Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf yang sering dijumpai, terdapat pada
semua bangsa, segala usia dimana laki-laki sedikit lebih banyak dari wanita. Insiden
tertinggi terdapat pada golongan usia dini yang akan menurun pada gabungan usia dewasa
muda sampai setengah tua, kemudian meningkat lagi pada usia lanjut.
Prevalensi epilepsI berkisar antara 0,5% - 2%. Di Indonesia penelitian
epidemiologi tentang epilepsy belum pernah di lakukan, namun bila dipakai angka
prevalensi yang dikemukakan, maka dapat diperkirakan bahwa bila penduduk Indonesia
saat ini sekitar 220juta akan ditemukan 1,1 sampai 4,4 juta penderita penyandang epilepsi
dan 40% masih dalam usia reproduksi.
Epilepsi berasal dari bahasa Yunani yang berarti “serangan” atau penyakit yang
timbul secara tiba-tiba. Epilepsi merupakan penyakit yang umum terjadi dan penting di
masyarakat. Permasalahan epilepsi tidak hanya dari segi medik tetapi juga sosial dan
ekonomi yang menimpa penderita maupun keluarganya. Dalam kehidupan sehari-hari,
epilepsy merupakan stigma bagi masyarakat. Mereka cenderung untuk menjauhi penderita
epilepsi.1
Akibatnya banyak yang menderita epilepsi yang tak terdiagnosis dan mendapat
pengobatan yang tidak tepat sehingga menimbulkan dampak klinik dan psikososial yang
merugikan baik penderita maupun keluarganya.2

1
BAB II
LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN
BAGIAN PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT MARDI WALUYO KOTA METRO

I. IDENTITAS PASIEN
 Nama : Tn. Suprianto
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Usia : 48 tahun
 Tanggal lahir : 4 September 1970
 Alamat : Siombar Waringin
 Status Perkawinan : Menikah
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Supir
 Pendidikan : SLTP
 Suku Bangsa : WNI
 No RM : 262458
 Tanggal Kunjungan RS : 7 Juni 2018
 Poliklinik : Saraf

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis. Anamnesis dilakukan pada hari Senin,
tanggal 7 Juni 2018 pada pukul 12.10 WIB

Keluhan Utama
Tidak ada Kejang . Kontrol dan Obat habis
Keluhan Tambahan

2
Tidak ada ( - )

Riwayat Penyakit Sekarang


Seorang pasien laki-laki berusia 48 tahun diantar oleh istrinya datang ke poliklinik
Saraf RS Mardi Waluyo datang untuk kontrol,dan pasien mengatankan datang karena
obat habis, pasien memiliki riwayat kejang . Kejang terjadi tiba-tiba saat pasien sedang
dalam keadaan beristirahat. Kejang terjadi diseluruh tubuh disertai kaku, pasien dalam
keadaan tidak sadar. Saat kejang, mata memandang keatas, lidah tidak tergigit tapi keluar
lendir berbusa dari mulut pasien. Pasien juga mengaku sebelum kejang dirinya terasa
seperti akan pingsang. Menurut istri pasien kejang berlangsung kurang lebih 30 menit.
Setelah kejang pasien mengaku tersadar. Keluhan kejang dirasakan sejak tahun 2013.
Pasien mengaku sering kejang berulang setiap tiga bulan sekali. Kejang yang terjadi tidak
berhubungan dengan demam. Kejang biasanya terjadi lebih dari 1 kali dalam seminggu.
Biasanya setelah kejang pasien tersadar dan merasa pusing lalu tertidur karena lemas.
Pasien menyangkal ada mual muntah. Demam disangkal. BAK dan BAB normal. Pasien
sudah berobat ke poliklinik Saraf sejak tahun 2013, dan sudah tidak mengalami kejang 8
bulan terakhir.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengaku memiliki riwayat kejang sejak tahun 2013. Riwayat trauma
kepala atau infeksi sebelumnya disangkal. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi dan
penyakit jantung. Riwayat DM, penyakit paru serta alergi obat-obatan di sangkal oleh
pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengaku tidak memiliki riwayat kejang,hipertensi,diabetes dan penyakit
paru pada keluarganya.

Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku mengkonsumsi fenitoin dan fenobarbital untuk keluhan
kejangnya. Pasien mengaku ketika terasa badan tidak enak terasa seperti akan kejang
segera meminum obat tersebut untuk mencegah terjadinya kejang.

Riwayat Kebiasaan

3
Pasien memiliki riwayat kebiasaan minum Alkohol sejak usia muda dan telah
berhenti total pada tahun 2014 dan masih aktif merokok. Pasien jarang berolahraga.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan umum
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 90/70 mmHg,
Denyut nadi : 84 x/mnt, isi cukup, irama regular teratur
Frekuensi Nafas : 18 x /mnt
Suhu : 36,3oC
BB : 60 kg
TB : 165 cm
BMI : 22, 03 (gizi cukup)

B. STATUS GENERALIS
Kepala
 Bentuk : normochepali, simetri
 Nyeri tekan : (-)
- Rambut : hitam lurus dengan beberapa uban, distribusi merata, allopecia (-)
- Wajah : simetris, pucat (-), ikterik (-), petekie (-)
- Mata : edema kelopak mata (-/-), pupil bulat isokor Ø 2 mm|2mm, RCL
(+/+) RCTL (+/+) konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret
(-/-), ptosis (-/-), lagoftalmus (-/-)
- Hidung : Simetris , septum deviasi (-), deformitas (-), sekret (-/-)
- Telinga : normotia, pendengaran normal, nyeri tekan tragus dan mastoid (-)
- Gigi Mulut : Jumlah gigi 31, terdapat gigi tanggal incisivus 2 kanan bawah,
karies gigi (-), perdarahan gusi (-), oral hygiene cukup baik.
- Lidah : coated tongue (-), papil atrofi (-)
- Tenggorokan : normal, tidak hiperemis, tonsil T1-T1
Leher
 Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar
 Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar

4
 Trakhea : Lurus, tidak ada deviasi
 JVP : 5+2 cm H20
Thoraks
 Paru
Inspeksi : Hemithoraks simetris saat statis dan dinamis, retraksi sela iga (-),
deformitas (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri simetris
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
 Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V , 1 cm medial linea midclavicularis
sinistra
Perkusi : batas jantung atas : ICS III linea parasternal kiri
Batas jantung kanan : ICS IV linea sternalis kiri
Batas jantung kiri : ICS V 1 cm medial linea midclavicularis
sinistra
Auskultasi : BJ I-II regular , murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : dinding abdomen datar, jaringan parut (-)
Auskultasi : bising usus 2x/menit
Palpasi : supel, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi : timpani (+) pada 9 regio abdomen
Ekstremitas
- atas : akral hangat (+/+), oedem (-/-)
- bawah : : akral hangat (+/+), oedem (-/-) -

C. STATUS NEUROLOGIS
1) Kesadaran : Composmentis
2) GCS : E 4 V5 M 6
3) Tanda Rangsang meningeal :
 Kaku kuduk :-

5
 Brudzinsky 1 :-
 Brudzinsky 2 : -|-
 Laseque : >700 | >700
 Kernig : >1350 | >1350
4) Saraf kranial :
1. N. I (Olfactorius )
Kanan Kiri Keterangan
Daya pembau Dbn Dbn Dalam batas
normal

2. N.II (Opticus)
Kanan Kiri Keterangan
Daya penglihatan Dbn Dbn
Dalam batas
Lapang pandang Dbn Dbn
normal
Pengenalan warna Dbn Dbn

3. N.III (Oculomotorius)
Kanan Kiri Keterangan
Ptosis (-) (-)
Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran Φ2mm Φ2mm Dalam batas
akomodasi baik baik normal
Refleks pupil
Langsung (+) (+)
Tidak langsung (+) (+)
Gerak bola mata Dbn Dbn
Kedudukan bola mata Ortoforia Ortoforia

4. N. IV (Trokhlearis)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata Dbn Dbn Dalam batas
normal

6
5. N. V (Trigeminus)

Kanan Kiri Keterangan


Motorik Dbn Dbn
Sensibilitas
Opthalmikus Dbn Dbn Dalam batas
Maxilaris Dbn Dbn normal
Mandibularis Dbn Dbn

6. N. VI (Abduscens)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata Dbn Dbn Dalam batas
Strabismus (-) (-) normal

7. N. VII (Facialis)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik
Saat diam simetris simetris Dalam batas
Mengernyitkan dahi Dbn Dbn normal
Senyum Dbn Dbn
memperlihatkan gigi Dbn Dbn
Daya perasa 2/3 Tidak Tidak dilakukan
anterior lidah dilakukan

8. N. VIII (Vestibulo-Kokhlearis)
Kanan Kiri Keterangan
Pendengaran
Tuli konduktif (-) (-)
Tuli sensorieural (-) (-) Dalam batas
Vestibular normal
Vertigo (-) (-)
Nistagmus (-) (-)

7
9. N. IX (Glossofaringeus)
Kanan Kiri Keterangan
Arkus farings Simetris Simetris
Daya perasa 1/3 Dalam batas
posterior lidah Tidak Tidak dilakukan normal
dilakukan

10. N. X (Vagus)
Kanan Kiri Keterangan
Arkus farings Simetris Simetris
Disfonia - - Dalam batas
Refleks muntah Tidak Tidak dilakukan normal
dilakukan
11. N. XI (Assesorius)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik
Menoleh dbn dbn Dalam batas
Mengankat bahu dbn dbn normal
Trofi Eutrofi Eutrofi

12. N. XII (Hipoglossus)


Kanan Kiri Keterangan
Motorik dbn Dbn
Trofi eutrofi Eutrofi Dalam batas
Tremor (-) (-) normal
Disartri (-) (-)

5) Sistem motorik
Kanan Kiri Keterangan
Ekstremitas atas Dalam Batas
Kekuatan 5555 5555 Normal
Tonus N N
Trofi Eu Eu
Ger.involunter (-) (-)
Ekstremitas bawah

8
Kekuatan 5555 5555
Tonus N N
Trofi Eu Eu
Ger.involunter (-) (-)

6) Sistem sensorik
Sensasi Kanan Kiri Keterangan
Raba baik baik Dalam batas
Nyeri baik baik normal
Suhu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Propioseptif Tidak dilakukan Tidak dilakukan
7) Refleks

Refleks Kanan Kiri Keterangan


Fisiologis
Biseps (+) (+)
Triseps (+) (+)
Patella (+) (+)
Achilles (+) (+)
Patologis
Hoffman Tromer (-) (-)
Babinski (-) (-) Dalam batas
Chaddock (-) (-) normal
Openheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)

8) Fungsi koordinasi dan keseimbangan

Pemeriksaan Kanan Kiri Keterangan


Jari tangan – jari tangan Baik Baik
Jari tangan – hidung Baik Baik
Tumit – lutut Baik Baik
Pronasi – supinasi Baik Baik
Romberg test Tidak Tidak dilakukan

9
dilakukan

9) Sistem otonom
Miksi : Baik
Defekasi : Baik
Keringat : Baik

10) Fungsi luhur : Tidak ada gangguan fungsi luhur


11) Vertebra : tidak ada kelainan, tidak ada nyeri tekan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG ANJURAN


Pada pasien belum melakukan melakukan pemeriksaan EEG.

