Anda di halaman 1dari 63

Subdural Hematom

Alicia A
406181015
Pembimbing : dr. Andrew Robert Diyo, Sp.BS
Identitas pasien
Nama : Tn. J S Jenis kelamin : Pria

Usia : 68 Tahun Suku bangsa : WNI, Jawa

Status perkawinan : belum menikah Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Barber No. CM : 462372

Alamat : Kagok 44 Tgl Masuk RS : 27/01/2019


Anamnesis
Dilakukan Autoanamnesis dengan pasien dan
alloanamnesis dengan keluarga pasien pada tanggal
8 Februari 2019 pukul 13.08 WIB di bangsal Gatot
Kaca 4 RSUD K.R.M.T.Wongsonegoro.

Keluhan utama
Nyeri kepala, pusing berputar
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD K.R.M.T Wongsonegoro pada
tanggal 27 Januari 2019 pukul 12.35 WIB dengan keluhan
nyeri pada kepala disertai pusing berputar. Pasien
mengatakan bahwa pada pukul 09.00 sebelumnya pasien
pergi ke rumah seorang pelanggan kemudian terjatuh dan
kepala pasien terantuk dengan lantai. Setelah kejadian
tersebut pasien mengatakan bahwa pasien masih sempat
pulang ke rumah dengan grab dan sesampai di rumah
pasien mengalami muntah 1x dan mengggigil. Pasien
kemudian segera dibawa ke RS Elizabet oleh temannya.
Kemudia dari RS Elizabet pasien di lakukan pemeriksaan
CT Scan dan kemudian dirujuk ke RSUD Wongsonegoro
diantar dengan ambulan dan dirawat ke ICU untuk
dioprasi keesokan harinya pada tanggal 28 Februari 2019.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien sebelumnya tidak pernah mengeluhkan

keluhan serupa seperti ini. Riwayat penyakit organ

lain juga disangkal oleh pasien. Pasien juga

mengatakan tidak memiliki penyakit diabetes

melitus dan hipertensi. Saat ini pasien tidak

memiliki alergi terhadap obat maupun makanan.


Riwayat penyakit keluarga
Tidak terdapat riwayat keluarga dengan keluhan

serupa. Riwayat diabetes dan hipertensi juga

disangkal.

Riwayat sosial ekonomi


Saat ini pasien tinggal seorang diri. Pasien miliki 5
saudara. Pekerjaan pasien sehari hari adalah
membuka salon. Biaya pengobatan pasien
ditanggung oleh BPJS non PBI.
Riwayat asupan nutrisi
Sehari hari pasien hanya makan sebanyak 3 kali
dengan lauk seadanya. pasien juga mengatakan tidak
mengkonsumsi makanan selingan. Pasien mengatakan
gemar mengkonsumsi air es.

Riwayat kebiasaan
Pasien mengatakan tidak pernah berolahraga,
namun sehari-hari pasien sering berjalan kaki.
Pasien tidak merokok namun pernah merokok.
PEMERIKSAAN FISIK
(OBJEKTIF)
• Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

• Kesadaran : E4V5M6 (GCS 15) – Compos Mentis

• Tanda Vital
 Nadi : 68 kali/menit, isi cukup, reguler
 Tekanan Darah : 120/80 mmHg
 Suhu : 37,1o C
 Pernapasan : 24 kali/menit, reguler

• Antopometri
 BB : 63 kg
 TB : 161 cm
 IMT : 24,3 kg/m2 (berlebih)
Status Generalis
• Kepala

Mesosefal, rambut berwarna hitam dan ada beberapa helai putih atau abu abu, tidak mudah
dicabut, kulit kepala tidak ada kelainan.

• Mata

Bentuk dan kedudukan bola mata simetris, pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung (+/+),
refleks cahaya tidak langsung (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).

• Hidung

Bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-/-), massa (-/-).

• Telinga

Normotia, sekret (-/-), serumen (+/+).

