Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

GLAUKOMA ABSOLUT

Pembimbing :
dr. Rinanto Prabowo, SpM. M.Sc

Disusun oleh:
Yunny Faustine
NIM : 10.2012.274

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RS. MATA DR. YAP, YOGYAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS

Nama : Ny. S
Umur : 51 tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Ngawi

II. ANAMNESIS
Dilakukan Autoanamnesis pada tanggal 23 Desember 2014, jam 15.30 WIB.

Keluhan Utama :
Mata kanan tidak dapat melihat
Keluhan Tambahan :
Mata kanan terasa nyeri, merah, sakit kepala, nyeri tengkuk, mual dan muntah.
Riwayat perjalanan penyakit :
Pasien datang ke poliklinik mata RSM dr.Yap untuk kontrol penyakit
glaukoma yang sudah diderita sejak lebih dari 2 tahun yang lalu. Sebelumnya
sejak 2 minggu SMRS pasien mengeluh mata kanan terasa pegal, rasa pegal
terutama dirasakan di kelopak mata bagian atas. Pasien juga mengeluh
penglihatannya agak sedikit terganggu, pasien sering merasa tidak nyaman saat
melihat sinar. Kadang mata tampak merah, tidak ada keluhan gatal, dan tidak
terdapat kotoran mata. Selain itu pasien juga mengeluh mual-mual dan sampai
muntah. Keluhan pandangan makin lama makin menyempit tidak dirasakan
pasien. 2 hari SMRS pasien merasa tidak bisa melihat apa-apa lagi.
Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Umum :
- Hipertensi : (+) Sejak 2 tahun yang lalu.
- Kencing Manis : (+) Sejak 2 tahun yang lalu.
- Asma : Tidak Ada
- Gastritis : Tidak Ada
- Alergi Obat : Tidak Ada
b. Mata :
- Riwayat penggunaan kacamata : (-)

1
- Riwayat operasi mata : (-)
- Riwayat trauma mata : (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :


Salah satu anggota keluarga pasien (tante) mengalami kebutaan pada kedua
matanya, namun pasien tidak mengetahui apa yang menyebabkan kebutaan pada anggota
keluarganya itu.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 160/90 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : Afebris

Kepala : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata.


Mulut : Oral hygiene baik
THT : Normotia +/+, Deviasi septum (-), Sekret (-), Faring tidak hiperemis
Thoraks : Suara nafas vesikuler, Ronki (-), Wheezing (-)
BJ I-II reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen : Supel, Datar, Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat +/+, Edema -/-
KGB : Tidak teraba pembesaran KGB
Status Oftalmologi

KETERANGAN OKULO DEXTRA OKULO SINISTRA

1. VISUS (OD) (OS)

Tajam Penglihatan 0 6/18


Axis Visus - -
Koreksi - Maju
Addisi - -
Distansia Pupil - -
Kacamata Lama - -
2. KEDUDUKAN BOLA MATA

Eksoftalmos Tidak ada Tidak ada

2
Enoftalmos Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan Bola Mata Baik ke semua arah Baik ke semua arah
3. SUPERSILIA

Warna Hitam Hitam


Simetris Simetris Simetris
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR

Edema Tidak ada Tidak ada


Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Ektropion Tidak ada Tidak ada
Entropion Tidak ada Tidak ada
Blefarospasme Tidak ada Tidak ada
Trikiasis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Fissura palpebra Baik Baik
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Hordeolum Tidak ada Tidak ada
Kalazion Tidak ada Tidak ada
5. KONJUNGTIVA TARSALIS SUPERIOR DAN INFERIOR

Hiperemis Tidak ada Tidak ada


Folikel Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Anemis Tidak ada Tidak ada
Kemosis Tidak ada Tidak ada
6. KONJUNGTIVA BULBI

Sekret Tidak ada Tidak ada


Injeksi Konjungtiva Tidak ada Tidak ada
Injeksi Siliar Tidak ada Tidak ada
Injeksi Subkonjungtiva Tidak ada Tidak ada
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pinguekula Tidak ada Tidak ada
Nevus Pigmentosus Tidak ada Tidak ada
Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada
7. SISTEM LAKRIMALIS

Punctum Lakrimalis Terbuka Terbuka


Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
8. SKLERA

Warna Putih Putih


Ikterik Tidak ada Tidak ada
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada
9. KORNEA

3
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Keratik Presipitat Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arkus Senilis Ada Ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Tes Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan
10. BILIK MATA DEPAN

Kedalaman Dangkal Dangkal


Kejernihan Jernih Jernih
Hifema Tidak ada Tidak adak
Hipopion Tidak ada Tidak ada
Fler Tidak ada Tidak ada
11. IRIS

Warna Coklat Coklat


Sinekia Tidak ada Tidak ada
Koloboma Tidak ada Tidak ada
12. PUPIL

Letak dilatasi Sentral


Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 7,5 mm 5 mm
Refleks Cahaya Langsung Positif Negatif
Refleks Tak Langsung Positif Negatif
13. LENSA

Kejernihan Jernih Jernih


Letak Di tengah Di tengah
Shadow Test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
14. BADAN KACA

