Anda di halaman 1dari 41

BAB 1

PENDAHULUAN

Equilibrium adalah suatu kondisi keseimbangan tubuh dalam ruang. Dalam


mengatur keseimbangan tubuh tersebut, terdapat tiga sistem yang berperan penting,
yaitu sistem visual, sistem vestibular, dan sistem somatosensori. Masing-masing
sistem tersebut terdiri dari 3 tingkat: resepsi, integrasi, dan persepsi. Informasi
sensorik diterima oleh retina, labirin (telinga dalam), dan propioseptor sendi dan otot.
Jaras asendens terutama diproyeksikan ke serebelum dan nukleus vestibularis yang
ada di medulla oblongata melalui neuron yang bersinaps kepadanya. Ada juga yang
mencapai korteks serebri, tetapi integrasi keseimbangan terutama terjadi di
serebelum. Sistem inilah yang membentuk persepsi tentang lokasi berbagai bagian
tubuh yang satu terhadap yang lain dan juga terhadap lingkungan. Jaras desendens
dari nukleus vestibularis menuju beberapa nukleus motorik yang melibatkan gerak
mata menimbulkan reflex vestibulookularis. Jaras ini menolong mata mengunci objek
penglihatan bila kepala bergerak.1,2,3
Vertigo berasal dari bahasa Yunani vertere, yang berarti memutar. Vertigo
adalah suatu perasaan gangguan keseimbangan.4Vertigo seringkali dinyatakan
sebagai rasa pusing, sempoyongan, rasa melayang, badan atau dunia sekelilingnya
berputar-putar (vertigo subjektif atau objektif), dan berjungkir balik. Vertigo
disebabkan karena alat keseimbangan tubuh tidak dapat menjaga keseimbangan tubuh
dengan baik.4
BAB II
STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien
 Nama : Tn, S
 Jenis Kelamin : laki-laki
 Usia : 41 tahun
 Alamat : RT 08 The Hok
 Status Perkawinan : Sudah menikah
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Wiraswasta
 Pendidikan : S1
 Suku Bangsa : WNI
 Tanggal Masuk RS : 2 juni 2021

DAFTAR MASALAH
No. Masalah Aktif Tanggal Masalah Tanggal
Pasif
1. Vertigo 02/06/2021
2 Vomitus 02/06/2021

II. Anamnesis

Keluhan Utama : Pusing berputar sejak 1 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


 Lokasi: Seluruh kepala
 Onset : hilang timbul, tiba-tiba
 Kualitas : rasa pusing berputar, jika kambuh pasien tidak dapat berdiri
dan lebih nyaman jika menutup mata.
 Kuantitas : lama serangan kurang dari 5 menit
 Kronologis :
Pasien datang dengan keluhan pusing berputar sejak 1 hari SMRS.
Keluhan muncul tiba – tiba saat pasien bangun tidur siang hari. Pasien merasa
lingkungan disekitarnya berputar. Keluhan dirasakan hilang timbul dengan
durasi serangan sekitar 5 – 10 menit. Keluhan semakin bertambah jika pasien
berubah posisi dari duduk ke berdiri. Keluhan berkurang jika pasien menutup
mata. Pasien juga mengeluh mual dan muntah > 5x SMRS berisi cairan dan
makanan dan lemas. Sensitif terhadap cahaya (-), telinga berdenging (-),
penurunan pendengaran (-), pingsan (-), lemah separuh badan (-) demam (-),
bicara pelo (-).
 Faktor yang memperberat: tiba-tiba berdiri dari posisi tidur, memutar
kepala ke segala arah
 Faktor yang memperingan: menutup mata

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat keluhan seperti ini baru pertama kali
 Riwayat sakit telinga / keluar cairan dari telinga tidak ada
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat Diabetes Melitus disangkal
 Riwayat kolesteroldisangkal

Riwayat Pengobatan
Os belum minum obat.

Riwayat Kebiasaan
Pasien sehari-hari bekerja sebagai perkerja kantoran, mengkonsumsi
jamu-jamuan (-), Minum alcohol (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal serupa.

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien mengaku tidak memiliki masalah keluarga dan ekonomi.

III. PEMERIKSAAN FISIK (OBJEKTIF)

1. Keadaan Umum
 Kesadaran : Compos Mentis
 Kesan Sakit : Tampak Sakit Sedang
 Kesan Gizi : Gizi cukup

2.Tanda Vital
 Tekanan Darah : 107/67 mmHg
 Nadi : 93kali/ menit
 Respirasi : 20 kali/ menit, pernapasan reguler
 Suhu : 36,4°C
 Skala nyeri :5
 Berat Badan : 55 kg
Tinggi Badan : 160 cm
Status Gizi : Normal

