ENCEPHALITIS TB
Disusun Oleh:
Giri Mahesa Putra Zatnika
110.2012.100
Pembimbing:
Dr. Dini Adriani SP.S
1
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : NY. S
Umur : 65 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah tangga
Alamat : Komplek Kostrad Dharma Putra X
Dirawat diruang : Edelweis II
Tanggal masuk : 27 Desember 2018
II. SUBJEKTIF
Auto dan allo anamnesis, tanggal : 4 Januari 2019 pukul :15.00 WIB
I. Keluhan utama :
Sakit gigi 1 Bulan SMRS
Keluhan tambahan:
Badan sebelah kiri terasa lemah, Penurunan Kesadaran demam (+), muntah
(-), nyeri kepala (-)
III. OBJEKTIF
1. Status presens
a. Kesadaran : Compos Mentis
b. GCS : E 4V 5M 6
c. TD : 110/70 mmHg
d. Nadi : 80x / menit
e. Pernafasan : 20x / menit
f. Suhu : 36,5oC
g. Kepala : normocephali,tidak tampak kelainan.
h. Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, simetris,
pupil isokor Ø 3mm +/+ RCL +/+ RCTL +/+
i. Tenggorokan : Tidak hiperemis, T1-T1
j. Leher : Simetris, tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
k. Dada : Simetris, deformitas (-)
l. Paru : Suara nafas vesikuler, wheezing (-/-) , ronkhi (-/-)
m. Jantung : BJ I-II murni regular, murmur (-), gallop (-)
1. Status psikikus
a. Cara berpikir : Baik,wajar sesuai umur
b. Perasaan hati : Wajar
c. Tingkah laku : Baik
4
d. Ingatan : Baik
e. Kecerdasan : Baik
2. Status neurologikus
a. Kepala
i. Bentuk : Normocephali
ii. Nyeri tekan : -
iii. Simetris : +
iv. Pulsasi : +
b. Leher
i. Sikap : Simetris
ii. Pergerakan : Bebas
d. Neurologis
a) Pemeriksaan Saraf Kranialis
i) Nervus Olfaktorius (N. I)
Penciuman : Tidak dilakukan
6
Kanan Kiri
Mengerutkan dahi (-) (-)
Kerutan kulit dahi Kerutan (-) Kerutan (-)
Menutup mata Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Lipatan nasolabial (+) (-)
Sudut mulut (+) (-)
Meringis Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Memperlihatkan gigi (+) (-)
Bersiul Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rasa lidah 2/3 depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
7
e. Badan dan anggota gerak
1. Badan
a. Motorik
i. Respirasi : Spontan, simetris dlm keadaan statis dan dinamis
ii. Duduk : Dapat duduk normal Dengan Bantuan
iii. Bentuk columna verterbralis : Normal
iv. Pergerakan columna vertebralis : Tidak dilakukan
c. Refleks
Refleks kulit perut atas : Tidak dilakukan
Refleks kulit perut bawah : Tidak dilakukan
Refleks kulit perut tengah : Tidak dilakukan
8
Diskriminasi Tidak dilakukan
c. Refleks kanan kiri
Biceps + +
Triceps + +
Radius Tidak dilakukan
Ulna Tidak dilakukan
Tromner-hoffman - -
9
Tes kernig > 135 ° >135°
e. Gerakan-gerakan abnormal
Tremor : -
Miokloni : +
Khorea : -
f. Alat vegetatif
Miksi : Baik
Defekasi : Baik
PEMERIKSAAN LAB
Hasil pemeriksaan laboratorium (tanggal 27/12/2018)
Jenis Hasil Unit Nilai Normal