V. RESUME
Seorang pasien laki-laki berusia 48 tahun diantar oleh istrinya datang ke poliklinik
Saraf RS Mardi Waluyo untuk kontrol dan mengatakan datang karena obat habis,
pasien memiliki riwayat kejang . Kejang terjadi saat pasien sedang dalam keadaan
beristirahat. Kejang terjadi diseluruh tubuh disertai kaku, pasien dalam keadaan tidak
sadar. Mata memandang keatas, lidah tidak tergigit tapi keluar lendir berbusa dari
mulut pasien. Kejang berlangsung kurang lebih 30 menit. Riwayat kejang berulang
setiap 3 bulan sekali sejak tahun 2013. Setelah kejang pasien tersadar dan merasa
pusing lalu tertidur karena lemas. Sedangkan riwayat jantung hipertensi dan penyakit
jantung juga disangkal. Pasien telah diberi obat Diazepham dan Fenobarbital untuk
keluhan kejangnya.

Pada Pemeriksaan Fisik ditemukan :


Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital :
 Tekanan darah : 140/80 mmHg
 Denyut nadi : 84x/mnt
 Frekuensi Nafas : 18x /mnt
 Suhu : 36,3oC
Status generalis : Dalam batas normal

10
Status Neurologis : GCS E: 4 V: 5 M: 6
Tanda rangsang meningeal : negatif
Saraf kranialis : baik
Sistem motorik :
Lengan kanan/kiri : 5555/5555
Tungkai kanan/kiri : 5555/5555
Sistem sensorik : baik
Refleks fisiologis : (+)
Refleks Patologis : (-)

VI. DIAGNOSIS KERJA


a. Diagnosis klinis : Kejang disertai gangguan kesadaran awal kejang
b. Diagnosis Topis : Korteks serebri
c. Diagnosis Etiologi : Epilepsi serangan umum bangkitan umum tonik klonik.

VII. PENATALAKSANAAN
a. Non Medikamentosa
 Pertolongan pertama
o Pasien dan anggota keluarga harus diberitahukan dengan jelas tindakan apa
yang harus diambil bila menghadapi serangan.
o Jangan memasukan sesuatu ke dalam mulut pasien atau memaksa
membuka mulut pasien.
o Tidak perlu diusahakan mengekang gerakan kejang karena hanya akan
berakibat menimbulkan cedera.
o Pasien harus dibiarkan untuk mengalami kejang seperti seharusnya.
o Pasien harus dipindahkan ke tempat yang aman.
o Setelah serangan balikkan pasien pada salah satu sisi dalam posisi setengah
telungkup untuk membantu pernafasan pasien dan pemulihan serta berikan
bantalan di kepala dengan sesuatu yang lunak.
o Jalan nafas harus diperiksa dan diawasi
o Setelah suatu serangan pasien harus ditemani dan diberi dukungan hingga
fase bingung yang menyertainya telah hilang seluruhnya dan pasien
memperoleh kembali keseimbangannya.

11
b. Medikamentosa
 Diazepham 2x1
 Fenobarbital 3Mg

VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam

A. Definisi Epilepsi
Epilepsi didefinisikan sebagai kumpulan gejala dan tanda-tanda klinis yang
muncul disebabkan gangguan fungsi otak secara intermiten, yang terjadi akibat lepas
muatan listrik abnormal atau berlebihan dari neuron-neuron secara paroksismal dengan
berbagai macam etiologi. Sedangkan serangan atau bangkitan epilepsi yang dikenal
dengan nama epileptic seizure adalah manifestasi klinis yang serupa dan berulang secara
paroksismal, 2 yang disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak
yang spontan dan bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (“unprovoked”).
Manifestasi serangan atau bangkitan epilepsi secara klinis dapat dicirikan sebagai
berikut yaitu gejala yang timbulnya mendadak, hilang spontan dan cenderung untuk
berulang. Sedangkan gejala dan tanda-tanda klinis tersebut sangat bervariasi dapat berupa
gangguan tingkat penurunan kesadaran, gangguan sensorik (subyektif), gangguan motorik
atau kejang (obyektif), gangguan otonom (vegetatif) dan perubahan tingkah laku
(psikologis). Semuanya itu tergantung dari letak fokus epileptogenesis atau sarang
epileptogen dan penjalarannya sehingga dikenalkan bermacam jenis epilepsi.
B. Etiologi