3. Status Generalis
 Kepala : Normocephal
 Mata : Edema palpebra (-/-), conjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), pupil bulat, isokor,  ± 3 mm/± 3 mm, refleks
cahaya (+)/(+), katarak -/-
 THT : dalam batas normal
 Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa kering (-), lidah
hiperemis (-), T1-T1, faring hiperemis (-).
 Leher : JVP 5-2 cm H2O, pembesaran KGB (-),
pembesaran tiroid (-)
Dada
Jantung:
 Inspeksi : tidak diperiksa
 Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V
 Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
 Auskultasi : BJ I dan BJ II regular, gallop (-), murmur (-)
Paru:
 Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
 Palpasi : Massa (-), Nyeri tekan (-), krepitasi (-), fremitus taktil
sama kanan dan kiri
 Perkusi : Vocal fremitus sama kiri dan kanan, Sonor +/+
 Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Perut :
 Inspeksi : Tampak datar, Distensi (-), masa (-).
 Palpasi : Soepel, nyeri tekan epigastrium (+), undulasi (-),
shifting dullness (-), hepar dan lien tidak teraba
 Perkusi : Timpani (+)
 Auskultasi : Bising usus (+) N,
Alat kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)/(-), sianosis (-)/(-)
4. Status Neurologis
1) Kesadaran kualitatif : Compos Mentis
2) Kesadaran kuantitatif (GCS) : E4 V5 M6
3) Tanda Rangsang meningeal :
 Kaku kuduk :-
 Brudzinsky 1 :-
 Brudzinsky 2 : -|-
 Brudzinsky 3 : -|-
 Brudzinsky 4 : -|-
 Laseque : >700 / >700
 Kernig : >1350 / >1350

4) Saraf kranial :
1. N. I (Olfactorius )
Daya pembau Kanan Kiri Keterangan
Subjektif DBN DBN DBN
Objektif (dengan Bahan) Dbn dbn Dbn

2. N.II (Opticus)
Kanan Kiri Keterangan
Daya penglihatan Dbn Dbn
Lapang pandang Dbn Dbn
Dalam batas
Pengenalan warna Dbn Dbn
normal
Funduskopi Tidak Tidak
dilakukan dilakukan

3. N.III (Oculomotorius)
Sela mata Simetris Simetris
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Pergerakan bola Normal Normal
mata
Nistagmus + horizontal + horizontal
Strabismus Tidak ada Tidak ada
Ekso/endotalmus Tidak ada Tidak ada
Pupil
Bentuk, besar Bulat, isokor,  Bulat, isokor, 
3 mm 3 mm
reflex cahaya + +
langsung
reflex + +
konvergensi
reflex konsensual + +
Diplopia Tidak ada Tidak ada

4. N. IV (Trokhlearis)
Pergerakan bola mata Normal Normal
ke bawah-dalam
Diplopia Tidak ada Tidak ada

5. N. V (Trigeminus)
Motorik
Membuka mulut Normal
Mengunyah Normal
Mengigit Normal
Sensibilitas Muka
Oftalmikus Normal Normal
Maksila Normal Normal
Mandibula Normal Normal
Reflek Kornea Normal Normal
6. N. VI (Abduscens)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata Dbn Dbn Dalam batas
Strabismus (-) (-) normal

7. N. VII (Facialis)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik
Saat diam
Mengernyitkan dahi simetris simetris
Senyum
memperlihatkan gigi Dbn Dbn
Daya perasa 2/3 Dbn Dbn
anterior lidah Dbn Dbn

8. N. VIII (Vestibulo-Kokhlearis)
Kanan Kiri Keterangan
Pendengaran
Tuli konduktif (-) (-)
Tuli sensorieural (-) (-) Dalam batas
normal
Vestibular
Nistagmus horizontal (+) (+)

9. N. IX (Glossofaringeus)
Kanan Kiri
Arkus farings Dbn Dbn
Daya perasa 2/3 posterior lidah Dbn Dbn

10. N. X (Vagus)
Kanan Kiri Keterangan
Arkus farings Dbn Dbn
Disfonia dbn Dbn Dalam batas
Refleks muntah dbn Dbn normal

11. N. XI (Assesorius)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik
Menoleh dbn dbn Dalam batas
Mengangkat bahu dbn dbn normal
Trofi Eutrofi Eutrofi

12. N. XII (Hipoglossus)


Kanan Kiri Keterangan
Motorik Dbn Dbn
Trofi eutrofi eutrofi Dalam batas
Tremor (-) (-) normal
Disartri (-) (-)
5) Sistem motorik
Kanan Kiri Keterangan
Ekstremitas atas
Kekuatan 5 5
Tonus N N
Trofi Eu Eu
Ger.involunter (-) (-)
Ekstremitas bawah
Kekuatan 5 5
Tonus N N
Trofi Eu Eu
Ger.involunter (-) (-)

6). Sistem sensorik


Sensasi Kanan Kiri Keterangan
Raba Dbn dbn
Nyeri dbn dbn
Suhu dbn dbn
Propioseptif dbn dbn

7) Refleks
Refleks Kanan Kiri Keterangan
Fisiologis
Biseps (+) (+)
Triseps (+) (+)
Patella (+) (+)
Achilles (+) (+)
Patologis
Hoffman
Tromer (-) (-)
Babinski (-) (-) Reflek patologis
Chaddock (-) (-) (-)
Openheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)

8) Fungsi koordinasi dan keseimbangan


Pemeriksaan Kanan Kiri Keterangan
Disdiadokokinesia Dbn Dbn
Test telunjuk-hidung Kurang baik Kurang baik
Test jari-jari Kurang baik Kurang baik
Romberg Test + +
dipertajam
Tes tandem gait + +

9) Sistem otonom
Berkemih : Tidak ada keluhan
Defekasi : Tidak ada keluhan
Keringat : Tidak ada keluhan

10) Fungsi luhur: dbn


11) Vertebra : Nyeri tekan (-)

IV. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja: Diagnosis Neurologi
 Diagnosis Klinis : Vertigo Perifer + Vomitus
 Diagnosis Topis : Organ Vestibular (Kanalis Semi Sirkularis)
 Diagnosis Etiologi : Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
Diagnosis Banding :
1. Meniere’s Disease
2. Labirinitis