Kejernihan Jernih Jernih


15. FUNDUS OKULI

Refleks fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan


Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ekskavasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rasio Arteri:Vena Tidak dilakukan Tidak dilakukan
C/D Ratio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Makula Lutea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Eksudat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Perdarahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sikatriks Tidak dilakukan Tidak dilakukan
16. PALPASI

4
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada
Massa Tumor Tidak ada Tidak ada
Tensi Okuli N +/palpasi N+/palpasi
Tonometri Schiotz 21 14
17. KAMPUS VISI

Tes Konfrontasi 0 Sesuai dengan pemeriksa


IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Eritrosit : 4.25 106/mm3 (3.80-5.8 106/mm3)
Leukosit : 5,8 10 /mm3
3
( 3.5-10.0 103/mm3)
Hb : 12.3 g/dl ( 11-16.5 g/dl )
Ht : 42.3 % ( 35 -50 % )
Trombosit : 191 103/mm3 ( 150-390 103/mm3 )
MCV : 88 m3 ( 80 97 m3 )
MCH : 28,9 pg ( 26.5-33.5 pg )
Limfosit : 45 % ( 17 48 % )
Monosit : 7 % ( 4.0 10 % )
Ureum : 29,1 mg/dl ( 10-50 mg/dl )
Creatinin : 1,0 mg/dl ( 0,6-1,36 mg/dl )
Waktu pembekuan : 8,0 menit ( 7-16 menit )
Waktu perdarahan : 2,0 menit ( 2-6 menit )
V. RESUME

Pasien datang ke poliklinik mata RSM dr.Yap untuk kontrol penyakit


glaukoma yang sudah diderita sejak lebih dari 2 tahun yang lalu. Sebelumnya
sejak 2 minggu SMRS pasien mengeluh mata kanan terasa pegal, rasa pegal
terutama dirasakan di kelopak mata bagian atas. Pasien juga mengeluh
penglihatannya agak sedikit terganggu, pasien sering merasa tidak nyaman saat
melihat sinar. Kadang mata tampak merah, tidak ada keluhan gatal, dan tidak
terdapat kotoran mata. Selain itu pasien juga mengeluh mual-mual dan sampai
muntah. Keluhan pandangan makin lama makin menyempit tidak dirasakan
pasien. 2 hari SMRS pasien merasa tidak bisa melihat apa-apa lagi. Dengan
pemeriksaan ophthalmogi didapatkan VOD 0 sedangkan VOS 6/18. COA:
dangkal/dangkal, lensa: jernih/jernih. CD ratio 0,8/1, rasio AV 1:3/2:3. Pupil 7,5/5
Pada pemeriksaan tonometri didapatkan TIO sebesar 21/14 mmHg ( saat pertama
datang ke poli TIO sebesar 47/22 mmHg ). Pasien memiliki riwayat DM dan
Hipertensi sejak 2 tahun yang lalu.
VI. DIAGNOSA KERJA
Ocular Dextra (OD) :
Primary Angle Close Glaucoma Absolut.

5
Ocular Sinistra (OS) :
Presbiopia
VII. DIAGNOSA BANDING
-
VIII. ANJURAN PEMERIKSAAN
Kampimetri
Gonioskopi
IX. PENATALAKSANAAN
Non-Medikamentosa
Pro Trabekulektomi okular dextra.
Medikamentosa
Infus manitol 250 cc (i.v)
Ciprofloxacin 500 mg 2 x 1 (p.o)
Metformin 500 mg 2 x 1 (p.o)
Lodos 1 x 1 (p.o)
Pilocarpin 2% 4 x 1 gtt odd
Brinzolamide 1% 3 x 1 gtt odd
Tobro 4 x 1 gtt odd
IX. PROGNOSIS
OD OS
Ad vitam : Bonam Bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam Bonam
Ad sanationam : Malam Bonam

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Glaukoma merupakan penyakit yang ditandai dengan neuropati saraf optik


dan defek lapangan pandang. Glaukoma dapat mengganggu fungsi penglihatan
dan bahkan pada akhirnya dapat melibatkan kebutaan. Glaukoma merupakan
penyakit yang tidak dapat dicegah namun bila diketahui secara dini dan
dikendalikan maka glaukoma dapat diatasi untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Penemuan dan pengobatan sebelum terjadinya gangguan penglihatan adalah cara
terbaik untuk mengtontrol glaukoma. Glaukoma dapat bersifat akut dengan gejala
yang nyata dan bersifat kronik yang hampir tidak menunjukkan gejala.
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
Glaukoma ditandai oleh meningkatnya tekanan intra okuler yang disertai oleh
pencekingan diskus optikus dan pengecilan lapang pandang penglihatan.
Glaukoma merupakan kelompok penyakit neurooptik yang biasanya
memiliki satu gambaran berupa kerusakan nervus optikus yang bersifat progresif
yang disebabkan karena peningkatan tekanan intraokular, ditandai dengan
kelainan atau atrofi papil nervus optikus yang khas, adanya ekskavasi
glaukomatosa, serta gangguan lapang pandang dan kebutaan.
Glaukoma biasanya menimbulkan gangguan pada lapang pandang perifer
pada tahap awal dan kemudian akan menganggu penglihatan sentral. Glaukoma ini
dapat tidak bergejala karena kerusakan terjadi lambat dan tersamar. Glaukoma
dapat dikendalikan jika dapat terdeteksi secara dini.
Berdasarkan etiologi, glaukoma dibagi menjadi 4 bagian: glaukoma primer,
glaukoma kongenital, glaukoma sekunder dan glaukoma absolut. Sedangkan
berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intra okular, glaukoma dibagi
menjadi dua, yaitu glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup. Dari
semua jenis glaukoma diatas, glaukoma absolut merupakan hasil atau stadium

7
akhir semua glaukoma yang tidak terkontrol, yaitu dengan kebutaan total dan bola
mata terasa nyeri.

