan juga di sisi
hemisfer yang berlawanan dalam tingkat yang lebih ringan (diaschisis), juga pada sisi
kontrolateral hemisfer serebelar (remote area). Proses diaschisis berlangsung
beberapa waktu (hari sampai minggu) tergantung luasnya infark.

III.2.3.2. Perubahan pada tingkat seluler/mikrosirkulasi

Perubahan yang komplek terjadi pada tingkat seluler/mikrosirkulasi yang saling


berkaitan. Secara eksperimental, perubahan ini telah banyak diketahui, akan tetapi
pada keadaan sebenarnya pada manusia (in vivo), ketepatan ekstrapolasi sulit
dipastikan. Astrup dkk (1981) menunjukkan bahwa pengaruh iskemia terhadap
integritas dan struktur otak pada daerah penumbra terletak antara batas kegagalan
elektrik otak (electrical failure) dengan batas bawah kegagalan ionic (ion-pump
failure). Selanjutnya dikatana bahwa aliran darah otak di bawah 17 cc/100 gram otak/
menit, menyebabkan aktivitas otak listrik berhenti walaupun kegiatan “ion-pump”
masih berlangsung.

Daerah “iskemik core” sudah terjadi kematian sehingga mengalami nekrosis


akibat kegagalan energi (energy failure) yang secara dahsyat merusak dinding sel
beserta isinya sehingga mengalami lisis (sitolisis). Di lain pihak, pada daerah
penumbra jika terjadi iskemia berkepanjangan, sel tidak dapat lagi mempertahankan
integritasnya sehingga akan terjadi lematian sel, yang secara akut timbul melalui

22
proses apoptosis: disintegrasi elemen-elemen seluler secara bertahap dengan
kerusakan dinding sel yang disebut “programmed cell death”.

Beberapa penelitian pada hewan percobaan, kumpulan sel-sel ini disebut


“selectively vulnerable neuron”. Pada neuron-neuron tersebut, terdapat hirarki
sensitivitas terhadap iskemia diawali pada daerah CA1 hipokampus dan sebagian
kolikulus inferior, kemudian jika iskemia lebih dari 5 menit (10 – 15 menit), akan
diikuti oleh lapis 3,5,6 dari korteks serebral, sector CA3 hipokampus, thalamus,
korpus genikulatum medial, dan substansia nigra. Meskipun ditemukan pada
binatang, kenyataan ini menunjukkan bahwa daerah system limbik dan ganglia basal
terdapat sel-sel yang sensitif terhadap iskemia.

III.2.4. Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis stroke, pencitraan dengan CT-scan yang


merupakan pemeriksaan baku emas (Gold Standard).

American Stroke Association menyarankan setiap orang untuk mempelajari


bagaimana cara untuk mengenali tanda-tanda stroke, yakni:6

- Kematian rasa atau kelemahan secara mendadak pada wajah, lengan atau kaki,
terutama pada satu sisi tubuh
- Kebingungan yang mendadak, kesulitan dalam bicara dan memahami
- Kesulitan dalam melihat pada satu atau kedua mata
- Kesulitan berjalan, pusing, kehilangan keseimbangan atau koordinasi tubuh
- Nyeri kepala yang endadak tanpa sebab yang diketahui.

Akronim dari FAST adalah cara mudah untuk mengingat tanda-tanda stroke:6

- (F) ACE : minta pasien untuk tersenyum. Lihat sisi wajah yang turun.
- (A) RMS : minta pasien untuk mengangkat kedua tangan. Lihat jika satu
tangan turun dengan cepat.
- (S) PEECH: minta pasien untuk mengulangi kalimat yang mudah. Lihat jika
ternyata pasien menjadi cadel dan kalimat yang diulang tidak benar.

23
- (T) IME: jika pasien menunjukkan tanda-tanda tersebut, waktu sangat penting.
Sangat penting untuk ke rumah sakit secepat mungkin.

Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non


hemoragis, dapat ditentukan berdasarkan:3

1. Anamnesis
2. Pemeriksaan klinis neurologis
3. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke
4. Pemeriksaan dengan menggunakan alat bantu

III.2.4.1. Anamnesis

Langkah ini tidak sulit, karena jika memang stroke sebagai penyebabnya, maka
sesuai dengan definisinya, kelainan saraf yang ada timbulnya secara mendadak. Bila
sudah ditetapkan penyebabnya adalah stroke, maka langkh berikutnya adalah
menentukan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau stroke
non hemoragis.3

Tabel . Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis

Gejala Stroke hemoragik Stroke non hemoragik

Onset atau awitan Mendadak Mendadak

Saat onset Sedang beraktivitas Istirahat

Peringatan (warning) - +

Nyeri kepala +++ ±

Kejang + -

Muntah + -

Penurunan kesadaran +++ ±

III.2.4.2. Pemeriksaan Klinis Neurologis

Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda yang muncul, bila dibandingkan antara
keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut:3

24
Tabel . Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan tanda-tanda

Tanda Stroke hemoragik Stroke non hemoragik

Bradikardia ++ (dari awal) ± (hari ke-4)

Edema papil Sering + -

Kaku kuduk + -

Tanda Kernig, Brudzinski ++ -

III.2.4.3. Algoritma dan Penilaian dengan Skor Stroke

Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke, antara lain dengan:

1. Penetapan jenis stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gajah Mada

25
2. Penetapan jenis stroke berdasarkan Djoenaedi Stroke Score

1 TIA sebelum serangan Pusing, mual, muntah 1

2 Permulaan serangan - Sangat mendadak (1 – 2 menit) 6.5


- Mendadak (menit – 1 jam) 6.5
- Pelan-pelan (beberapa jam) 1

3 Waktu serangan - Bekerja (aktivitas) 6.5


- Istirahat/duduk/tidur 1
- Bangun tidur 1

4 Sakit kepala waktu - Sangat hebat 10


serangan
- Hebat 7.5
- Ringan 1
- Tidak ada 0

5 Muntah - Langsung sehabis serangan 10


- Mendadak (beberapa menit – jam) 7.5
- Pelan-pelan (1 hari atau lebih) 1
- Tidak ada 0

6 Kesadaran - Menurun langsung waktu serangan 10


- Menurun mendadak (menit – jam) 10
- Menurun pelan-pelan (1 hari atau 1
lebih)
- Menurun sementara lalu sadar lagi 1