• Mulut

Tidak ada sianosis perioral, mukosa mulut dan bibir tampak lembab, gigi geligi lengkap, letak
uvula di tengah, dinding faring tidak hiperemis, tonsil T1/T1 tidak hiperemis.
Thorax
Inspeksi : Bentuk dan ukuran dinding dada tampat simetris saat statis
dan dinamis, tidak ada kelainan bentuk

PARU Palpasi : Stem fremitus simestris sama kuat


Perkusi : Terdengar sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat


Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Batas jantung atas di ICS II MCL sinistra
JANTUNG
Batas jantung kanan sejajar ICS IV PSL dextra
Batas jantung kiri pada ICS V MCL sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdoment
Inpeksi : Perut tampak datar, pulsasi aorta tidak terlihat,
umbilicus tidak ada infeksi, sikatriks (-), striae (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Abdomen
Palpasi : Perut teraba supel, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba
massa, ballotement (-/-)
Perkusi : Terdengar suara timpani pada seluruh kuadran, pekak
hepar (+), nyeri ketok CVA (-/-)
• Ekstremitas
Atas dextra : CTR < 2 detik, edema (-), akral hangat (+)
Atas sinistra : CTR < 2 detik, edema (-), akral hangat (+)
Bawah dextra : edema (-), akral hangat (+),bengkak pada lutut (+)
Bawah sinistra : edema (-), akral hangat (+)

• Kulit
Kulit lembab, turgor kembali cepat, tidak tampak kelainan.

• Kelenjar Getah Bening


Kelenjar getah bening tidak teraba membesar dan tidak ada nyeri
tekan.

• Anus dan Genitalia


Tidak dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan neurologis
• GCS: 15 (E4 M6 V5) • Nervus Cranialis
• N. I (N. Olfactorius):
• Rangsang Meningeal tidak dilakukan
• Kaku kuduk :- • N.II (N. Opticus)
• Brudzinski I :-
• Visus : tidak dilakukan
• Brudzinski II :-
• Kernig :- • Lapang pandang: tidak
• Laseque :- dilakukan
• Buta warna: normal
• N.III (N. Occulomotorius), N.IV (N. Trochlearis), N.VI (N.
Abdusens)
kanan kiri
• Pupil : 2 mm 2 mm
• Bentuk : bulat bulat
• Reflek cahaya direct : + +
• Reflek cahaya indirect : + +
• Strabismus : - -
• Nistagmus : - -
• Ptosis : - -
• Gerakan bola mata : dapat bergerak ke segala arah
• N.V (N. Trigeminus)
 Membuka mulut : dapat
 Menggigit : dapat
 Sensibilitas muka : normal
• N.VII (N. Facialis)
• Mengerutkan dahi : dapat
• Mengangkat alis : dapat
• Menutup mata : dapat
• Memperlihatkan gigi : dapat
• Menggembungkan pipi: dapat
• Mencucu : dapat
• Pengecapan 2/3anterior : tidak dilakukan
• N.VIII (N. Vestibulocochlearis)
 Tes Rinne: tidak dilakukan
 Tes Weber : tidak dilakukan
 Tes Schwabach : tidak dilakukan
 Keseimbangan : tidak dilakukan

• N.IX (N. Glossopharyngeus)


• Arcus faring : simetris
• Uvula : berada di tengah
• Pengecapan 1/3 posterior : tidak dilakukan
• Reflek muntah : tidak dilakukan
• Sengau :-
• Tersedak :-
• N.X (N. Vagus) • N.XII (N. hypoglossus)
 Arkus faring : • Sikap lidah :
simetris tenang di tengah
 Menelan : normal • Menjulurkan lidah :
 Berbicara : dapat dapat ditengah
mengeluarkan suara
• Artikulasi :
tidak jelas
• Tremor lidah :
• N.XI (N. Accesorius) tidak
 Mengangkat bahu : • Trofi otot lidah :
dapat tidak
 Memalingkan muka • Fasikulasi lidah :
: dapat tidak
• Ekstremitas
• Motorik Superior
Inferior
Tonus : dbn dbn
Trofi : - -
Kekuatan : 5/2 5/2

• Sensorik
Protopatik
• Nyeri : terasa
• Suhu : tidak dilakukan
• Raba : terasa
Propioseptik
• Posisi : tidak dilakukan
• Getaran : tidak dilakukan
• Diskriminatif 2 titik : tidak dilakukan
• Otonom
• Miksi : dbN
• Defekasi : dbN

