PENDAHULUAN
Ulkus Kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya
infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea
yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma.1,2
Insidensi ulkus kornea bervariasi diseluruh dunia, berhubungan dengan
populasi pasien, lokasi geografis, dan iklim. Di Indonesia, Insiden ulkus kornea
tahun 2013 adalah 5,5 persen dengan prevalensi tertinggi di Bali (11,0%).
Prevalensi kekeruhan kornea yang tinggi pada kelompok pekerjaan petani/
nelayan/ buruh mungkin berkaitan dengan riwayat trauma mekanik atau
kecelakaan kerja pada mata, mengingat pemakaian alat pelindung diri saat bekerja
belum optimal dilaksanakan diIndonesia.3
Staphylococcus aureus dan Aspergillus spp adalah penyebab paling umum
terjadinya ulkus kornea infeksius di negara berkembang sedangkan penyebab
ulkus kornea non-infeksius terbanyak adalah autoimun.1,2
Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan
dan gangguan penglihatan diseluruh dunia. Ulkus kornea yang luas memerlukan
penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya
komplikasi berupa perforasi, endoftalmitis, cumhipopion, prolapse iris, sikatrik
kornea, katarak dan glaucoma sekunder.1,2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Ulkus Kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya
infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea
yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Terbentuknya ulkus pada kornea
mungkin banyak ditemukan oleh adanya kolagenase oleh sel epitel baru dan
sel radang. Ulkus biasa dalam keadaan steril (tidak terinfeksi mikroorganisme)
ataupun terinfeksi. Ulkus terbentuk oleh karena adanya infiltrat yaitu proses
respon imun yang menyebabkan akumulasi sel-sel atau cairan di bagian kornea.1,2
2
Gambar 2.1 Anatomi kornea
Secara histologis, kornea terdiri lima lapis yaitu, yaitu sebagai berikut
(Gambar 2.2): 5
a. Epitelium
Epitel kornea tersusun oleh sel epitel skuamous bertingkat, dan sebagai
penyumbang ketebalan kornea 5-10%. Secara optik, sel epitel dan tear film
membentuk suatu permukaan halus. Ikatan erat diantara sel-sel epitelial
superfisial ini berguna untuk mencegah masuknya cairan air mata ke dalam
stroma. Proliferasi sel-sel epitelial basal di perilimbal secara terus-menerus
(limbal stem cells) memungkinkan lapisan lain untuk berdiferensiasi menjadi
sel superfisial. Sel yang matang terbungkus oleh mikrovili pada lapisan
luarnya dan kemudian terjadi deskuamasi menjadi air mata. Proses ini
berlangsung 7-14 hari. Sel-sel epitelial basal akan terus berproduksi,
ketebalan membran basement 50-nm, mengandung kolagen tipe IV,
laminin, dan protein lain. Kejernihan kornea tergantung pada ikatan antara
3
selsel epitel agar membentuk lapisan yang mendekati refraksi indeks dan
minimal light scattering.
b. Membrana bowman
Membrana bowman merupakan suatu lapisan superfisial bersifat aseluler,
terbentuk dari fibril kolagen. Ketebalannya 12 μm. Lapisan ini bukan lapisan
membrana elastis sebenarya, tetapi merupakan bagian dari stroma. Fungsinya
sebagai resistensi infeksi. Sekali rusak, tidak terjadi regenerasi.
c. Stroma (subtansia propria)
Sel-sel stroma tersusun teratur dengan ketebalan 0.5 mm dan berkontribusi
sebagai lapisan yang paling tebal, yakni 90% dari seluruh ketebalan kornea.
Kepadatan stroma akan terus menurun disebabkan pertambahan usia,
manipulasi tindakan bedah refraksi yang melibatkan kornea atau trauma,
dan biasanya penyembuhan akan meninggalkan sisa.
Stroma kornea terdiri dari matriks ekstraseluler yang berasal dari kolagen dan
proteoglikan. Kolagen fibril tipe 1 dan tipe 4 saling berkaitan oleh kolagen
filamen tipe IV. Proteoglikan mayor kornea sentral disebut decorin (ada
hubungan dengan dermatan sulfat) dan 10lumican (berhubungan dengan
keratan sulfat). Konsentrasi dan rasio proteoglikan dari anterior hingga
posterior sangat bervariasi. Stroma posterior lebih “wetter” daripada anterior
(berat kering 3.85 mg H20/mg versus 3.04). Mengandung protein water
soluble, analog dengan kristalin lensa, disekresikan oleh keratosit, dan
mengandung sel-sel epitel untuk mempertahankan properti optikal kornea.