- Tidak ada gangguan 1

7 Tekanan darah sistolik - Waktu serangan sangat tinggi 7.5


(>200/110)
- Waktu MRS sangat tinggi 7.5
(>200/110)
- Waktu serangan tinggi (>140/100) 1
1
- Waktu MRS tinggi (>140/100)

8 Tanda rangsangan - Kaku kuduk hebat 1

26
selaput otak - Kaku kuduk ringan
- Tidak ada kaku kuduk 5
0
9 Pupil - Isokor 5
- Anisokor 10
- Pin point kanan/kiri 10
- Midriasis kanan/kiri 10
- Kecil dan reaksi lambat 10

- Kecil dan reaktif 10

10 Fundus okuli - Perdarahan subhialoid 10


- Perdarahan retina 7.5
- Normal 0

Total score:

- ≥ 20: stroke hemoragik


- < 20: stroke non hemoragik

3. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score

No. Gejala/tanda Penilaian Indeks Skor

1 Kesadaran (0)Kompos mentis


(1)Mengantuk X 2.5 +
(2)Semi koma/koma

2 Muntah (0) Tidak


X2 +
(1) Ya

3 Nyeri kepala (0) Tidak


X2 +
(1) Ya

4 Tekanan darah Diastolic X10% +

5 Ateroma -

(0) Tidak X(-3)

27
a. DM (1) Ya
b. Angina pectoris
Klaudikasio intermiten

6 Konstanta -12 -12

Hasil Siriraj Stroke Score

Hasil:

- SSS >1 : stroke hemoragik


- SSS < -1 : stroke non hemoragik

Atau dengan penilaian:

SS = (2.5 x C) + (2 x V) + (2 x H) + (0.1 x BPD) – (3 x A) – 12

Keterangan:

C: kesadaran

V: vomitus

H: nyeri kepala

BPD: tekanan darah diastolic

A: atheroma (DM, penyakit jantung)

12: konstanta

III.2.4.4. Pemeriksaan dengan Menggunakan Alat Bantu

No. Pemeriksaan Stroke Hemoragik Stroke Non Hemoragik

1 Funduskopi Perdarahan retina dan Crossing phenomenon


korpus vitreum Silver wire arteries

2 Pungsi lumbal:

- Tekanan Meningkat Normal


- Warna Merah Jernih

28
3 Arteriografi Ada shift Oklusi

4 CT-scan

5 MRI

Tabel . Gambaran CT-scan stroke infark dan hemoragik

Interval antara onset


Jenis
dan pemeriksaan Temuan pada CT-scan
stroke
CT-scan

< 24 jam Efek masa dengan pendataran girus yang ringan


atau penurunan ringan densitas substansia alba
dan substansia grisea.

24 – 48 jam Didapatkan area hipoden (hitam ringan sampai


berat).

3 – 5 hari Terlihat batas area hipoden yang menunjukkan


adanya cytotoxic edem dan mungkin
didapatkannya efek masa.
Infark 6 – 13 hari Daerah hipoden lebih homogeny dengan batas
yang tegas dan didapatkan penyangatan pada
pemberian kontras.

14 – 21 hari Didapatkan fogging effect (daerah infark


menjadi isoden seperti daerah sekelilingnya
tetapi dengan pemberian kontras didapatkan
penyangatan).

>21 hari Area hipoden lebih mengecil dengan batas yang


jelas dan mungkin pelebaran ventrikel ipsilateral.

Hemoragik 7 – 10 hari pertama Lesi hiperdens (putih) tak beraturan dikelilingi


oleh area hipodens (edema).

11 hari – 2 bulan Menjadi hipodens dengan penyangatan di


sekelilingnya (peripheral ring enhancement)

29
merupakan deposisi hemosiderin dan
pembesaran homolateral ventrikel.

>2 bulan Daerah isodens (hematoma yang besar dengan


defek hipodens).

Gambar . CT-scan pada stroke infark

Tabel . Karakteristik MRI pada StrokeHemoragik dan Stroke Infark

Tipe Stroke MRI SIGNAL CHARACTERISTICS


Infark/Hemoragik T 1-weighted image T 2-weighted image

Stroke infark Hipointens (hitam) Hiperintens (putih)

Stroke hemoragik, (hari


antara onset dan
pemeriksaan MRI)

 1 – 3 (akut), isointens Hipointens


deoxyhemoglobine

30
 3 – 7 intracellular Hiperintens Isointens
methemoglobine

 7 – 14 free Hiperintens Hiperintens


methemoglobine

 >21 (kronis) Isointens Sangat hipointens


hemosiderin

Selain CT-scan dan MRI, terdapat prosedur pemeriksaan penunjang lainnya


yakni carotid ultrasound. Prosedur carotid ultrasound seperti carotid duplex
merupakan alat yang bermanfaat untuk mengukur luasnya arteri dan bagaimana aliran
darah pada pembuluh darah tersebut. Carotid ultrasound dapat membantu dalam
menentukan keparahan dari plak yang terbentuk dan perluasan atau blok pada arteri
carotid (carotid stenosis).

III.2.5. Diagnosis Banding

Hanya karena seseorang mempunyai gangguan bicara atau kelemahan ada satu
sisi tubuh, tidaklah sinyal kejadian stroke. Terdapat banyak kemungkinan lain yang
mungkin bertanggung jawab untuk gejala ini. Kondisi lain yang dapat serupa stroke
meliputi:

31
a. Tumor otak
b. Abses otak (kumpulan nanah di dalam otak karena bakteri atau jamur)
c. Perdarahan otak baik secara spontan maupun trauma
d. Ketidakseimbangan kalsium atau glukosa dalam tubuh juga dapat
menyebabkan perubahan system saraf yang serupa dengan stroke.