Pemeriksaan Spesifik/Penunjang Anjuran :


1. Maneuver Dix-Hallpike
2. Brandt-Daroff exercise

V. RINGKASAN
S: Pasien datang dengan keluhan pusing berputar sejak 1 hari
SMRS. Keluhan muncul tiba – tiba saat pasien bangun tidur siang hari. Pasien
merasa lingkungan disekitarnya berputar. Keluhan dirasakan hilang timbul
dengan durasi serangan sekitar 5 – 10 menit. Keluhan semakin bertambah jika
pasien berubah posisi dari duduk ke berdiri. Keluhan berkurang jika pasien
menutup mata. Pasien juga mengeluh mual dan muntah > 5x SMRS berisi
cairan dan makanan dan lemas. Sensitif terhadap cahaya (-), telinga
berdenging (-), penurunan pendengaran (-), pingsan (-), lemah separuh badan
(-) demam (-), bicara pelo (-).

O:Kesadaran:GCS 15 (E:4, M:6, V:5)


Gizi : cukup
Suhu : 36,4ºC
Nadi : 93 x/m
Pernapasan : 20 x/m
Tekanan Darah :107/67mmHg
Berat Badan : 55 kg
Tinggi Badan : 160 cm
Status Neurologikus
Nn. Cranialis:
N III : Pupil bulat, isokor, ϴ 3mm/3mm, refleks cahaya normal/normal
N VII : - Lipatan dahi simetris
- Lagopthalmus (-)
- Plica nasolabialis simetris
- Sudut mulut simetris
N VIII : - Nistagmus (+)/(+) horizontal
- Tinnitus (-)/(-)
N XII : - Deviasi lidah (-)
- Fasikulasi (-)
- Disartria (-)
- Atrofi papil (-)

Fungsi Motorik Lka Lki Tka Tki


Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Normal Normal Normal Normal
Klonus - - - -
R. FisiologisNormal Normal Normal Normal
R. Patologis - - - -
Fungsi Sensorik : tidak ada kelainan
Fungsi Luhur : tidak ada kelainan
Fungsi Vegetatif : tidak ada kelainan
Gerakan abnormal :-

Koordinasi, Keseimbangan:
Pemeriksaan Kanan Kiri Keterangan
Disdiadokokinesia Dbn Dbn
Test telunjuk-hidung Kurang baik Kurang baik
Test jari-jari Kurang baik Kurang baik
Romberg Test + +
dipertajam
Tes tandem gait + +

HASIL LABORATORIUM :
 Darah :
Hb : 15,1 gr%
Leukosit : 16,1/mm3
Ht : 50,3 %
3
Trombosit : 253.000/mm

A:Diagnosis Kerja: Diagnosis Neurologi


 Diagnosis Klinis : Vertigo Perifer
 Diagnosis Topik : Organ Vestibular (Kanalis Semi Sirkularis)
 Diagnosis Etiologi : Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)

P: Non Medikamentosa :
 Kondisi tempat yang tenang dan gelap pada saat serangan. Serangan
juga akan sangat berkurang jika pada saat serangan penderita istirahat
atau tidur.
 Latihan Brand Daroff : Manuver ini dikembangkan sebagai latihan
untuk di rumah dan dapat dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi
tambahan pada pasien yang tetap simptomatik setelah manuver Epley
atau Semont. Latihan ini juga dapat membantu pasien menerapkan
beberapa posisi sehingga dapat menjadi kebiasaan

Medikamentosa
 IVFD amifaren 1000cc.24jam
 Inj,Ceftriaxone 2 x 1g
 Inj.Ondansentron 2x4mg
 Sucralfat syr 4x 1 ½ c
 Inj,Ketorolac 3x 1
 Afamed 2 x 1 tab
 Inj. B-nervo 2x1 iv pelan
 Barole 2x1
 Racikan ( ibuprofen 400mg + amitripilin 6,25mg + betahistine 18mg+
alprazolam 0,25mg)

Mx : Pantau tanda-tanda vital dan perbaikan keluhan subjetif


Ex : Beri penjelasan kepada keluarga mengenai keadaan pasien, mulai dari
diagnosis, rencana pemeriksaan lebih lanjut serta rencana terapi yang akan
diberikan. Menghindari faktor yang memperberat nyeri kepala. Mengatur pola
makan yang sehat, penanganan stress dan istirahat yang cukup

VI. PROGNOSIS
 Quo Ad vitam : Ad Bonam.
 Quo Ad Sanationam : Dubia ad Bonam.
 Quo Ad Functionam : Ad Bonam.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN

Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo
yang berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari “dizziness” yang secara definitif
merupakan ilusi gerakan, dan yang paling sering adalah perasaan atau sensasi tubuh
yang berputar terhadap lingkungan atau sebaliknya, lingkungan sekitar kita rasakan
berputar.Vertigo merupakan gejala kunci yang menandakan adanya gangguan sistem
vestibuler dan kadang merupakan gejala kelainan labirin.1
Asal terjadinya vertigo dikarenakan adanya gangguan pada sistem
keseimbangan tubuh. Bisa berupa trauma, infeksi, keganasan, vaskuler. Sistem
keseimbangan tubuh dibagi menjadi 2 yaitu sistem vestibuler (pusat dan perifer ) dan
non vestibuler. Sistem vestibuler sentral terletak pada batang otak, serebelum, dan
serebrum. Sedangkan, sistem vestibuler perifer meliputi labirin dan saraf vestibular.2