Lamela anterior stroma pendek, lembar pembatasnya meluas terjalin antara
lapisan, dimana stroma posterior lebih panjang, tebal, meluas dari limbus
ke limbus dengan ikatan interlamelar longgar. Kornea manusia mempunyai
sedikit elastisitas dan bisa meregang hanya 0.25% pada tekanan intra okuli
normal.
Rangkaian lattice fibril kolagen menempel pada matriks ekstraseluler juga
bertanggung jawab untuk transparansi kornea. Pola ini berperan sebagai
difraksi untuk mengurangi scattering light. Scattering lebih berat pada
bagian anterior, menghasilkan indeks refraksi tinggi yaitu 1.401 dioptri di
4
epitelium, menjadi 1.380 dioptri di stroma, dan 1.373 dioptri pada bagian
posterior. Kornea bersifat transparan dikarenakan elemen lattice lebih kecil
dari panjang gelombang cahaya yang visibel.
Selain itu, transparansi juga tergantung kadar air di dalam stroma
korneasekitar 78%. Hidrasi kornea dipengaruhi oleh lapisan epitel intak, barier
endotel, dan fungsi pompa endotel, berhubungan dengan sistem transpor ion,
dikendalikan oleh enzim-tergantung suhu seperti Na+, K+-ATPase.
Sebaliknya, stromal glikosaminoglikan cenderung bergerak ke luar,
menyebabkan swelling pressure (SP). Tekanan intra okuli (intra ocular
pressure = IOP) menekan kornea, secara keseluruhan tekanan imbibisi
stromal kornea ditetapkan sebagai IOP-SP. Daya osmotik transedotelial
dihitung dengan menambahkan tekanan imbibisi dan gradien elektrolit oleh
kanal transpor epitelial. Hidrasi kornea bervariasi dari anterior ke posterior,
konsentrasi lebih wetter pada bagian yang mendekati endotelium.
d. Membrana desemet
Lapisan desemet adalah membrane basemen dari endotel kornea.
Ketebalannya meningkat dari sejak lahir 3 μm hingga dewasa 10-12 μm,
sebagai hasil dari pemecahan endotel di bagian posteriornya.
Lapisan ini merupakan lapisan homogen yang paling kuat, sangat resisten
terhadap agen kimia, trauma, dan proses patologis. Terdiri dari kolagen dan
proteoglikan, tetapi membran ini bisa mengalami regenerasi.
e. Endotelium
Lapisan endotel tersusun oleh ikatan sel-sel yang membentuk pola mosaik
dan sebagian besar berbentuk heksagonal. Sel endotel manusia tidak
berproliferasi secara in vivo, tetapi sel dapat membelah untuk
mempertahankan jumlahnya. Meskipun beberapa bukti menunjukkan bahwa
stem sel endotel ornea perifer, kepadatannya terus menurun sesuai usia. Sel
yang berkurang menyebabkan sel lain mengalami pembesaran dan
menggantikan posisi sel sekitarnya untuk menutup area defek, terutama
yang disebabkan trauma dan operasi. Konsentrasi normal kepadatan sel
endotel antara 2000-3000 sel/mm2. Endotel kornea mempertahankan
5
kejernihan kornea melalui 2 fungsi : berperan sebagai barier akuos humor
dan mempertahankan pompa metabolik. Peningkatan permeabilitas dan
insufisiensi pompa terjadi jika kepadatan sel endotel berkurang, secara
klinis kepadatan sel endotel tidak absolut menyebabkan edema kornea.
Perubahan endotel yang bersifat reversibel contohnya pseudogutata, dan
permanen contohnya korneal gutata.