12
Etiologi epilepsi dibagi kedalam 3 kategori yaitu:
1. Idiopatik : tidak terdapat lesi struktural di otak atau defisit neurologik.
Diperkirakan memunyai predisposisi genetik dan umumnya berhubungan
dengan usia.
2. Kriptogenik : dianggap simptomatik tapi penyebabnya belum diketahui.
Termasuk disini adalah sindrom west,sindromlenox-gastaut dan epilepsi
mioklonik. Gambaran klinis sesuai dengan ensephalopati difus.
3. Simptomatik: bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan atau lesi struktural
pada otak, misalnya : cedera kepala, infeksi SSP, kelianan kogenital, lesi desak
ruang, toksik ( alkohol, obat ) metabolik dan kelainan neurodegeneratif

c. Klasifikasi Epilepsi
Ada dua klasifikasi epilepsi yang direkomendasikan oleh ILAE yaitu pada tahun
1981 dan tahun 1989.
International League Against Epilepsy (ILAE) pada tahun 1981 menetapkan klasifikasi
epilepsi berdasarkan jenis bangkitan (tipe serangan epilepsi):
1. Serangan parsial
 Serangan parsial sederhana (kesadaran baik)
 Dengan gejala motoric
 Dengan gejala sensorik
 Dengan gejala otonom
 Dengan gejala psikis
 Serangan parsial kompleks (kesadaran terganggu)
 Serangan parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran
 Gangguan kesadaran saat awal serangan
 Serangan umum sederhana
 Parsial sederhana menjadi tonik-klonik
 Parsial kompleks menjadi tonik-klonik
 Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi tonik-klonik
2. Serangan umum
 Absans (Lena)

13
 Mioklonik
 Klonik
 Tonik
 Atonik (Astatik)
 Tonik-klonik
Klasifikasi ILAE tahun 1981 di atas ini lebih mudah digunakan untuk para klinisi karena
hanya ada dua kategori utama, yaitu:
• Serangan fokal yaitu bangkitan epileptik yang dimulai dari fokus yang
terlokalisir di otak.
• Serangan umum yaitu bangkitan epileptik terjadi pada daerah yang lebih
luas pada kedua belahan otak.
Klasifikasi menurut sindroma epilepsi yang dikeluarkan ILAE tahun 1989 adalah :
1.Berkaitan dengan letak fokus
a. Idiopatik
o olandik benigna (childhood epilepsy with centro temporal spike)
o Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital
b. Simptomatik
• Lobus temporalis
• Lobus frontalis
• Lobus parietalis
• Lobus oksipitalis
2. Umum
a. Idiopatik
• Kejang neonatus familial benigna
• Kejang neonatus benigna
• Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
• Epilepsi Absans pada anak
• Epilepsi Absans pada remaja
• Epilepsi mioklonik pada remaja
• Epilepsi dengan serangan tonik-klonik pada saat terjaga
• Epilepsi tonik-klonik dengan serangan acak
b. Simptomatik
• Sindroma West (spasmus infantil)

14
• Sindroma Lennox Gastaut
3. Berkaitan dengan lokasi dan epilepsi umum (campuran 1 dan 2)
• Serangan neonatal
4. Epilepsi yang berkaitan dengan situasi
• Kejang demam
• Berkaitan dengan alcohol
• Berkaitan dengan obat-obatan
• Eklampsia
• Serangan yang berkaitan dengan pencetus spesifik (refleks epilepsi)
D. Gejala Klinik
1. Gejala kejang yang spesifik, tergantung pada jenis kejang. Jenis kejang pada
setiap pasien dapat bervariasi, namun cenderung sama.
2. Somatosensori atau motor fokal terjadi pada kejang kompleks parsial.
3. Kejang kompleks parsial terjadi gangguan kesadaran.
4. Kejang absens mempunyai efek yang ringan dengan gangguan kesadaran yang
singkat.
5. Kejang tonik-klonik umum mempunyai episode kejang yang lama dan terjadi
kehilangan kesadaran.
F. Penegakan diagnosis
1. EEG (electroencephalogram) sangat berguna dalam diagnosis berbagai macam
jenis epilepsi.
2. EEG mungkin normal pada beberapa pasien yang secara klinis masih terdiagnosis
epilepsi.
3. MRI (magnetic resonance imaging) sangat bermanfaat (khususnya dalam
menggambarkan lobus temporal), tetapi CTscan tidak membantu, kecuali dalam
evaluasi awal untuk tumor otak atau perdarahan serebral.
G. Patofisiologi

Otak terdiri dari sekian biliun sel neuron yang satu dengan lainnya saling
berhubungan. Hubungan antar neuron tersebut terjalin melalui impuls listrik dengan
bahan perantara kimiawi yang dikenal sebagai neurotransmiter. Dalam keadaan normal,
lalu-lintas impuls antar neuron berlangsung dengan baik dan lancar. Apabila mekanisme
yang mengatur lalu-lintas antar neuron menjadi kacau dikarenakan breaking system pada