Gambar 1 Lapang pandang pada mata normal dan glaukoma.

2.1 Epidemiologi

Di seluruh dunia glaukoma dianggap sebagai penyebab kebutaan yang


tertnggi. 2% penduduk berusia lebih dari 40 tahun menderita glaukoma. Glaukoma
dapat juga didapatkan pada usia 20 tahun, meskipun jarang. Pria lebih banyak
diserang daripada wanita.
Sedangkan World Health Organization menyatakana bahwa glaukoma
merupakan penyebab kebutaan ketiga di dunia setelah katarak dan trakoma.
Analisa yang telah dilakukan organisasi kesehatan dunia ini memperkirakan
terdapat 104,5 juta penduduk dunia dengan glaukoma, diperkirakan prevalensi
kebutaannya untuk semua tipe glaukoma mencapai 5,2 juta penderita per tahun.
Jumlah penderita glaukoma di Indonesia diperkirakan sekitar 0,2% dari populasi
dan merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia setelah katarak.
Di seluruh dunia, kebutaan menempati urutan ketiga sebagai ancaman yang
menakutkan setelah kanker dan penyakit jantung koroner. Di Amerika Serikat,
kira-kira 2 juta orang pada usia 40 tahun dan yang lebih tua mengidap glaukoma,
sebanyak 120.000 adalah buta disebabkan penyakit ini. Banyaknya orang Amerika
yang terserang glaukoma diperkirakan akan meningkatkan sekitar 3.3 juta pada
tahun 2020. Tiap tahun, ada lebih dari 300.000 kasus glaukoma yang baru dan
kira-kira 5400 orang-orang menderita kebutaan. Glaukoma akut (sudut tertutup)
merupakan 10-15% kasus pada orang Kaukasia. Presentase ini lebih tinggi pada

8
orang Asia terutama pada orang Burmadan Vietnam di Asia Tenggara. Glaukoma
pada orang kulit hitam, 15 kali lebih menyebabkan kebuataan dibandingkan orang
kulit putih.
Diketahui bahwa angka kebutaan di Indonesia menduduk peringkat
pertama untuk kawasan Asia Tenggara. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO),
angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5% atau sekitar 3 juta orang. Persentase
itu melampaui negara Asia lainnya seperti Bangladesh dengan 1%. India 0,7% dan
Thailand 0,3%. Menurut survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran
tahun 1993-1996, kebutaan tersebut disebabkan oleh katarak (0,78%), glaukoma
(0,2%), kelainan refraksi (0,14%) dan penyakit lain yang berhubungan dengan usia
lanjut (0,38%).
Hasil penelitian di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta tahun 1998-1999
didapatkan data:
1. Glaukoma Primer Sudut terbuka ........................................ 94 orang
2. Glaukoma Primer Sudut tertutup ...................................... 121 orang
3. Glaukoma Juvenil dan Infantil ............................................ 21 orang
4. Glaukoma Sekunder .......................................................... 81 orang
Glaukoma akan lebih sering ditemukan pada :
1. Tekanan intraokuler yang tinggi
Tekanan intraokuler bola mata di atas 21 mmHg beresiko tinggi terkena
serangan glaukoma. Meskipun untuk sebagaian individu, tekanan bola mata yang
lebih rendah sudah dapat merusak saraf optik.
2. Umur
Risiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia. Terdapat
2% populasi berusia 40 tahun yang menderita glaukoma.
3. Riwayat Glaukoma dalam keluarga
Dengan adanya riwayat anggota keluarga yang menderita glaukoma
meningkatkan risiko hingga 6 kali lebih besar untuk terkena glaukoma. Risiko
terbesar terdapat pada hubungan anggota keluarga kakak-beradik kemudian
hubungan orang tua dan anak.
4. Obat-obatan
Pemakaian steroid secara rutin, misalnya pemakaian tetes
mata yang mengandung steroid yang tidak terkontrol dapat menginduksi
terjdinya glaukoma.