2.3. Epidemiologi
Epidemiologi ulkus kornea bervariasi diseluruh dunia, berhubungan dengan
populasi pasien, lokasi geografis, dan iklim. Staphylococcus aureus dan
Aspergillus spp adalah penyebab paling umum terjadinya ulkus kornea infeksius
di negara berkembang sedangkan penyebab ulkus kornea non-infeksius terbanyak
adalah autoimun. Angka kejadian ulkus kornea infeksius maupun non-infeksius
terbanyak pada jenis kelamin laki-laki. Usia penderita ulkus kornea infeksius
terbanyak adalah orang yang berusia 40 – 60 tahun, dan pada sebuah penelitian
di India menunjukan 65% kasus ulkus non-infeksius terbanyak terjadi pada
rentang usia 18 – 45 tahun. Di Indonesia, Insiden ulkus kornea tahun 2013 adalah
5,5 persen dengan prevalensi tertinggi di Bali (11,0%), diikuti oleh DIYogyakarta
(10,2%) dan Sulawesi Selatan (9,4%). Prevalensi kekeruhan kornea terendah
dilaporkan di Papua Barat (2,0%) diikuti DKI Jakarta (3,1%). Prevalensi
6
kekeruhan kornea pada laki‐laki cenderung sedikit lebih tinggi dibanding
prevalensi pada perempuan. Prevalensi kekeruhan kornea yang paling tinggi
(13,6%) ditemukan pada kelompok responden yang tidak sekolah. Petani/
nelayan/ buruh mempunyai prevalensi kekeruhan kornea tertinggi (9,7%)
disbanding kelompok pekerja lainnya. Prevalensi kekeruhan kornea yang tinggi
pada kelompok pekerjaan petani/ nelayan/ buruh mungkin berkaitan dengan
riwayat trauma mekanik atau kecelakaan kerja pada mata, mengingat pemakaian
alat pelindung diri saat bekerja belum optimal dilaksanakan di Indonesia. Faktor
predisposisi terbanyak pada ulkus kornea baik infeksius dan non-infeksius
adalah trauma mata. Trauma mata banyak terjadi akibat benda asing salah
satunya adalah bahan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan oleh karena itu ulkus
infeksius banyak dialami pada orang yang bekerja di sektor pertanian. Salah
satu ulkus kornea non-infeksius yaitu ulkus Mooren banyak dialami pada
orang yang bekerja sebagai petani. Ulkus kornea infeksius dan non-infeksius
lebih banyak terjadi di daerah rural atau pedesaan dibanding dengan daerah
urban atau perkotaan.3,6
2.4. Etiologi
Ulkus kornea dapat terjadi disebabkan oleh infeksi dan non-infeksi
(Gambar 2.3), yaitu:7,8
1. Infeksi
a. Bakteri : flora normal tubuh dapat menyebabkan ulkus kornea adalah
streptokokus pneumoniae, sedangkan bakteri lain menimbulkan
ulkus kornea terbanyak yaitu; Gram positive cocci Staphylococcus
epidermidis, Gram positive bacilli Corynebacterium, Gram negative
bacilli Pseudomonas.
b. Virus : herpes simplek, zooster, variola.
c. Jamur : golongan kandida, fusarium, aspergilus, sefalosporium.
d. Parasit : Acanthamoeba
7
Gambar 2.3 Kasus Infeksi Penyebab Terbanyak Pada Kultur Yang
Menyebabkan Ulkus Kornea
2. Non Infeksi
a. Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung pH;
b. Radiasi atau suhu;
c. Sindrom Sjorgen;
d. Defisiensi vitamin A;
e. Obat-obatan (kortikosteroid, idoxiuridine, anestesi topikal,
immunosupresif)
f. Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma;
g. Pajanan (exposur)
8
h. Neurotropik
i. Reaksi hipersensifitas : Reaksi terhadap stapilokokus (ulkus marginal),
TBC (keratokonjungtivitis flikten), alergen tak diketahui (ulkus cincin)
2.6. Patogenesis
Kornea adalah jaringan yang avaskuler, hal ini menyebabkan
pertahanan pada waktu peradangan tak dapat segera datang seperti pada
jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi, terjadi 4 jalur progresi
pada ulkus kornea yaitu infiltrasi progresif, ulserasi, regresi dan pembentukkan
sikatrik (Gambar 2.4). Dengan adanya defek atau trauma pada kornea,
maka badan kornea, wandering cells, dan sel-sel lain yang terdapat pada
stroma kornea segera bekerja sebagai makrofag, kemudian disusul dengan dilatasi
pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak sebagai injeksi di perikornea.