III.2.6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan
mengurangi kecacatan (time is brain). Tujuan utama penatalaksanaan adalah untuk
memperbaiki aliran darah ke otak secepat mungkin dan melindungi neuron dengan
memotong kaskade iskemik.3

Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya dapat dibagi dalam:3

1. Pengelolaan umum, pedoman 5B:


a. Breathing
Jalan nafas harus terbuka lega dan hisap lendir untuk mencegah
kekurangan oksigen dengan segala akibat buruknya. Dijaga agar
oksigenasi dan ventilasi baik, agar tidak terjadi aspirasi. Intubasi pada
pasien dengan GCS <8. Penderita sebaiknya berbaring dalam posisi
miring kiri-kanan bergantian setiap 2 jam.
b. Blood
Tekanan darah pada tahap awal tidak boleh segera diturunkan
karena dapat memperburuk keadaan, kecuali pada tekanan darah sistolik
>220 mmHg dan atau diastolik >120 mmHg. Penurunan tekanan darah
maksimal 20%.
Obat-obat yang dapat dipergunakan: nicardipin (0.5 – 6
mcg/kg/menit infuse kontinyu), diltiazem (5 – 40 µg/kg/menit drip),
nitroprusid (0.25 – 10 µg/kg.menit infuse kontinyu), nitrogliserin (5 – 10
µg/kg/menit infuse kontinyu), labetolol 20 – 80 mg intravena bolus tiap
10 menit, maupun kaptopril 6.25 – 25 mg oral atau sublingual.
Keseimbangan cairan dan elektrolit perlu diawasi. Kadar gula darah
yang terlalu tinggi terbukti memperburuk outcome pasien stroke.

32
c. Brain
Bila didapatkan kenaikan tekanan intracranial dengan tanda nyeri
kepala, muntah proyektil, dan bradikardi relatif, harus diobati dengan
obat yang sering digunakan yakni manitol 20% 1 – 1.5 gram/kgBB
dilanjutkan dengan 6x100 cc (0.5 gram/kgBB) dalam 15 – 20 menit
dengan pemantauan osmolalitas antara 300 – 320 mOsm. Keuntungan
lain penggunaan manitol adalah manitol dapat digunakan sebagai
penghancur radikal bebas.
Bila terjadi kejang, dapat diberikan antikonvulsan diazepam
intravena.
d. Bladder
Hindari infeksi saluran kemih. Bila terjadi retensio urin, sebaiknya
dipasang kateter intermiten.
e. Bowel
Kebutuhan cairan dan kalori perlu diperhatikan, hindari obstipasi,
jaga supaya defekasi teratur, pasang NGT bila didapatkan kesulitan
menelan makanan. Kekurangan albumin perlu diperhatikan karena dapat
memperberat edema otak.

2. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya:


a. Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
Dapat dilakukan tindakan pembedahan berupa carotid
endarterectomy yakni prosedur bedah untuk membersihkan olak dan
membuka arteri carotid yang menyempit. Direkomendasikan untuk
mencegah stroke iskemik pada beberapa pasien yang memiliki stenosis
carotid lebih dari 70%. Untuk orang-orang yang memiliki penyempitan
arteri carotid kurang dari 50%, direkomendasikan untuk diberikan obat-
obatan anti-clotting (antiplatelet dan antikoagulan). Untuk pasien
dengan stenosis carotid 50 – 69%, terapi bedah dilakukan tergantung
individu.6

33
Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke maupun upaya
yang paling ideal, obat thrombosis yang sudah disetujui oleh FDA
adalah r-TPA (recombinan tissue plasminogen activator) dengan dosis
0.9 mg/kgBB, maksimal 90 mg (10% diberikan bolus dan sisanya infuse
kontinyu dalam 60 menit). Tetapi pengobatan ini harus diberikan dalam
kurang dari 3 jam, sehingga hanya pasien yang masuk rumah sakit
dengan onset awal, penyelesaian pemeriksaan darah, CT scan kepala,
dan informed consent yang cepat saja yang dapat menerima terapi ini.
Cara lain memperbaiki aliran darah antara lain dengan memperbaiki
hemorheologi seperti obat pentoxifilin yang mengurangi viskositas
darah denganmeningkatkan deformabilitas sel darah merah dengan dosis
15 mg/kgBB/hari. Obat lain yang juga memperbaiki sirkulasi adalah
naftidrofuril dengan memperbaiki aliran darah melalui unsure seluler
darah, dengan dosis 600 mg/hari selama 10 hari secara intravena,
dilanjutkan peroral 300 mg/hari.
b. Prevensi terjadinya thrombosis (antikoagulasi)
Untuk menghindari terjadinya thrombus lebih lanjut, terdapat dua
kelas pengobatan yang tersedia yaitu anti koagulan dan anti agregasi
trombosit.

34
Anti koagulan diberikan pada pasien stroke yang mempunyai risiko
untuk terjadi emboli otak seperti pasien dengan kelainan jantung
fibrilasi atrium non valvular, thrombus mural dalam ventrikel kiri, infark
miokard baru dan katup jantung buatan. Obat yang dapat diberikan
adalah heparin dengan dosis awal 1000 u/jam cek APTT 6 jam
kemudian. Bisa diberikan warfarin dengan dosis hari I= 8 mg, hari II= 6
mg, dan hari III penyesuaian dosis.
Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang berisisko
terjadinya thrombosis vena dalam dan embli paru untuk prevensi
diberikan heparin 2x5000 unit secara subkutan atau heparin berat
molekul rendah (LMWH) 2x0.3 cc selama 7 – 10 hari.
Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan, antara lain
aspirin dosis 80 – 1200 mg/hari, dengn mekanisme kerja menghambat
jalur siklooksigenase. Dipiridamol dikombinasi dengan aspirin, aspirin
25 mg + dipiridamol SR 200 mg, dua kali sehari, dengan mekanisme
kerja menghambat jalur siklooksigenase, fosfodiesterase, dan ambilan
kembali adenosine. Cilostazol dosis 2x50 mg, mekanisme kerjanya
menghambat aktivitas fosfodiesterase III. Ticlopidin dosis 2x250 mg
dengan mekanisme kerja menginhibisi reseptor adenosine difosfat dan
thyenopyridine. Clopidogrel dosis 1x75 mg dengan menginhibisi
reseptor adenosine difosfat dan thyenopyridine.
c. Proteksi neural/sitoproteksi
Sangat menarik untuk mengamati obat-obatan pada kelompok ini
karena diharapkan dengan memotong kaskade iskemik dapat mencegah
kerusakan lebih lanjut dari neuron. Obat-obatan tersebut antara lain:
- CDP-choline
CDP-choline bekerja dengan memperbaiki membrane sel
dengan cara menambah sintesa phospatidylcholine, menghambat
terbentuknya radikal bebas dan juga menaikkan sintesis asetilkolin
(suatu neurotransmitter untuk fungsi kognitif). Dosis 500 – 2000 mg
sehari selama 14 hari menunjukkan penurunan angka kematian dan
kecacatan yang bermakna. Therapeutic windows 2 – 14 hari.