9
5. Riwayat trauma pada mata
6. Riwayat penyakit lain
Seperti riwayat penyakit Diabetes dan Hipertensi.
7. Ras
Di Amerika Serikat, Glaokoma lebih banyak diderita pada orang-orang
dengan kulit berwarna.
Adapun beberapa faktor risiko yang dapat mengarah pada kerusakan
glaukoma:
- Peredaran darah dan regulasinya, darah yang kurang akan menambah
kerusakan.
- Tekanan darah rendah atau tinggi.
- Fenomena autoimun.
- Degenerasi primer sel-sel ganglion.
- Usia di atas 40 tahun.
- Miopia berbakat untuk menjadi glaukoma sudut terbuka.
- Hipermetropia berbakat untuk terjadinya glaukoma sudut tertutup.
- Pasca bedah dengan hifema atau infeksi.
2.2 Patogenesis

Setiap hari mata memproduksi sekitar 1 sdt humor aquos yang menyuplai
makanan dan oksigen untuk kornea dan lensa dan membawa produk sisa keluar
dari mata melalui anyaman trabekulum ke Canalis Schlemm.
Pada keadaan normal tekanan intraokular ditentukan oleh derajat
produksi cairan mata oleh epitel badan siliar dan hambatan pengeluaran cairan
mata dari bola mata. Pada glaukoma tekanan intraokular berperan penting oleh
karena itu dinamika tekanannya diperlukan sekali. Dinamika ini saling
berhubungan antara tekanan, dan regangan.
1. Tekanan
Tekanan hidrostatik akan mengenai dinding struktur (pada mata
berupa dinding korneosklera). Hal ini akan menyebabkan
rusaknya neuron apabila penekan pada sklera tidak benar.
2. Tegangan
Tegangan mempunyai hubungan antara tekanan dan ketebalan.
Tegangan yang rendah dan ketebalan yang relatif besar
dibandingkan faktor yang sama pada papiloptik ketimbang sklera.
Mata yang tekanan intraokularnya berangsur-angsur naik dapat
mengalami robekan dibawah otot rektus lateral.
3. Regangan

10
Regangan dapat mengakibatkan kerusakan dan mengakibatkan nyeri.
Tingginya tekanan intraokuler tergantung pada besarnya produksi
aquoeus humor oleh badan siliar dan pengaliran keluarnya. Besarnya
aliran keluar aquoeus humor melalui sudut bilik mata depan juga
tergantung pada keadaan sudut bilik mata depan, keadaan jalinan
trabekulum, keadaan kanal Schlemm dan keadaan tekanan vena
episklera.
Tekanan intraokuler dianggap normal bila kurang daripada 20
mmHg pada pemeriksaan dengan tonometer aplanasi. Pada tekanan lebih tinggi
dari 20 mmHg yang juga disebut hipertensi oculi dapat dicurigai adanya
glaukoma. Bila tekanan lebih dari 25mmHg pasien menderita glaukoma.
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi
sel ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti
bagian dalam retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Iris dan korpus
siliar juga menjadi atrofi, dan prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi
hialin.
Diskus optikus menjadi atrofi disertai pembesaran cekungan
optikus diduga disebabkan oleh gangguan pendarahan pada papil yang
menyebabkan degenerasi berkas serabut saraf pada papil saraf optik (gangguan
terjadi pada cabang-cabang sirkulus Zinn-Haller), diduga gangguan ini
disebabkan oleh peninggian tekanan intraokuler.
Tekanan intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf
optik yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola
mata. Bagian tepi papil saraf optik relatif lebih kuat daripada bagian tengah
sehingga terjadi cekungan pada papil saraf optik.Serabut atau sel syaraf ini
sangat tipis dengan diameter kira-kira 1/20.000 inci. Bila tekanan bola mata
naik serabut syaraf ini akan tertekan dan rusak serta mati. Kematian sel tersebut
akan mengakibatkan penglihatan yang permanen.

11
Gambar 2.
Aliran Humor
Aquos
Keterangan
gambar

Normal dan
abnormal aliran
humor aquos :
a.
Aliran

normal melalui anyaman trabekula (panah besar) dan rute uveasklera (panah kecil) dan anatomi
yang berhubungan. Kebanyakan aliran humor aquos melewati anyaman trabekula. Setiap rute
dialirkan ke sirkulasi vena mata.
b. Pada glaukoma sudut terbuka, aliran humor aquos melalui rute ini terhalang.
c. Pada glaukoma sudut tertutup, posisi abnormal iris sehingga memblok aliran humor aquos
melewati sudut bilik mata depan.
2.3 Klasifikasi

Terdapat beberapa macam pembagian glaukoma yakni berdasarkan


kondisi anatomi sudut pada kamera okuli anterior, penyebab, dan visus
penderitanya. Pembagian berdasarkan kondisi anatomi terbagi menjadi sudut
terbuka dan sudut tertutup. Sudut terbuka atau yang lebih dikenal dengan Open
Angle Galucoma yakni glaukoma dengan sudut COA dalam umumnya