Hemoglobin 12,1 g/dl 12-18
Leukosit 10,8* ribu/mm3 5-10
Trombosit 201 ribu/mm3 150-450
Hematokrit 33* % 38-47
MCV 78* fl 82-92
MCH 36 pg 27-42
MCHC 36 g/dl 34-45
LED 30* mm/jam <20
Diff count
i. Basofil 0 % 0-1
10
ii. Eosinofil 2 % 1-3
iii. Neutrophil stab 1* % 3-5
iv. Neutrophil segmen 68* % 54-62
v. Lymphosyte 29* % 25-33
vi. Monosyte 1* % 3-7
KIMIA DARAH
DIABETES MELITUS
GULA DARAH (S)
Glucose Sewaktu 236 Mg/dl < 180
SGOT/ASAT 23 µ/L < 35
SGPT/ALAT 22 µ/L < 40
Ureum 110 mg/dl 10-50
Creatinine 0,5 mg/dl 0,5-1,5
ELEKTROLIT
Natrium 137 MEQ/L 135-146
Kalium 3,3 MEQ/L 3,5-5
Chlorida 102 MEQ/L 98-107
11
Kesan:
cor: Kardiomegali
Pulmoes: Bronchophopneuomonia
12
Kesan:
13
IV. RINGKASAN
Subjektif :
Seorang wanita usia 65 tahun datang dengan keluhan Sakit Gigi Sudah 1 Bulan SMRS Dan
tidak Bisa Masuk makanan dan minuman di sertai Dengan Penurunan Kesadaran
Penurunan Kesadaran cenderung Tidur sejak Masuk Rumah sakit
Penurunan Kesadaran nya perlahan sejak setelah di rawat di rumah
sakit hingga os susah untuk di bangunkan, Terdapat riwayat kejang
terutama Gigi kaki dan tangan,menyentak tapi tidak terlalu kencang. Kejang berlaku sekali
dalam jangka waktu kurang dari 5 menit. Os tidak sadar saat kejang dan merasa lemas dan
lemah setelah kejang berhenti. Sampai saat masuk ke rs, kejang tidak kambuh. Keluhan ini
lebih sering timbul dan dirasakan saat. Os datang dalam keadaan demam tetapi tidak terlalu
tinggi. Menurut os dan keluarganya, dia sering demam sejak 2 bulan yang lalu Demam
bersifat hilang timbul dan tidak terlalu tinggi hingga mengganggu aktifitas hariannya. Os
pernah memeriksa ke dokter dan diberitakan Bronchopnomonia dan Diabetes mellitus. Os
tidak kontrol lagi ke dokter karena merasakan sudah sembuh. Os datang berobat setelah
merasakan adanya kaitan antara penyakit flek paru Dan penurunan Kesadaran dengan
keluhan kejang
Objektif :
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan : keadaan umum tampak sakit sedang TD 110/80
mmHg, Nadi 80x / menit, Pernafasan 20x / menit, Suhu 36,5oC, BU(+) normal. Pada status
neurologis didapatkan kesadaran compos mentis, GCS 15 dengan E4V5M6. Pemeriksaan
pupil reflex cahaya langsung dan tidak langsung positif. Pada pemeriksaan motorik,
didapatkan kekuatan ekstremitas atas sebelah kanan menurun 5555 dan kiri 5555 dan
ekstremitas bawah sebelah kanan menurun 5555 dan sebelah kiri adalah 3333
Pada pemerikssan lab didapatkan Hemoglobin 12,1 g/dl, Leukosit 10,8 ribu/mm3,
Trombosit 201 ribu/mm3, Hematokrit 33%,LED 30 mm/jam. Pemeriksaan fungsi
ginjal,fungsi hati, gula darah dan elektrolit dalam batas normal.
Pada pemeriksaan rontgen thorax didapatkan kesan cor: tampak cardiomegaly, Pulmoes:
sesuai gambaran Bronchopneomonia
14
Pada pemeriksaan CT-Scan kepala dengan kontras didapatkan Kesan: abses di parietal
dextra..
