Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa. Katarak merupakan
penyebab masalah tersering dari gangguan penglihatan. Proses penuaan
merupakan penyebab umum dari katarak. Prevalensi katarak yang terjadi pada
usia 65-74 tahun terjadi sebanyak 50% sedangkan pada usia lebih dari 75 tahun
prevalensi ini meningkat hingga 70%.1-3
Lensa merupakan bagian berperan penting dalam proses katarak. Sifat
transparan dari lensa membuat sinar yang masuk dari kornea kemudian sampai di
lensa dapat diteruskan hingga keretina yang membuat kita dapat melihat dengan
jelas. Lensa yang bersifat avaskular dan tidak memiliki sistem saraf didalamnya
mempunyai proses keseimbangan dari elektrolit, dan cairan didalamnya, yang
harus selalu dijaga keseimbangannya. 1,3
Katarak merupakan suatu keadaan dimana, lensa mengalami berbagai
macam proses yang membuat keadaannya tidak lagi jernih, transparan, sehingga
cahaya yang melewati lensa tidak dapat difokuskan ke retina, sehingga seseorang
1,2
akan mengalami gangguan penglihatan. Yang membuat perubahan dari
morfologi maupun kandungan dari lensa tersebut, bisa akibat dari proses
degenerasi. Selain dari itu dapat juga disebabkan karena penyakit sistemik seperti
diabetes mellitus, galaktosemia. Akibat dari infeksi seperti uveitis dan
penggunaan steroid dalam jangka waktu lama juga dapat menyebabkan katarak,
akibat suatu trauma, pasca bedah mata, dan masih banyak beberapa keadaan lain
dari tubuh yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menyebabkan
katarak disamping proses degenerasi, hal ini yang dikenal dengan katarak
komplikata. 1,2
Ptisis bulbi merupakan suatu keadaan dimana bola mata mengecil, tidak
bisa melihat, atau keadaan tidak berfungsinya mata4. Semua keadaan dengan
atropi dan sikatrik pada mata yang menyebabkan disorganisasi dari struktur
intraokular merupakan ptisis bulbi.4 Sebuah penelitian mengenai prevalensi ptisis
1
bulbi tahun 2012 di London, dari 333 subyek penelitian, 8,3% mengalami
gangguan penglihatan berat berupa kehilangan penglihatan. Dari segi usia, onset
kejadian ptisis bulbi beragam dan dapat terjadi pada usia berapa saja (17-97
tahun) dengan perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 1,3 : 1.5 Etiologi dari
ptisis bulbi sangat beragam tergantung dari penyebab kerusakan mata. Pada
umumnya, ptisis bulbi paling banyak disebabkan oleh peradangan non infeksi
berupa trauma mata. Penyebab terbanyak berikutnya adalah infeksi mata dan
tidakan atau prosedur operasi mata. Terapi yang bisa diberikan pada kondisi ini
adalah terapi yang bersifat suportif dan paliatif karena kondisi ini bersifat
permanen dan tidak akan ada perbaikan.4-5

2
BAB II

LAPORAN KASUS

Anamnesis
Identifikasi Nama : Ny. D
Umur : 48 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SD
Alamat : Jl. Batam No.40, lebak bandung
Tanggal berobat : 07 November 2018
Keluhan utama Mata kanan kabur sejak ± 2 tahun SMRS
Anamnesa Khusus ±2 tahun SMRS pasien mengeluhkan mata kanan kabur.
Hal ini dirasakan pasien secara tiba-tiba setelah mata
kanan terkena benda yang masuk ke mata pasien saat
menjemur pakaian, setelah kejadian tersebut pasien
mengatakan pandangannya menjadi kabur. Pasien
mengaku bahwa sebelumnya pandangan mata kianannya
terang dan jelas. Pasien kemudian berobat ke RSUD H.
Abdul Manap dan telah diberikan obat tetes mata (atropine
sulfat 1%) dan keluhan berkurang, namun lama kelamaan
penglihatan kabur seperti ditutupi oleh bayangan
putih/asap.
±1 bulan SMRS keluhan dirasakan semakin memberat
sehingga mengganggu aktivitas. Pasien juga mengeluhkan
matanya terasa lebih silau ketika melihat cahaya, terutama
disiang hari, kadang berair namun tidak mengganggu.
Riwayat penggunaan kaca mata (+) pasien lupa ukuran

3
kaca matanya, nyeri mata kanan (-), mata merah (-), gatal
(-), rasa mengganjal (-), berada seperti dalam terowongan
(-), berjalan saat senja/malam hari menabrak (-) melihat
seperti pelangi (-).
Pasien mengaku mata kirinya sudah tidak dapat
melihat sama sekali sejak umur 7 tahun, saat itu pasien
diceritakan keluarganya mengalami sakit campak dimata
kirinya sehingga pasien tidak dapat melihat. Saat kejadian
pasien tidak ingat betul karena masih kecil. Pasien terbiasa
menggunakan mata kanan saja sejak saa itu.
Riwayat penyakit a. Riwayat keluhan serupa (-)
dahulu b. Riwayat operasi (-)
c. Riwayat penyakit DM disangkal
d. Riwayat hipertensi (-)
e. Trauma pada mata (-)
f. Alergi (-)
g. Riwayat campak (+) saat usia 7 tahun
Anamnesa keluarga Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti pasien
Riwayat gizi IMT = BB/(TB)2= 45/155 = 18,75 → normal
Keadaan sosial Menengah, pasien berobat menggunakan BPJS.
ekonomi

Penyakit sistemik
 Tractus respiratorius Tidak ada keluhan
 Tractus digestivus Tidak ada keluhan
 Kardiovaskuler Tidak ada keluhan

 Endokrin Tidak ada keluhan

 Neurologi Tidak ada keluhan

 Kulit Tidak ada keluhan


Tidak ada keluhan
 THT

4
 Gigi dan mulut Tidak ada keluhan
 Lain-lain Tidak ada keluhan

Pemeriksaan visus dan refraksi


OD OS
Visus : 1/300 Visus : 0

II. Muscle Balance

Kedudukan bola mata

Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Pergerakan bola mata

Pemeriksaan Eksternal

Keruh gr.IV

sikatrik Sinekia anterior Ptisis

5
Palpebra superior edema(-),enteropion (-), edema(-), enteropion (-), massa
massa (-), hiperemis (-) (-), hiperemis (-)

Palpebra Inferior edema(-),enteropion (-), edema(-),enteropion (-), massa


massa (-), hiperemis (-) (-), hiperemis (-)
Cilia Trikiasis(-), Distrikiasis (-) Trikiasis(-), Distrikiasis (-)
Aparatus Tampak normal Tampak normal
Lacrimalis
Conjugtiva tarsus Papil (-), folikel(-), litiasis (- Papil (-), folikel (-), litiasis (-),
superior ), hiperemis (-) hiperemis (-)
Conjungtiva Papil(-), folikel(-), litiasis (- Papil(-), folikel(-), litiasis (-),
tarsus inferior ), hiperemis (-) hiperemis (-)
Conjungtiva Injeksi Siliar (-) Injeksi Siliar (-)
Bulbi Injeksi Konjunctiva (-) Injeksi Konjunctiva (-)
Kimosis (-), ekimosis (-) Kimosis (-), ekimosis (-)
Kornea Keruh, sikatrik (+) central Putih
ukuran ±2mm, Edema (-),
Infiltrat (-), Ulkus (-)
COA Kedalaman Sedang, darah (- Tidak dapat dinilai
), pus (-)
Pupil Iregular Tidak dapat dinilai
Refleks Cahaya :
- Direct (+)
- Indirect (+)
Diameter : 2 mm
Iris Ireguler, melekat dengan Tidak dapat dinilai
cornea, warna Coklat,
prolaps (-)
Lensa Keruh, shadowtest (-) Tidak dapat dinilai
Lain-Lain
Posisi Normal Enoftalmus