35
- Piracetam
Cara kerja secara pasti dari piracetam tidak diketahui.
Diperkirakan piracetam memperbaiki integritas sel, memperbaiki
fluiditas membrane, dan menormalkan fungsi membrane. Dosis
bolus 12 gram secara intravena dilanjutkan 4x3 gram intravena
sampai hari keempat. Hari kelima dilanjutkan 3x4 gram peroral
sampai minggu keempat, minggu kelima sampai minggu ke-12
diberikan 2x2.4 gram peroral. Therapeutic windows 7 – 12 jam.
- Statin
Statin mempunyai sifat neuroprotektif untuk iskemia otak dan
stroke. Mempunyai efek antioksidan “downstream” dan “upstream”.
Efek “downstream” adalah stabilisasi aterosklerosis sehingga
mengurangi pelepasan plak tromboemboli dari arteri ke arteri. Efek
“upstream” adalah memperbaiki pengaturan eNOS (endothelial
Nitric Oxide Synthese, mempunyai sifat anti thrombus, vasodilatasi,
dan antiinflamasi), menghambat iNOS (inducible Nitric Oxide
Synthese yang sifatnya berlawanan dengan eNOS), antiinflamasi
dan antioksidan.
- Cerebrolisin
Cerebrolisin merupakan suatu protein otak bebas lemak dengan
khasiat anti calpain, penghambat caspase, dan sebagai neurotropik.
Dosis 30 – 50 cc selama 21 hari menunjukkan perbaikan fungsi
motorik yang bermakna.

3. Pencegahan serangan ulang


Dapat diberikan:
- Obat-obat anti agregasi platelet
- Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung
- Faktor risiko dikurangi seminimal mungkin.

36
4. Rehabilitasi
Rehabilitasi dilakukan sedini mungkin dengan mempertimbangkan
keadaan kardiovaskuler, perkembangan penyakitnya, dan dilaksanakan
sedini mungkin, dilakukan dengan tujuan:
- Memperbaiki fungsi motorik
- Mencegah kontraktur sendi
- Agar penderita dapat mandiri
- Rehabilitasi social perlu dilakukan juga karena penderita biasanya
jatuh dalan keadaan depresi.

III.2.7. Prognosis

Lebih dari 75% pasien dapat bertahan hidup pada serangan stroke pertama
selama tahun pertama, dan lebih daari separuh bertahan di bawah 5 tahun. Banyak
penderita pasca stroke dapat kembali ke fungsi mereka sebelumnya, tetapi 25%
lainnya memiliki disability ringan dan 40% memiliki disability sedang-berat.

Risiko untuk rekurensi dari stroke ini sendiri sangat tinggi pada minggu-minggu
pertama dan bulan pertama setelah stroke. Tetapi sekitar 25% pasien yang memiliki
serangan stroke pertama kali, akan mendapat serangan kembali dalam 5 tahun
kemudian. Faktor risiko untuk terjadi rekurensi stroke:6

- Usia yang tua


- Adanya bukti arteri yang terblok (riwayat penyakit jantung koroner, penyakit
arteri carotid, penyakit arteri perifer, stroke iskemik, atau TIA).
- Stroke hemoragik atau embolik
- Diabetes
- Alkoholisme
- Penyakit katup jantung
- Fibrilasi atrial

III.2.8. Komplikasi Jangka Panjang dan Disabiliti

Banyak pasien mendapat kelemahan fisik yang tersisa dan disertai dengan nyeri
dan spastisitas. Tergantung dari tingkat keparahan gejala dan seberapa banyak bagian

37
tubuh yang terlibat, kelemahan tersebut dapat mempengaruhi kemampuan untuk
berjalan, untuk berdiri dari kursi, untuk makan sendiri, untuk menulis atau
menggunakan computer, untuk menyetir, dan aktivitas lainnya.6

III.2.9. Pencegahan

Pasien yang telah terserang stroke untuk pertama kali, memiliki risiko yang
tinggi untuk mendapat serangan stroke berulang. Cara untuk mecegah rekurensi dari
stroke yakni:6

- Perubahan gaya hidup


 Berhenti merokok
 Makan makanan sehat: diet kaya buah dan sayuran, tinggi kalium, dan
rendah lemah jenuh, masukan natrium (garam) kurang dari 2300
mg/hari.
 Berolah raga (30 menit, minimal satu kali seminggu)
 Menjaga berat badan ideal
 Membatasi asupan alkohol.
- Terapi antiplatelet dan antikoagulan untuk pencegahan stroke:
 Pencegahan primer (jika terapi yang diberikan sebelum terjadinya
stroke):
 Untuk laki-laki atau perempuan yang tidak memiliki faktor
risiko stroke, tidak ada bukti bahwa aspirin dapat membantu
pencegahan.
 Perempuan usia 55 – 79 tahun dapat meminum aspirin harian
jika memiliki risiko stroke atau serangan jantung.
 Laki-laki usia 45 – 79 tahun dapat meminum aspirin harian jika
memiliki risiko stroke atau serangan jantung.
 Untuk perempuan dan laki-laki usia 80 tahun atau lebih, tidak
diketahui apakah meminum aspirin untuk pencegahan stroke
memilik keuntungan yang lebih besar daripada risiko
perdarahan traktus digestivus atau perdarahan otak.

38
 Pencegahan sekunder (jika terapi yang diberikan untuk pencegahan
stroke ulang):
 Dapat diberikan aspirin saja atau aspirin disertai obat-obatan
anti-clotting seperti dipyridamole (Persantine, atau aggrenox)
dua kali sehari.
 Dapat digunakan klopidogrel sebagai pengganti aspirin, untuk
pasien dengan arteri koroner yang menyempit atau telah
memiliki stent.
 Mengkombinasi aspirin dengan klopidogrel bersama-sama
tidak memiliki efek yang menguntungkan tetapi meningkatkan
risiko terjadinya perdarahan.
 Obat antikoagulan (warfarin) dapat digunakan sebagai pencegahan
stroke pada pasien dengan fibrilasi atrial. Pemberian warfarin memiliki
risiko terjadinya perdarahan, tetapi keuntungan yang didapatkan lebih
besar daripada risikonya. Risiko terjadinya perdarahan lebih tinggi jika
terapi warfarin dimulai dengan dosis yang tinggi dan dengan periode
terapi yang lama. Pemeriksaan protrombin time (PT) dan international
normalized ratio (INR) dapat digunakan untuk memonitor koagulasi
darah.
- Kontrol diabetes
 Pasien dengan diabetes harus mencapai kadar gula darah puasa kurang
dari 110 mg/dl dan HbA1C kurang dari 7%.
- Kontrol tekanan darah
 Pase=ien dengan diabetes, chronic kidney disease, atau aterosklerosis
harus mencapai tekanan darah di bawah 140/90 mmHg.
- Kolesterol LDL yang rendah
 American Heart Association merekomendasikan pasien yang memiliki
stroke iskemik atau TIA untuk meminum obat statin untuk
menurunkan kadar kolesterol. Kebanyakan pasien harus mencapai
kadar LDL kurang dari 100 mg/dl. Pasien dengan faktor risiko
multipel harus mencapai kadar LDL kurang dari 70 mg/dl.

