Anda di halaman 1dari 3

INJEKSI KONJUNGTIVA

INJEKSI SILIAR

INJEKSI EPISKLERA

Vaughan, Daniel. Oftalmologi Umum. Edisi 14 Cetakan Pertama. Widya Medika Jakarta, 2009
PATOFISIOLOGI UMUM
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera datang, seperti
pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan kornea, wandering cell
dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru
kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai
injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma,
leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai
bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian
dapat terjadi kerusakan epitel dan timbulah ulkus kornea (Vaughan, 2009).
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik superfisial
maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan
adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai
sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia,
sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang
berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris. Fotofobia, yang berat pada kebanyakan penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes karena hipestesi terjadi pada penyakit ini,
yang juga merupakan tanda diagnostik berharga. Meskipun berair mata dan fotofobia umumnya
menyertai penyakit kornea, umumnya tidak ada tahi mata kecuali pada ulkus bakteri purulen
(Vaughan, 2009).
Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas cahaya, lesi kornea
umumnya agak mengaburkan penglihatan, terutama kalau letaknya di pusat (Vaughan, 2009).

KERATITIS BAKTERI
Patofisiologi
Awal dari keratitis bakteri adalah adanya gangguan dari epitel kornea yang intak dan atau
masuknya mikroorganisme abnormal ke stroma kornea, dimana akan terjadi proliferasi dan
menyebabkan ulkus. Faktor virulensi dapat menyebabkan invasi mikroba atau molekul efektor
sekunder yang membantu proses infeksi. Beberapa bakteri memperlihatkan sifat adhesi pada
struktur fimbriasi dan struktur non fimbriasi yang membantu penempelan ke sel kornea. Selama
stadium inisiasi, epitel dan stroma pada area yang terluka dan infeksi dapat terjadi nekrosis. Sel

inflamasi akut (terutama neutrofil) mengelilingi ulkus awal dan menyebabkan nekrosis lamella
stroma.
Difusi produk-produk inflamasi (meliputi cytokines) di bilik posterior, menyalurkan sel-sel
inflamasi ke bilik anterior dan menyebabkan adanya hypopyon. Toksin bakteri yang lain dan
enzim (meliputi elastase dan alkalin protease) dapat diproduksi selama infeksi kornea yang
nantinya dapat menyebabkan destruksi substansi kornea.
KERATITIS HERPES SIMPLEK
Patogenesa
Keratitis herpes simplek dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan stromal Kerusakan terjadi
pada pembiakan virus intraepitelial, mengakibatkan kerusakan sel epitelial dan membentuk tukak
kornea superfisial. Pada yang stromal terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang
menyerang yaitu reaksi antigen antibodi yang menarik sel radang kedalam stroma. Sel radang ini
mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan merusak jaringan stroma
disekitarnya. Hal ini penting diketahui karena manajemen pengobatan pada yang epitelial
ditujukan terhadap virusnya sedang pada yang stromal ditujukan untuk menyerang virus dan
reaksi radangnya. Perjalanan klinik keratitis dapat berlangsung lama kaena stroma kornea kurang
vaskuler, sehingga menghambat migrasi limfosit dan makrofag ke tempat lesi. Infeksi okuler
HSV pada hospes imunokompeten biasanya sembuh sendiri, namun pada hospes yang secara
imunologik tidak kompeten, perjalanannya mungkin menahun dan dapat merusak (Vaughan,
2009).

Anda mungkin juga menyukai