15
otak terganggu maka neuron-neuron akan bereaksi secara abnormal. Neurotransmiter
yang berperan dalam mekanisme pengaturan ini adalah:
• Glutamat, yang merupakan brain’s excitatory neurotransmitter
• GABA (Gamma Aminobutyric Acid), yang bersifat sebagai brain’s inhibitory
neurotransmitter.
Epileptic seizure apapun jenisnya selalu disebabkan oleh transmisi impuls di area otak
yang tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadilah apa yang disebut sinkronisasi
dari impuls. Sinkronisasi ini dapat mengenai pada sekelompok kecil neuron atau
kelompok neuron yang lebih besar atau bahkan meliputi seluruh neuron di otak secara
serentak. Lokasi yang berbeda dari kelompok neuron yang ikut terkena dalam proses
sinkronisasi inilah yang secara klinik menimbulkan manifestasi yang berbeda dari jenis-
jenis serangan epilepsi. Secara teoritis faktor yang menyebabkan hal ini yaitu:
 Keadaan dimana fungsi neuron penghambat (inhibitorik) kerjanya kurang optimal
sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan, disebabkan
konsentrasi GABA yang kurang. Pada penderita epilepsi ternyata memang
mengandung konsentrasi GABA yang rendah di otaknya (lobus oksipitalis).
Hambatan oleh GABA ini dalam bentuk inhibisi potensial post sinaptik
• Keadaan dimana fungsi neuron eksitatorik berlebihan sehingga terjadi pelepasan
impuls epileptik yang berlebihan. Disini fungsi neuron penghambat normal tapi
sistem pencetus impuls (eksitatorik) yang terlalu kuat. Keadaan ini ditimbulkan
oleh meningkatnya konsentrasi glutamat di otak. Pada penderita epilepsi
didapatkan peningkatan kadar glutamat pada berbagai tempat di otak.
• Pada dasarnya otak yang normal itu sendiri juga mempunyai potensi untuk
mengadakan pelepasan abnormal impuls epileptik.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk timbulnya kejang sebenarnya ada tiga kejadian
yang saling terkait :
• Perlu adanya “pacemaker cells” yaitu kemampuan intrinsic dari sel untuk
menimbulkan bangkitan.
• Hilangnya “postsynaptic inhibitory controle” sel neuron.
• Perlunya sinkronisasi dari “epileptic discharge” yang timbul.
Area di otak dimana ditemukan sekelompok sel neuron yang abnormal, bermuatan listrik
berlebihan dan hipersinkron dikenal sebagai fokus epileptogenesis (fokus pembangkit
serangan kejang). Fokus epileptogenesis dari sekelompok neuron akan mempengaruhi

16
neuron sekitarnya untuk bersama dan serentak dalam waktu sesaat menimbulkan serangan
kejang.
Berbagai macam kelainan atau penyakit di otak (lesi serebral, trauma otak, stroke,
kelainan herediter dan lain-lain) sebagai fokus epileptogenesis dapat terganggu fungsi
neuronnya (eksitasi berlebihan dan inhibisi yang kurang) dan akan menimbulkan kejang
bila ada rangsangan pencetus seperti hipertermia, hipoksia, hipoglikemia, hiponatremia,
stimulus sensorik dan lain-lain.
Serangan epilepsi dimulai dengan meluasnya depolarisasi impuls dari fokus
epileptogenesis, mula-mula ke neuron sekitarnya lalu ke hemisfer sebelahnya, subkortek,
thalamus, batang otak dan seterusnya. Kemudian untuk bersama-sama dan serentak.
dalam waktu sesaat menimbulkan serangan kejang. Setelah meluasnya eksitasi selesai
dimulailah proses inhibisi di korteks serebri, thalamus dan ganglia basalis yang secara
intermiten menghambat discharge epileptiknya. Pada gambaran EEG dapat terlihat
sebagai perubahan dari polyspike menjadi spike and wave yang makin lama makin lambat
dan akhirnya berhenti. Dulu dianggap berhentinya serangan sebagai akibat terjadinya
exhaustion neuron. (karena kehabisan glukosa dan tertimbunnya asam laktat). Namun
ternyata serangan epilepsi bisa terhenti tanpa terjadinya neuronal exhaustion.
Pada keadaan tertentu (hipoglikemia otak, hipoksia otak, asidosis metabolik) depolarisasi
impuls dapat berlanjut terus sehingga menimbulkan aktivitas serangan yang
berkepanjangan disebut status epileptikus.

H. Pencegahan
Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah penyakit Epilepsi, seperti :
1. Infeksi pada masa kanak-kanak harus dikontrol dengan vaksinasi yang benar,
orang tua dengan anak yang pernah mengalami kejang demam harus
diinstruksikan pada metode untuk mengkontrol demam (kompres dingin, obat anti
peuretik).
2. Cidera kepala merupakan salah satu penyebab utama yang dapat dicegah, tindakan
pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga
mengembangkan pencegahan epilepsi akibat cidera kepala
3. Untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, pencegahan kejang
dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan secara bijaksana dan
memodifikasi daya hidup merupakan bagian dari rencana pencegahan ini
I. Perawatan

17
1. Pertolongan pertama pada kejang
Jangan panik apabila menemukan seseorang di sekitar Anda mengalami kejang. Berikut
ini adalah pertolongan pertama yang harus dilakukan bila seseorang di dekat Anda
mengalami kejang.
• Jangan takut, jangan panik, utamakan keselamatan dan bertindak tenang.
Pindahkan barang-barang berbahaya yang ada di dekat pasien. Jangan pindahkan
pasien kecuali berada dalam bahaya. Longgarkan kerah kemeja atau ikat pinggang
agar memudahkan pernafasan.
• Jangan masukkan apapun ke mulut pasien, atau benda keras di antara gigi karena
benda tersebut dapat melukai pasien.
• Bila pasien muntah atau mengeluarkan banyak liur, miringkan kepala pasien ke
salah satu sisi.
• Observasi kondisi kejang. Perhatikan keadaan kesadaran, warna wajah, posisi
mata, pergerakan keempat anggota gerak, dan suhu tubuh, waktu saat kejang
mulai dan berakhir, serta lamanya kejang.
• Tetap di samping pasien sampai keadaan pasien pulih sepenuhnya. Bila setelah
kejang berakhir tidak ada keluhan atau kelemahan, maka pasien dapat dikatakan
telah pulih. Namun bila pasien mengalami sakit kepala, terlihat kosong atau
mengantuk, biarkan pasien melanjutkan istirahatnya. Jangan mencoba memberi
stimulasi pada pasien jika keadaan pasien belum sepenuhnya sadar. Biarkan pasien
kembali pulih dengan tenang.
• Obat supositoria (0bat yang pemakaiannya dengan cara memasukkan melalui
lubang/ celah pada tubuh, umumnya melalui rectum/ anus) dapat diberikan untuk
menghentikan kejang.
J. Pengobatan
Obat anti epilepsi (OAE) dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu OAE generasi lama
dan generasi baru. OAE diperkirakan dapat mengontrol kejang pada 75% penderita.
Prinsip terapi OAE adalah untuk mendapatkan efek pengendalian kejang yang
semaksimal mungkin dengan efek samping yang minimal atau bahkan tanpa munculnya
efek samping
Pengobatan untuk epilepsi bersifat jangka panjang, didasarkan atas pemberian OAE yang
sebenarnya memiliki potensial toksik. Dengan demikian, setiap kali memutuskan untuk
memberikan OAE kepada penderita epilepsi, hal-hal berikut ini harus diperhatikan ialah
risk-benefit ratio yang harus selalu dievaluasi terus-menerus, penggunaan OAE harus