6
Pemeriksaan Slit Lamp

Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)


Conjungtiva Papil (-), folikel (-) Papil (-), folikel (-)
tarsus
Conjungtiva Injeksi siliar (-), injeksi Injeksi siliar (-), injeksi
bulbi konjungtiva (-), hiperemis(-) konjungtiva (-), hiperemis (-)

Kornea Keruh, sikatrik (+) central Putih


ukuran ±2mm, edema (-),
infiltrate (-)
COA Sedang Tidak dapat dinilai
Iris Ireguler, melekat dengan Tidak dapat dinilai
cornea, warna coklat
Lensa Keruh, shadowtest (-) Tidak dapat dinilai
Tekanan Intra Okuler
Palpasi Normal Normal
Tonometri non kontak: 13 Tonometri non kontak: tidak
mmHg dapat dinilai
Funduskopi
tidak dilakukan tidak dilakukan

VISUAL FIELD
Konfrontasi Tidak dilakukan tidak dilakukan

7
Pemeriksaan Umum
Tinggi badan 155 Cm
Berat badan 45 Kg
Tekanan darah 120/80 mmHg
Nadi 88 kali/menit
Suhu 36,40C
Pernapasan 18 kali/menit
Kerdiovaskuler BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Traktus gastrointestinal Bising usus (+)
Paru-paru Vesicular (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Neurologi Tidak dilakukan

Diagnosis : Katarak Komplikata OD + Ptisis Bulbi OS

Anjuran pemeriksaan :
Funduskopi

Pengobatan :
- Atropin sulfat 1% 2x OD
- Pro operasi extracapsular cataract extraction + Intra ocular lens (OD)
+ Release sinekia OD (6-12-2108)
Prognosis :
Quoad vitam : dubia ad bonam
Quoad functionam : dubia ad bonam jika dioperasi
Quoad sanationam : dubia ad bonam

8
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa


Lensa merupakan salah satu media refraksi pada mata yang sangat penting
dan berfungsi memfokuskan gambar pada retina. Total kekuatan refraktif sekitar
10-20 Dioptri bergantung pada akomodasi tiap individu. Lensa merupakan sruktur
transparan, bikonveks seperti cakram.Ketebalan lensa sekitar 4 mm2. Pada orang
dewasa berat lensa sekitar 220 mg.3 Posisinya disebelah posterior iris dan
disangga oleh serat-serat zonula yang berasal dari corpus cilliare. Serat-serat ini
menyisip kebagian ekuator kapsul lensa.Kapsul lensa adalah suatu mebran basalis
yang mengelilingi substansi lensa.Sel-sel epitel dekat ekuator lensa membelah
sepanjang hidup dan terus berdiferensiasi membentuk serat-serat lensa baru
sehingga serat-serat lensa yang lebih tua dipampatkan ke nucleus sentral. Serat-
serat muda yang kurang padat, di sekeliling nucleus menyusun korteks lensa.2

Gambar 3.1 Bentuk dan posisi lensa mata6


Lensa merupakan struktur yang avascular dan tidak mempunyai
persyarafan. Sehingga lensa bergantung sepenuhnya pada aqueous humor untuk
memenuhi kebutuhan metabolik dan membuang zat sisa.7 Metabolisme lensa
bersifat anaerob akibat rendahnya kadar oksigen terlarut dalam aqueous.2,7
Lapisan epitelium lensa yang berperan dalam menjaga keseimbangan dan
9
mengatur transportasi nutrien, mineral dan air ke dalam lensa melalui “pump-leak
system”. Sistem ini memperbolehkan terjadinya transportasi aktif natrium,
klorida, kalsium dan asam amino dari aqueous humor ke dalam lensa.Sedangkan
perpindahan pada bagian kapsul lensa posterior melalui difusi pasif.3 Proses
keseimbangan transportasi ini penting bagi transparansi lensa.Kandungan air yang
dimiliki lensa harus stabil. Kandungan air yang dimiliki oleh lensa akan semakin
menurun seiring dengan pertambahan usia, hal ini berbanding terbalik dengan
kandungan protein lensa tidak larut air yang semakin meningkat. Sehingga lensa
pada usia tua menjadi lebih keras, kurang elastik dan kurang transparan. Proses ini
terjadi hampir 95% pada orang tua usia diatas 65 tahun .lensa yang keruh akan
memperlihatkan pupil berwarna putih atau abu-abu.3

Gambar 3.2 Mekanisme pump-leak system pada lensa mata7

3.2 Katarak
Berdasarkan data WHO, katarak merupakan penyebab utama dari
kebutaan dan gangguan penglihatan di seluruh dunia. WHO memperkirakan
katarak menyebabkan buta yang bersifat reversibel lebih dari 17 juta dari 37 juta
individu yang mengalami kebutaan di seluruh dunia dan angka ini diperkirakan
mencapai 40 juta individu pada tahun 2020.3,7

10
Walaupun katarak dapat disebabkan oleh faktor metabolik, kongenital,
ataupun traumatik, namun katarak yang berhubungan dengan usia yaitu katarak
senilis lah yang mempunyai efek sosioekonomik paling besar. Hal ini disebabkan
oleh prevalensinya yang tinggi.3
Berikut tabel yang memaparkan klasifikasi dan penyebab kekeruhan pada lensa :
Tabel 3.1 Klasifikasi (terminology) dari kekeruhan lensa3,7

11
Tabel 3.2 Penyebab kekeruhan lensa3,7

12
3.3 Katarak Komplikata

13
Katarak komplikata adalah keadaan dimana kekeruhan terjadi pada lensa
yang diakibatkan penyakit mata lain baik lokal atau penyakit sistemik. Seperti
radang, dan proses degenarasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa,
glaucoma, tumor intra ocular, iskemia ocular, nekrosis anterior segmen,
buftalmos, akibat suatu trauma dan pasca bedah mata. Katarak disebakan oleh
penyakit sistemik endokrin (diabetes mellitus, hipoparatiroid, galaktosemia dan
miotonia distrofi) dan keracunan obat (tiotepa intra vena, steroid local lama,
steroid sistemik, oral kontra septic dan miotika antikolinesterase). Katarak
komplikata memberikan tanda khusus dimana mulai katarak selamanya didaerah
bawah kapsul atau pada lapis korteks, kekeruhan dapat difuse, pungtata atau
linear. Dapat berbentuk rosete, reticulum dan biasanya terlihat vakuol. Ini dapat
terjadi pada semua usia. Suatu penyakit dapat merusak lensa dengan menganggu
nutrisi yang dimiliki lensa atau efek toksik yang mempengaruhi lensa.1-3
Katarak ini biasanya melibatkan daerah subkapsular posterior karena
bagian kapsul posterior lebih tipis yang akhirnya berkembang hingga mengenai
seluruh lensa. Katarak komplikata biasanya dapat bersifat unilateral dan bilateral.
Pada kasus yang unilateral biasanya bersifat akibat penyakit yang bersifat lokal,
seperti glaukoma, uveitis, pemakaian lokal atau sistemik steroid, miopia tinggi,
ablasio retina, retinitis pigmentosa, tumor intraokular. Sedangkan bilateral
katarak komplikata biasanya terjadi berhubungan dengan penyakit sistemik seperti
diabetes melitus, hipoparatiroid, miotonik distrofi, atopic dermatitis,
galaktosemia.1-3,6