39
III.3. STROKE HAEMORAGIK
III.3.1.Definisi
Stroke adalah suatu kelainan neurologis fokal ataupun global secara tiba-tiba,
dengan gejala yang berlangsung lebih dari 24 jam (atau meninggal), dan diakibatkan
oleh gangguan vaskuler.1

III.3.2.Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab ketiga angka kematian di dunia dan penyebab
pertama kecacatan. Angka morbiditas lebih berat dan angka mortalitas lebih tinggi
pada stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang
dapat melakukan kegiatan mandirinya lagi. Angka mortalitas dalam bulan pertama
pada stroke hemoragik mencapai 40-80%. Dan 50% kematian terjadi dalam 48 jam
pertama.7
Tingkat insidensi dari stroke hemoragik seluruh dunia berkisar antara 10
sampai 20 kasus per 100.000 populasi dan bertambah dengan umur. Perdarahan
intraserebral lebih sering terjadi pada pria disbanding dengan wanita, terutama pada
usia diatas 55 tahun, dan juga pada populasi tertentu seperti pada orang kulit hitam
dan orang Jepang.8

III.3.3.Klasifikasi
1. Perdarahan intraserebral
Perdarahan ini disebabkan karena pecahnya pembuluh darah otak didalam
parechym otak, pecahnya pembuluh darah tersebut disebabkan karena
kerusakan dindingnya akibat arterosklerosis, peradangan, trauma atau kelainan
kongenital seperti aneurisma.
2. Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan terutama pada sirkulus Willisi dan berasal dari aneurisma
kongenital yang pecah. Biasanya terjadi pada usia yang lebih muda. Perdarahan
sering berulang dan menimbulkan vasospsme hebat sehingga terjadi infark
otak.2

40
III.3.4.Faktor Resiko
Secara garis besar faktor resiko stroke dibagi atas faktor resiko yang dapat
dimodifikasi (modifiable) dan yang tidak dapat dimodifikasi (nonmodifiable). Faktor
resiko stroke yang dapat dimodifikasi diantaranya adalah hipertensi, penyakit jantung
(fibrilasi atrium), diabetes melitus, merokok, konsumsi alkohol, hiperlipidemia,
kurang aktifitas, dan stenosis arteri karotis. Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi antara lain usia, jenis kelamin, ras/suku, dan faktor genetik.3,4

III.3.5.Gejala Klinis
1. PIS
Gejala yang sering djumpai pada perdarahan intraserebral adalah nyeri kepala
berat, mual, muntah dan adanya darah di rongga subarakhnoid pada
pemeriksaan pungsi lumbal merupakan gejala penyerta yang khas. Serangan
sering kali di siang hari, waktu beraktivitas dan saat emosi/marah. Kesadaran
biasanya menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah
jam, 23% antara 1/2-2 jam, dan 12% terjadi setelah 3 jam).9

2. PSA
Pada penderita PSA dijumpai gejala nyeri kepala yang hebat, nyeri di leher
dan punggung, mual, muntah, fotofobia. Pada pemeriksaan fisik dapat
dilakukan dengan pemeriksaan kaku kuduk, Lasegue dan Kernig untuk
mengetahui kondisi rangsangan selaput otak, jika terasa nyeri maka telah
terjadi gangguan pada fungsi saraf. Pada gangguan fungsi saraf otonom terjadi
demam setelah 24 jam. Bila berat, maka terjadi ulkus pepticum karena
pemberian obat antimuntah disertai peningkatan kadar gula darah, glukosuria,
albuminuria, dan perubahan pada EKG.9

III.3.6.Diagnosis
Anmanesis dan pemeriksaan fisik, selain itu dengan pemeriksaan CT scan.
Sebelum dikenal adanya CT scan, pemeriksaan CSF merupakan metode yang paling
sering dipakai untuk menegakkan diagnosis dari stroke hemoragik. Adanya darah
atau CSF yang xanthokromik mengindikasikan adanya komunikasi antara hematom

41
dengan rongga ventrikular namun jarang pada hematoma lobar atau yang kecil.
Secara umum, pungsi lumbal tidak direkomendasikan, karena hal ini dapat
menyebabkan atau memperparah terjadinya herniasi. Selain itu dapat terjadi kenaikan
leukosit serta LED pada beberapa pasien.
Computerized tomography (CT) serta kemudian magnetic resonance imaging
(MRI) memberikan visualisasi langsung dari darah serta produknya di ekstravaskuler.
Komponen protein dari hemoglobin bertanggung jawab lebih dari 90% hiperdensitas
gambaran CT pada kasus perdarahan, sedangkan paramagnetic properties dari
hemoglobin bertanggung jawab atas perubahan sinyal pada MRI. CT scan dapat
mendiagnosa secara akurat suatu perdarahan akut. Lesi menjadi hipodens dalam 3
minggu dan kemudian membentuk suatu posthemorrhagic pseudocyst. Perbedaan
antara posthemorrhagic pseudocyst dari kontusio lama, lesi iskemik atau bahkan
astrositoma mungkin dapat menjadi sulit. MRI dapat membedaakan 5 stage dari
perdarahan berdasarkan waktunya yaitu: hiperakut, akut, subakut stage I, subakut
stage II, dan kronik.
Penggunaan angiography pada diagnosis dari PIS menurun setelah adanya CT
dan MRI. Peranan utama dari angiografi adalah sebagai alat diagnosis etiologi dari
PIS non-hipertensif seperti AVM, aneurysm, tumor dll, PIS multipel, dan juga PIS
pada tempat-tempat atipikal (hemispheric white matter, head of caudate nucleus).
Walaupun demikian penggunaannya tetap terbatas oleh karena perkembangan
imaging otak yang non-invasif.10
Untuk pengukuran Volume lesi perdarahan diukur berdasarkan metode A x B
x C /2 dimana :
A = diameter terpanjang pada slice perdarahan yang terbesar
B = diameter tegak lurus dari A
C = tebal potongan dimana lesi perdarahan masih terlihat.