V. DIAGNOSIS
Diagnosis klinik : Penurunan Kesadaran dan kejang ec encephalitis Tb
Diagnosis topik : Serebral
Diagnosis etiologik : Infeksi TB
Diagnosis patologis : Inflamasi
VII. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad sanationam : dubia
15
FOLLOW UP
Tanggal 31-12-2018 ,
S : OS Terkesan tidur dan terdapat penurunan kesadaran dan sulit untuk dibangunkan
O: KU Tampak sakit berat
Kesadaran Delerium GCS 10 (E3M5V2)
Pupil bulat 3mm/3mm,
Hemiparesis duplex
RF + + RP - -
+ + - -
P:
Pro -Lumbal Punksi
PO
RHZE 450/300/1000/750
Dexamethason 4x1 amp
Tanggal 02-01-2019 ,
S : OS sudah Bisa Bangun
O: KU Tampak sakit berat
Kesadaran Apatis GCS 12 (E3M6V3)
A : Observasi Penurunan Kesadaran suspect Ensefalitis TB
P : Terapi lanjutkan
16
Tanggal 04-01-2019 , Jam 15.00 WIB
S : Kejang (-)
O: KU Tampak sakit ringan
Kesadaran CM GCS 15 (E4M6V5)
TD : 130/70mmHg
N : 88 kali/menit
S : 36,50C
RR: 20 kali/menit
N.cranialis : paresis (-)
A : Ensefalitis TB
DD/ Toxoplasmosis serebral
Abses serebral
CAP
DM tipe 2
P:
Pro -Lumbal Punksi
-Sputum BTA
-Mantox Test
IV Citicoline 3X1
IV Cefotaxime 3X1
Nac 3x1 PO
AS Folat 2X1 PO
CPG 1X1 PO
Metformin 3x1 PO
RHZE 450/300/1000/750
Dexamethason 3x1
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ensefalitis Tuberkulosis
Definisi
Ensefalitis bacterial adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi bakteri,
seperti meningitis, atau komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau
sifilis (disebabkan oleh bakteri). Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis, malaria,
atau primary amoebic meningoencephalitis, juga dapat menyebabkan ensefalitis pada orang yang
sistem kekebalan tubuhnya kurang. Kerusakan otak terjadi karena otak terdorong terhadap
tengkorak dan menyebabkan kematian.1-7
Etiologi
Infeksi TB pada SSP disebabkan oleh Mikobakterium tuberkulosis, bakteri obligat aerob yang
secara alamiah reservoirnya manusia. Organisme ini tumbuh perlahan, membutuhkan waktu
sekitar 15 sampai 20 jam untuk berkembang biak dan menyebar. Seperti semua jenis infeksi TB,
infeksi SSP dimulai dari inhalasi partikel infektif. Tiap droplet mengandung beberapa organisme
yang dapat mencapai alveoli dan bereplikasi dalam makrofag yang ada dalam ruang alveolar dan
makrofag dari sirkulasi. Pada 2 – 4 minggu pertama tak ada respons imun untuk menghambat
replikasi mikobakteri, maka basil akan menyebar ke seluruh tubuh menembus paru, hepar, lien,
sumsum tulang.
Sekitar 2 sampai 4 minggu kemudian akan dibentuk respons imun diperantarai sel yang
akan menghancurkan makrofag yang mengandung basil TB dengan bantuan limfokin. Kumpulan
organisme yang telah dibunuh, limfosit, dan sel sel yang mengelilingnya membentuk suatu fokus
perkejuan. Fokus ini akan diresorpsi oleh makrofag disekitarnya dan meninggalkan bekas
infeksi. Bila fokus terlalu besar maka akan dibentuk kapsul fibrosa yang akan mengelilingi fokus
tersebut, namun mikorobakteria yang masih hidup didalamnya dapat mengalami reaktivasi
kembali. Jika pertahanan tubuh rendah maka fokus tersebut akan semakin membesar dan encer
karena terjadi proliferasi mikrobakterium. Pada penderita dengan daya tahan tubuh lemah, fokus
infeksi primer tersebut akan mudah ruptur dan menyebabkan TB ekstra paru yang dapat menjadi
TB milier dan dapat menyerang meningen dan parenkim otak.4-9
Kuman mencapai susunan saraf pusat melalui aliran dan membentuk tuberkel di selaput
otak dan jaringan otak di bawahnya. Kemudian tuberkel akan pecah dan bakteri masuk ke ruang
subarachnoid. 4
20
dan dapat tersumbat sehingga terjadi infark otak. Tuberkel mengalami nekrosis pada bagian
tengahnya dan mengandung sel-sel epiteloid, limfosit, sel plasma, sel raksasa serta kumannya.4
Gejala Klinis
Gejala klinik encephalitis mirip flu terutama dengan penyebab virus, mulai dengan sakit
kepala, diikuti oleh perubahan keseadaran yang cepat dengan confusion, kejang dan koma.