3.3.1 Katarak pada Uveitis


Uveitis merupakan masalah yang sering ditemukan dalam bentuk yang
berbeda-beda. Ini merupakan suatu keadaan kronik. Uveitis merupakan inflamasi
yang terjadi pada bagian koroid(koroiditis), badan siliar(uveitis intermediate,
cyclitis,uveitis perifer, atau pars planitis) atau iris(iritis). Anterior uveitis
merupakan yang paling sering terjadi dan biasanya sifatnya unilateral dan akut.
Gejala yang timbul ada nyeri, fotofobia, dan penglihatan kabur. Dari pemeriksaan
bisa didapatkan kemerahan disekeliling kornea dengan injeksi konjungtiva
14
ataupun kotoran. Keadaan ini biasanya memerlukan pengobatan kortikosteroid
jangka panjang atau obat-obatan imunosupresif. Pembentukan katarak sangat
sering terjadi pada kasus – kasus ini.7-9
Penanganan katarak pada uveitis membutuhkan perhatian lebih .
Tantangan dalam pengobatan ini tidak hanya tingkat kesulitan operasi yang tinggi
tetapi juga bagaimana mengontrol inflamasi yang terjadi dalam periode
perioperatif. Katarak pada uveitis sendiri merupakan hasil dari kronik inflamasi
dan merupakan konsekuensi dari penggunaan kortikosteroid jangka panjang.8
Dari sebuah studi didapatkan katarak terjadi sebanyak 317(21%) dari 1506
pasien dewasa uveitis dan 128(37%) pasien menjadi katarak dari 446 pasien anak
dengan uveitis. Pembentukan katarak ini jarang terjadi pada kasus uveitis
posterior, lebih sering terjadi pada uveitis anterior ( 50%) dan intermediate
uveitis . Faktor resiko dapat berupa uveitis kronik, pembentukan fibrin,
pengobatan dosis tinggi dari kortikosteroid, dan riwayat dari pars plana
vitrektomi(PPV). 9-10
Penyebab spesifik dari uveitis seringkali sulit ditemukan, tetapi pada
beberapa kasus uvetis berhubungan dengan :
- Gangguan autoimun: Rheumatoid arthritis atau ankilosing spondilitis
- Gangguan Inflamasi : Penyakit Chron’s atau colitis ulseratif
- Infeksi : cat-scratch disease, herpes, sifilis, toksoplasmosis, tuberculosis
- Trauma mata
- Keganasan tertentu : limfoma yang memiliki efek tidak langsung terhadap
mata
Anterior uveitis – inflamasi ini mengenai bagian iris(iritis) atau inflamasi
dari iris dan badan silar(iridosiklitis). Sifatnya adalah unilateral dan bersifat akut.
Pupil dapat terjadi miosis atau irregular akibat dari sinekia posterior. Gejala
biasanya berupa nyeri, fotofobia, dan penglihatan buram. Inflamasi yang terjadi
pada bilik anterior harus dicek tekanan intraokularnya. Sel-sel inflamasi serta
debris dari peradangan ini membentuk suatu keratik presipitat pada bagian
endothelium corneal.9,11

15
Intermediate uveitis – mengenai area dibelakang badan siliar dan retina.
Biasanya terjadi pada anak-anak , remaja dan dewasa muda. Yang terjadi pada
perdangan ini ditandai dengan inflamasi vitreous. Sifatnya biasanya bilateral,
gejala yang khas bisanya disertai dengan floater dan penglihatan yang buram.
Nyeri, fotofobia dan kemerahan minimal bahkan tidak ada.11-12
Posterior uveitis – Inflamasi terjadi pada bagian segmen posterior mata,
yaitu koroid dan retina. Biasanya berhubungan dengan penyakit-penyakit
autoimun seperti rheumatoid arthritis. Gejala yang muncul biasanya adanya
floaters, hilangnya lapang pandang penglihatan atau skotoma atau menurun visus
penglihatan yang dapat sangat berat. Terkadang dapat ditemukan adanya ablasi
retina yang sifatnya trsksi, regmatogen atau dengan eksudat.11

Patofisiologi Katarak pada Uveitis


Katarak yang terjadi pada anak-anak dengan uveitis ini biasanya tipe
subkapsular katarak . Sinekia posterior terkadang terjadi pada kasus ini, yang
disertai dengan daerah kapsul anterior nekrosis serta terjadi kekeruhan pada lensa.
Jaringan fibrin yang terdapat pada membran dari lensa biasanya ditemukan
berserta dengan kekeruhan pada daerah dibawah kapsul anterior.11-13
Pembentukan katarak yang terjadi pada bagian polus posterior dari lensa
dapat dijelaskan dari hilangnya dinding pertahanan dari membran epitelial dan
disertai bagian posterior merupakan bagian yang paling tipis dari kapsul lensa.
Dimana terjadi inflamasi maka sel radang akan terakumulasi pada bagian bilik
anterior maupun posterior sehingga menyebabkan penebalan lensa akibat dari
sistem osmotik yang tidak seimbang. Kandungan protein yang disertai sel-sel
radang akan menyebabkan air masuk kedalam lensa sehingga lensa menjadi lebih
tebal dan keruh. Disamping itu juga terjadi proses proliferatif dari sel epitel lensa
abnormal(LEC/Lens Epithelial Cell). Sel abnormal ini menghasilkan ekstraselular
basal membran dan ekstraseluler maktriks sebelum berdegenerasi bersama
dengan serat-serat lensa sekelilingnya.11,14

16
3.3.2 Katarak Pada Penggunaan Steroid
Efek samping pada pemakaian jangka panjang dari steroid bersifat luas,
dimana insiden tertinggi adalah terjadinya katarak subkapsular posterior.
Penggunaan dari steroid harus dibatasi dalam pemberiannya secara sistemik
maupun topikal pada inflamasi okular, maupun pada masalah-masalah
transplantasi organ. Mekanisme terjadinya kekeruhan pada lensa, belum
sepenuhnya dapat ditemukan dan tidak ada pengobatan yang efektif selain operasi
pengangkatan lensa.3,11,15
Salah satu mekanisme dari terbentuknya katarak subkapsular posterior
adalah karena dihambatnya Na_K_-adenosine triphosphatase (ATPase) oleh
kortikosteroid sehingga menghasilkan konsentrasi natrium yang tinggi dibagian
intraseluler dan menurunnya kadar potasium, sehingga terjadi akumulasi air pada
bagian serat lensa . Cadherin merupakan merupakan protein yang berfungsi
sebagai adhesi molekul antar sel, dan bersifat mengatur adesi dari sel yang
bergantung pada kalsium. Cadherin berfungsi sebagai jembatan antar sel. Ketika
adesi dari sel tidak terjadi dapat membuat terjadinya katarak, karena adesi dari sel-
sel ini berperan penting terhadap sifat lensa yang transparan.3,11,16
Hasil yang didapatkan dari sebuah penelitian adalah bahwa pemberian dari
steroid menstimulus pembentukan katarak yang bersamaan dengan menurunnya
kadar N-cadherin protein. Glukokortikoid reseptor antagonis RU 486 . Ini
menunjukan bahwa pengobatan untuk katarak karena penggunaan steroid dapat
diberikan glukokortikoid reseptor.8
Karakteristik katarak yang disebabkan oleh steroid bersifat bilateral,
terjadi pada bagian posterior polus atau korteks, tepat didalam kapsul posterior,
terkadang dapat meluas hingga kebagian anterior korteks dengan bentuk yang
iregular. Bagian tepi biasanya sedikit tajam, tetapi biasanya dikelilingi dengan
sedikit keabu-abuan. Kekeruhan berwarna putih kekuningan pada lensa dengan
disertai adanya vakuol kecil. 3,10
Dikatakan bahwa katarak subkapsular katarak ini berkembang hanya pada
pasien yang menggunakan dosis steroid tingg dengan jangka waktu yang panjang