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM KESEIMBANGAN

Tubuh kita membutuhkan keseimbangan untuk melakukan aktivitas sehari-


hari. Untuk mengatur keseimbangan tersebut, terdapat 3 sistem yang berperan
penting. Yang pertama sistem vestibular, meliputi labirin (apparatus vestibularis),
nervus vestibularis dan vestibular sentral. Labirin terletak di dalam pars petrosa os
temporalis dan terbagi menjadi koklea sebagai alat pendengaran kita, dan apparatus
vestibularis sebagai alat keseimbangan.
Apparatus vestibularis terdiri atas satu pasang organ otolit dan tiga pasang
kanalis semisirkularis. Di dalam organ otolit terdapat sakulus dan utrikulus yang
berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan. Di dalam kanalis semisirkularis
berisi perilimfe, sedangkan duktus semisirkularis berisi endolimfe.4
Yang kedua dan ketiga adalah sistem proprioseptif dan sistem optik. Sistem
proprioseptif mengirimkan informasi sensorik tentang gerakan dan posisi tubuh.
Reseptor untuk indera proprioseptif terdapat dalam otot, sendi, ligamen, jaringan
peyekat. Sensasi- sensasi yang berasal dari sistem proprioseptif berkaitan dengan
sistem vestibuler. Sensasi yang dimaksud mengacu pada sensasi dari kepala, posisi
tubuh ketika seseorang bergerak aktif. Sistem optik, adalah serabut saraf optikus.5
1. Tahap Transduksi

Rangsangan gerakan diubah reseptor vestibuler (hair cell), visus (rod dan
conecells) dan proprioseptik, menjadi impuls saraf. Dari ketiga reseptor tersebut,
reseptor vestibuler menyumbang informasi terbesar dibanding dengan kedua reseptor
lainnya, yaitu lebih dari 55%. Mekanisme transduksi hair cells vestibulum
berlangsung ketika rangsangan gerakanmembangkitkan gelombang pada endolimf
yang mengandung ion K (kalium). Gelombang endolimf akan menekuk rambut sel
(stereocilia) yang kemudian membuka/menutup kanal ionK bila tekukan stereocilia
mengarah ke kinocilia (rambut sel terbesar) maka timbul influksion K dari endolimf
ke dalam hari cells yang selanjutnya akan mengembangkan potensialaksi. Akibatnya
kanal ion Ca (kalsium) akan terbuka dan timbul ion masuk ke dalam haircells. Influks
ion Ca bersama potensial aksi merangsangn pelepasan neurotransmitter (NT) kecelah
sinaps untuk menghantarkan (transmisi) impuls ke neuron berikutnya, yaitu saraf
aferen vestibularis dan selanjutnya menuju ke pusat AKT.5
2. Tahap Transmisi

Impuls yang dikirim dari haircells dihantarkan oleh saraf aferen vestibularis
menuju ke otak dengan neurotransmitter glutamate.
3. Tahap Modulasi
Modulasi dilakukan oleh beberapa struktur di otak yang diduga pusat AKT,
antara lain:
 
 Inti vestibularis

 Vestibulo-serebelum

 Inti okulo motorius

 Hiptotalamus

 Formasio retikularis

Korteks prefrontal dan limbik struktur tersebut mengolah informasi yang masuk


dan memberi respons yang sesuai. Bila rangsangan yang masuk sifatnya berbahaya
maka akan disensitisasi. Sebaliknya,bila bersifat biasa saja maka responsnya adalah
habituasi. Selanjutnya adalah tahap persepsi.
Fisiologi Keseimbangan
Korteks lobus temporalis
Persepsi

Thalamus

Batang Otak/serebelum
Integrasi/koordinasi

Vestibular Visual somatosensory


3. KLASIFIKASI

dizzines

fisiologik patologi

mabuk gerakan, Non


Vestibular
mabuk angkasa vestibular

Perifer Sentral syncope

infark brainstream,
Labirin tumor otak, radang psikogenik
otak, insufisiensi
vertebrobasiler
Saraf
Vestibular

Jenis vertigo Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran


vestibular yang mengalami kerusakan, yaitu vertigo periferal dan vertigo sentral.
Saluran vestibular adalah salah satu organ bagian dalam telinga yang senantiasa
mengirimkan informasi tentang posisi tubuh ke otak untuk menjaga keseimbangan.
Vertigo periferal terjadi jika terdapat gangguan di saluran yang disebut kanalis
semisirkularis, yaitu telinga bagian tengah yang bertugas mengontrol keseimbangan.
Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan vertigo periferal antara lain penyakitp
seperti benign parozysmal positional vertigo (gangguan akibat kesalahan pengiriman
pesan), penyakit meniere (gangguan keseimbangan yang sering kali menyebabkan
hilang pendengaran), vestibular neuritis (peradangan pada sel-sel saraf
keseimbangan), dan labyrinthitis (radang di bagian dalam pendengaran). Sedangkan
vertigo sentral terjadi jika ada sesuatu yang tidak normal di dalam otak, khususnya
di bagian saraf keseimbangan, yaitu daerah percabangan otak dan serebelum (otak
kecil).
Tabel 1. Perbedaan vertigo vestibular dan vertigo non-vestibular
Gejala Vetrigo vestibular Vertigo non-vestibular
Sensasi Rasa berputar Melayang,goyang
Tempo serangan Episodik Kontinu/konstan
Mual/muntah + -
Gangguan pendengaran +/- -
Gerakan pencetus Gerakan kepala Gerakan objek visual