12
terjadi secara kronis. Sudut tertutup yakni glaukoma yang terjadi pada mata
dengan sudut COA dangkal, umumnya terjadi serangan akut pada glaukoma
dengan sudut tertutup. Namun apabila tidak diobati berkembang menjadi
glaukoma kronis.
Pembagian menurut penyebabnya yakni primer dan sekunder.
Glaukoma primer yakni glaukoma yang terjadi pada mata yang sebelumnya tidak
ditemukan kelainan/penyakit. Sedangkan pada glaukoma sekunder didapatkan
faktor penyebab atau faktor resiko yang mendasari. Misalkan pada katarak akan
menyebabkan dua macam glaukoma tergantung pada tahapannya. Pada fase
imatur, lensa relatif membesar hal ini dapat menyebabkan blok pupil,
aliran aquos terganggu dan menyebabkan iris terdorong ke depan akhirnya
dapat terjadi glaukoma sudut tertutup. Sedangkan pada fase matur akan
terjadi proteolisis di mana protein-protein yang dilepaskan akan mennyumbat
trabekular meshwork. Pada keadaan tersebut glaukoma yang terjadi adalah
glaukoma sekunder dengan sudut terbuka.
Glaukoma sekunder juga dapat terjadi pada penggunaan tetes mata
steroid jangka waktu lama, dislokasi lensa, pasca trauma, pasca operasi,
dam seclutio pupil pasca uveitis. Terakhir yakni glaukoma kongenital yakni
glaukoma yang ditemukan pada usia baru lahir sampai awal kanak-kanak.
Dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan struktur pada COA dan aniridia.
Glaukoma absolut yakni semua glaukoma dengan visus persepsi cahaya
negatif. Dapat terjadi pada semua jenis glaukoma (primer-sekunder-
kongenital dan sudut mata terbuka ataupun tertutup). Glaukoma akut dapat
menyebabkan Glaukoma absolut terjadi akibat kerusakan papil nervus II tahap
lanjut, kerusakan lapisan serat syaraf retina serta gangguan vaskularisasi pada
serat-serat syaraf tersebut.
2.4 Manifestasi Klinis
Pada glaukoma absolut didapatkan manifestasi klinis glaukoma secara
umum yakni yang didapatkan adalah terdapat tanda-tanda glaukoma yakni
kerusakan papil nervus II dengan predisposisi TIO tinggi dan terdapat
penurunan visus. Yang berbeda dari glaukoma lain adalah pada penderita
glaukoma absolut visusnya nol dan light perception negatif. Apabila masih
terdapat persepsi cahaya maka belum dapat didiagnosis sebagai glaukoma

13
absolut.
Gejala yang menonjol pada glaukoma absolut adalah penurunan visus
tersebut, namun demikian dapat ditemukan gejala lain dalam riwayat pasien.
Rasa pegal di sekitar mata dapat diakibatkan oleh peregangan pada dinding
bola mata akibat TIO yang tinggi. Gejala-gejala dari POAG dan PACG
seperti nyeri, mata merah, dan halo dapat ditemukan juga.
Negative Light Perception
Pada glaukoma absolut visusnya nol dan light perception negatif, hal ini
disebabkan kerusakan total papil N.II. Papil N.II yang dapat dianggap sebagai
lokus minoris pada dinding bola mata tertekan akibat TIO yang tinggi,
oleh karenanya terjadi perubahan-perubahan pada papil N.II yang dapat
dilihat melalui funduskopi berupa penggaungan.
Pada tahap awal glaukoma sudut terbuka discus opticus masih normal
dengan C/D ratio sekitar 0,2. Pada tahap selanjutnya terjadi peningkatan rasio
C/D menjadi sekitar 0.5. Semakin lama rasio C/D semakin meningkat dan
terjadi perubahan pada penampakan vaskuler sentral yakni nasalisasi,
bayonetting. Perubahan juga terjadi pada serat-serat syaraf di sekitar papil. Pada
tahap akhir C/D ratio mejadi 1.00, di mana semua jaringan diskus neural
rusak.
Penyempitan Lapang Pandang
Penurunan visus akibat glaukoma dapat terjadi perlahan maupun
mendadak. Tajam penglihatan yang terganggu adalah tajam penglihatan perifer,
atau yang lebih umum disebut lapang pandang. Mekanisme yang mendasari
penyempitan lapang pandang adalah kerusakan papil nervus II serta kerusakan
lapisan syaraf retina dan vaskulernya akibat peningkatan TIO. Pada peningkatan
TIO maka terjadi peregangan dinding bola mata. Retina merupakan salah satu
penyusun dinding bola mata ikut teregang struktur sel syaraf yang tidak
elastis kemudian menjadi rusak. Sedangkan pembuluh kapiler yang menyuplai
serabut- serabut syaraf juga tertekan sehingga menyempit dan terjadi
gangguan vaskularisasi.
Penyempitan lapang pandang secara bertahap akibat kerusakan papil
dan lapisan syaraf retina. Dari gejala klinis didapatkan penyempitan
lapang pandang. Lama-kelamaan penderta seperti melihat melalui

14
terowongan. Dari pemeriksaan perimetri bisa didapatkan kelainan khas
yakni scotoma sentral, perisentral, dan nasal. Lama kelamaan scotoma ini
berbentuk seperti cincin. Pengurangan lapang pandang biasanya dimulai dari
sisi temporal, pada perimetri didapatkan defek berbentuk arcuata yang khas
untuk glaukoma. Lama-kalamaan defek ini meluas dan mencapai keseluruhan
lapang pandang, hanya tersisa di bagian sentral yang sangat kecil. Visus
light perception negatif menandakan kerusakan total pada papil N.II. Pada
keadaan seperti ini pasien tidak lagi perlu diperiksa perimetri.
Gambar 3. Perubahan pada papil N.II pada funduskopi dan lapang pandang pada pemeriksaan perimetri