Proses selanjutnya adalah terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuklear, sel plasma,
leukosit polimorfonuklear, yang mengakibatkan timbulnya infiltrat yang
tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas tak jelas dan
9
permukaan tidak licin. Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel, infiltrasi,
peradangan dan terjadilah ulkus kornea. Ulkus kornea dapat menyebar ke
permukaan atau masuk ke dalam stroma. Kalau terjadi peradangan yang hebat,
tetapi belum ada perforasi ulkus, maka toksin dari peradangan kornea dapat
sampai ke iris dan badan siliar dengan melalui membrana Descemet, endotel
kornea dan akhirnya ke camera oculi anterior (COA). Dengan demikian iris
dan badan siliar meradang dan timbullah kekeruhan di cairan COA disusul
dengan terbentuknya hipopion (pus di dalam COA). Hipopion ini steril, tidak
mengandung kuman. Karena kornea pada ulkus menipis, tekanan intra okuler
dapat menonjol ke luar dan disebut keratektasi. Bila peradangan terus
mendalam, tetapi tidak mengenai membrana Descemet dapat timbul tonjolan
pada membrana tersebut yang disebut Descemetocele atau mata lalat. Bila
peradangan hanya di permukaan saja, dengan pengobatan yang baik dapat
sembuh dengan tidak meninggalakan sikatrik. Pada peradangan yang dalam
penyembuhan berakhir dengan terbentuknya sikatrik, yang dapat berbentuk
nebula yaitu bercak seperti awan yang hanya dapat dilihat di kamar gelap dengan
cahaya buatan, makula yaitu bercak putih yang tampak jelas di kamar terang,
dan leukoma yaitu bercak putih seperti porselen yang tampak dari jarak
jauh. Bila ulkus lebih dalam lagi bisa mengakibatkan terjadinya perforasi.
Adanya perforasi membahayakan mata oleh karena timbul hubungan langsung
dari bagian dalam mata dengan dunia luar sehingga kuman dapat masuk ke dalam
mata dan menyebabkan timbulnya endoftalmitis, panoftalmitis dan berakhir
dengan ptisis bulbi. Dengan terjadinya perforasi cairan COA dapat mengalir
ke luar dan iris mengikuti gerakan ini ke depan sehingga iris melekat pada
luka kornea yang perforasi dan disebut sinekia anterior atau iris dapat
menonjol ke luar melalui lubang perforasi tersebut dan disebut iris prolaps
yang menyumbat fistel.2,9
10
Gambar 2.4 Patogenesis ulkus kornea
2.7. Klasifikasi
Ulkus kornea dibedakan menjadi dua berdasarkan letaknya yaitu ulkus
kornea sentral dan marginal, sebagai berikut:3,6
1. Ulkus kornea sentral, meliputi :
a. Ulkus kornea oleh bakteri
Bakteri yang ditemukan pada hasil kultur ulkus dari kornea yang tidak ada
faktor pencetusnya adalah : Streptokokus pneumonia, Streptokokus alfa
hemolitik, Pseudomonas aeroginosa, Klebsiella Pneumonia, Spesies
Moraksella
Sedangkan dari ulkus kornea yang ada faktor pencetusnya adalah
bakteri patogen opportunistik yang biasa ditemukan di kelopak mata,
kulit, periokular, sakus konjungtiva, atau rongga hidung yang pada
keadaan sistem barier kornea normal tidak menimbulkan infeksi. Bakteri
pada kelompok ini adalah : Stafilokukkus epidermidis, Streptokokok Beta
Hemolitik, Proteus.
Ulkus kornea oleh bakteri Streptokokok
Bakteri kelompok ini yang sering dijumpai pada kultur dari
infeksi ulkus kornea antara lain : Streptokok pneumonia
(pneumokok), Streptokok viridans (streptokok alfa hemolitik,
Streptokok pyogenes (streptokok beta hemolitik), Streptokok faecalis
11
(streptokok non-hemolitik). Walaupun streptokok pneumonia
adalah penyebab yang biasa terdapat pada keratitis bakterial,
akhir-akhir ini prevalensinya banyak digantikan oleh stafilokokus
dan pseudomonas. Ulkus oleh streptokokus viridans lebih sering
ditemukan mungkin disebabkan karena pneumokok adalah penghuni
flora normal saluran pernafasan, sehingga terdapat semacam
kekebalan. Streptokok pyogenes walaupun seringkali merupakan
bakteri patogen untuk bagian tubuh yang lain, kuman ini jarang
menyebabkan infeksi kornea. Ulkus oleh streptokok faecalis
didapatkan pada kornea yang ada faktor pencetusnya. Gambaran
Klinis ulkus kornea oleh bakteri Streptokokus : Ulkus berwarna
kuning keabu-abuan, berbentuk cakram dengan tepi ulkus
menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan
perforasi kornea, karen aeksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok
pneumonia. Pengobatan : Sefazolin, Basitrasin dalam bentuk
tetes, injeksi subkonjungtiva dan intra vena
Ulkus kornea oleh bakteri Stafilokokkus
Infeksi oleh Stafilokokus paling sering ditemukan. Dari 3 spesies
stafilokokus Aureus, Epidermidis dan Saprofitikus, infeksi oleh
Stafilokokus Aureus adalah yang paling berat, dapat dalam
bentuk: infeksi ulkus kornea sentral, infeksi ulkus marginal,
infeksi ulkus alergi (toksik). Infeksi ulkus kornea oleh Stafilokokus
Epidermidis biasanya terjadi bila ada faktor pencetus sebelumnya
seperti keratopati bulosa, infeksi herpes simpleks dan lensa
kontak yang telah lama digunakan. Gambaran Klinis Ulkus
kornea oleh bakteri Stafilokokkus : pada awalnya berupa ulkus
yang berwarna putih kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas
tepat dibawah defek epithel. Apabila tidak diobati secara
adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai oedema stroma
dan infiltrasi sel lekosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus
sering kali indolen yaitu reaksi radangnya minimal. Infeksi
12
kornea marginal biasanya bebas kuman dan disebabkan oleh
reaksi hipersensitivitas terhadap Stafilokokus Aureus.