Tabel 2. Perbedaan vertigo sentral dan vertigo perifer


Gejala Perifer Sentral
bangkitan Lebih mendadak Lebih lambat
Beratnya vertigo Berat Ringan
Pengaruh gerakan kepala ++ -
Mual/muntah/keringat ++ +
Gangguan pendengaran +/- -
Tanda local otak - +/-

3. PATOFISIOLOGI
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh
yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa
yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat. 6,7,8
Ada beberapa teori yang berusaha
menerangkan kejadian tersebut :
1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan
hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu, akibatnya akan timbul
vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
2. Teori konflik sensorik.
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari
berbagai reseptor sensorik perifer yaitu mata/visus, vestibulum dan proprioceptif, atau
ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik yang berasal dari sisi kiri dan kanan.
Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga
timbul respons yang dapat berupa nnistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau
sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (berasal
dari sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih
menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab.

3. Teori neural mismatch


Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik, menurut teori ini otak
mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu, sehingga jika pada suatu
saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola 3 gerakan yang telah
tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru
tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga
berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.

4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha
adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu
dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.

5. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori serotonin
(Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam
pengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
Keseimbangan Sistim Simpatis dan Parasimpatis.
Keterangan : STM (Sympathic Nervous System), PAR (Parasympathic NerVous
System)

7. Teori Cupulolithiasis dan Canaloliyhiasis


Menurut teori cupulolithiasis, deposit cupula (heavycupula) akan memicu efek
gravitasi pada krista. Namun, gerakan debris yang bebas mengambang adalah
mekanisme patofisiologi yang saat ini diterima sebagai ciri khas BPPV.Menurut teori
canalolithiasis, partikel mengambang bebas bergerak di bawah pengaruh gravitasi
ketika merubah posisi kanal dalam bidang datar vertikal. Tarikan hidrodinamik
partikel menginduksi aliran endolymph,
menghasilkan perpindahan cupular dan yang penting mengarah ke respon yang khas
diamati.5

Gambar. Perpindahan otokonia dari utrikulus ke bagian lain dari telinga


(Diambil dari Timoti C. Hein: Post Traumatic Vertigo, 2012)4

Gejala yang akan ditemukan pada BPPV berupa rasa berputar yang episodik dan
disertai mual atau muntah, gangguan pendengaran dapat terjadi dan dipicu oleh
adanya gerakan pada kepala. Bangkitan pada BPPV terjadi lebih mendadak dan berat
dan tidak ditemukan adanya tanda fokal otak.5

4. PEMERIKSAAN
1. ANAMNESIS
Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya, melayang, goyang, berputar
tujuh keliling, rasa naik perahu dan sebagainya. Perlu diketahui juga keadaan yang
memprovokasi timbulnya vertigo. Perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan dan
ketegangan. Profil wakti, apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul,
paroksismal, kronikm progresif atau membaik. Beberapa penyakit tertentu
mempunyai profil waktu yang karakteristik. Apakah juga ada gangguan pendengaran
yang biasanya menyertai/ditemukan pada lesi alat vestibuler atau n. vestibularis.
Penggunaan obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salisilat, antimalaria dan
lain-lain yang diketahui ototoksik/vestibulotoksik dan adanya penyakit sistemik
seperti anemia, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru dan
kemungkinan trauma akustik.

2. Pemeriksaan neurologis9

Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik, tekanan


darah diukur dalam posisi berbaring, duduk dan berdiri, bising karotis, irama (denyut
jantung) dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa.

Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada :


1. Fungsi vestibuler/serebeler
a. Uji Romberg : penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan,
mula-mula dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi
demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat
menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara
tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita
akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata
terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan
penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.
7

Gambar . Uji Romberg

2. Tandem gait
Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan
serebeler penderita akan cenderung jatuh. 7

3. Uji Unterberger
Berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan dan jalan di tempat dengan
mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler
posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti
orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan
bergerak ke arah lesi
dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai
nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi. 7

4. Past-ponting test (Uji Tunjuk Barany). Dengan jari telunjuk ekstensi dan
lengan lurus ke depan penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas,
kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini
dilakukan berulangulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan
vestibulerakan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.

Pemeriksaan fisik oto-neurologi8


Untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau perifer.
1. Fungsi Vestibuler
a. Uji Dix Hallpike
Perhatikan adanya nistagmus, lakukan uji ini ke kanan dan kiri.
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke belakang dengan
cepat, sehingga kepalanya menggantung 45°di bawah garis horizontal, kemudian
kepalanya dimiringkan 45° ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan
hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya
perifer atau sentral.
Perifer, vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang
dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-
ulang beberapa kali (fatigue). Sentral, tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo
berlangsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetar seperti semula (non-
fatigue).

b. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30°, sehingga kanalis semisirkularis
lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air dingin
(30°C) dan air hangat (44°C) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi
5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai
hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik).
Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional
preponderance ke kiri atau ke kanan. Canal paresis adalah jika abnormalitas
ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin,
sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada arah
nistagmus yang sama di masing-masing telinga. Canal paresis menunjukkan lesi
perifer di labarin atau n.VIII, sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi
sentral.

c. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk
merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut dapat
dianalisis secara kuantitatif.