Gejala-gejala yang muncul juga termasuk gejala-gejala peningkatan tekanan intrakranial seperti
sakit kepala berat, vertigo, nausea, konvulsi dan mental confusion. Kemungkinan gejala lain
yang bisa timbul termasuk photophobia, perubahan sensorik dan kekakuan leher. Gejala epilepsi
merupakan tanda gangguan neurologic dan kognitif bisa juga terbentuk.6,8
Dari gejala klinis biasanya penderita mengalami panas tinggi dan sakit kepala yang hebat
yang diikuti dengan mual dan muntah. Gejala ensefalitis adalah demam, sakit kepala, muntah,
penglihatan sensitif terhadap cahaya, kaku kuduk dan punggung, pusing, cara berjalan tak stabil,
iritabilitas kehilangan kesadaran, kurang berespons, kejang, kelemahan otot, demensia berat
mendadak dan kehilangan memori juga dapat ditemukan
Diagnosis
a. Cairan cerebrospinal:
Viral encephalomyelitis menunjukkan pleositosis (10-2000 sel/mm3), didominasi
oleh sel Mononuclear.
Level CSF protein secara umum meningkat pada encephalomyelitis dan proporsi
IgG meningkat.
Peningkatan atibodi spesifik CSF relatif terhadap serum menunjukkan adanya
infeksi susunan saraf pusat dengan infeksi tertentu.
Analisis dengan Polymerase chain reaction cairan serebrospinal dapat digunakan
me ndiagnosa beberapa infeksi virus, termasuk herpes simplex, Epstein-Barr,
varicella zoster, cytomegalovirus, HIV, rabies dan tuberculosis.
Punksi lumbal merupakan satu cara untuk mendiagnosis dengan pasti tetapi tidak
semua pasien dengan ensefalitis bisa di LP. Misalnya pada pasien ini, karena dari
21
CT scannya dicurigai adanya abses serebral,ditakuti jika dilakukan LP akan
terjadi herniasi. Kontraindikasi untuk dilakukan lumbal punksi antara lain
adalah:
o Trombositopenia (< 40,000)
o Protrombin time ( <50%)
o Adanya massa di posterior otak
o Peninggian tekanan intracranial karena SOL
o Infeksi local di tempat suntikan (dekubitus)
b. Hitung jenis darah dan hapusan: leukositosis. Dapat menunjukkan limfosit yang tidak
khas pada infeksi Epstein-Barr viral, morulae pada Ehrlichia, trypanosomes pada
trypanosomiasis borreliae pada relapsing fever, atau gamete pada Plasmodium
falciparum malaria.
c.Tes darah yang lain termasuk, kultur darah, fungsi ginjal dan elektrolit, fungsi hati,
glukosa, ESR dan CRP.
d.Kultur lain, misalnya, hapusan tenggorok dan kultur feces bila ada indikasi.
e. CT scan:
f. MRI scan:
g. Electroencephalogram (EEG):
22
Seringkali memberikan hasil abnormal (terjadi perlambatan difuse
dengan periodic discharges) pada infeksi herpes simpleks akut dan kronik dan
kadang-kadang dapat membantu menentukan lokasi stadium dini.
Lebih banyak memberikan hasil dibandingkan CT scan pada minggu pertama.7,8
Diagnosis Banding
o Meningitis TB
o Tumor Intraserebral
o Toxoplasmosis
o Abses serebral
Penatalaksanaan
Menurut consensus tatalaksana untuk infeksi TB di susunan saraf pusat adalah sama walaupun
mengenai lokasi yang berbeza seperti meningens, jaringan otak atau bagian lain.