Ulkus kornea oleh bakteri Pseudomonas
Berbeda dengan ulkus kornea sebelumnya, pada ulkus
pseudomonas bakteri ini ditemukan dalam jumlah yang sedikit
(Gambar 2.5). Bakteri pseudomonas bersifat aerob obligat dan
menghasilkan eksotoksin yang menghambat sintesis protein.
Keadaan ini menerangkan mengapa pada ulkus pseudomonas
jaringan kornea cepat hancur dan mengalami kerusakan. Bakteri
pseudomonas dapat hidup dalam kosmetika, cairan fluoresein, cairan
lensa kontak. Gambaran Klinis Ulkus kornea oleh bakteri
pseudomonas : biasanya dimulai dengan ulkus kecil dibagian sentral
kornea dengan infiltrat berwarna keabu-abuan disertai oedema
epitel dan stroma. Ulkus kecil ini dengan cepat melebar dan
mendalam serta menimbulkan perforasi kornea. Ulkus mengeluarkan
discharge kental berwarna kuning kehijauan. Pengobatan :
gentamisin, tobramisin, karbesilin yang diberikan secara lokal,
subkonjungtiva serta intra vena.
13
Ulkus kornea oleh Pneumokokus
Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam. Tepi ulkus
akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan
gambaran karakteristik yang disebut ulkus serpen. Ulkus terlihat
dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan
(Gambar 2.6). Penyebaran ulkus sangat cepat dan sering terlihat
ulkus yang menggaung dan di daerah ini terdapat banyak kuman.
14
c. Ulkus kornea oleh jamur
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang
agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular, feathery edge dan terlihat
penyebaran seperti bulu di bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah
tempat asal penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit
disekitarnya (Gambar 2.7). Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong
dengan permukaannaik dan dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan
radang. Ulkus kornea oleh jamur banyak ditemukan, beberapa penyebabnya
antara lain:
• Penggunaan antibiotika secara berlebihan dalam jangka waktu yang
lama atau pemakaian kortikosteroid jangka panjang.
• Fusarium dan sefalosporium menginfeksi kornea setelah suatu trauma
yang disertai lecet epitel, misalnya kena ranting pohon atau binatang
yang terbang mengindikasikan bahwa jamur terinokulasi di kornea oleh
benda atau binatang yang melukai kornea dan bukan dari adanya defek
epitel dan jamur yang berada di lingkungan hidup.
Infeksi oleh jamur lebih sering didapatkan di daerah yang beriklim
tropik, maka faktor ekologi ikut memberikan kontribusi.
Fusarium dan sefalosporium terdapat dimana-mana, ditanah, di udara
dan sampah organik. Keduanya dapat menyebabkan penyakit pada tanaman
dan pada manusia dapat diisolasi dari infeksi kulit, kuku, saluran
kencing. Aspergilus juga terdapat dimana-mana dan merupakan
organisme oportunistik, selain keratitis aspergilus dapat menyebabkan
endoftalmitis eksogen dan endogen, selulitis orbita, infeksi saluran
lakrimal. Kandida adalah jamur yang paling oportunistik karena tidak
mempunyai hifa (filamen) menginfeksi mata yang mempunyai faktor
pencetus seperti exposure keratitis, keratitis sika, pasca keratoplasti,
keratitis herpes simpleks dengan pemakaian kortikosteroid. Pengobatannya
dengan pemberian obat anti jamur dengan spektrum luas, apabila
memungkinkan dilakukan pemeriksaan laboratorium dan tes sensitifitas
untuk dapat memilih obat anti jamur yang spesifik.