III.3.7.Pengobatan
Penatalaksanaan pasien stroke (PERDOSSI, 2007):11
Penatalaksanaan Umum Stroke Akut
A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis

42
Oleh karena jendela terapi stroke akut sangat pendek, evaluasi dan diagnosis
klinik harus cepat. Evaluasi gejala dan tanda klinik meliputi:
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan neurologik dan skala stroke.
4. Studi diagnostik stroke akut meliputi CT scan tanpa kontras, KGD,
elektrolit darah, tes fungsi ginjal, EKG, penanda iskemik jantung, darah
rutin, PT/INR, aPTT, dan saturasi oksigen.
2. Terapi Umum
a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
• Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring.
• Pada pasien hipoksia diberi suplai oksigen
b. Stabilisasi hemodinamik
• Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan
hipotonik)
• Optimalisasi tekanan darah
• Bila tekanan darah sistolik < 120mmHg dan cairan sudah mencukupi,
dapat diberikan obat-obat vasopressor.
• Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama.
• Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi.
c. Pemeriksaan awal fisik umum
• Tekanan darah
• Pemeriksaan jantung
• Pemeriksaan neurologi umum awal
o Derajat kesadaran
o Pemeriksaaan pupil dan okulomotor
o Keparahan hemiparesis
d. Pengendalian peninggian TIK
• Pemantauan ketat terhadap risiko edema serebri harus dilakukan
dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik pada
hari pertama stroke
• Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan pasien
yang mengalami penurunan kesadaran

43
• Sasaran terapi TIK < 20 mmHg
• Elevasi kepala 20-30º.
• Hindari penekanan vena jugulare
• Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
• Hindari hipertermia
• Jaga normovolemia
• Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama >20
menit, diulangi setiap 4-6 jam, kalau perlu diberikan furosemide
dengan dosis inisial 1 mg/kgBB IV.
• Intubasi untuk menjaga normoventilasi.
• Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke
iskemik serebelar

e. Pengendalian Kejang
• Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti
phenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum
50 mg/menit.
• Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi
profilaksis, selama 1 bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila
kejang tidak ada.
f. Pengendalian suhu tubuh
• Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan
antipiretika dan diatasi penyebabnya.
• Beri asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5ºC
g. Pemeriksaan penunjang
• EKG
• Laboratorium: kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan faal
hemostasis, KGD, analisa urin, AGDA dan elektrolit.
• Bila curiga PSA lakukan punksi lumbal
• Pemeriksaan radiologi seperti CT scan dan rontgen dada

B. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat Inap

44
1. Cairan
• Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin , CVP pertahankan antara 5-12
mmHg.
• Kebutuhan cairan 30 ml/kgBB.
• Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah
pengeluaran cairan yanng tidak dirasakan.
• Elektrolit (sodium, potassium, calcium, magnesium) harus selalu diperiksaa dan
diganti bila terjadi kekuranngan.
• Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil AGDA.
• Hindari cairan hipotonik dan glukosa kecuali hipoglikemia.
2. Nutrisi
• Nutrisi enteral paling lambat dalam 48 jam.
• Beri makanan lewat pipa orogastrik bila terdapat gangguan menelan atau
kesadaran menurun.
• Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari.

3. Pencegahan dan mengatasi komplikasi


• Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi,
malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedik dan
fraktur)
• Berikan antibiotik sesuai indikasi dan usahakan tes kultur dan sensitivitas
kuman.
• Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas.
4. Penatalaksanaan medik yang lain
• Hiperglikemia pada stroke akut harus diobati dan terjaga normoglikemia.
• Jika gelisah dapat diberikan benzodiazepin atau obat anti cemas lainnya.
• Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi
• Berikan H2 antagonist, apabila ada indikasi.
• Mobilisasi berthap bila hemodinamik dan pernafasan stabil.
• Rehabilitasi
• Edukasi keluarga.
• Discharge planning.

45
Penatalaksanaan stroke perdarahan intra serebral (PIS)
Terapi Medik pada PIS Akut
a. Terapi hemostatik
- Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat
hemostasis yang dianjurkan untuk pasien hemophilia yang resisten terhadap
pengobatan factor VII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan
fungsi koagulasi yang normal.
- Aminocaproic acid terbukti tidak mempunyai efek yang menguntungkan.
- Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-
significant, tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari
3 jam.

b. Reversal of Anticoagulation
- Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya di berikan fresh
frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
- Prothrombic complex concentrate suatu konsentrat dari vitamin K dependent
coagulation factor II, VII,IX, X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan
FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan
ginjal.
- Dosis tunggal intravena rFVIIa 10µ/kg- 90 µ/kg pada pasien PIS yang memakai
warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini
harus tepat diikuti dengan coagulation factor replacement dan vitamin K karena
efeknya hanya beberapa jam.
- Pasien PIS akibat penggunaan unfractioned or low moleculer weight
heparindiberikan Protamine Sulfat dan pasien dengan trombositopenia atau
adanya gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin,
transfusi platelet atau keduanya.
- Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian
obat dapat dimulai pada hari ke 7-14 setelah terjadinya perdarahan.

Tindakan Bedah pada PIS berdasarkan EBM :


Tidak dioperasi bila (non-surgical candidate)

46
- Pasien dengan perdarahan kecil (<10 cm3) atau defisit neurologis minimal
- Pasien dengan GCS ≤4. Meskipun pasien GCS ≤4 dengan perdarahan serebelar
disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.

Dioperasi bila (surgical candidate)


- Pasien dengan perdarahan serebelar >3 cm dengan perburukan klinis atau
kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus secepatnya
dibedah.
- PIS dengan lesi structural seperti aneurisma, malformasi AV atau angioma
cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi
strukturnya terjangkau.
- Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.
- Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda dengan
perdarahan lobar yang luas (≥ 50)

III.3.8.Prognosis
Prognosis bervariasi tergantung dari keparahan stroke, lokasi dan volume
perdarahan. Semakin besar volume perdarahan maka prognosis semakin buruk.8

47
BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang pasien wanita berusia 49 tahun datang dengan keluhan kaki kanan
dan tangan kanan lemah secara mendadak. Terjadi setelah memasak. Bicara juga
pelo, sebelumnya penderita dapat berbicara dengan lancar. Terdapat sakit kepala
cekot-cekot sebelumnya, tapi tidak ada mual maupun muntah. Makan dan minum
baik. BAB dan BAK lancar.