Pemeriksaan Penunjang11
1. Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain sesuai
indikasi.
2. Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).
3. Elektroensefalografi (EEG), Elektromiografi (EMG),
4. Pencitraan CT-scan, arteriografi, magnetic resonance imaging (MRI).

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan vertigo terbagi menjadi 3 bagian utama, yaitu :13
1. Terapi kausal, sebagian besar kasus vertigo tidak diketahui kausanya
sehingga terapi lebih banyak bersifat simtomatik dan rehabilitatif.

Kausa Terapi
BPPV Manuver reposisi kanalit
Penyakit Meniere Diet rendah garam, diuretic,
pembedahan
Labirinitis Antibiotik, rehabilitasi vestibular
Neuritis vestibular Steroid dosis tinggi
Penyakit vaskular Mengontrol faktor resiko
Tumor Pembedahan

2. Terapi simptomatis, pengobatan ini ditujukan pada dua gejala utama


yaitu rasa vertigo (berputar, melayang) dan gejala otonom (mual, muntah).
Gejala vestibular akut yang disebabkan oleh gangguan perifer diterapi
dengan antiemetik dan obat penekan vestibular, antihistamin anti-vertigo
pada obat antihistamin (seperti obat betahistin) tidak berkaitan dengan
potensinya sebagai antagonis histamin, tetapi bersifat khas dan bukan
hanya merupakan kemampuan menekan pusat muntah di batang otak.
Terapi medikamentosa diberikan pada pasien dengan serangan vertigo
yang disertai mual muntah hebat, sehingga belum memungkinkan untuk
dilakukan tindakan maneuver diagnostik. Preparat yang diberikan adalah
golongan vestibular depresan disertai anti emetik. Senyawa betahistin
(suatu analog histamin) dapat meningkatkan sirkulasi di telinga dalam
sehingga dapat diberikan untuk mengatasi gejala vertigo.
3. Terapi rehabilitatif yang bertujuan untuk membangkitkan dan
meningkatkan kompensasi sentral dan habituasi pada pasien dengan
gangguan vestibular.Mekanisme kompensasi ini dapat dipacu tumbuhnya
dengan jalan memberikan rangsangan terhadap alat keseimbangan di
telinga bagian dalam (vestibula), rangsangan terhadap visus dan juga
proprioseptik.

NON MEDIKAMENTOSA
Benign Paroxysmal Positional Vertigo, banyak penelitian yang membuktikan
dengan pemberian terapi dengan manuver reposisi partikel/ Particle Repositioning
Maneuver (PRM) dapat secara efektif menghilangkan vertigo pada BPPV,
meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi risiko jatuh pada pasien. Keefektifan
dari manuver-manuver yang ada bervariasi mulai dari 70%-100%. Beberapa efek
samping dari melakukan manuver seperti mual, muntah, vertigo, dan nistagmus dapat
terjadi, hal ini terjadi karena adanya debris otolitith yang tersumbat saat berpindah ke
segmen yang lebih sempit misalnya saat berpindah dari ampula ke kanal.14
Setelah melakukan manuver, hendaknya pasien tetap berada pada posisi
duduk minimal 10 menit untuk menghindari risiko jatuh. Tujuan dari manuver yang
dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel ke posisi awalnya yaitu pada makula
utrikulus. Ada lima manuver yang dapat dilakukan tergantung dari varian BPPV
nya.14

a. Manuver Epley
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal vertikal.
Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 450, lalu pasien
berbaring dengan kepala tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala
ditolehkan 900 ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi lateral dan
dipertahan 30-60 detik. Setelah itu pasien mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan
kembali ke posisi duduk secara perlahan. 14

Gambar. Manuver Epley

b. Manuver Semont
Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanan posterior.
Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu kepala dimiringkan 450
ke sisi yang sehat, lalu secara cepat bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan
selama 1-3 menit. Ada nistagmus dan vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien
pindah ke posisi berbaring di sisi yang berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk
lagi. 14
Gambar Manuver Semont

c. Brandt-Daroff exercise
Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan dapat
dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang tetap
simptomatik setelah manuver Epley atau Semont. Latihan ini juga dapat membantu
pasien menerapkan beberapa posisi sehingga dapat menjadi kebiasaan. 14

Gambar Brandt-Daroff exercise

d. Manuver Lempert
Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral.
Pasien berguling 3600, yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien menolehkan
kepala 900 ke sisi yang sehat, diikuti dengan membalikkan tubuh ke posisi lateral
dekubitus. Lalu kepala menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral
dekubitus. Pasien kemudian menoleh lagi 900 dan tubuh kembali ke posisi lateral
dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masing-masing gerakan dipertahankan
selama 15 detik untuk migrasi lambat dari partikel-partikel sebagai respon terhadap
gravitasi.14

Gambar Manuver Lempert

e. Forced Prolonged Position


Manuver ini digunakan pada BPPV tipe kanal lateral. Tujuannya adalah untuk
mempertahankan kekuatan dari posisi lateral dekubitus pada sisi telinga yang sakit
dan dipertahankan selama 12 jam.14