17
lebih dari 1 tahun, dimana dengan dosis prednison kurang dari 10mg perhari
dikatakan sepertinya tidak terjadi perubahan pada lensa.7,9
Pengobatan steroid yang menyebabkan katarak , tidak sebatas pada
pemberian secara oral, tetapi pada penggunaan topikal yang biasa dilakukan
optalmologis. Gangguan yang terjadi akibat penggunaan steroid ini dapat berupa
gangguan dalam sistem osmotik , oksidatif, modifikasi protein, dan gangguan
metabolik. Pada sistem osmotik terjadi inaktivasi dari Natrium Kalium ATPase
sehingga permeabilitas membran meningkat , meningkatkan akumulasi cairan,
fluktuasi dari indeks refraktif sehingga cahaya yang masuk kedalam lensa
berpendar, tidak fokus pada retina.3,6
Kerusakan akibat radikal bebas menyebabkan rusaknya membran dan
rusaknya protein didalam lensa. Oksidasi yang terjadi akibat penggunaan steroid
menyebabkan terjadinya denaturasi dari protein, agregasi dan insolubel protein
dari lensa. Yang terakhir adalah gangguan metabolisme dimana terjadi ambilan
glukosa yang kemudian terakumulasi pada lensa. Diduga penggunaan antioksidan
atau anti radikal bebas, dapat memprevensi pembentukan dari katarak, termasuk
melindungi dari penggunaan steroid.10

3.3.3 Katarak Pada Diabetes Melitus


Komplikasi yang sering terjadi pada diabetes tipe 1 dan 2 adalah diabetik
retinopati, dimana hal ini menduduki peringkat ke-lima penyebab kebutaan di
Amerika. Sebanyak 95% pasien diabetes tipe 1 dan 65% pasien diabetes tipe 2
yang memiliki penyakit ini lebih dari 20 tahun, pasti muncul tanda dari diabetik
retinopati.3,8
Katarak merupakan salah satu akibat dari gangguan penglihatan pada
pasien diabetes dengan insiden dan progresif katarak yang meningkat pada pasien
dengan diabetes melitus. Dengan meningkatnya insiden dari diabetes tipe 1 dan
tipe 2, secara seimbang meningkatkan diabetik katarak. Walaupun operasi
katarak merupakan tindakan yang paling sering dilakukan sebagai pengobatan
yang efektif , perkembangannya untuk di hambat dan mencegah berkembangnya
katarak pada pasien diabetes masih merupakan suatu tantangan.3,9-12
18
Patogenesis
Sorbitol dibentuk dari glukosa dalam jalur polyol dengan enzim aldose
reductase, enzim pertama pada jalur polyol. Jalur ini tidak hanya terdapat pada
lensa, tetapi juga terdapat pada jaringan lain, termasuk dalam kornea, iris, retina,
saraf dan ginjal.3,9-10
Diketahui bahwa akumulasi dari sorbitol pada jaringan intraselular
menghasilkan perubahan osmotik pada jaringan lensa yang bersifat hidropik yang
akhirnya berdegernerasi dan membentuk gula katarak. Di lensa, sorbitol
diproduksi lebih cepat dibandingan perubahannya menjadi fruktosa oleh enzim
sorbitol dehidrogenase. Peningkatan akumulasi dari sorbitol membuat keadaan
hiperosmotik sehingga cairan masuk karena adanya perbedaan gradien osmotik.11-
13

Dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh hewan, akhirnya ditemukan


sebuah hipotesis osmotik dari katarak akibat mekanisme gula, yang menghasilkan
peningkatan cairan di daerah intraselular yang merupakan respon dari media AR
pada jalur polyol sehingga menghasilkan pembengkakkan lensa dikarenakan oleh
perubahan biokimia yang berakhir dengan pembentukan katarak.7,11
Perubahan tekanan osmotik yang disebabkan oleh akumulasi dari sorbitol
membuat perubahan pada endoplasmik retikulum yang kemudian hal ini
menyebabkan terbentuknya radikal bebas. ER juga menyebabkan fluktuasi dari
kadar glukosa yang menghasilkan reaktif oksigen spesies dan menyebabkan stress
oksidatif yang merusak serat lensa.7,10-11,14
Kemudian perubahan osmotik yang terjadi di lensa, menganggu
permeabilitas membran dari lensa, yang berakibatkan kadar ion kalium , asam
amino, dan myoinositol lebih tinggi didalam lensa dibandingkan jaringan
sekitarnya yang berupa cairan intraokular, sehingga terjadi perembesan dari lensa
keluar. Ion Natrium dan klorida dibentuk didalam lensa karena hilangnya kadar
kalium, sehingga terjadi gangguan elektrolit didalam lensa yang menyebabkan
kekeruhan pada lensa. Ini merupakan mekanisme awal yang terjadi akibat dari
kerja aldose reduktase yang membuat kekeruhan pada lensa.7,9,11

19
Penelitian yang dilakukan oleh Beaver Dam Eye study dengan 3684
koresponden dengan usia diatas 43 tahun , dan dilakukan selama 5 tahun
ditemukan bahwa terdapat korelasi antara diabetes melitus dan pembentukan
katarak . Didalam penelitian tersebut juga dikatakan bahwa insiden dari kortikal
dan posterior subcapsular katarak berhubungan dengan diabetes. Penelitian lebih
lanjut menunjukan pasien dengan diabetes sangat cenderung berkembang
opaksiatas pada lensa bagian kortikal dan menunjukan bahwa tingginya prevalensi
operasi katarak, dibandingkan pada pasien yang non-diabetik. Dari analisis yang
dilakukan dibuktikan bahwa semakin lama durasi dari diabetes yang dialami
sangat berhubungan dengan peningkatan frekuensi katarak kortikal yang juga
meningkatkan frekuensi dari operasi katarak .3,10-13
Katarak yang terjadi pada pasien diabetes melitus dapat terjadi dalam 3 bentuk :.3
1. Pasien dengan dehidrasi berat , asidosis dan hiperglikemia nyata, pada
lensa akan terlihat kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut.
Bila dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa , kekeruhan akan hilang
bila terjadi rehidrasi dan kadar gula normal kembali.
2. Pasien diabetes juvenil dan tua tidak terkontrol , dimana terjadi katarak
serentak pada kedua mata dalam 48 jam , bentuk dapat snow flake atau
bentuk piring subkapsular
3. Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara histologik
dan biokimia sama dengan katarak pasien non diabetik.
Pada kasus-kasus ini perlu dilakukan pemeriksaan urine dan darah untuk
mengetahui kadar glukosa darah puasa.
Pengobatan
Pengobatan yang dapat dilakukan pada pasien katarak diabetikum
biasanya yang paling sering digunakan adalah dengan teknik fakoemulsifikasi,
karena hasil yang didapatkan mengurangi resiko dari inflamasi post operasi, dan
astigmat, rehabilitasi visual secara cepat. Operasi sebaiknya dilakukan sebelum
lensa semakin opak dan matur. Hasil yang didapatkan dari operasi katarak sangat
baik, tetapi pasien dengan diabetes memiliki penglihatan lebih kurang
dibandingankan pasien tanpa diabetes melitus. Operasi memiliki kemungkinan
20
untuk terjadi retinopati secara cepat, menyebabkan terjadinya rubeosis atau dapat
terjadi perubahan makula, seperti makula eema atau sistoid edema makula. Yang
terburuk adalah pada mata yang dioperasi dapat terjadi proliferatif retinopati dan
atau tanpa disertai dengan edema makula.3,11,15