18
sehemat mungkin dan sedapat mungkin dalam jangka waktu yang lebih pendek, dan
memilih obat yang paling spesifik untuk jenis bangkitan yang akan diobati
1. Memulai Terapi Obat Anti Epilepsi (OAE).
Dalam strategi pengobatan epilepsi, untuk mencapai hasil terapi yang optimal
perlu diperhatikan ialah pengobatan awal harus dimulai dengan obat tunggal. Obat perlu
dimulai dengan dosis kecil dan dinaikkan secara bertahap sampai efek terapi tercapai atau
timbul efek samping yang tidak dapat ditoleransi lagi oleh pasien. Interval penyesuaian
dosis tergantung dari obat yang digunakan. Sebelum penggunaan obat kedua sebagai
pengganti, bila fasilitas laboratorium memungkinkan, sebaiknya kadar obat dalam plasma
diukur. Bila obat telah melebihi kadar terapi sedangkan efek terapi belum tercapai atau
efek toksik telah muncul maka penggunaan obat pengganti merupakan keharusan. Obat
pertama harus diturunkan secara bertahap untuk menghindarkan status epileptikus.
Bilamana dianggap perlu terapi kombinasi masih dibenarkan

2. Kombinasi terapi OAE


Kombinasi OAE dipakai apabila monoterapi telah dicoba. Apabila kombinasi dua
macam obat lini pertama tidak menolong, obat yang mempunyai efek lebih besar dan efek
samping lebih kecil tetap diteruskan, sementara obat yang lain diganti dengan obat dari
kelompok lini kedua. Apabila obat lini kedua tersebut efektif, dipertimbangkan untuk
menarik obat pertama. Sebaliknya, obat lini kedua tersebut harus dihentikan apabila
ternyata tidak juga efektif. Apabila upaya tersebut di atas gagal, kasus tersebut mungkin
tergolong dalam epilepsi refrakter, kasus epilepsi yang sulit disembuhkan. Berbagai obat
OAE dapat terus dicoba pada kasus itu, atau dipertimbangkan untuk tindakan bedah.
Penggantian OAE pertama dilakukan jika serangan terjadi kembali meskipun OAE
pertama sudah diberikan dengan dosis maksimal yang dapat ditoleransi, maka obat
antiepilepsi kedua harus segera dipilih dan jika terjadi reaksi obat pertama baik efek
samping, reaksi alergi ataupun efek merugikan lainnya yang tidak dapat ditoleransi
pasien.
Terapi dengan obat yang kedua harus dimulai dengan gambaran sebagai berikut:
pertama, dosis dari obat kedua harus dititrasi sampai pada rentang dosis yang
direkomendasikan. Obat yang pertama harus diturunkan secara bertahap selama 1-3
minggu. Setelah obat yang pertama diturunkan, dosis obat kedua (monoterapi) harus
dinaikkan sampai serangan terkontrol atau dengan efek samping yang minimal. Proses ini

19
harus dilanjutkan sampai monoterapi dengan dua atau tiga obat primer gagal. Setelah
proses tersebut dilakukan baru politerapi dipertimbangkan

Pembagian OAE
Mekanisme kerja obat antiepilepsi sendiri menghambat proses inisiasi dan
penyebaran kejang. Meskipun pada umumnya obat anti epilepsi lebih cendrung bersifat
membatasi proses penyebaran kejang dibandingkan proses inisiasi (letupan potensial aksi
frekuensi tinggi yang melibatkan peranan kanal ion Ca++ dan Na+ serta hiperpolarisasi
yang dimediasi oleh reseptor GABA atau kanal ion K+). Dengan demikian secara umum
ada dua mekanisme kerja yaitu peningkatan inhibisi (GABA nergik) dan penurunan
eksitasi yang kemudian memodifikasi konduksi ion: Na+, Ca+, K+, dan Cl- atau aktifitas
neurotransmitor
Obat-obat anti epilepsi lini pertama antara lain:
• Fenitoin : Fenitoin merupakan obat antiepilepsi non sedatif tertua yang dikenal
dengan difenilhidantoin (DPH). Mekanisme kerjanya menghambat kanal Na+.
Biasanya digunakan untuk kejang parsial dan tonik-klonik umum, dan pada akhir-
akhir ini efektif terhadap serangan primer atau sekunder.
Efek Samping : nistagmus, kehilangan kemampuan ekstraokular yang mengikuti
gerakan mata, diplopia, hiperplasia ginggiva dan hirsutisme, kulit dan muka
menjadi kasar,osteomalasia, megaloblastik anemia
Dosis : untuk dewasa dimulai dengan 100-200 mg/hari, dan untuk anak dimulai
dengan 5 mg/kg. Dosis pemeliharaan untuk dewasa adalah 100-300 mg-hari dan
untuk anak-anak adalah 4-8 mg/kg. Obat dapat diberikan 1-2 kali/hari. Kadar obat
efektif dalam serum berkisar antara 40-80 umol/L
 Fenobarbital : Obat epilepsi yang paling aman. Mekanisme kerja potensiasi efek
GABA pada GABA reseptor, banyak digunakan kejang pada bayi, tonik-klonik
umum (termasuk mioklonuse dan lena) bangkitan parsial.
Efek Samping : (pada anak) terjadi aktivitas hiperkinetik paradoks, sedasi,
nistagmus,ataxia, megaloblastik anemia
Dosis : Untuk dewasa diawali dengan 30 mg/hari, dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 30-180 mg/hari. Untuk anak, dosis pemeliharaan adalah 3-8 mg/hari
dan untuk neonatus berkisar antara 3-4 mg/hari. Obat diberikan 1-2 kali/hari.
Kadar efektif dalam serum berkisar antara 40-170 umol/L

20
 Karbamazepin : Pada awalnya dipasarkan untuk pengobatan neuralgia trigeminal
kini dapat digunakan untuk mengobati bangkitan parsial dan jenis tertentu
bangkitan umum. Mekanisme kerjanya menghambat kanal Na+
Efek Samping : Efek samping kardiovaskular paling sering terjadi pada pendeita
lanjut usia (lansia), efek samping dermatologik berupa ruam ringan (sekitar 3%).
sampai dermatitis eksfoliativa, nekrolisis epidermal toksika, systemic lupus
erythematosus, dan sindrom Steven-Johnson
Dosis : Dosis awal adalah 100 mg, diberikan pada malam hari. Dosis
pemeliharaan adalah antara 400-1600 mg/hari, dengan dosis maksimum 2400
mg/hari. Dosis pemeliharaan untuk anak adalah umur < 1 tahun 100-2000 mg; 1-5
tahun 200-400 mg; 5-10 tahun 400-600 mg; dan 10-15 tahun 600-1000 mg. Untuk
anak-anak dapat dipakai dosis sebagai berikut, 10-40 mg/kg/hari. Dosis
pemeliharaan individual secara optimal akan ditentukan oleh reaksi klinis; dengan
demikian perkembangan klinis harus diperhatikan secara teliti
 Klonazepam : Mekanisme kerja klonazepam pada GABA resptor . Biasanya
digunakan untuk absence, antiepilepsi yang paling kuat .Dapat pula pilihan untuk
mioklonus, dan sering digunakan pula untuk epilepsi umum maupun epilepsi
parsial Efek Samping : drowsy, letargy, inkoordinasi otot, dysatria, dizziness,
agresif, hiperaktif, iritable Dosis : Dosis awal adalah 0,25 mg/hari. Dosis
pemeliharaan antara 0,5- 4 mg (dewasa), 1 mg (anak di bawah 1 tahun), 1-2 mg
(anak 1-5 tahun), 1-3 mg (anak 5-12 tahun). Dosis yang lebih tinggi dapat
diberikan, bergantung pada keadaan klinis penderita. Klonazepam dapat diberikan
sekali sehari atau dua kali sehari
• Asam valproat : mekanisme kerjanya meliputi menghambat kanal Na,
menghambat kanal Ca, Menurunkan metabolisme GABA di Gabaergik neuron.
Digunakan untuk absence, kejang tonik-klonik (Katzung, 2008). Valproat
digunakan untuk mioklonus dan lena, sebagai drug of choice, dan juga untuk
bangkitan parsial, sindrom Lennox-Gastaut, sindrom epilepsi pada anak, dan
kejang demam
Efek Samping : mual, muntah, rasa terbakar di ulu hati, tremor halus pada dosis
tinggi, efek teratogenik pada ibu hamil yang mengkonsumsi obat ini
Dosis : Dosis awal adalah 400-500 mg/hari (dewasa), 20 mg/kg BB (anak < 20
kg), 40 mg/kg (anak > 20 kg). Dosis pemeliharaan adalah sebagai berikut: 500-