• Koordinasi, Gait, dan Keseimbangan


• Romberg tes : tidak dilakukan
• Disdiadokokinesis : tidak dilakukan
Pemeriksaan penunjang
27 januari 2019
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Hemoglobin 15.4 g/dL 11.7 – 15.5
Hematokrit 51.2 % 35 – 47
Leukosit 22.1 103/uL 3.8 – 11
Trombosit 318 103/uL 150 – 400
PPT 10.3 detik 11 – 15
APTT 24.5 detik 26 – 34
GDS 177 mg/dl 70 – 110
Ureum 30.9 mg/dl 17 - 43
Creatinin 1.2 mg/dl 0.5 – 1.1
Natrium 135 mmol/L 135 – 147
Kalium 3.5 mmol/L 3.5 – 5
Kalsium 1.07 mmol/L 1.12 – 1.32
HBsAG kualitatif negatif negatif
Bone window
Brain window
Resume
• Telah diperiksa Tn. JS berusia 68 tahun dengan keluhan
nyeri pada kepala serta pusing berputar setelah terjatuh dan
kepala membentur lantai. Pasien sempat muntah 1x dan
menggigil yang kemudian segera dibawa ke RS Elizabet
kemudian setelah dilakukan pemeriksaan CT scan pasien
dirujuk ke RSUD Wongsonegoro pada tanggal 27 Januari
2019 pada hari yang sama. Pasien mengaku tidak mengalami
penurunan kesadaran.
• Pemeriksaan fisik status generalis didapatkan GCS 15, pada
kepala tampak lingkar kepala simetris kanan kiri, post
operasi kraniotomi evakuasi subdural hematom. Pada
pemeriksaan status neurologis motorik kiri sedikit lemah
dan pemeriksaan lain dalam batas normal.
• Pada pemeriksaan penunjang ditemukan gambaran SDH
acute di regio frontotemporoparietal kanan dan SAH
traumatik
Diagnosis
• Hematom subdural akut frontotemporoparietal
• Hematom subarachnoid traumatic regio ocipital
Tatalaksana
• Rencana Terapi Farmakologi
• Infus RL 20 tpm
• Injeksi Fenitoin 3 x 100 mg
• Injeksi manitol 4 x 125 cc
• Injeksi citicolin 2 x 500 mg
• Injeksi mecobalamin 1 x 1 ampul

• Terapi Non Farmakologi


• Informed consent
• Tirah baring
• Edukasi perawatan luka bekas operasi
• Rencana Terapi Operatif
• kraniotomi evakuasi subdural hematom

• Rencana Evaluasi
• Memantau keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien
• Memantau status gizi pasien
• Merawat luka pasca operasi

• Edukasi
• Merawat luka pasca operasi
• Makan-makanan bergizi tinggi
• Makan makanan berserat seperti sayur dan buah lebih
banyak.
Prognosis
• Ad vitam : dubia ad bonam
• Ad functionam : dubia ad bonam
• Ad sanationam : dubia ad bonam
TINJAUAN
PUSTAKA
Definisi
• SDH = hematom yang terbentuk karena adanya
perdarahan yang terkumpul di antara duramater dan
arakhnoid (ruang subdural).
• karena trauma termasuk aselerasi atau deselerasi yang
menyebabkan robeknya jembatan vena dari otak ke
sinus dural.
• volume hematom meningkat > tekanan intrakranial
meningkat > herniasi.
Hematom subdural
Anatomi
Anatomi selubung otak

Otak dan medulla spinalis diselubungi oleh tiga lapisan


(meninges) yang berasal dari mesodermal;
 Duramater

 Arakhnoid

 Piamater

 antara duramater dan arakhnoid terdapat ruang subdural


 antara arakhnoid dan piamater terdapat ruang subarachnoid
Central Nervous System
Duramater