15
Gambar 2.7 Ulkus Kornea oleh Jamur
16
dihubungkan dengan alergi terhadap makanan. Secara subyektif ;
penglihatan pasien dengan ulkus marginal dapat menurun disertai rasa
sakit, lakrimasi dan fotofobia. Secara obyektif : terdapat blefarospasme,
injeksi konjungtiva, infiltrat atau ulkus yang sejajar dengan limbus.
17
Ulkus kataral simplek : letak ulkus peifer yang tidak dalam ini
berwarna abu-abu dengan sumbu terpanjang tukak sejajar dengan
limbus. Diantara infiltrat tukak yang akut dengan limbus
ditepinya terlihat bagian yang bening. Terjadi ada pasien lanjut
usia. Pengobatan dengan memberikan antibiotik, steroid dan vitamin.
Ulkus Mooren : merupakan ulkus kronik yang biasanya mulai
dari bagian perifer kornea berjalan progresif ke arah sentral tanpa
adaya kecenderungan untuk perforasi. Gambaran khasnya yaitu
terdapat tepi tukak bergaung dengan bagan sentral tanpa adanya
kelainan dalam waktu yang agak lama (Gambar 2.11). Tukak ini
berhenti jika seluruh permukaan kornea terkenai. Penyebabnya
adalah hipersensitif terhadap tuberkuloprotein, virus atau
autoimun. Keluhannya biasanya rasa sakit berat pada mata.
Pengobatan degan steroid, radioterapi. Flep konjungtiva, rejeksi
konjungtiva, keratektomi dan keratoplasti.
18
sembuh tetapi mungkin akan meninggalkan serat-serat keruh yang
menyebabkan pembentukan jaringan parut dan menganggu fungsi
penglihatan. Penegakan diagnosis dari ulkus kornea juga ditemukan tes
fluoresin positif disekitar ulkus. Diagnosis banding ulkus kornea antara
lain keratitis, endoftalmitis dan sikatrik kornea.2,6,10
2.9. Diagnosis
2.9.1. Anamnesis
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan
adanya riwayat trauma,benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang
bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering
kambuh. Hendaknya ditanyakan pula riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,
virus terutama keratitis herpes simplek.2,6,10
2.9.2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan oftakmologis didapatkan gejala berupa adanya injeksi
siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea disertai adanya
jaringan nekrotik (Gambar 2.12). Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang
disertai dengan hipopion. Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan
diagnostik seperti ketajaman penglihatan, pemeriksaan slit-lamp, respon reflek
pupil.2,6,10
19
2.9.3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan menunjang dalam menegakkan diagnosis ulkus kornea adalah
sebagai berikut:6,9
a. Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi
Tes ini berguna dalam mengidentifikasi goresan dangkal atau masalah lain
dengan permukaan kornea. Hal ini juga dapat membantu mengungkapkan
benda asing pada permukaan mata. Hal ini dapat digunakan setelah kontak
yang diresepkan untuk menentukan apakah ada iritasi pada permukaan kornea.
Zat warna fluoresin akan berubah hijau pada media alkali. Zat warna fluoresin
bila menempel pada epitel kornea yang defek akan memberikan warna hijau
karena jaringan epitel yang rusak bersifat lebih basa (Gambar 2.13). Jika
hasil tes adalah normal, pewarna tetap dalam film air mata pada permukaan
mata.
b. Scrapping untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)
Karena gambaran klinis tidak dapat digunakan untuk membuat diagnosis
etiologik secara spesifik, diperlukan pemeriksaan mikrobiologik, sebelum
diberikan pengobatan empiric dengan antibiotika. Pengambilan spesimen
harus dari tempat ulkusnya, dengan membersihkan jaringan nekrotik terlebih
dahulu; dilakukan secara aseptik menggunakan spatula Kimura, lidi kapas
steril, kertas saring atau Kalsium alginate swab (Gambar 2.14). Pemakaian
media penyubur BHI (Brain Heart Infusion Broth) akan memberikan hasil
positif yang lebih baik daripada penanaman langsung pada medium isolasi.
Medium yang digunakan adalah medium pelat agar darah, media coklat,
medium Sabaraud untuk jamur dan Thioglycolat. Selain itu dibuat preparat
20
untuk pengecatan gram. Hasil pewarnaan gram dapat memberikan informasi
morfologik tentang kuman penyebab yaitu termasuk kuman gram (+) atau
Gram (-) dan dapat digunakan sebagai dasar pemilihan antibiotika awal
sebagai pengobatan empiric (Tabel 2.1).