3.3.4 Katarak Pada Galaktosemia


Susu yang mengandung laktosa (ASI maupun formula) dihidrolisasi oleh
enzim laktase menjadi bentuk monosakarida , glukosa dan galaktosa yang
kemudian diabsorbsi didalam usus dengan proses phosporylation. Galaktosa
merupakan jenis monosakirada yang siap diabsorsi dan kemudian dibawa kehepar
dan diubah menjadi glikogen . Galaktosemia merupakan gangguan metabolisme
yang dimana konversi ini tidak terjadi akibat dari defisiensi enzimgalaktosa 1-
fosfaturidililtransferase.3,9,16
Galaktosemia merupakan penyakit herediter dan terjadi pada kurang lebih
1 dari 18,000 kelahiran. Penemuan klinis yang bermakna pada bayi baru lahir
adalah adanya hepatomegali, malnutrisi,katarak dan galaktosemia. Katarak
umumnya terdeteksi pada beberapa hari setelah bayi lahir.3,10
Dahulu penyakit ini sering sulit dibedakan dengan diabetes, karena pada
pemeriksaan urine, glukosa juga didapatkan hasil yang positif.Sekarang ini sudah
tersedia pemeriksaan khusus galaktosa oksidasi tes. Hasil positif dari galaktosa
dapat dilakukan dengan pemeriksaan kertas kromatografi. Pengobatan dari
penyakit ini dapat dilakukan dengan diet galaktosa, dimana ketika kadar galaktosa
berkurang gejala yang muncul akan berkurang yang menunjukan bahwa penyakit
ini terdeteksi pada saat awal. Pada beberapa kasus katarak menghilang ketika
pemberian susu bayi ini kandungan utamanya pada susu yaitu sumber galaktosa
ini dihilangkan.8,12
Pada percobaan yang dilakukan oleh mencit katarak akibat galaktosemia
muncula dengan mekanisme awal adanya vakuol yang bertambah banyak seiiring
dengan berkembanganya kekeruhan pada lensa bagian nuklear. Secara kontras
penelitian yang dilakukan pada manusia menunjukan tipe katarak nuklear yang
bersifat lamelar. Dengan penelitian lebih lanjut pada mencit yang ibunya
21
diberikan diet dari galaktosa, ditemukan katarak yang serupa berupa katarak
nuklear lamelar.8-9
Patofisiologi yang terjadi bermula pada perubahan morfologi lensa juga
ditemukan bahwa serat lensa yang bersifat hidropik, dan terjadi akumulasi cairan
didalam intraseluler, sehingga membuat suatu celah interfibrilar yang kemudian
diisi dengan presipitasi dari protein-protein. Terdapat dua alasan utama yang
menyebabkan keadaan lensa itu sendiri menjadi hidropik. Dalam galaktosa
katarak metabolit abnomal dari galaktosa-1-fosfat berakumulasi didalam lensa
secara perlahan yang menghasilkan gangguan osmotik secara minimal. Selain itu
juga ditemukan adanya kandungan dulsitol , yang merupakan bentuk gula alkohol
dari galaktosa pada lensa. Retensi dari dulsitol dalam lensa ini membuat keadaan
hipertonik sehingga air masuk kedalam serat lensa. Akumulasi dari dulsitol ini
terjadi paralel bersama dengan peningkatan air pada lensa.8,11,16

3.4 Gambaran Klinis


Pasien dengan katarak mengeluh penglihatan seperti berasap dan tajam
penglihatan menurun secara progresif. Keluhan lain juga adalah rasa silau,
terutama terjadi saat individu dengan katarak mengemudikan kendaraan. Hal ini
terjadi karena katarak mendispersikan cahaya putih dan mengakibatkan penurunan
tajam penglihatan secara drastis, multilopia, “starburst”, serta penurunan tajam
penglihatan malam hari yang dramatis. Gejala lain yang mungkin timbul adalah
diplopia dan gangguan tajam penglihatan warna.3,8

Gambar 3.5 Gambaran penglihatan pada katarak2

22
Berdasarkan gambar diatas, foto sebelah kanan, pemandangan yang
diperlihatkan foto sebelah kiri direproduksi sedemikian rupa tampak seperti yang
terlihat oleh individu dengan katarak (kekeruhan disentral lebih padat).2

3.5 Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis katarak, diperlukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang. Pasien dengan katarak
biasanya datang sendiri ke dokter mata dan mengeluhkan ada katarak. Pada
kondisi seperti ini anamnesis dilakukan mengarah secara langsung. Pasien juga
akan mengeluhkan bagaimana penurunan tajam penglihatan ini mengganggu
beberapa kegiatan yang sebelumnya dapat dikerjakan. Namun ada juga pasien
yang baru menyadari penurunan tajam penglihatan pada saat dilakukan
pemeriksaan. Derajat klinis pembentukan katarak, dengan menganggap bahwa
tidak terdapat penyakit mata lain, terutama dinilai berdasarkan hasil uji ketajaman
penglihatan Snellen.Secara umum, penurunan ketajaman penglihatan
berhubungan langsung dengan kepadatan katarak. Beberapa orang yang klinis
katarak cukup bermakna berdasarkan pemeriksaan oftalmoskop atau slit lamp
dapat melihat cukup baik sehingga melaksanakan aktivitas sehari-hari. Lainnya
mengalami penurunan tajam penglihatan yang tidak sebanding dengan derajat
kekeruhan lensa yang diamati.2,10 Setelah itu dapat dilakukan pemeriksaan status
oftalmologi secara lengkap. Kekeruhan lensa mengakibatkan lensa tidak
transparan, pupil akan berwarna putih atau abu-abu. Pada mata akan tampak
kekeruhan dalam berbagai bentuk dan tingkat serta lokalisasi di lensa sperti di
kontek dan nukleus3,11
Pemeriksaan slitlamp, funduskopi, tonometri juga perlu dilakukan untuk
melihat adanya kelainan lain pada mata yang menjadi penyebab terjadinya katarak
seperti uveitis atau glaucoma. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah
dan gula darah sewaktu juga diperlukan untuk menegakkan diagnosis katarak
komplikata.3-11

