TINEA CORPORIS
Disusun Oleh:
Fitria Rahma N / G99141151
Pembimbing:
Dr. dr. Indah Julianto, Sp.KK (K)
STATUS RESPONSI
ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
Pembimbing
Nama Mahasiswa
No. Mahasiswa
: G99141151
TINEA CORPORIS
I.
DEFINISI
Dermatofita
berkemampuan
menginfeksi
struktur
kulit
yang
berdasarkan
jaringan
utama
yang
terlibat,
yaitu
EPIDEMIOLOGI
PATOGENESIS
Jamur dermatofita dapat tumbuh dan bertahan hidup pada stratum
korneum epidermis manusia, yang merupakan sumber nutrisi bagi dermatofita dan
media pertumbuhan mycelia jamur. Tumbuhnya jamur pada kulit bergantung pada
faktor host dan juga adaptasi jamur terhadap kondisi kulit. Infeksi dimulai dengan
adanya deposisi arthrospora atau hifa pada permukaan keratinosit. Infeksi
dermatofita mencakup tiga tahap penting antaralain perlekatan ke keratinosit kulit
(adherence), penetrasi ke dalam sel (penetration), dan pembentukan respon host
(host response).3,4
1. Perlekatan ke keratinosit kulit (adherence)
Antigen pada permukaan jamur akan dikenali dan dipresentasikan oleh sel
Langerhans pada limfosit T di nodus limfe lokal. Limfosit T berproliferasi
menjadi T helper 1 (Th1) dan bermigrasi ke area yang terinfeksi. Th1
mensekresikan sitokin pro-inflamasi yaitu interferon (IF- ). Berbagai proses
inflamasi ini akan menyebabkan peningkatan permeabilitas epidermis terhadap
transferin dan migrasi sel. Transferin berfungsi untuk mencegah pertumbuhan
jamur dengan cara mengikat hifa dan menurunkan ketersediaan zat besi yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan jamur.4
Secara umum, spesies zoofilik menimbulkan proses inflamasi yang
lebih akut tetapi dapat sembuh secara spontan dan resisten terhadap reinfeksi.
Sedangkan spesies antropofilik menyebabkan proses yang lebih kronis dengan
rendahnya resistensi terhadap timbulnya infeksi berikutnya.4
V.
GEJALA KLINIS
Lesi klasik yang sering muncul pada tinea corporis adalah adanya lesi
anular, dengan tepi eritem agak meninggi, berbatas tegas karena terjadi konfluensi
beberapa lesi. Lesi nampak eritem dengan skuama, kadang dengan papul dan
vesikel di tepi. Daerah tengah biasanya lebih tenang (central healing). Kadang
terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Pada tinea corporis yang menahun, tandatanda radang aktif biasanya tidak terlihat lagi.1,2,3,6
VI.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Diagnosis tinea corporis dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan
laboratorium. Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis
terdiri atas pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan kultur.
Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan
klinis yang berupa kerokan kulit. Bahan untuk pemeriksaan mikologik diambil
dan dikumpulkan sebagai berikut: terlebih dahulu tempat kelainan dibersihkan
dengan spiritus 70%, kemudian dari bagian tepi kelainan sampai dengan bagian
sedikit di luar kelainan sisik kulit dan kulit dikerok dengan pisau tumpul steril.1
Pemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan dengan mikroskop, mulamula dengan pembesaran 10x10, kemudian dengan pembesaran 10x45.
Pemeriksaan dengan pembesaran 10x100 biasanya tidak diperlukan.1
dengan
pembiakan
diperlukan
untuk
menyokong
pemeriksaan langsung dengan sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan.