21
2.10. Tatalaksana
Ulkus kornea adalah keadaan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea.3,6,11
1. Penatalaksanaan non-medikamentosa:
a. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya;
b. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang;
c. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering
mungkin dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yangbersih;
d. Menghindari asap rokok, karena dengan asap rokok dapat
memperpanjang proses penyembuhan luka.
e. Kompres hangat : mereduksi nyeri, memberikan kenyamanan,
menyebabkan vasodilatasi.
f. Kacamata hitam : untuk menghindari fotofobia.
g. Istirahat yang cukup, diet yang bergizi, lingkungan yang bersih dan
sehat.
h. Bila terdapat ulkus yang disertai dengan pembentukan secret yang
banyak, jangan dibalut. Karena dapat menghalangi pengaliran secret
infeksi dan memberikan media yang baik untuk perkembangbiakan
kuman penyebabnya.
i. Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali sehari.
2. Penatalaksanaan medikamentosa :
Penatalaksanaan ulkus kornea harus dilakukan dengan pemberian terapi
yang tepat dan cepat sesuai dengan kultur serta hasil uji sensitivitas
mikroorganisme penyebab.
22
Tabel 2.2 Penatalaksanaan ulkus berdasarkan ukuran ulkus
Adapun obat-obatan antimikrobial yang dapat diberikan berupa:
a. Antibiotik
Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang
berspektrum luas diberikan dapat berupa salep, tetes atau injeksi
subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan
salep mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan dapat
menimbulkan erosi kornea kembali. Terapi utama sebelum hasil kultur
dan hasil uji sensitifitas keluar harus d berikan antibiotik spektrum
luas. Dapat diberikan Gentamycin 14 mg/ml atau Tobramycin 14
mg/ml dengan cephazoline 50mg/ml tiap setengah hingga satu jam
untuk beberapa hari pertama kemudian dikurangi menjadi per dua jam.
Setelah respon yang diinginkan tercapai, tetes mata dapat diganti
dengan ciprofloxacin (0,3%), Ofloxacin (0,3%), atau Gatifloxacin
(0,3%) Berikut ini contoh antibiotik: Sulfonamide 10-30%, Basitrasin
500 unit, Tetrasiklin 10 mg, Gentamisin 3 mg, Neomisin 3,5-5 mg,
Tobramisin 3 mg, Eritromisin 0,5%, Kloramfenikol 10 mg,
Ciprofloksasin 3 mg, Ofloksasin 3 mg, Polimisin B 10.000 unit.
Antibiotik sistemik biasanya tidak diperlukan. Tapi diperlukan untuk
kasus yang berat dengan perforasi atau jika sclera ikut terkena dapat
diberikan cephalosporine dan aminoglycoside atau oral ciprofloxacin
(750 mg dua kali sehari).
23
b. Anti jamur
Terapi medikamentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya
preparat komersial yang tersedia. Berdasarkan jenis keratomitosis yang
dihadapi bisa dibagi:
Jamur berfilamen: topical amphotericin B, Thiomerosal,
Natamicin, Imidazol;
Ragi (yeast): Amphotericin B, Natamicin, Imidazol, Micafungin
0,1% tetes mata
Actinomyces yang bukan jamur sejati: golongan sulfa, berbagai
jenis antibiotic
Antifungi sistemik diperlukan untuk kasus ulkus kornea karena jamur
dengan derajat berat, dapat diberikan dengan tablet Fluconazole atau
ketoconazole selama 2-3 minggu.
c. Anti viral
Antivirus topikal selalu dimulai dengan 1 jenis obat dahulu dan dilihat
responnya. Biasanya setelah 4 hari, lesi mulai membaik dimana akan
sembuh total dalam 10 hari. Setelah sembuh, pemberian dosis obat
dapat diturunkan setiap 5 hari. Jika sampai hari ke 7 pemberian
antivirus tidak berespon berarti virus sudah resisten terhadap obat
tersebut, sehingga dapat diganti dengan antivirus yang lain atau dapat
dilakukan mekanik debridement. Antivirus yang paling sering
digunakan :
Aciclovir salep mata (3%), diberikan 5 kali sehari sampai ulcer
sembuh lalu dilanjutkan 3 kali sehari selama 5 hari. Obat ini
paling sering digunakan selain efek samping paling sedikit,
Aciclovir juga dapat penetrasi ke epitel kornea dan ke stroma.
Ganciclovir gel (0.15%), diberikan 5 kali sehari sampai ulcer
sembuh lalu dilanjutkan 3 kali sehari selama 5 hari
24
d. Anti acanthamoeba
Dapat diberikan poliheksametilen biguanid + propamidin isetionat atau
salep klorheksidin glukonat 0,02%.