23
Gambar 3.6 Pemeriksaan lensa dengan slit-lamp3,11

3.6 Tatalaksana
Pengobatan terhadap katarak adalah pembedahan.Pembedahan dilakukan
jika tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu
pekerjaan sehari-hari, bila katarak ini menimbulkan penyulit seperti glaukoma dan
uveitis. Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila mengganggu kehidupan
sosial atau atas indikasi medis lainnya.1,12
Indikasi yang paling sering dari operasi katarak ialah indikasi sosial yaitu
pasien menginginkan operasi untuk memperbaiki penglihatannya. Apabila pasien
memiliki katarak bilateral dengan fungsi penglihatan yang signifikan maka
operasi dilakukan pertama pada mata dengan katarak yang lebih berat. Indikasi
medis dari operasi katarak antara lain glaukoma fakolitik, glaukoma fakomorfik,
uveitis fakoantigenik, dan dislokasi lensa ke kamera okuli anterior. Tambahan
indikasi dari operasi katarak yaitu apabila lensa sudah keruh seluruhnya sehingga
tidak dapat dinilai fundus dan dapat mengganggu diagnosis dan manajemen
penyakit mata lain misalkan retinopati diabetik dan glaukoma.7,12 Ekstraksi
katarak adalah cara pembedahan dengan mengangkat lensa yang katarak. Dapat
dilakukan dengan intrakapsular yaitu mengeluarkan lensa bersama dengan kapsul
lensa, atau ekstrakapsular yaitu mengeluarkan isi lensa (korteks dan nukleus)
dengan meninggalkan kapsul posterior.1
Metode operasi yang umum dipilih untuk katarak dewasa atauanak-anak
adalah dengan ECCE (extra capsular cataract extraction). Penanaman lensa
intraokular merupakan bagian dari prosedur ini. Insisi dibuat pada limbus atau
kornea perifer, bagian superior atau temporal.Dibuat sebuah saluran pada kapsul
24
anterior dan nukeus serta korteks lensanya diangkat. Kemudian lensa intraokular
ditempatkan pada kantung kapsular yang sudah kosong, disangga oleh kaspul
posterior yang masih utuh, tetapi prosedur ini memerlukan insisi yang relative
besar.2,9
Fakoemulsifikasi saat ini ialah teknik ECCE yang paling sering digunakan.
Teknik ini menggunakan vibraor ultrasonik genggam untuk menghanurkan
nukleus yang keras hingga substansi nukleus dan korteks dapat diaspirasimelalui
insisi berukuran 3 mm. Ukuran insisi tersebut cukup intuk memasukkan lensa
intraokular yang dapat dilipat. Jika digunakan lensa yang tidak dapat dilipat insisi
dilebarkan hingga 5 mm. Keuntungan yang didapat dari bedah insisi kecil ini
adalah kondisi intraoperasi yang lebih terkendali, menghindari penjahitan,
perbaikan luka lebih cepat dengan derajat distorsi kornea yang lebih rendah dan
mengurangi derajat peradangan intraokular pasa operasi. Namun teknik
fakoemulsifikasi menimbulkan ririko yang lebih besar terjadinya pergeseran
materi nukleus ke posterior melalui suatu robekan kapsul posterior.Kejadian ini
membutuhkan tindakan bedah vitreoretina yang kompleks. Setelah tindakan bedah
katarak ekstrakapsular apapun, mungkin terjadi kekeruhan sekunder pada kapsular
posterior yang memerlukan disisi dengan menggunakan laser YAG:neodymium.2

Gambar 3.7 Fakoemulsifikasi3

25
ICCE (intracapsular cataract extraction) merupakan suatu tindakan
mengangkat seluruh lensa berikut kapsulya. Metode ini jarang dilakukan saat ini.
Dapat dilakukan pada Zonula Zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah
putus.Insiden terjadinya ablasio retina pasca operasi jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan ECCE. Namun metode ICCE tetap merupakan suatu
prosedur yang berguna, khusunya bila tidak tersedia fasilitas untuk melakukan
bedah ekstrakapsular.2

3.7 Ptisis Bulbi


A. Definisi
Merupakan suatu keadaan dengan gambaran klinis berupa perlunakan dari
bola mata, penurunan tekanan intraokular dengan kornea yang tampak keruh dan
rata serta tidak memiliki fungsi untuk melihati. Ptisis bulbi juga didefinisikan
sebagai suatu keadaan dimana bola mata mengecil, tidak bisa melihat, atau
keadaan tidak berfungsinya mataError! Bookmark not defined.. Kondisi ini
merupakan kondisi akhir dari penyakit pada mata yang tidak dapat diperbaiki
lagi.4
Sinonim dari ptisis bulbi adalah atropi bulbi atau shrunken eye. Atropi
bulbi sendiri terdiri dari 3 jenis:4
a. Atropi bulbi tanpa penyusutan
Ukuran dan bentuk dari bola mata adalah normal, namun pada pemeriksaan
dalam mata ditemukan kelainan seperti katarak, ablatio retina, sinekia dan atau
membran siklitik.
b. Atropi bulbi dengan penyusutan
Bola mata lebih kecil dengan tekanan bola mata yang rendah (hipotoni), bagian
bilik mata depan yang datar (flat), edema kornea dengan vaskularisasi, fibrosis
dan keruh.
c. Atropi bulbi dengan disorganisasi struktur dalam mata (ptisis bulbi)
2/3 bagian dari bola mata memiliki ukuran yang normal dengan penebalan
sklera, disorganisasi struktur bagian dalam mata, kalsifikasi kornea, lensa dan
retina. Dapat ditemukan pendarahan spontan, inflamasi dan pembentukan
26
tulang baru pada jaringan uvea karena kalsifikasi. Kondisi ini merupakan
resiko terjandinya keganasan pada mata dan pada bagian mata ini, fungsi
penglihatannya menurun.
B. Etiologi
Ptisis bubi merupakan keadaan akhir dari sejumlah penyakit okular dengan
penyebab yang bervariasi18. Penyebab terbanyak adalah peradangan non infeksi
(28%), infeksi (23%), trauma benda tajam (17%), trauma benda tumpul (9%), post
tindakan pembedahan atau operasi (9%)4.
Tabel 3.3 Etiologi ptisis

C. Faktor Resiko
Faktor resiko yang penting dan berperan dalam terjadinya ptisis bulbi adalah :
1. Kelainan kongenital anatomi bola mata sejak lahir seperti mikropthalmia,
anopthalmia.
2. Kegagalan prosedur pembedahan seperti operasi katarak, glaukoma dan
retina.
27
3. Trauma pada mata seperti penetrasi benda tajam, trauma tumpul, trauma
kimia dan trauma suhu.
4. Infeksi dan inflamasi seperti keratitis, uveitis dan endoftalmitis.
5. Keganasan intraokular seperti melanoma koroidal, retinoblastoma.

D. Patomekanisme
Hipotonia atau penurunan tekanan intraokular pada bola mata merupakan
mekanisme yang paling umum yang terjadi pada ptisis bulbi.4 Akuos humor
dihasilkan oleh sel epitel non pigmen dari korpus siliaris. Cairan ini tidak
mengandung protein (protein-free fluid) yang menopang nutrisi struktur internal
bola mata seperti lensa dan kornea. Tidak terdapatnya protein pada cairan ini
disebabkan karena adanya blood-aquos barrier yang dibentuk oleh hubungan
yang erat antara sel-sel epitel non pigmen dari korpus siliar sehingga tidak
memungkinkan protein yang memiliki berat molekul besar untuk lewat pada saat
proses pembentukan akuos humor terjadi.17
Jumlah dan kualitas dan kejernihan dari cairan ini harus tetap sehingga
tekanan intraokular terjaga dan fungsi penglihatan tidak terganggu. Korpus siliaris
dan blood-aquos barrier harus dalam keadaan baik dan optimal untuk tujuan
tersebut. Insufsiensi atau kekurangan cairan ini dapat terjadi ada keadaan
kerusakan corpus siliaris karena tindakan pembedahan, trauma, robekan
siliokoroidal, peningkatan pengeluaran akuos humor melalui uveoskleral atau
disfungsi dari korpus siliar karena infeksi dan inflamasi berat. Semua kondisi ini
dapat menyebabkan hipotoni pada bola mata18.
Hipotoni pada bola mata dapat bersifat reversibel atau sementara, namun
pada kondisi hipotoni yang kronik dan progresif akan menyebabkan kerusakan
pada struktur dalam mata berupa kekeruhan pada lensa, atropi atau penyusutan
korneosklera, dan atropi neuronal yang akan menjadi permanen. Keadaan ini yang
disebut dengan ptisis bulbi; keadaan dimana bola mata mengalami penyusutan dan
kehilangan fungsi penglihatan yang sifatnya permanen.4
Tekanan intraokular 6 mmHg tergolong dalam hipotoni namun gangguan
penglihatan yang berat terjadi jika tekanan intraokular kurang dari 5 mmHg.
28
Hipotoni sementara merupakan kondisi self-limiting atau akan membaik sendiri,
namun jika disertai dengan kerusakan blood-aquos barrier, inflamasi hebat,
edema dan infeksi maka hipotoni intraokular akan menetap18. Mekanisme
terjadinya ptisis bulbi daat digambarkan sebagai berikutError! Bookmark not
defined. :
Gambar 3.8 Mekanisme ptisis bulbi

Ocular insult
Glaucoma
Trauma (i.e., surgical, non surgical)
Inflammation (i.e., uveitis, endopthalmitis)
Vascular disorders (i.e.; M.coats, M.eales)
Sistemic disorders (i.e.; diabetes, cardiovascular diseases)
Intraocular tumors (i.e.; retinoblastoma, uveal melanoma)

Intraocular inflammation Ocular Hypotony


Activation of innate and Hipoxia
humeral immune response, Malnutrition
Release of growth factors, Accumulation metabolic
cytokines, and serum Waste products
components

Ocular wound healing Blood-ocular-barrier breakdown Ocular degeneration


Fibrovascular tissue Blood-aqueous barrier and atrophy
proliferation Blood-retinal barrier

Phitisis Bulbi
Persistent ocular hipotony
Globe shrinkage
Intraocular tissues disorganization

E. Langkah-langkah Diagnosis Ptisis Bulbi


Anamnesis
Ptisis bulbi merupakan kondisi akhir atau end stage dari berbagai gangguan
mata. Penting untuk menanyakan pasien mengenai berbagai keadaan yang
termaksud dalam faktor resiko, misalnya riwayat trauma sebelumnya, sejak
kapan mengalami gangguan penglihatan, ada tidaknya tanda-tanda infeksi
seperti mata merah, berair, nyeri periorbita atau nyeri kepala yang hebat, silau,
29
sulit membuka mata, riwayat penyakit sistemik dan metabolik seperti diabetes
mellitus, sakit jantung, riwayat operasi atau pembedahan mata sebelumnya,
penggunaan obat-obatan,dll.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pada mata dimulai dari inspeksi untuk melihat simetris atau tidak
antara kedua bola mata, ukuran mata, tanda infeksi atau trauma, sikatrik,dsb.
Pemeriksaan dengan palpasi juga penting untuk mendeteksi tekanan bola mata
jika pemeriksaan tonometri tidak dapat dilakukan, deteksi nyeri tekan pada
palpasi dan membandingkan mata kanan dan kiri. Pemeriksaan tajam
penglihatan (visus) dapat dilakukan kecuali pada pasien dengan riwayat operasi
eviserasi atau enukleasi sebelumnya. Pemeriksaan kamera anterior untuk
melihat ada tidaknya hipopion, pemeriksaan lensa dan segmen posterior juga
dapat dilakukan jika masih memungkinkan. Pada kondisi dimana penyusutan
korneosklera sudah sangat jelas dengan kekeruhan kornea tidak diperlukan
pemeriksaan diatas lagi.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan curiga ptisis
bulbi adalah USG, CT scan orbita, MRI orbita. Pemeriksaan darah lengkap,
gula darah dan pemeriksaan lainnya yang dapat membantu mendeteksi
penyakit lain sebagai penyebab dasar juga dapat dilakukan.4,16,20-22
Gambar 3.9 Ptisis bulbi

30
Gambar 3.10 CT scan orbita tampak penyusutan pada mata kanan

F. Penatalaksanaan
Ptisis bulbi merupakan suatu keadaan yang dari segi fungsi tidak dapat
diperbaiki lagi. Terapi yang diberikan lebih bersifat suportif dan paliatif terutama
karena pasien dengan ptisis bulbi memiliki stress psikologi yang bermakna karena
kondisi fisiknya. Terapi pembedahan dan penggantian dengan bola mata palsu
ditujukan untuk memperbaiki kondisi psikologis dan sosial dari pasien15-20
Jenis pembedahan yang dapat dilakukan pada kondisi ini adalah eviserasi
atau enuklease. Eviserase dan enukleasi merupakan proses pembedahan yang
dapat menyebabkan beban psikologis sendiri bagi pasien sehingga membutuhkan
persiapan yang cukup. Eviserasi merupakan suatu prosedur pembedahan untuk
mengeluarkan semua isi bola mata melalui insisi sklera atau kornea dengan
meninggalkan konjunctiva, otot-otot mata dan jaringan periorbita. Sklera yang
diinsisi akan dijahit kembali. Enukleasi merupakan jenis pembedahan dengan

31
mengeluarkan semua bola mata dengan pemotongan pada otot-otot mata dan saraf
optikus. Eviserasi memiliki segi estetika lebih dari enukleasi dan dengan eviserasi,
kejadian simpatetik opthalmika lebih jarang terjadi.4
Indikasi dilakukan eviserasi adalah pada semua keadaan seperti trauma
berat, glaukoma, endopthalmitis dan uveitis. Indikasi enukleasi biasanya pada
tumor intraokular terutama suspek keganasan, simpatetik opthalmica, ptisis bulbi
yang berat dan endopthalmitis yang resisten.4,22-23

G. Prognosis dan Komplikasi


Hampir semua ptisis bulbi menjadi buta permanen, nyeri dan secara
kosmetik sulit diterima oleh pasien.

32
Komplikasi yang bisa terjadi berupa ulkus kornea dan perforasi,
pendarahan mata spontan, inflamasi okular dan periokular (panopthalmitis) dan
jika disebabkan keganasan maka dapat terjadi transformasi keganasan.
Komplikasi lain yang cukup jarang terjadi adalah simpatetik oftalmika yaitu
suatu keadaan uveitis granulomatosa di mata lainnya (yang sehat) akibat mata
yang satunya mengalamai kerusakan akibat trauma tembus atau setelah
pembedahan yang merusak korpus siliar.4, 19,24

33
BAB IV
ANALISA KASUS

Pada kasus ini, Ny. D 48 tahun, di diagnosis katarak komplikata OD +


Ptisis bulbi OS. berdasarkan anamnesis danp emeriksaan oftalmologis yang
dilakukan.
Anamnesis
Fakta Teori
 Mata kabur perlahan sejak ±2 tahun  Pada awalnya, hanya terdapat
SMRS dirasakan pasien secara tiba-tiba sedikit keluhan penglihatan,
kemudian terjadi kehilangan
setelah mata kanan terkena benda yang
penglihatan progresif tanpa nyeri.
masuk ke mata setelah kejadian tersebut  Pandangan seperti berasap
pasien mengatakan pandangannya menjadi  Keluhan yang paling umum
adalah rasa silau, terutama terjadi
kabur Pasien kemudian berobat ke RSUD
saat individu dengan katarak
H. Abdul Manap dan telah diberikan obat mengemudikan kendaraan.
tetes mata (atropine sulfat 1%) dan  Gejala lain yang mungkin timbul
keluhan berkurang, namun lama kelamaan adalah diplopia dan gangguan
tajam penglihatan warna.
penglihatan kabur
 Faktor risiko berupa penyakit
 Gangguan penglihatan ini dapat terjadi sistemik seperi DM, penggunaan
akibat terjadinya kekeruhan pada lensa steroid jangka lama, trauma
yang diakibatkan oleh terjadinya katarak
setelah pasien mengalami trauma okuli
 Nyeri (-) trauma pada mata (+)
 Pandangan berasap (+)
 Silau (+)
Pemeriksaan Oftalmologikus
Fakta Teori
1. Visus dasar : OD 1/300, OS 0  Penurunan visus
2. Posisi bola mata ODS : ortoforia  Adanya kekeruhan lensa
Shadowtest (+/-)
3. Pergerakan bola mata OD: bebas,
OS tidak dapat dinilai
34
4. Palpebra ODS: tidak ada kelainan
5. Konjungtiva ODS: hiperemis (-)
6. Konjungtiva Bulbi ODS: injeksi
siliar (-)
7. Kornea OD
- Keruh, sikatrik (+)
8. Limbus : tidak terdapat kelainan
9. COA OD : sedang
10. Lensa OD : keruh, shadowtest (-)
11. TIO OD : normal
12. Lapangan pandang OD : tidak
menyempit
Penatalaksanaan
 Atrofin sulfat 1% 2Xod  Mengatasi penyakit penyerta yang menjadi
 Pro Operasi Extracapsular Cataract penyebab terjadinya katarak
Extraction+Intra Ocular Lens OS  Operasi
PTISIS BULBI
Pada kasus ini pasien mengaku mata Pasien dengan ptisis bulbi akan datang
kirinya sudah tidak dapat melihat dengan keluhan utama tidak dapat melihat
sama sekali sejak umur 7 tahun, saat dan nyeri hebat pada mata yang terlibat yang
itu pasien diceritakan keluarganya menjalar sampai nyeri kepala. Pasien ptisis
mengalami sakit campak dimata bulbi memiliki riwayat trauma atau infeksi
kirinya sehingga pasien tidak dapat sebelumnya atau memiliki penyakit sistemik
melihat. Saat kejadian pasien tidak tertentu seperti diabetes melitus.
ingat betul karena masih kecil. Pasien
terbiasa menggunakan mata kanan
saja sejak saa itu.
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan
Pada pemerikaan fisik : atropi dari
penyusutan atau atropi dari stuktur mata dan
stuktur mata dan disorganisasi dari
disorganisasi dari struktur internal mata.
struktur internal mata

35
BAB V

KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien seorang wanita usia 48 tahun dengan Katarak


Komplikata OD + Ptisis bulbi OS . Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik. Pasien direncanakan untuk menjalani operasi dengan
tekhnik operasi Extracapsular Cataract Extraction+Intra Ocular Lens OD

36
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. Externa disease and cornea. San


Fransisco 2007
2. Vaughan, Daniel G et al. 2010. Oftalmologi Umum edisi-14. Jakarta:
Widya Medika. Hal: 129 – 152
3. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata.
Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2013
4. Sagita R. Trauma Tumpul Okuli dengan Ptisis Bulbi. Fakultas Kedokteran
Universitas Riau. Sumatera. 2006;Hal:14-6.
5. Turalba A. Blindness and Painfull Eye of Phtisis Bulbi. Digital Journal
Online. Diakses tanggal 27 November 2018
dihttp://www.djo.harvard.edu/print.php?url=/physicians/ kr/944&print=1
6. Srinivasan M, et al. Distinguishing infectious versus non infectious
keratitis. Indian Journal of Opthalmology. 2006. 56:3; 50-56
7. Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J. Pocket atlas of Ophtalmology.
Thieme. 2006. p. 97-99
8. Khaw PT, Shah P, Elkington AR. ABC of Eye Foutrth Edition. BMJ
Books. p. 17-19.
9. Lang GK. Cornea. In : Lang GK. Ophthalmology A Short Textbook Atlas.
2nd edition. Stuttgart ; thieme ; 2007. p. 462-466.
10.Tasman W, Jaeger EA. Duane’s Ophtalmology. Lippincott Williams &
Wilkins Publishers. 2007
11.Chern KC. Emergency Ophtalmology a Rapid Treatment Guide. Mc
Graw-Hill. 2002.
12.Raymond L. M. Wong, R. A. Gangwani, LesterW. H. Yu, and Jimmy S.
M. Lai.New Treatments for Bacterial Keratitis. Department of
Ophthalmology, Queen Mary Hospital, Hong Kong. 2012
13.Ann M. Keratitis, Available, at URL : http://www.mdguidelines,com/
keratitis
37
14.Riordan Paul – Eva, et al : ”Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum”.
Jakarta : EGC, edisi 17, 2009 : hal 126-143.
15.Andrew A Dahl. Superficial Punctate Keratitis, available at URL :
https://emedicine.medscape.com
16.James bruce, et all. Lecture note oftalmology. Edisi Kesembilan. Penerbit
erlangga 2006. h.67-69
17.Kashyap S, Meel R, et al. Phtisis Bulbi in Retinoblastoma [original
article]. Clinical and Experimental Opthalmology Journal. 2011;Hal:106.
18.Munroe G, Miller P, et al. Eyeball: Phtisis Bulbi [online article]. Diakses
tanggal 13 Mei 2014 dari http://www.vetstream.com/equis/Content/
Disease/dis00993
19.Friedman N, Kaiser P. Phtisis Bulbi dalam Essential of Opthalmology.
Saunders Elsevier. 2007;Hal:124.
20.Sehu K, Lee W,et al. Opthalmic Pathology An Ilustrated Guide for
Clinicians. Blackwell Publishing. United Kingdom. 2005;Hal 209.
21.Watson P.G, Pandova L.J. Prolonged Ocular Hypotension: Would Ciliary
Tissue Transplantation Help. Cambridge Opthalmology Symposium
Journal. Mc Millan Publisher. United Kingdom. 2009;Hal:1-2.
22.Coleman DJ. Evaluation of Ciliary Body Detachment in Hypotony. Retina.
1995; 15: 312–18.
23.Soares I, Franca V. Eviseration and Enucleation. Seminars in
Opthalmology. Informa Healthcare Journal.United Kingdom.2010;Hal1-3.
24.Iroth R.A.M. Oftalmia Simpatika [online artikel]. 2005;Hal:1.

38
39

Anda mungkin juga menyukai