MEDIKAMENTOSA
a. Antihistamin15
Antihistamin yang dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat,
difenhidramin, meksilin, siklisin. Antihistamin yang mempunyai antivertigo juga
memiliki aktivitas anti-kolinergik di susunan saraf pusat. Efek samping yang umum
dijumpai adalah sedasi (mengantuk). Pada penderita vertigo berat, efek samping ini
memberi efek positif. Beberapa antihistamin yang digunakan adalah:
 Betahistin
Fungsi meningkatkan sirkulasi di telinga dalam, diberikan untuk mengatasi
gejala vertigo. Efek samping obat ini adalah gangguan di lambung, mual, dan
sesekali “rush” di kulit.
 Betahistin Mesylate (Merislon) : dosis 6 mg (1 tablet) – 12 mg, 3 kali
sehari per
oral
 Betahistin di Hcl (Betaserc) : dosis 8mg (1 tablet), 3 kali sehari.
Maksimum 6 tablet dibagi beberapa dosis

 Dimenhidrat (Dramamine)
Lama kerja obat 4-6 jam. Dapat diberi per oral atau parenteral (IM atau IV).
Dapat diberikan dengan dosis 25 mg- 50 mg (1 tablet), 4 kali sehari. Efek
samping obat mengantuk.

 Difhenhidramin Hcl (Benadryl)


Lama aktivitas obat adalah 4-6 jam, diberikan dengan dosis 25 mg (1 kapsul)
– 50 mg, 4 kali sehari per oral. Efek samping mengantuk.

b. Antagonis Kalsium15
Obat yang sering digunakan adalah Cinnarizine (Stugeron) dan Flunarizine
(Sibelium). Merupakan obat supresan vestibular, sel rambut vestibular mengandung
banyak kanal kalsium.
 Cinnarizine (Stugerone)
Berfungsi untuk menekan fungsi vestibular. Dosis 15-30 mg, 3 kali sehari atai
1 kali 75 mg sehari. Efek samping sedasi, fatigue, diare atau konstipasi, rasa
kering di mulut, dan “rush” di kulit.

c. Fenotiazine15
Berfungsi sebagai antiemetik
 Promethazine (Phenergan)
Lama aktivitas obat 4-6 jam. Diberikan dengan dosis 12,5 mg-25 mg, 4 kali
sehari per oral atau parenteral. Efek samping yang sering adalah sedasi.

 Khlorpromazine (Largactil)
Dapat diberikan pada penderita dengan serangan vertigo berat dan akut. Dosis
25 mg -50 mg, 3-4 kali sehari, dapat diberikan per oral atau parenteral. Efek
samping sedasi.

d. Obat Simpatomimetik 15
 Efedrin
Lama aktivitas ialah 4-6 jam. Dosis dapat diberikan 10-25 mg, 4 kali sehari.
Efek samping insomnia, palpitasi, gelisah sampai gugup.

e. Obat Penenang15
Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk mengurangi kecemasan. Efek
samping yang dapat muncul adalah mulut kering dan penglihatan kabur.
 Lorazepam, dosis 0,5 mg- 1mg
 Diazepam, dosis 2 mg- 5 mg

f. Obat Anti Kolinergik15


 Skopolamin
Dapat dikombinasi dengan fenotiazine atau efedrin. Dosis 0,3 mg- 0,6 mg, 3-4
kali sehari.

2.9 PROGNOSIS
Keberhasilan terapi dikonfirmasi dengan melakukan manuver provokasi
ulang, jika masih terdapat gejala vertigo dan nistagmus, maka manuver terapi diulang
kembali. Umumnya pada manuver provokasi yang ketiga, gejala vertigo dan
nistagmus tidak muncul lagi.
Keberhasilan terapi pada BPPV digolongkan atas tiga kriteria: 13
1. Asimptomatis; pasien tidak lagi mengeluhkan rasa pusing berputar, dan head roll
test tidak lagi memberikan gambaran nistagmus.
2. Perbaikan; secara subjektif keluhan vertigo telah berkurang lebih dari 70%, pasien
mampu melakukan aktifitas yang sebelumnya dihindari. Secara objektif nistagmus
horizontal masih muncul pada manuver provokasi.
3. Tidak ada perbaikan; jika keluhan vertigo yang dirasakan berkurang <70%, dan
nistagmus muncul dengan intensitas yang sama.
BAB IV
ANALISA KASUS

Tn. S usia 41 th dengan keluhan pusing berputar dirasakan berat saat serangan.
Pusing berputar terjadi saat pasien bangun dan berpindah posisi badan. Pasien merasa
sekelilng berputa hebat sehingga pasien selalu menutup untuk meringankan rasa
pusingnya. Serangan pusing berputar lamanya sekitar 5 – 10 menit. Pasien juga
mengeluhkan mual (+), muntah (-) dan keringat dingin,
Menurut PERDOSSI (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia) parameter
untuk menegakkan diagnosis melalui anamnesis dan beratnya keluhan. Untuk
membedakan apakah vertigo perifer atau sentral dengan anamnesis pada pasien
dengan kriteria berikut :
Vertigo sentral Vertigo perifer
Jarang berputar hebat, penderita Berputar-putar hebat
merasa terjungkal
Tidak terdapat gejala mual,muntah Terdapat gejala mual,muntah dan
dan keringat dingin keringat dingin
Nigtagmus tipe murni vertikal atau Nigtagmus tipe kombinasi horisontal
dan torsional
horisontal atau torsional
Gejala ringan tapi persisten Gejala berat, serangan cepat
Gejala vertigo subjektif (pasien Gejala vertigo objektif (lingkungan
merasa berputar) terasa berputar)
Tidak disertai tinitus dan pendengaran Kadang disertai tinitus dan
berkurang pendengaran berkurang

Berdasarkan anamnesis didapatkan diagnosis vertigo perifer yaitu pasien merasa


berputar hebat, disertai mual, keringat dingin, gejala berat dan cepat, keluhan telinga
berdenging (+).
Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan vertigo perifer diantaranya Benig
Paroxymal Positional Vertigo (BPPV), Menier syndrom, neuritis vestibuler,
labirinitis akut dan fistula perilimfatik. Dari beberapa yang sering yaitu BPPV,
Meniere syndrom dan neuritis vestibuler.