Berdasarkan riwayat penyakit dahulu, pasien memiliki riwayat hipertensi


tetapi tidak pernah kontrol rutin ataupun minum obat. Riwayat diabetes
disangkal.

Pada pemeriksaan status generalis, pada pemeriksaan tekanan darah


diperoleh hasil tekanan darah 210/130 mmHg. Pemeriksaan status interna dalam
batas normal.
Pemeriksaan status neurologi ditemukan kelainan pada pemeriksaan nervus
XII (nervus hipoglosus) pada kondisi diam tampak lidah miring ke sebelah
kanan.
Pemeriksaan motorik pada sisi tubuh sebelah kanan kekuatannya lebih
lemah dibandingkan yang kiri, dan didapatkan refleks patologis Babinsky,
Chaddock, dan Oppenheim positif sebelah kanan, sementara refleks fisiologis,
refleks primitive, pemeriksaan serebelum, pemeriksaan fungsi luhur,
pemeriksaan sendi sacro-iliaka, dan tes provokasi nervus ischiadicus dalam batas
normal.
Dari seluruh pemeriksaan yang telah dilakukan, dapat ditegakkan diagnosis
yakni diagnosis klinis: hemiparese kanan disertai hipertensi, diagnosis topis:
intraserebral hemisfer sinistra, serta diagnosis etiologi: CVA Bleeding dengan
Siriraj Stroke Score 3, dengan diagnosis banding: CVA infark.

48
Hasil pemeriksaan penunjang diperoleh dalam batas normal, Hasil CT-scan
kepala diperoleh hasil bahwa belum tampak kelainan. Dari CT-Scan, diagnosis
kerja berubah ke arah CVA infark karena bila CVA Bleeding pasti sudah akan
langsung tampak perdarahan pada CT-Scn. Dalam hal ini kemungkinan bahwa
CT-scan tersebut dilakukan kurang dari 36 jam sehingga infark belum tampak.
Penatalaksanaan yang diberikan untuk penderita yakni:
- Infuse Asering + Cernevit14 tpm
o Infuse Asering
Indikasi:
Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi:
gastroenteritis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar,
syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.

Komposisi:
Setiap liter asering mengandung:
- Na 130 mEq
- K 4 mEq
- Cl 109 mEq
- Ca 3 mEq
- Asetat (garam) 28 mEq

Keunggulan:
Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada
pasien yang mengalami gangguan hati
Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis
laktat lebih baik dibanding RL pada neonatus
Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh
sentral pada anestesi dengan isofluran
Mempunyai efek vasodilator
Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10
ml pada 1000 ml RA, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus
sehingga memperkecil risiko memperburuk edema serebral

49
o Cernevit
Cernevit® adalah preparat multivitamin yang larut dalam air
maupun lemak (kecuali vitamin K) dikombinasi dengan mixed
micelles (glycocholic acid dan lecithin). Mengingat kebutuhan
vitamin tubuh yang mungkin berkurang karena berbagai situasi
stress (trauma, bedah, luka bakar, infeksi) yang dapat
memperlambat proses penyembuhan.
Komposisi
Setiap vial mengandung:

Retinol Palmitat
Amount corresponding to retinol 3.500 IU
Cholecalciferol 220 IU
DL alphatocopherol 10.200 mg
Amount corresponding to alphatocopherol 11.200 IU
Asam Askorbat 125.000 mg
Cocarboxylase tetrahydrate 5.800 mg
Amount corresponding to thiamine 3.510 mg
Riboflavine sodium phosphate dihydrate 5.670 mg
Amount corresponding to riboflavine 4.140 mg
Pyridoxine Hydrochloride 5.500 mg
Amount corresponding to Pyridoxine 4.530 mg
Cyanocobalamine 0.006 mg
Asam Folat 0.414 mg
Dexpanthenol 16.150 mg
Amount corresponding to Pantothenic Acid 17.250 mg
Biotin 0.069 mg
Nicotinamide 46.000 mg
Glisin 250.000 mg
Glycoholic Acid 140.000 mg
Soya Lecithin 112.500 mg
Sodium hydroxide q.s. pH=5.9
Hydrochloric acid

Indikasi
Cernevit diindikasikan untuk pasien yang membutuhkan vitamin harian
secara parenteral karena pemberian oral merupakan kontraindikasi,

50
tidak memungkinkan, tidak mencukupi (misal karena malnutrisi,
malabsorpsi gastrointestinal dan sebagainya).
Kontra Indikasi
- Cernevit dikontraindikasikan untuk pasien hipervitaminosis atau
hipersensitif pada salah satu bahan aktif termasuk hipersensitif terhadap
tiamin (vitamin B1).

Reaksi Yang Tak Diinginkan


Efek Samping Reaksi alergi dapat terjadi setelah pemberian tiamin dan
komponen B kompleks lain secara intravena. Sangat jarang dilaporkan
reaksi anafilaktoid pada pemberian tiamin dosis besar. Akan tetapi
resiko ini dapat diabaikan bila tiamin diberikan bersama dengan
kelompok vitamin B yang lain. Dilaporkan reaksi sebagai berikut,
walaupun sangat jarang:  Kulit: ruam, eritema, gatal; Sistem saraf
pusat: sakit kepala, pusing, kekakuan otot, cemas; Oftalmik: diplopia; 
Alergi: urtikaria, udem periorbital dan digital Individu yang rentan
terhadap nicotinamide dapat mengalami kemerahan, gatal atau rasa
terbakar di kulit setelah pemberian infus.

Dosis
- Dewasa dan anak-anak di atas 11 tahun dapat diberikan 1 vial per hari.
Mula-mula harus ditambahkan 5 ml air untuk injeksi ke dalam vial dan
dikocok perlahan untuk melarutkan lyophilised powder. Larutan ini
kemudian dapat diberikan melalui intravena secara perlahan (paling
sedikit 10 menit) atau dengan infus dalam isotonic saline atau larutan
glukosa. Cernevit dapat diberikan bersama komposisi campuran nutrisi
parenteral yang mengandung karbohidrat, lemak, asam amino, elektrolit
dan trace elements, dimana kompatibilitas dan stabilitasnya telah
dikonfirmasikan. Tampak sebagai bubuk steril lyophilised cake warna
kuning-oranye yang tidak berbau, dicampur dengan 5 ml air untuk
injection Ph.Eur., atau cairan intravena lain seperti sodium chloride 5%,
glukosa atau campuran nutrisi untuk pemberian parenteral. Saat sudah
tercampur dengan air, larutan memiliki pH 5.9.