Sudut Mata
Sudut mata pada pasien glaukoma absolut dapat dangkal atau
dalam, tergantung kelainan yang mendasari. Pemeriksaan dilakukan untuk
mengetahui kelainan tersebut. Dari riwayat mungkin didapatkan tanda-
tanda serangan glaukoma akut pada pasien seperti nyeri, mata merah, halo,
dan penurunan visus mendadak. Dengan sudut terbuka mungkin pasien
mengeluhkan penyempitan lapang pandang secara bertahap. Pemeriksaan dapat
dilakukan dengan penlight ataupun gonioskopi. Dengan penlight COA
dalam ditandai dengan semua bagian iris tersinari, sedangkan pada sudut
tertutup iris terlihat gelap seperti tertutup bayangan. Pemeriksaan
gonioskopi dapat menilai kedalamaan COA. Penilaian dilakukan dengan
memperhatikan garis-garis anatomis yang terdapat di sekitar iris. Penilaian
berdasarkan klasifikasi Shaffer dibagi menjadi 5 tingkat, dengan tingkat 4

15
sebagai COA yang normal yang dalam, sedangkan tingkat nol menunjukkan
sudut mata sempit.
Tekanan Intra Okular
Tekanan intraokular pada glaukoma absolut dapat tinggi atau normal.
Tekanan normal dapat terjadi akibat kerusakan corpus ciliaris, sehingga
produksi aqueus turun. Hal ini bisa terjadi pada penderita dengan riwayat
uveitis. TIO tinggi lebih sering ditemukan pada penderita glaukoma.
Dikatakan tekanan tinggi apabila TIO > 21 mmHg.
2.5 Penatalaksanaan

Terapi Medikamentosa
1. Supresi pembentukan aqueous humour
Penghambat adrenergik beta bekerja dengan mengurangi produksi
humour aqueous. Preparat yang tersedia atara lain adalah timolol maleat
0,25% dan 0,5%, betaxolol 0,25% dan 0,5%, dan lainlain. Kontraindikasi
utama penggunaan obatobat ini adalah penyakit obstruksi jalan napas
kronik, terutama asma, dan defek hantaran jantung. Betaxolol dengan
selektivitas relatif tinggi terhadap reseptor 1 lebih jarang menimbulkan
efek samping respiratorik, tetapi obat ini juga kurang efektif dalam
menurunkan TIO. Depresi, kebingungan, rasa lelah dapat timbul pada
pemakaian obat penghambat adrenergik beta topikal. Frekuensi timbulnya
efek sistemik dan tersedianya obatobat lain telah menurunkan
popularitas obat penyekat agonis adrenergik alfa adrenergic beta.
Brimonidine (larutan 0,2% dua kali sehari) merupakan yang
utamanya menghambat produksi aqueous serta meningkatkan pengeluaran
humor aqueous. Brimonidine dapat digunakan sebagai terapi lini pertama
atau tambahan, namun reaksi alergi sering mengakibatkan reaksi alergi.
Larutan Dorzolamide hydrochloride 2% dan brinzolamide 1% (dua
atau tiga kali sehari) merupakan inhibitor karbonat anhidrase topikal
yang efektif sebagai terapi tambahan, meskipun tidak seefektif
inhibitor karbonat anhidrase sistemik. Efek samping utama ialah rasa
pahit sementara dan blefarokonjungtivitis alergi. Dorzolamide juga
tersedia dalam kombinasi dengan timolol dalam satu larutan.
Inhibitor karbonat anhidrase sistemik yang paling sering digunakan

16
adalah acetazolamide, tetapi terdapat alternatif yaitu diklorfenamid dan
metazolamid yang digunakan pada glaukoma kronis ketika terapi topikal
sudah tidak memadai dan pada glaukoma akut dimana tekanan intraokular
yang sangat tinggi perlu segera dikontrol. Obat-obat ini mampu menekan
produksi humor aqueous sebesar 40-60%. Acetazolamide dapat diberikan
per oral dalam dosis 125-250 mg sampai empat kali sehari atau sebagai
Diamox Sequels 500 mg sekali atau dua kali sehari, atau dapat diberikan
secara intravena (500 mg). Inhibitor karbonat anhidrase menimbulkan efek
samping mayor yang membatasi penggunaan obat-obat ini untuk t erapi
jangka panjang
2. Fasilitasi aliran keluar humor aqueous
Analog prostaglandin merupakan obatobat lini pertama atau tambahan
yang efektif. Semua analog prostaglandin dapat menimbulkan
hiperemia konjungtiva, hiperpigmentasi kulit preorbita, pertumbuhan bulu
mata, dan penggelapan iris yang permanen . Obat ini juga sudah jarang
dihubungkan dengan reaktivasi uveitis dan herpes keratitis serta dapat
menyebabkan edema macula pada individu dengan predisposisi.
Obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar humor
aqueous humour dengan bekerja pada trabekular meshwork melalui
kontraksi otot siliaris. Pilocarpine jarang digunakan sejak ditemukannya
analog prostaglandin, tapi dapat bermanfaat pada sejumlah pasien. Obat-obat
parasimpatomimetik menimbulkan miosis disertai penglihatan suram, terutama
pada pasien katarak, dan spasme akomodatif yang mungkin mengganggu pada
pasien usia muda.
Epinefrin 0,25-2% diteteskan sekali atau dua kali sehari dapat
meningkatkan aliran keluar humor aqueous humor dan sedikit banyak
disertai penurunan pembentukan cairan aqueous humor. Terdapat
sejumlah efek samping okular eksternal termasuk refleksvasodilatasi
konjungtiva, endapan adrenokrom, konjungtivitis folikularis dan reaksi alergi.
Efek samping intraokular yang dapat terjadi adalah edema macula sistoid
pada afakik dan vasokonstriksi saraf optik. Dipivefrin adalah suatu prodrug
epinefrin yang dimetabolisasi di intraokular menjadi bentuk aktifnya.
Epineferin dan dipivefrin sebaiknya tidak digunakan untuk mata dengan