Pembiakan dilakukan pada medium agar Sabouraud karena dianggap merupakan
media yang paling baik untuk pertumbuhan jamur. Media ini dibubuhi antibiotik
kloramfenikol
atau
ditambah
pula
klorheksimid
untuk
menghindarkan
kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan. Media ini lalu disimpan pada
suhu kamar. Spesies jamur ditentukan oleh sifat koloni, hifa, dan spora yang
dibentuk.1
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis tinea corporis ditegakkan berdasarkan anamnesis, manifestasi
klinik, lokalisasi, kultur, serta pemeriksaan kerokan kulit dari tepi lesi dengan
mikroskop langsung menggunakan larutan KOH 10% untuk melihat hifa atau
spora jamur.7
Dari anamnesis biasanya pasien mengeluh gatal pada bagian perut,
punggung, daerah lipat paha, lipat perineum, bokong, dan di sekitar genitalia.
Ruam kulit dapat berbatas tegas, eritematosa, dan bersisik. Gatal dirasakan
bertambah bila pasien berkeringat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan efloresensi
yaitu berupa makula eritematosa numular sampai geografis, berbatas tegas dengan
tepi lebih aktif terdiri dari papula atau pustula. Pada perjalanan penyakit yang
kronik dapat dijumpai makula hiperpigmentasi dengan skuama di atasnya.8
Sediaan dapat diambil dari bagian tepi kelainan sampai dengan bagian
sedikit di luar kelainan sisik kulit, dengan cara dikerok atau disikat menggunakan
pisau tumpul steril, kemudian diletakkan pada medium dermatofita. Untuk
melihat elemen jamur lebih nyata, dapat ditambahkan zat warna pada sediaan
KOH, misalnya tinta parker superchrome blue black.1,7 Hasil positif menunjukkan
gambaran hifa bersekat pada mikroskop.
Pemeriksaan dengan kultur diperlukan untuk menyokong pemeriksaan
langsung sedian basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan. Medium yang
dianggap paling baik pada saat ini adalah medium agar dekstrosa Sabouraud.
Kloramfenikol ditambahkan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan
cycloheximide untuk menghambat pertumbuhan jamur saprofit.7
VIII. DIAGNOSIS BANDING3,5
1.
Eritrasma5
Eritrasma merupakan suatu infeksi dangkal kronik yang biasanya
menyerang daerah yang banyak berkeringat.
Penyebabnya adalah Corynebacterium minutissimum.
Dimulai dengan daerah eritema miliar, selanjutnya meluas ke seluruh
region, menjadi merah, terasa panas seperti habis terkena cabai.
Penyinaran dengan sinar Wood memperlihatkan fluoresensi warna merah
2.
bata.
Kandidiasis5
Pasien mengeluh rasa gatal yang hebat disertai rasa panas seperti terbakar,
terkadang juga nyeri jika ada infeksi sekunder
Lokasi biasanya terdapat di bokong sekitar anus, lipat ketiak, lipat paha,
lipat bawah payudara, sekitar umbilicus, garis-garis kaki dan tangan. Kuku.
permukaannya basah.
Psoriasis5
Dimulai dengan macula dan papula eritematosa dengan ukuran lentikular
sampai nummular, menyebar secara sentrifugal
Lokasi biasanya pada siku, lutut, kulit kepala, telapak kaki dan tangan,
punggung, tungkai atas dan bawah, serta kuku.
Efloresensi berupa macula eritematosa yang besarnya bervariasi dari miliar
sampai nummular, dengan gambaran yang beraneka ragam, dapat arsinar,
sirsinar, polisiklis, dan geografis. Macula ini berbatas tegas, ditutupi oleh
skuama yang kasar berwarna putih mengkilat. Jika skuama digores dengan
benda tajam menunjukkan tanda tetesan lilin. Jika penggoresan diteruskan
maka akan timbul titik-titik perdarahan yang disebut sebagai Auspitz sign.
Dapat pula menunjukkan fenomena Koebner atau reaksi isomorfik, yaitu
timbul lesi-lesi psoriasis pada bekas trauma atau garukan.
IX.
PENATALAKSANAAN
1.