Sediaan OAT
Rifampicin : 10 mg/kgBB/hari po
Isoniazid : 5 mg /kgBB/hari po
Pyrazinamid : 25 mg/kgBB/hari po
Ethambutol : 20 mg/kgBB/hari po
Streptomycin : 20 mg/kgBB/hari po
OAT Kombo
Stadium Meningitis TB 5
Grade I : GCS 15, tanpa defisit fokal
23
Grade II : GCS 11 – 14 / GCS 15 + defisit fokal
Grade III : GCS ≤ 10
VARIABLE SCORE
Age (years)
≥ 36 +2
< 36 0
3
Blood white cell count (10 /mL)
≥ 15.000 +4
< 15.000 0
Duration of illness (days)
≥6 -5
<6 0
CSF total white cell count (103/mL)
≥ 900 +3
< 900 0
CSF percentage neutrophils
≥ 75 +4
< 75 0
Meningitis TB Grade I
- Minggu I : 0,3 mg / kg BB/ hari i.v
- Minggu II : 0,2 mg / kg BB/ hari i.v
- Minggu III-IV : mulai 4 mg / hari po dan diturunkan 1mg/hari tiap minggu
24
Meningitis TB Grade II / III
Komplikasi
Komplikasi jangka panjang dari ensefalitis berupa sekuele neurologikus yang nampak pada
30 % anak dengan berbagai agen penyebab, usia penderita, gejala klinik, dan penanganan selama
perawatan. Perawatan jangka panjang dengan terus mengikuti perkembangan penderita dari
dekat merupakan hal yang krusial untuk mendeteksi adanya sekuele secara dini. Walaupun
sebagian besar penderita mengalami perubahan serius pada susunan saraf pusat (SSP),
komplikasi yang berat tidak selalu terjadi. Komplikasi pada SSP meliputi tuli saraf, kebutaan
25
kortikal, hemiparesis, quadriparesis, hipertonia muskulorum, ataksia, epilepsi, retardasi mental
dan motorik, gangguan belajar, hidrosefalus obstruktif, dan atrofi serebral.1,3-7
PEMBAHASAN KASUS
26
Electrolyte : gangguan keseimbangan elektrolit dalam tubuh seperti kalium,natrium dan
klorida mempengaruhi aktifitas sel-sel dalam tubuh sehingga bisa menyebabkan kejang.
Neoplasma : adanya tumor atau massa dalam tubuh adalah sesuatu yang tidak normal
sehingga apabila tumor ini membesar dan mengganggu aktifitas dan proses sel-sel lain.
Trauma : trauma kepala akibat benturan yang kuat hingga mengganggu aktifitas sel-sel
otak
Epilepsy : bangkitan berulang yang disebabkan adanya gangguan fungsi otak sehingga
terjadi lepas muatan listrik yang berlebihan dan abnormal. Sering terjadi bangkitan
berulang yang serupa minimal 2x setahun.
Drugs intoxication : pengambilan obat-obatan tertentu atau narkoba dalam dosis tinggi
untuk jangka waktu yang lama sehingga merusak sel-sel di otak.
Pada pasien ini yang penyebab yang lebih mendekati adalah ensefalomeningitis
disebabkan infeksi dengan adanya riwayat flek paru dengan pengobatan yang tidak tuntas
memungkinkan kuman Mycobacterium tuberculosa menyebar hingga mencapai ke parenkim
otak. Pengobatan paru yang tidak tuntas dan pasien tidak makan obat menurut jadwal
menyebabkan kuman masih berada dalam tubuh malah menyebar ke organ tubuh yang lain.
Kaku kuduk pada pasien ini negative dan diharapkan kuman TB ini tidak masuk ke meningen.