51
- Injeksi Bralin 500 mg 2x1
Mengandung citicoline yang merupakan asam nukleat yang merupakan
prekursor fosfatidilkolin, yaitu suatu zat gizi penting untuk integritas
dan fluiditas membran sel otak. Digunakan untuk membantu
menangani penurunan kemampuan kognitif pada usia lanjut.

- Injeksi Norages 3x1

KOMPOSISI
Metamizole Na.
INDIKASI
Meringankan nyeri kronis & akut berat seperti penyakit rematik, sakit
kepala, sakit gigi, nyeri kanker, nyeri pasca operasi atau pasca cedera,
kejang otot, nyeri kolik.
KONTRA INDIKASI
 Hipersensitif terhadap analgesik & antireumatik.
 Kehamilan & menyusui, tekanan darah sistolik < 100 mmHg.
PERHATIAN
 Pasien dengan sirkulasi darah tidak stabil seperti infark miokard,
berbagai cedera, syok, gangguan koagulasi darah.
 Asma bronkial, infeksi saluran nafas kronis.
 Disfungsi ginjal atau hati.
 Pemakaian jangka panjang & kronis.
EFEK SAMPING
Reaksi anafilaktik, serangan asma, reaksi hipersensitif pada kulit.
KEMASAN
Ampul 500 mg/ml x 2 ml x 5's.
DOSIS
Dewasa & anak > 15 tahun 2-5 ml secara IM/IV sekali sehari. Maksimal:
10 ml/hari.

52
- Injeksi Lapibal 1x1
o Komposisi: mecobalamine.
o Indikasi: neuropati perifer, tinnitus, vertigo, anemia
megaloblastik karena defisiensi vitamin B12.
o Efek samping: mual, diare, kemerahan pada kulit, dan
anoreksia.
o Sediaan: ampul 500 mcg.
o Dosis: 1 ampul, 3 kali dalam satu minggu, secara intramuscular
atau intravena.
- Injeksi Extrace 2x1
o Komposisi: asam askorbat.
o Indikasi: defisiensi vitamin C.
o Sediaan: ampul 200 mg/2 ml.
o Efek samping: ruam yang panas, sakit kepala, mual, muntah,
dan insomnia.
o Dosis: 100 – 250 mg, 1 – 2 kali perhari.

- Q10 DS 3x1
Coenzyme Q10 (CoQ10) adalah senyawa yang ditemukan secara alami
di dalam energi. CoQ10 terlibat dalam membuat molekul penting yang
dikenal sebagai adenosin trifosfat (ATP). ATP berfungsi sebagai
sumber energi utama sel dan mengontrol sejumlah proses biologis,
termasuk kontraksi otot dan produksi protein. CoQ10 juga bekerja
sebagai antioksidan.

- Nifedipin 3x10 mg
Indikasi:
Pengobatan dan pencegahan insufisiensi koroner (terutama angina
pektoris setelah infark jantung) dan sebagai terapi tambahan pada
hipertensi.
Kontra Indikasi:
Hipersensitivitas terhadap nifedipine.

53
Karena pengalaman yang terbatas, pemberian nifedipine pada wanita
hamil hanya dilakukan dengan pertimbangan yang hati-hati.

Farmakologi:
Nifedipine merupakan antagonis kalsium (calcium channel blocker)
yang berefek mengurangi konsumsi oksigen jantung, memperbaiki
toleransi latihan pada pasien angina pektoris, mengurangi kebutuhan
nitrogliserin dan mengurangi perubahan iskemik jantung saat
beristirahat dan beraktivitas.

Dosis:
Dosis tunggal: 5 - 10 mg.
Dosis rata-rata: 5 - 10 mg, 3 kali sehari.
Interval di antara 2 dosis pemberian tidak kurang dari 2 jam.

Peringatan dan Perhatian:


Pemberian nifedipine pada pasien dengan stenosis aorta atau pasien
yang sedang diberikan beta-bloker atau obat depresan miokardium
lainnya dapat menyebabkan resiko gagal jantung.

Efek Samping:
Dose dependent disebabkan oleh dilatasi vaskular seperti: sakit kepala
atau perasaan tertekan di kepala, flushing, pusing, gangguan lambung,
mual, lemas, palpitasi, hipotensi, hipertensi ortostatik, edema tungkai,
tremor, kram pada tungkai, kongesti nasal, takikardia, tinitus, reaksi
dermatologi.
Sangat jarang terjadi, dilaporkan pada pemakaian nifedipine jangka
panjang terjadi hiperplasia gusi dan segera kembali ketika pemakaian
nifedipine dihentikan.
Efek samping berat yang memerlukan penghentian pengobatan relatif
jarang terjadi.

Interaksi Obat:

54
 Penggunaan nifedipine bersamaan dengan betha-bloker
mempotensi efek antihipertensi nifedipine.
 Penggunaan nifedipine bersamaan dengan betha-bloker pada
pasien dengan insufisiensi jantung, terapi harus dimulai dengan
dosis kecil dan pasien harus dimonitor dengan sangat hati-hati.
 Penggunaan nifedipine bersamaan dengansimetidin (tidak pada
ranitidin) meningkatkan konsentrasi plasma dan efek
antihipertensi nifedipine.

55
DAFTAR PUSTAKA

1. Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD
Arifin Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.
2. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of
Clinical Neurology, 3 ed. Philadelphia : Saunders. 2007.
rd

3. Departemen Saraf. Pengenalan dan Penatalaksanaan Kasus-kasus Neurologi.


Edisi Kedua. Jakarta: Departemen Saraf RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad. 2007.
4. Ginsberg, Lionel. Lecture Notes Neurologi. Edisi kedelapan. Jakarta: Erlangga
Medical Series. 2007.
5. MIMS. Edisi ke-121. 2012.
6. Adams HP Jr, del Zoppo G, Alberts MJ, Bhatt DL, Brass L, Furlan A, et al.
guidelines for The Early Management Adults With Ischemic Stroke: a Guideline
From The American Heart Association. Circulation. 2007 May 22; 115 (20):
e478 - 534

56

Anda mungkin juga menyukai