3. Penatalaksanaan bedah
a. Flap Konjungtiva
Tatalaksana kelainan kornea dengan flap konjungtiva sudah dilakukan
sejak tahun 1800-an. Indikasinya adalah situasi dimana terapi medis atau
bedah mungkin gagal, kerusakan epitel berulang dan stroma ulserasi.
Dalam situasi tertentu, flap konjungtiva adalah pengobatan yang efektif
25
dan definitif untuk penyakit permukaan mata persisten. Tujuan dari flap
konjungtiva adalah mengembalikan integritas permukaan kornea yang
terganggu dan memberikan metabolisme serta dukungan mekanik untuk
penyembuhan kornea. Flap konjungtiva bertindak sebagai patch biologis,
memberikan pasokan nutrisi dan imunologi oleh jaringan ikat vaskularnya.
Indikasi yang paling umum penggunaan flap konjungtiva adalah dalam
pengelolaan ulkus kornea persisten steril. Hal ini mungkin akibat dari
denervasi sensorik kornea (keratitis neurotropik yaitu, kelumpuhan saraf
kranial 7 mengarah ke keratitis paparan, anestesi kornea setelah herpes
zoster oftalmikus, atau ulserasi metaherpetik berikut HSK kronis) atau
kekurangan sel induk limbal. Penipisan kornea dekat limbus dapat dikelola
dengan flap.
b. Keratoplasti
Merupakan jalan terakhir jika penatalaksanaan diatas tidak berhasil
(Gambar 2.15). Indikasi keratoplasti:
1. Dengan pengobatan tidak sembuh;
2. Terjadinya jaringan parut yang menganggu penglihatan;
3. Kedalaman ulkus telah mengancam terjadinya perforasi.
26
Ada dua jenis keratoplasti yaitu:
A. Keratoplasti penetrans, berarti penggantian kornea seutuhnya. Karena
sel endotel sangat cepat mati, mata hendaknya diambil segera setelah
donor meninggal dan segera dibekukan. Mata donor harus dimanfaatkan
<48 jam. Tudung kornea sklera yang disimpan dalam media nutrien boleh
dipakai sampai 6 hari setelah donor meninggal dan pengawetan dalam
media biakan jaringan dapat tahan sampai 6 minggu.
Telah dilakukan penelitian tentang pendonoran jaringan kornea manusia
dari sisik ikan (Biocornea). Penelitian dilakukan pada kelinci dan
menunjukkan hasil bahwa Biocornea sebagai pengganti yang baik
memiliki biokompatibilitas tinggi dan fungsi pendukungan setelah
evaluasi jangka panjang.
27
pemberian terapi tambahan berupa fototerapi laser argon sangat berguna dalam
pengobatan ulkus kornea.
2.11. Komplikasi
Komplikasi dari ulkus kornea, antara lain:1,2
Infeksi di bagian kornea yang lebih dalam (Endophtalmitis,
Panophtalmitis)
Perforasi kornea (pembentukan lubang), Descemetocele
Kebutaan parsial atau komplit karena endoftalmitis
Prolaps iris
Sikatrik kornea
Katarak
Glaukoma sekunder
2.12. Prognosis
Prognosis penderita ulkus kornea buruk karena komplikasi yang dapat
terjadi berupa perforasi kornea, endopthalmitis, panopthalmitis. Apabila
sembuh maka akan menyebabkan terbentuknya sikatriks kornea yang juga
akan mengganggu penglihatan penderita.9
28
BAB III
PENUTUP
Ulkus Kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya
infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea
yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Prevalensi kekeruhan kornea yang
tinggi pada kelompok pekerjaan petani/ nelayan/ buruh mungkin berkaitan dengan
riwayat trauma mekanik atau kecelakaan kerja pada mata. Trauma mata banyak
terjadi akibat benda asing salah satunya adalah bahan yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan oleh karena itu ulkus infeksius banyak dialami pada orang yang
bekerja di sektor pertanian.
Diagnosa ulkus kornea berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik
mata, dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan ulkus kornea harus dilakukan
dengan pemberian terapi yang tepat dan cepat sesuai dengan kultur serta hasil uji
sensitivitas mikroorganisme penyebab. Pembedahan dilakukan apabila terdapat
situasi dimana terapi medis atau bedah mungkin gagal, terjadi kerusakan epitel
berulang dan stroma ulserasi.
29
DAFTAR PUSTAKA
30