BPPV Meniere Neuritis Labirinitis Fistula


syndrom vestibuler Akut limfatika
Vertigo Bervariasi Oleh karena Vertigo hebat vertigo durasi
berlangsung lamanya virus. lebih lama
cepat Durasi panjang
Disertai Gangguan Tidak disertai Telinga Telinga terasa
gangguan tinitus dan terasa sakit penuh
tinitus penurunan
pendengaran
atau telinga
terasa penuh
Perubahan Tanpa Tanpa Tidak Dipengaruhi
posisi dipengaruhi dipengaruhi dipengaruhi posisi kepala
bertambah perubahan perubahan perubahan
berat posisi posisi posisi

Menurut PERDOSSI, didapatkan vertigo perifer yang muncul akibat BPPV yang
didapatkan dari anamnesis yaitu pasien pusing berputar berlangsung cepat, mual,
keringat dingin, tinitus dan perubahan posisi bertambah berat.
Untuk mendukung diagnosis ke arah BPPV perlu dilakukan tes provokasi
nistagmus. Gunanya adalah menentukan apakah ini termasuk vertiogo sentral maupun
perifer. Tes provokasi akan menyebabkan timbulnya nistagmus. Arah nistagnus dapat
dinilai untuk menentukan jenis vertigo. Pada vertigo tipe perifer akan timbul
nistagmus yang bersifat horizontal maupun rotatoar.
            Terapi yang diberikan pada pasien ini terdiri atas terapi umum dan terapi
khusus. Terapi umum yang diberikan adalah IVFD amifaren 1000cc/24 jam.
Untuk terapi khusus diberikan Betahistin mesilat yang berfungsi mengatur kadar
cairan dalam labirin, ondancentron untuk menurunkan keluhan mual dan muntah,
serta omeprazole untuk menurunkan asam lambung. Pada BPPV dapat dilakukan
beberapa mauver seperti maneuver Brand-daroff. Manuver ini dikembangkan sebagai
latihan untuk di rumah dan dapat dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi
tambahan pada pasien yang tetap simptomatik setelah manuver Epley atau Semont.
Latihan ini juga dapat membantu pasien menerapkan beberapa posisi sehingga dapat
menjadi kebiasaan.
Latihan bertujuan untuk mengatasi gangguan vestibular, membiasakan atau
mengadaptasi diri terhadap gangguan keseimbangan. Tujuan latihan ialah :
a. Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau disekuilibrium
untuk meningkatkan kemampuan mengatasinya secara lambat laun.
b. Melatih gerakan bola mata, latihan fiksasi pandangan mata.
c. Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan
DAFTAR PUSTAKA

1. Wahyudi Kupiya Timbul. Vertigo. Jakarta: Medical Department, PT. Kalbe


Farma Tbk. CDK-198/vol.39 no.10,2012
2. Colombo B, Teggi R. Vestibular Migraine and Related Syndromes.
Switzerland: Springer.2014:73
3. Libonati Giacinto Asprella . Benign Paroxysmal Positional Vertigo and
Positional Vertigo Variants. Otorhinolaryngology Clinics: An International
Journal, January-April 2012;4(1):25-40
4. Sherwood L. Fisiologi manusia: sistem saraf perifer Jakarta: EGC.2011:234-
241
5. Falenra Sandy. A 38 years old man with benign paroxysmal positional vertigo
(bppv). Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, Desember
2014;3(2):11
6. Collie Mary JH. Vertigo:Diagnosis and management. Virginia: Physician
Assistant Review Panel. 2011.h 46
7. Isaradisaikul S, Novacharoen N, Hanprasertpong C, dkk. Causes and time-
course of vertigo in an ear, nose, and throat clinic. Thailand: Department of
Otolaryngology, Faculty of Medicine,Chiang Mai University, Februari
2010;267:1837–1841
8. Lee Seung-Han, Kim Ji Soo. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Diakses
dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2895225/
9. Weber PC. Vertigo dan Disequilibrium: A practical guide to diagnosis and
management. New York: Thieme.2011
10. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik: Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta:
Balai Penerbit FK UI.2008
11. Anderson JH dan Levine SC. Sistem Vestibularis. Dalam : Effendi H, Santoso
R, Editor : Buku Ajar Penyakit THT Boies. Edisi Keenam. Jakarta :EGC.
1997:39-45
12. Joesoef AA. Vertigo. In : Harsono, editor. Kapita Selekta
Neurologi.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2000:341-59
13. Edward Yan, Roza Yelvita. Laporan kasus: Diagnosis dan Tatalaksana Benign
Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) Horizontal Berdasarkan Head Roll
Test. Sumatera Barat: Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(1):2-3
14. Bittar et al. Benign Paroxysmal Positional Vertigo: Diagnosis and Treatment.
International Tinnitus Journal. 2011;16(2):135-45
15. TC Hain, M Uddin. Pharmacological treatment of vertigo. Chicago:
Department of Neurology Northwestern University. 2013;17(2):85-100

Anda mungkin juga menyukai