• Duramater terdiri dari dua lapisan jaringan


penyambung fibrosa yang kuat yaitu membran
eksternal dan internal.
• Lapisan luar duramater kranialis adalah periosteum
di dalam tengkorak.
• Lapisan dalam adalah lapisan meningeal yang
sesungguhnya.
• Kedua lapisan dura terpisah satu sama lain di sinus
dura.
Arakhnoid
• Merupakan membaran avaskular yang tipis dan
rapuh yang berhubungan erat dengan permukaan
dalam duramater.
• Ruang antara duramater dan arakhnoid disebut
ruang subdural.
• Ruang antara arakhnoid dan piamater disebut
ruang sub arakhnoid dimana di dalamnya
terdapat cairan serebrospinal.
Meninges
Piamater

• terdiri dari lapisan tipis sel-sel mesodermal yang


menyerupai endothelium.
• struktur ini meliputi seluruh permukaan eksternal
otak dan medulla spinalis yang terlihat hingga
permukaan yang tidak terlihat di sulkus dalam.
• ruang di antara pembuluh darah dan piamater di
sekitarnya disebut ruang Vischow-Robin.
Klasifikasi
Hematom subdural :
 hematom subdural akut
 hematom subdural subakut
 hematom subdural kronik.
Subdural Akut

• Subdural akut ( < 2 hari)


• Hematom subdural akut menimbulkan gejala
neurologik penting dan serius dalam 24- 48 jam
setelah cedera.
• Seringkali berkaitan dengan trauma otak berat,
hematom ini juga mempunyai mortalitas yang tinggi.
Subdural Subakut

• Subdural subakut ( 2-14 hari)


• Hematom subdural subakut menyebabkan defisit
neurologik yang bermakna dalam waktu lebih 48 jam
tetapi kurang dari dua minggu setelah cedera.
• Hematom ini disebabkan oleh perdarahan vena
dalam ruangan subdural.
Subdural Kronik

• Subdural kronik ( > 14 hari)


• Timbulnnya gejala pada umumnya tertunda
beberapa minggu, bulan dan bahkan beberapa tahun
setelah cedera pertama
Epidemiologi
• Terjadi pada 1/3 dari kejadian cedera kepala berat.
• 7.35 kasus per 100.000 bagi populasi golongan yang
berusia 70- 79 tahun.
• Penelitian di UK = 12,5 kasus per 100.000 untuk setahun
bagi populasi anak- anak yang berusia 0- 2 tahun dan
sebanyak 24 kasus per 100.000 untuk anak- anak yang
berusia 0- 1 tahun.
• Kasus non- accidental injury sebanyak 57%
Etiologi
Penyebab dari hematom subdural akut adalah di bawah ini
:
 Trauma kepala > robeknya pembuluh darah vena
‘bridging veins’ yang berjalan di sepanjang permukaan
otak.
 Gangguan perdarahan (faktor koagulan) atau orang-orang
yang mengonsumsi obat anti-koagulan (contoh: warfarin,
heparin, hemofilia, gangguan hepar, trombositopenia)
 Perdarahan intrakranial non-traumatik
 Post-operasi (craniotomy, CSF shunting)
 Shaken baby syndrome
 Spontan atau tidak diketahui
Etiologi
Penyebab dari hematom subdural kronik termasuk
di bawah ini:
 Trauma kepala
 Hematom subdural akut dengan atau tanpa
intervensi operasi
 Spontan atau idiopatik
Faktor Risiko

Faktor risiko kronik hematom subdural:


 Alkoholisme kronik
 Koagulopati
 Terapi Antikoagulan (termasuk aspirin)
 Penyakit Kardiovascular (contoh, hipertensi,
arteriosklerosis)
 Trombositopenia
 Diabetes mellitus
Patofisiologi
 SDH disebabkan oleh suatu mekanisme cedera akselerasi-
deselarasi akibat dari perbedaan arah gerakan antara otak
terhadap fenomena yang didasari oleh keadaan otak dapat
bergerak bebas dalam batas-batas tertentu dalam rongga
tengkorak dan pada saat mulai gerakan (sesaat mulai
akselarasi) otak tertinggal di belakang tengkorak untuk
beberapa waktu yang singkat. Akibatnya otak akan relatif
bergeser terhadap tulang tengkorak dan duramater,
kemudian terjadi cerdera pada permukaan terutama pada
vena-vena penggantung (bridging veins)
Patofisiologi SDH
Manifestasi Klinik
Gejala SDH:
 Pada cedera kepala yang tiba-tiba, perdarahan hebat
akan menyebabkan hematom subdural, seseorang bisa
mengalami penurunan kesadaran hingga masuk dalam
fase koma.
 Seseorang yang menunjukkan keadaan normal setelah
mengalami cedera kepala, perlahan-lahan akan
mengalami kebingungan kemudian penurunan
kesadaran selama beberapa hari. Hasil ini didapatkan
dari perdarahan yang lambat.
 Pada hematom subdural yang sangat lambat, biasanya
tidak ditemukan gejala signifikan dalam 2 minggu
setelah trauma terjadi.
Hematom subdural Akut Hematom subdural Kronik
Gejala muncul sesaat setelah cedera Gejala muncul 2-3 minggu setelah
kepala (ringan sampai berat) trauma
Penurunan kesadaran dapat terjadi Cedera awal mungkin dianggap tidak
tetapi tidak selalu berarti, terutama pada pasien tua
dengan terapi antikoagulan atau
alkoholisme
Kemungkinan ditemukan keadaan Gejala cenderung bertahap-progresif
“lucid interval” beberapa jam setelah
trauma.
Biasanya ditemukan defisit neurologis
yang berkembang seperti kelemahan
pada kedua tungkai, kesulitan
berbicara, kebingungan, atau
perubahan perilaku
Perbandingan antara SDH
Akut dan SDH Kronik
Diagnosis
Anamnesis
Riwayat trauma kepala baik dengan jejas
atau tidak?
Adanya kehilangan kesadaran (pingsan)
atau tidak setelah trauma?
Adanya keadaan pasien kembali sadar
seperti semula (lucid interval)?
Apakah ada riwayat amnesia setelah
trauma (amnesia retrograde atau
amnesia anterograde)?
Apakah ada muntah atau kejang setelah
terjadinya trauma?
 Kepentingan mengetahui adanya muntah dan
kejang adalah untuk mencari penyebab utama
penderita tidak sadar apakah karena inspirasi atau
proses intra kranial yang masih berlanjut.
Apakah ada nyeri kepala atau muntah?
Apakah ada kelemahan anggota gerak?
Ditanyakan pula riwayat penyakit yang pernah
diderita, obat-obatan yang pernah dan sedang
dikonsumsi, dan konsumsi alkohol
Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan primer (primary survey) yang mencakup
airway, breathing, circulation.

Pemeriksaan neurologik meliputi :


Penilaian kesadaran (GCS).
Penilaian fungsi kortikal luhur pasien
apakah ada gangguan atau tidak (contoh:
disorientasi)
Pemeriksaan rangsang meningeal
Pemeriksaan nervus cranialis
Pemeriksaan motorik
Pemeriksaan sensorik
Penilaian sistem saraf otonom pasien
Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan CT scan adalah modalitas pilihan
utama bila ada kecurigaan suatu lesi pasca-trauma,
 Hematom subdural akut pada CT-san kepala (non
kontras) tampak sebagai suatu massa hiperdens
(putih) ekstra-aksial berbentuk “cressent sign”
sepanjang bagian dalam tengkorak dan paling
banyak terdapat pada konveksitas otak di daerah
parietal. Subdural hematom berbentuk cekung dan
terbatasi oleh garis sutura. Jarang sekali subdural
hematom berbentuk lensa seperti epidural hematom
dan biasanya unilateral.
• Pendarahan subdural yang sedikit (small SDH)
dapat berbaur dengan gambaran tulang tengkorak
dan hanya akan tampak dengan menyesuaikan CT
window width. Pengeseran garis tengah (midline
shift) akan tampak pada pendarahan subdural yang
sedang atau besar volumenya. Bila tidak ada midline
shift harus dicurigai adanya massa kontralateral dan
bila midline shift hebat harus dicurigai adanya
edema serebral yang mendasarinya.
 Di dalam fase subakut pemeriksaan CT dengan
kontras MRI sering dipergunakan pada kasus
pendarahan subdural dalam waktu 48-72 jam setelah
trauma kapitis. Pada pemeriksaan CT dengan
kontras, vena-vena kortikal akan tampak jelas di
permukaan otak dan membatasi hematom subdural
dan jaringan otak. Pendarah subdural subakut sering
juga berbentuk lensa (bikonveks) sehingga
membingungkan dalam membedakannya dengan
epidural hematom.
Normal Hematom subdural Epidural hematom