17
sudut kamera anterior sempit.
3. Penurunan volume vitreus
Obatobat hiperosmotik darah menyebabkan menjadi hipertonik
sehingga air tertarik keluar dari vitreus dan menyebabkan penciutan vitreus.
Selain itu juga terjadi penurunan produksi humor aqueous. Penurunan
volume vitreus bermanfaat dalam pengobatan glaukoma sudut tertutup akut
dan glaukoma maligna yang menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke
anterior (disebabkan oleh perubahan volume vitreus atau koroid) dan
menimbulkan penutupan sudut.
Glycerin (glycerol) oral 1 ml/kgBB dalam suatu larutan 50% dingin
dicampur dengan jus lemon adalah obat yang paling sering digunakan,
tapi harus berhatihati bila digunakan pada pengidap diabetes. Pilihan
lain adalah isosorbide oral dan urea intravena atau manitol intravena, miotik,
midriatik, dan siklopegik.
Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut
tertutup akut primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil
penting dalam pengobatan sudut akibat iris bombe karena sinekia posterior.
Apabila penutupan sudut disebabkan oleh pergeseran lensa ke anterior,
siklopegik (siklopentolat dan atropin) dapat digunakan untuk melemaskan otot
siliaris sehingga mengencangkan apparatus zonularis dalam usaha untuk
menarik lensa ke belakang.
Terapi Bedah dan Laser
1. Iridektomi dan iridotomi perifer
Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk
komunikasi langsung antara kamera anterior dan posterior sehingga beda
tekanan antara keduanya menghilang. Hal ini dapat dicapai dengan
laser neodinium: YAG atau argon (iridotomi perifer) atau dengan
tindakan bedah iridektomi perifer.
2. Trabekuloplasti laser
Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan luka bakar
melalui suatu goniolensa ke jalinan trabekular dapat mempermudah aliran
keluar humor akueous karena efek luka bakar tersebut pada jalinan
trabekular dan kanalis Schlemm serta terjadinya proses-proses selular
yang meningkatkan fungsi jaringan trabekular. Teknik ini dapat diterapkan

18
bagi bermacam-macam bentuk glaukoma sudut terbuka, dan hasilnya
bervariasi bergantung pada penyebab yang mendasari. Penurunan
tekanan biasanya memungkinkan pengurangan terapi medis dan
penundaan tindakan bedah glaukoma.
3. Bedah drainase glaukoma
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase
normal, sehingga terbentuk akses langsung humor aqueous dari kamera
anterior ke jaringan subkonjungtiva atau orbita, dapat dibuat dengan
trabekulektomi atau insersiselangdrainase. Trabekulektomi telah
menggantikan tindakan-tindakan drainase full thickness misal sklerotomi
bibir posterior, sklerostomi termal, trefin.
Penanaman suatu selang silikon untuk membentuk saluran keluar
permanen bagi humor aqueous adalah tindakan alternative untuk mata
yang tidak membaik dengan trabekulektomi atau kecil kemungkinannya
bereaksi dengan trabekulektomi. Sklerostomi adalah suatu tindakan baru
yang menjanjikan sebagai alternatif bagi trabekulektomi.
Goniotomi adalah suatu teknik yang bermanfaat untuk
mengobati glaukoma kongenital primer yang tampaknya terjadi sumbatan
drainase humor aqueous di bagian dalam jalinan trabekular.
4. Tindakan siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alasan untuk
mempertimbangkan tindakan dekstruksi korpus siliaris dengan laser atau
bedah untuk mengontrol tekanan intraokular. Krioterapi, diatermi,
ultrasonografi frekuensi tinggi, dan yang paling mutahir, terapi laser
neodinium: YAG thermal mode, dapat diaplikasikan ke permukaan m a t a
tepat di sebelah posterior limbus untuk menimbulkan
k e r u s a k a n k o r p u s s i l i a r i s d i b a w a h n ya . Juga sedang diciptakan
energi laser argon yang diberikan secara transpupilar dan transvitreal
langsung ke prosessus siliaris. Semua teknik siklodekstruktif tersebut
dapat menyebabkan ftisis dan harus dicadangkan sebagai terapi bagi
glaukoma yang sulit diatasi.
Penatalaksanaan Glaukoma Absolut
Penatalaksanaan glaukoma absolut dapat ditentukan dari ada tidaknya
keluhan. Ketika terdapat sudut tertutup oleh karena total synechiae dan tekanan

19
bola mata yang tidak terkontrol, maka kontrol nyeri menjadi tujuan terapetik
yang utama. Penatalaksanaan glaukoma absolut dilakukan dengan beberapa cara
:
1. Medikamentosa
Kombinasi atropin topikal 1% dua kali sehari dan kortikosteroid
topikal 4 kali sehari seringkali dapat menghilangkan gejala
simtomatis secara adekuat. Kecuali jika TIO lebih besar dari 60
mmHg. Ketika terdapat edema kornea, kombinasi dari pemberian
obat-obatan ini dilakukan dengan bandage soft contact lens
menjadi lebih efektif. Namun bagaimanapun, dengan pemberian
terapi ini, jika berkepanjangan, akan terdapat potensi komplikasi.
Oleh karena itu, pada glaukoma absolut, pengobatan untuk
menurunkan TIO seperti penghambat adenergik beta, karbonik
anhidrase topikal, dan sistemik, agonis adrenergik alfa, dan obat-
obatan hiperosmotik serta mencegah dekompensasi kornea
kronis harus dipertimbangkan.
2. Prosedur Siklodestruktif
Merupakan tindakan untuk mengurangi TIO dengan merusakan
bagian dari epitel sekretorius dari siliaris. Indikasi utamanya adalah
jika terjadinya gejala glaukoma yang berulang dan tidak teratasi
dengan medikamentosa., biasanya berkaitan dengan glaukoma
sudut tertutup dengan synechia permanen, yang gagal dalam
merespon terapi. Ada 2 macam tipe utama yaitu : cyclocryotherapy
dan cycloablasi laser dgn Nd:YAG.
Cyclocryotherapy dapat dilakukan setelah bola mata
dianaestesi lokal dengan injeksi retrobulbar. Prosedur ini
memungkinkan terjadinya efek penurunan TIO oleh karena kerusakan
epitel siliaris sekretorius, penunrunan aliran darah menuju corpus
ciliaris, atau keduanya. Hilangnya rasa sakit yang cukup berarti
adalah salah satu keuntungan utama cyclocryotheraphy.
Dengan Cycloablasi menggunakan laser Nd:YAG, ketika
difungsikan, sinar yang dihasilkan adalah berupa sinar infrared.
Laser YAG dapat menembus jaringan 6 kali lebih dalam
dibandingkan laser argon sebelum diabsorbsi, hal ini dapat

20
digunakan dalam merusak trans-sklera dari prosesus siliaris.
3. Injeksi alkohol
Nyeri pada stadium akhir dari glaukoma dapat dikontrol
dengan kombinasi atropin topikal dan kortikosteroid atau, secara
jarang, dilakukan cyclocryotheraphy. Namun demikian, beberapa
menggunakan injeksi alkohol retrobulbar 90% sebanyak 0,5 ml
untuk menghilangkan nyeri yang lebih lama. Komplikasi utama
adalah blepharptosis sementara atau ophtalmoplegia eksternal.
4. Enukleasi bulbi
Cara ini jarang dilakukan, enukleasi dilakukan bila rasa nyeri
yang ditimbulkan tidak dapat diatasi dengan cara lainnya.

BAB III
KESIMPULAN
Glaukoma absolut merupakan tahap akhir dari semua jenis glaukoma,
terutama pada kasus glaukoma yang tidak terdiagnosis dini dan tidak tertangani
dengan benar. Riwayat mengenai gejala serta pemeriksaan fisik dan penunjang
pada pada pasien sesuai dengan gejala glaukoma sudut tertutup. Namun
karena penanganan yang tidak adekuat kerusakan pada papil nervus optokus
berlangsung secara progresif, dan akhirnya menyebabkan kebutaan yang
ditandai dengan light perception negatif pada mata kiri dan kerusakan papil.
Karena sudah mencapai tahap glaukoma absolut, maka penatalaksanaan hanya
terbatas untuk menurunkan TIO. Dengan penurunan TIO diharapkan keluhan
seperti rasa pegal di sekitar mata yang dialami dapat berkurang.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Shock JP. Lensa. Dalam: Vaughan D, Asbury T. Oftalmologi Umum (General


Opthalmology). Alih bahasa: Ilyas S. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika, 2000

2. Ilyas S, Mailangkay, Taim H, Saman R, Simarmata M et al. Ilmu Penyakit Mata


Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran Edisi ke 2. Jakarta: Sagung Seto,
2002

3. James B, Chew C, Bron A. Lecture Notes Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta, Penerbit


Erlangga, 2006

4. Asta. Glaukoma. 2009 ; (online), (http://www.astaqauliyah.com diakses 14 Juli 2010)

5. Mansjoer Arif, dkk. Ilmu Penyakit Mata dalam: Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3.
Jakarta, FKUI, 2001 hal 109-110

6. Anonymous. Glaukoma Absolut. 2009; (online), (http://www.wrongdiagnosis.com


diakses 14 Juli 2010)

22

Anda mungkin juga menyukai