Non medikamentosa1
a. Menghilangkan faktor predisposisi dan pencetus
1) Menjaga kulit agar tetap bersih dan kering
2) Mandi secara teratur dengan air bersih
3) Memakai pakaian yang kering, bersih, dan menyerap keringat,
misalnya yang berbahan katun dan tidak terlalu tebal atau ketat
b. Menghilangkan sumber penularan
1) Melarang pasien menggaruk lesi
2) Memotong kuku agar tetap pendek
Medikamentosa
Terapi medikamentosa tinea corporis melibatkan terapi topikal maupun
sistemik. Pada tinea corporis dengan lesi terbatas, cukup diberikan obat
topikal. Lama pengobatan bervariasi antara satu hingga empat minggu
bergantung pada jenis obat. Obat oral atau kombinasi obat oral dan topikal
diperlukan pada tinea corporis yang luas, kronik rekurens, atau tidak berespon
pada pengobatan topikal.3
Pada keadaan inflamasi menonjol dan dengan rasa gatal berat, kombinasi
antimikotik dengan kortikosteroid jangka pendek akan mempercepat perbaikan
klinis dan mengurangi keluhan pasien.
a.
Obat topikal3
Pengobatan topikal merupakan pilihan utama. Efektivitas obat
topikal dipengaruhi oleh mekanisme kerja, viskositas, hidrofobisitas dan
asidisitas formulasi obat tersebut. Variasi obat topikal dapat berupa krim,
gel, lotion, dan formulasi sampo.
Agen antimikotik utama yang digunakan untuk mengatasi masalah
tinea corporis adalah obat-obat derivat azole (mikonazol, ketokenazol,
tiokonazol) dan alilalamin (terbinafin, naftifin).
memiliki efektivitas obat yang tinggi. Pemberian obat dianjurkan satu atau
dua kali sehari selama dua hingga empat minggu atau sampai hasil kultur
negatif. Selanjutnya dianjurkan juga untuk meneruskan pengobatan selama
tujuh hingga sepuluh hari setelah penyembuhan klinis dan mikologis
dengan maksud untuk mengurangi kekambuhan.
Infeksi sekunder juga dapat terjadi pada tinea corporis. Apabila
ditemukan kondisi ini, dapat dilakukan pemberian obat dengan kombinasi
antimikotik dan antibiotik. Beberapa agen topikal juga memiliki campuran
kandungan anti-inflamasi unutuk mengatasi inflamasi akut pada tinea
corporis.
1) Konvensional9
dermatofitosis
Tidak efektif terhadap kandida
Reaksi alergi atau toksik belumpernah dilaporkan
Tersedia dalam bentuk krim, gel, bubuk, cairan aerososl atau
b) Haloprogin
Antijamur sintetik berbentuk kristal putih kekuningan
Larut dalam alkohol, tidak larut air
Efektif terhadap dermatofita, Malassezia furfur, dan Kandida
Dapat timbul iritasi, rasa terbakar, vesikulasi, meluasnya maserasi
dan sensitisasi
Tersedia dalam bentuk krim dengan kadar 1%
c) Derivat Imidazole (mikonazole, tiokonazole, ketokonazole)
d) Siklopiroksolamin
Antijamur topical berspektrum luas
Untuk dermatofitosis, kandidiasis, dan tinea versikolor
Tersedia dalam bentuk krim 1%
Iritasi jarang terjadi
e) Derivat alilamin (naftifinl, terbinafin)
Obat sistemik3
b.
Griseofulvin
Merupakan obat sistemik pilihan pertama. Griseofulvin adalah
suatu antibiotika fungistatik yang dibuat dari biakan spesies
penisillium. Griseofulvin diserap lebih cepat oleh saluran pencernaan
apabila
diberi
bersama-sama
dengan
makanan
yang
banyak
mengandung lemak, tetapi absorpsi total setelah 24 jam tetap dan tidak
dipengaruhi apakah griseofulvin diminum bersamaan waktu makan
atau diantara waktu makan. Pemantauan berkala terhadap fungsi ginjal,
hepar, dan hemopoiesis perlu dilakukan pada pengkonsumsian jangka
lama.