Riwayat sering demam hilang timbul sejak 2 bulan yang lalu menguatkan diagnosis bahwa
pasien sedang dalam proses infeksi yang kronis. Leukosit darah meningkat sedikit tidak terlalu
tinggi menandakan adanya proses infeksi dalam darah. Tindakan lumbal pungsi untuk menilai
LCS pada pasien ini tidak dapat dilakukan karena risiko terjadinya herniasi Dan Umur os Sudah
Tua dan Keluarga Os Tidak Setuju Melakukan Lumbal LP
27
Dari Hasil skoring meningitis
SCOR Ny S SCORE
VARIABLE
E
Age (years)
≥ 36 65 TH +2
+2
< 36 0
3
Blood white cell count (10 /mL)
≥ 15.000 +4
< 15.000 10800 0
0
Duration of illness (days)
≥6 >6 hari -5
-5
<6 0
CSF total white cell count
(103/mL)
≥ 900 +3 Tidak di lakukan lumbal Anggap <900 =
< 900 0 Punksi 0
CSF percentage neutrophils
≥ 75 Tidak di lakukan lumbal Anggap <75 = 0
+4
< 75 Punksi
0
Pemeriksaan fisik pada pasien tidak dapat menegakkan diagnosis dengan tepat karena
hampir kesemua pemeriksaan menunjukkan hasil yang normal. Hasil abnormal yang
28
didapatkan adalah adanya Sakit Gigi Yang Sudah Lebih dari 1 bulan, Penurunan
Kesadaran secara Perlahan Dan Cenderung Tidur dan kejang gerakan mioklonik juga
merasa kelelahan setelah kejang. Ini disebabkan kontraksi otot yang berlebihan dalam
jangka waktu yang lama menyebabkan otot kelelahan. kemungkinan penyebab
ensefalitis adalah dari TB selagi tidak ditegakkan dengan lumbal pungsi.
Pengobatan yang diberikan bersifat adjuvant. Dengan pemberian OAT diharapkan infeksi
di parenkim otak dapat disembuhkan. Setelah 2 minggu pengobatan,pasien seharusnya dilakukan
CT scan kepala sekali lagi untuk menilai perjalanan penyakitnya dan apakah dengan pemberian
OAT mempunyai reaksi yang baik sehingga gejala ensefalitisnya membaik. Pasien diharapkan
untuk terus mengkonsumsi OAT dengan patuh pada jadwal pengobatan supaya penyebaran
kuman di parenkim otak dapat disekat dan dihilangkan sepenuhnya.
KESIMPULAN
Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan
fungsinya. Berbagai penyakit dapat menyerang susunan saraf pusat. Salah satunya adalah
ensefalitis.
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang disebabkan oleh
virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen. Penyebab tersering dari ensefalitis adalah virus
kemudian herpes simpleks, arbovirus, dan jarang disebabkan oleh enterovarius, mumps, dan
adenovirus. Ensefalitis bias juga terjadi pascainfeksi campak, influenza, varicella, dan
pascavaksinasi pertusis. Komplikasi dari ensefalitis sendiri bisa menyebabkan kejang atau
bangkitan kejang yang bersifat sekunder akibat adanya suatu penyakit akut pada otak. Jadi untuk
sembuh dari kejang tersebut haruslah ditangani penyebab utama yang menganggu fungsi normal
otak. Ensefalitis biasanya ditandai dengan perubahan status mental, kejang dan gangguan
neurologis fokal seperti paralisis.
29
DAFTAR PUSTAKA
7. Komite Medik RSUP Dr. Sardjito, 2000, Ensefalitis dalam Sutoyo, Standar Pelayanan Medis,
Ed. 2, h : 198-200, Medika Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta.
8. Van de beek, D. Clinical Features and Prognostic Factors in Adult with Bacterial Meningitis.
NEJM.2004.
9. Scheld, M. Infection of the Central Nervous System third edition. Lippincot William and
Wilkins. 2004.h.443.
10. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis
di Indonesia. Jakarta. 2006. h. 53.
11. Crofton, J., Horne, N., Miller, F et all. Clinical Tuberculosis 2th edition. IUATLD.
MacMillan Education Ltd. London. 2002. h. 160.
12. Ravighone M, O’Brien R. Tuberculosis. Dalam : Harrison’s Principles of Internal Medicine
Edisi 16. New York: McGraw-Hill. 1998. h. 1004 – 1014.
30