21
2500 mg/hari (dewasa), 20-40 mg/kg/hari (anak, 20 kg), 20-30 mg/kg/hari (anak
> 20 kg). Untuk anak tidak dianjurkan bentuk slow-release. Obat dapat diberikan
2-3 kali/hari
Obat-obat anti epilepsi lini kedua antara lain:
• Felbamat : Felbamat sempat ditarik dari pasaran di AS karena efek anemia
aplastik. Digunakan pada pasien kejang parsial
Efek Samping : insomnia, mual, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan,
lelah, ataksia, letargi, dan dizziness. Data klinik menunjukkan bahwa pemberian
felbamat dihentikan pada 12% penderita epilepsi dewasa karena efek samping
tersebut.
Dosis : Dosis awal adalah 1200 mg/hari (dewasa) dengan dosis terbagi 3 atau 4
dan kemudian dapat dinaikkan menjadi 2400-3600 mg/hari dalam waktu satu
minggu. Dosis pada anak adalah 15 mg/kg/hari. Dosis pemeliharaan antara 1200-
3600 mg/hari (dewasa) dan 45-80 mg/kg/hari (anak)
 Gabapentin : Gabapentin analog dengan GABA. Mekanisme kerjanya GABA
agonis sentral. Digunakan pada pasien kejang parsial dan kejang umum tonik
klonik dalam dosis tinggi (Katzung,2008). Tidak boleh digunakan pada anak
berusia kurang dari 12 tahun dan pada pasien yang memiliki gangguan fungsi
ginjal.
Efek Samping : Ataksia, pusing, sakit kepala, somnolen, tremor
Dosis : Dosis awal adalah 300 mg/hari, dosis pemeliharaan 900-4800 mg/hari.
Gabapentin dapat diberikan 2-3 kali/ hari. Dosis untuk anak adalah 15-30
mg/kg/hari. Dosis pemeliharaan invidual optimal ditentukan oleh perkembangan
klinis, dosis awal yang rendah dapat mengurangi kemungkinan ataksia atau rasa
mengantuk
 Lamotrigin : Mekanisme kerjanya melalui menghambat kanal Na+, Ca+ dan
mencegah pelepasan neurotransmiter glutamat dan aspartat. Digunakan pada
pasien bangkitan parsial, bangkitan lena dan mioklonik.
Efek Samping : Kulit kemerahan (bila kombinasi dengan valproat), pusing, sakit
kepala, diplopia dan somnolen, tidak boleh digunakan pada anak berusia kurang
dari 12 tahun .
Dosis : Dosis awal adalah 12,5-25 mg/hari; dosis pemeliharaan antara 100-200
mg, baik sebagai obat tunggal maupun kombinasi dengan valproat, 200-400 mg

22
bila dikombinasi dengan obat yang menginduksi enzim. Lamotrigin diberikan 2
kali sehari. Di samping itu, ada yang menyarankan bahwa bila lamotrigin
dikombinasikan dengan valproat maka dosisnya adalah 25 mg/hari selama 2
minggu kemudian 50 mg/hari selama 2 minggu, akhirnya dinaikkan secara
bertahap sampai 150 mg dua kali sehari. Bila dikombinasikan dengan
karbamazepin, fenitoin, fenobarbital atau pirimidon maka dosis awal lamotrigin
adalah 50 mg dua kali sehari, kemudian dinaikkan sampai 100-200 dua kali sehari.
Pada anak, bila dikombinasikan dengan valproat maka dosis awalnya adalah 0,5
mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan adalah 1-5 mg/kg/hari. Bila dikombinasikan
dengan karbamazepin, fenitoin, fenobarbital, atau pirinidon, maka dosis awalnya
adalah 2 mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan antara 5-15 mg/kg/hari. Sementara
itu, dosis pemeliharaan individual akan ditentukan oleh perkembangan klinis
penderita.
• Okskarbazepin : Obat yang masih berhubungan dekat dengan karbamazepin dan
digunakan untuk tipe kejang yang sama.
Efek Samping : Mirip dengan efek samping pada karbamazepin walaupun
frekuensi dan beratnya efek samping lebih rendah. Efek samping yang terkait
dengan dosis meliputi rasa lelah, nyeri kepala, dizziness, ataksia, peningkatan
berat badan, alopesia, nausea, dan gangguan gastro-
Dosis : Dosis awal adalah 600 mg/hari. Tingkat titrasi adalah 600 mg/minggu.
Dosis pemeliharaan yang biasa diberikan adalah 900-2400 mg/hari. Obat ini
diberikan 2 kali/hari
• Topiramat : Topiramat lebih dipilih untuk menolong penderita epilepsi yang
termasuk kualifikasi “berat” termasuk sindrom Lennox-Gastaut
Efek Samping : Meliputi ataksia, gangguan konsentrasi, bingung, dizziness, rasa
lelah, parastesia ekstremitas, mengantuk, gangguan memori, depresi, agitasi dan
kelambanan bicara
Dosis : Dosis awal adalah 25-50 mg/hari (dewasa), 0,5-1 mg/kg/hari (anak).
Dosis pemeliharaannya adalah 200-600 mg/hari (dewasa). dan 9-11 mg/kg/hari
(anak). OAE ini diberikan 2 kali/hari

23
DAFTAR PUSTAKA
1. Britton, Jeffrey W. 2002. Antiepileptic drug withdrawl : literatur review. Mayo
Clin Proc 77: 1378-1338.
2. Camfield, Peter R. Et al,. 2005. Antiepileptic drugs in chilhood epilepsy in
Current Management in Child Neurology, Third Edition . Bernard L. Maria,
BC Decker Inc : 148–150
3. Lahdjie, Nur Azizah. 2010. Hubungan kepatuhan pengobatan terhadap
kegagalan pengobatan epilepsi setelah 2 tahun pada pasien epilepsi di poli
saraf RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Skripsi. Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman. Samarinda.
4. Mathew, Joseph L. 2008. Tapering of anticonvulsant therapy in children.
EVIDENCE THAT IS UNDERSTANDABLE, RELEVANT, EXTENDIBLE,
CURRENT, AND APPRAISED (under IAP- RCPCH Collaboration). Indian
Pediatrics volume 45 : 845-848
5. Smith, Robert L. 2006. Withdrawing antiepileptic drugs from seizure-free
children. Australian Presciber volume 29 no 1 : 20.
6. Tennison, Michael et al,. 2011. Discontinuitating antiepileptic drugs in
children with epilepsy, a comparison of a six-week and a nine-month taper
period. The New England Journal of Medicine volume 330 no 220.

24
25

Anda mungkin juga menyukai