Itrakonazol
Berkhasiat
fungistatik
luas
terhadap
dermatofita
dengan
3)
Ketokonazol
Digunakan untuk mengobati tinea corporis yang resisten terhadap
griseofulvin atau terapi topikal. Bersifat fungistatik dan fungisidal
(dosis tinggi).
Anak-anak : 3 mg/kg BB/hari
Dewasa : 200 mg/hari selama 2 minggu
4)
Flukonazol
Resorpsinya dari saluran pencernaan baik dan cepat. Toksisitas rendah,
tidak bersifat hepatotoksik dan tidak menekan sintesis steroid adrenal.
Berkhasiat fungistatik luas terhadap dermatofita dengan menghambat
enzim lanosterol 14- demethyilase sehingga terjadi defisiensi
ergosterol.
Dewasa : 150-300 mg/minggu selama 2 sampai 4 minggu
5)
Terbinafine
Bersifat fungistatik dengan menghambat enzim squalene
epoxidase untuk produksi ergosterol dan juga fungisid dengan
menghambat akumulasi squalene.
Anak-anak : 3-6 mg/kg BB/hari selama 2 minggu
PROGNOSIS
Dengan tatalaksana yang benar, tinea corporis akan menunjukkan
prognosis yang baik. Menghilangkan sumber penularan penting dilakukan untuk
mencegah reinfeksi dan penyebaran lebih lanjut.1,2,3,6
DAFTAR PUSTAKA
1. Budimulja U. 2005. Mikosis. Dalam: Djuana, A., (ed). Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal: 90-7
2. Mansjoer A., et al. 2000. Mikosis Superfisialis. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran.
Jakarta: Penerbit Media Aesculapius. Hal: 93-9
3.
Trimulya.,
2003.
Mikosis
Superfisialis.
http://library.usu.ac.id/download/fkg/fkg-trelia1.pdf
7. Shy, Rosemary. 2007. Pediatrics in Review: Tinea Corporis and Tinea Capitis.
http://pedsinreview.aappublications.org/misc/terms.dtl
8. Siregar, R S. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC. Hal: 29
31
9. Institute for International Cooperation in Animal Biologics. Dermatophytosis
[online].
2005
[cited
2011
April
13].
Available
from:
URL:
www.cfsph.iastate.edu/Factsheets/pdfs/dermatophytosis.pdf
10. Hainer BL. Dermatophyte infections. American Family Physician 2003; 67: 103,5.
11. Thomas B. Clear choices in managing epidermal tinea infections. The Journal of
Family Practice 2003; 52(11): 853-4.
LAPORAN KASUS
TINEA CORPORIS
A. ANAMNESIS
1. Identitas Penderita
Nama
: Ny. SH
Umur
: 50 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Plupuh, Sragen
Pekerjaan
Tanggal pemeriksaan
: 21 November 2014
No RM
: 0127726
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Tanda vital
: Tensi
: 130/80 mmHg
Respirasi
: 18x/menit
Suhu
: afebril
Nadi
: 80 x/menit
Kepala
: Mesocephal
Mata
Hidung
Mulut
Telinga
Leher
Thorax
: Retraksi (-)
Abdomen
Inguinal
Genital
Gluteal
Ekstremitas superior
Ekstremitas inferior
C. DIFFERENSIAL DIAGNOSIS
1. Tinea corporis
2. Kandidiasis kutis
3. Dermatitis seboroik
4. Pitiriasis rosea
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kerokan kulit daerah lesi dengan KOH 10% : ditemukan hifa jamur
bersekat
.
E. DIAGNOSIS KERJA
1. Tinea corporis
F.
PENGOBATAN
1. Medikamentosa
R/ Ketokonazol tab mg 200 No. XIV
S 1 dd tab I
R/ Miconazole 2% cream tube no. I
S 2 dd ue
R/ Cetirizine tab
S 1-0-0
2. Non medikamentosa
G. PROGNOSIS
Ad vitam
Ad Sanam
: bonam
: bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad kosmetikum : bonam