gambaran CT scan normal,


SDH, dan EDH
Diagnosis Banding
Hematom subdural Epidural hematom
Terjadi akibat robekan dari Terjadi akibat robekan arteri
“bridging veins” meningia media
Biasanya terjadi dalam 2x24
Subakut atau kronik
jam setelah trauma
Dapat didahului “lucid interval”
Nyeri kepala tidak hilang,
kemudian kesadaran
kadang menghebat
memburuk
Edema papil, lateralisasi,
Lateralisasi disertai kelumpuhan
jika berat dapat terjadi
atau refleks patologis
penurunan kesadaran
Perbandingan antara SDH dan EDH
Diagnosis Banding
Hematom subdural Perdarahan Subarakhnoid
Terjadi di ruang subdural Terjadi di ruang subarakhnoid
Terjadi akibat robekan dari Terjadi akibat pecahnya
“bridging veins” aneurisma pada Sirkulus Willisi

Nyeri kepala tidak hilang Nyeri kepala tiba-tiba dan


kadang menghebat berat

Jika perdarahan berat dapat


Kesadaran up and down
terjadi penurunan kesadaran

Pada CT scan ditemukan lesi Pada CT scan ditemukan lesi


hiperdens seperti bulan sabit hiperdens batas sesuai girus

Perbandingan antara SDH dan PSA


Penatalaksanaan
• Dalam menentukan terapi apa yang akan
digunakan untuk pasien SDH tentu kita akan
memerhatikan kondisi klinis dan radiologinya.
Dalam masa mempersiapkan tindakan operasi,
diberikan mannitol 0,25gr/kgBB, atau furosemid
10 mg intravena, dihiperventilasikan.
Non-Operatif
 Pada kasus pendarahan yang kecil (volume < 30 cc)
dilakukan tindakan konservatif.
 Pemberian diuretik digunakan untuk mengurangi
pembengkakan.
 Pemberian Fenitoin untuk mengurangi risiko kejang yang
terjadi akibat serangan pasca trauma, karena penderita
mempunyai risiko epilepsi pasca trauma 20% setelah SDH
akut.
 Pemberian transfusi dengan Fresh Frozen Plasma (FFP)
dan trombosit, dengan mempertahankan prothrombine time
di antara rata-rata normal dan nilai trombosit >100.000.
 Pemberian kortikosteroid, seperti deksametason dapat
digunakan untuk mengurangi inflamasi dan pembengkakan
pada otak.
Operatif
Indikasi operatif pada kasus Hematom subdural
 Pasien SDH tanpa melihat GCS, dengan ketebalan
>10mm atau pergeseran midline shift >5mm pada CT-
scan.
 Semua pasien SDH dengan GCS<9 harus dilakukan
monitoring tekanan intrakranial
 Pasien SDH dengan GCS<9, dengan ketebalan
perdarahan <10mm dan pergeseran struktur midline shift.
Jika mengalami penurunan GCS >2 poin antara saat
kejadian sampai saat masuk rumah sakit.
 Pasien SDH dengan GCS <9 dan/atau didapatkan pupil
dilatasi asimetris/fixed.
 Pasien SDH dengan GCS <9, dan/atau TIK>20mmHg.
Prognosis
Prognosis akan menjadi lebih baik jika kondisi pasien:
 Tidak hilang kesadaran
 Defisit neurologik tidak ditemukan atau sedikit
 Usia pasien kurang dari 50 tahun
 Tidak mengkomsumsi alkohol
 Tidak ada cedera lain
Untuk kasus hematom subdural kronik, prognosisnya lebih
baik. Kadar mortalitasnya sekitar 20% setelah dioperasi.
Komplikasi
• Komplikasi yang dapat timbul dari hematom
subdural adalah kematian akibat herniasi serebri,
peningkatan tekanan intracranial, dan edema
serebri.
• Selain itu, dapat terjadi infeksi akibat tindakan
operasi yang dilakukan.
• Hematom yang berulang dapat terjadi selama
proses pengobatan.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai