PENDAHULUAN
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Anamnesis
Identifikasi Nama : Ny. D
Umur : 48 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SD
Alamat : Jl. Batam No.40, lebak bandung
Tanggal berobat : 07 November 2018
Keluhan utama Mata kanan kabur sejak ± 2 tahun SMRS
Anamnesa Khusus ±2 tahun SMRS pasien mengeluhkan mata kanan kabur.
Hal ini dirasakan pasien secara tiba-tiba setelah mata
kanan terkena benda yang masuk ke mata pasien saat
menjemur pakaian, setelah kejadian tersebut pasien
mengatakan pandangannya menjadi kabur. Pasien
mengaku bahwa sebelumnya pandangan mata kianannya
terang dan jelas. Pasien kemudian berobat ke RSUD H.
Abdul Manap dan telah diberikan obat tetes mata (atropine
sulfat 1%) dan keluhan berkurang, namun lama kelamaan
penglihatan kabur seperti ditutupi oleh bayangan
putih/asap.
±1 bulan SMRS keluhan dirasakan semakin memberat
sehingga mengganggu aktivitas. Pasien juga mengeluhkan
matanya terasa lebih silau ketika melihat cahaya, terutama
disiang hari, kadang berair namun tidak mengganggu.
Riwayat penggunaan kaca mata (+) pasien lupa ukuran
3
kaca matanya, nyeri mata kanan (-), mata merah (-), gatal
(-), rasa mengganjal (-), berada seperti dalam terowongan
(-), berjalan saat senja/malam hari menabrak (-) melihat
seperti pelangi (-).
Pasien mengaku mata kirinya sudah tidak dapat
melihat sama sekali sejak umur 7 tahun, saat itu pasien
diceritakan keluarganya mengalami sakit campak dimata
kirinya sehingga pasien tidak dapat melihat. Saat kejadian
pasien tidak ingat betul karena masih kecil. Pasien terbiasa
menggunakan mata kanan saja sejak saa itu.
Riwayat penyakit a. Riwayat keluhan serupa (-)
dahulu b. Riwayat operasi (-)
c. Riwayat penyakit DM disangkal
d. Riwayat hipertensi (-)
e. Trauma pada mata (-)
f. Alergi (-)
g. Riwayat campak (+) saat usia 7 tahun
Anamnesa keluarga Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti pasien
Riwayat gizi IMT = BB/(TB)2= 45/155 = 18,75 → normal
Keadaan sosial Menengah, pasien berobat menggunakan BPJS.
ekonomi
Penyakit sistemik
Tractus respiratorius Tidak ada keluhan
Tractus digestivus Tidak ada keluhan
Kardiovaskuler Tidak ada keluhan
4
Gigi dan mulut Tidak ada keluhan
Lain-lain Tidak ada keluhan
Pemeriksaan Eksternal
Keruh gr.IV
5
Palpebra superior edema(-),enteropion (-), edema(-), enteropion (-), massa
massa (-), hiperemis (-) (-), hiperemis (-)
6
Pemeriksaan Slit Lamp
VISUAL FIELD
Konfrontasi Tidak dilakukan tidak dilakukan
7
Pemeriksaan Umum
Tinggi badan 155 Cm
Berat badan 45 Kg
Tekanan darah 120/80 mmHg
Nadi 88 kali/menit
Suhu 36,40C
Pernapasan 18 kali/menit
Kerdiovaskuler BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Traktus gastrointestinal Bising usus (+)
Paru-paru Vesicular (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Neurologi Tidak dilakukan
Anjuran pemeriksaan :
Funduskopi
Pengobatan :
- Atropin sulfat 1% 2x OD
- Pro operasi extracapsular cataract extraction + Intra ocular lens (OD)
+ Release sinekia OD (6-12-2108)
Prognosis :
Quoad vitam : dubia ad bonam
Quoad functionam : dubia ad bonam jika dioperasi
Quoad sanationam : dubia ad bonam
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.2 Katarak
Berdasarkan data WHO, katarak merupakan penyebab utama dari
kebutaan dan gangguan penglihatan di seluruh dunia. WHO memperkirakan
katarak menyebabkan buta yang bersifat reversibel lebih dari 17 juta dari 37 juta
individu yang mengalami kebutaan di seluruh dunia dan angka ini diperkirakan
mencapai 40 juta individu pada tahun 2020.3,7
10
Walaupun katarak dapat disebabkan oleh faktor metabolik, kongenital,
ataupun traumatik, namun katarak yang berhubungan dengan usia yaitu katarak
senilis lah yang mempunyai efek sosioekonomik paling besar. Hal ini disebabkan
oleh prevalensinya yang tinggi.3
Berikut tabel yang memaparkan klasifikasi dan penyebab kekeruhan pada lensa :
Tabel 3.1 Klasifikasi (terminology) dari kekeruhan lensa3,7
11
Tabel 3.2 Penyebab kekeruhan lensa3,7
12
3.3 Katarak Komplikata
13
Katarak komplikata adalah keadaan dimana kekeruhan terjadi pada lensa
yang diakibatkan penyakit mata lain baik lokal atau penyakit sistemik. Seperti
radang, dan proses degenarasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa,
glaucoma, tumor intra ocular, iskemia ocular, nekrosis anterior segmen,
buftalmos, akibat suatu trauma dan pasca bedah mata. Katarak disebakan oleh
penyakit sistemik endokrin (diabetes mellitus, hipoparatiroid, galaktosemia dan
miotonia distrofi) dan keracunan obat (tiotepa intra vena, steroid local lama,
steroid sistemik, oral kontra septic dan miotika antikolinesterase). Katarak
komplikata memberikan tanda khusus dimana mulai katarak selamanya didaerah
bawah kapsul atau pada lapis korteks, kekeruhan dapat difuse, pungtata atau
linear. Dapat berbentuk rosete, reticulum dan biasanya terlihat vakuol. Ini dapat
terjadi pada semua usia. Suatu penyakit dapat merusak lensa dengan menganggu
nutrisi yang dimiliki lensa atau efek toksik yang mempengaruhi lensa.1-3
Katarak ini biasanya melibatkan daerah subkapsular posterior karena
bagian kapsul posterior lebih tipis yang akhirnya berkembang hingga mengenai
seluruh lensa. Katarak komplikata biasanya dapat bersifat unilateral dan bilateral.
Pada kasus yang unilateral biasanya bersifat akibat penyakit yang bersifat lokal,
seperti glaukoma, uveitis, pemakaian lokal atau sistemik steroid, miopia tinggi,
ablasio retina, retinitis pigmentosa, tumor intraokular. Sedangkan bilateral
katarak komplikata biasanya terjadi berhubungan dengan penyakit sistemik seperti
diabetes melitus, hipoparatiroid, miotonik distrofi, atopic dermatitis,
galaktosemia.1-3,6
15
Intermediate uveitis – mengenai area dibelakang badan siliar dan retina.
Biasanya terjadi pada anak-anak , remaja dan dewasa muda. Yang terjadi pada
perdangan ini ditandai dengan inflamasi vitreous. Sifatnya biasanya bilateral,
gejala yang khas bisanya disertai dengan floater dan penglihatan yang buram.
Nyeri, fotofobia dan kemerahan minimal bahkan tidak ada.11-12
Posterior uveitis – Inflamasi terjadi pada bagian segmen posterior mata,
yaitu koroid dan retina. Biasanya berhubungan dengan penyakit-penyakit
autoimun seperti rheumatoid arthritis. Gejala yang muncul biasanya adanya
floaters, hilangnya lapang pandang penglihatan atau skotoma atau menurun visus
penglihatan yang dapat sangat berat. Terkadang dapat ditemukan adanya ablasi
retina yang sifatnya trsksi, regmatogen atau dengan eksudat.11
16
3.3.2 Katarak Pada Penggunaan Steroid
Efek samping pada pemakaian jangka panjang dari steroid bersifat luas,
dimana insiden tertinggi adalah terjadinya katarak subkapsular posterior.
Penggunaan dari steroid harus dibatasi dalam pemberiannya secara sistemik
maupun topikal pada inflamasi okular, maupun pada masalah-masalah
transplantasi organ. Mekanisme terjadinya kekeruhan pada lensa, belum
sepenuhnya dapat ditemukan dan tidak ada pengobatan yang efektif selain operasi
pengangkatan lensa.3,11,15
Salah satu mekanisme dari terbentuknya katarak subkapsular posterior
adalah karena dihambatnya Na_K_-adenosine triphosphatase (ATPase) oleh
kortikosteroid sehingga menghasilkan konsentrasi natrium yang tinggi dibagian
intraseluler dan menurunnya kadar potasium, sehingga terjadi akumulasi air pada
bagian serat lensa . Cadherin merupakan merupakan protein yang berfungsi
sebagai adhesi molekul antar sel, dan bersifat mengatur adesi dari sel yang
bergantung pada kalsium. Cadherin berfungsi sebagai jembatan antar sel. Ketika
adesi dari sel tidak terjadi dapat membuat terjadinya katarak, karena adesi dari sel-
sel ini berperan penting terhadap sifat lensa yang transparan.3,11,16
Hasil yang didapatkan dari sebuah penelitian adalah bahwa pemberian dari
steroid menstimulus pembentukan katarak yang bersamaan dengan menurunnya
kadar N-cadherin protein. Glukokortikoid reseptor antagonis RU 486 . Ini
menunjukan bahwa pengobatan untuk katarak karena penggunaan steroid dapat
diberikan glukokortikoid reseptor.8
Karakteristik katarak yang disebabkan oleh steroid bersifat bilateral,
terjadi pada bagian posterior polus atau korteks, tepat didalam kapsul posterior,
terkadang dapat meluas hingga kebagian anterior korteks dengan bentuk yang
iregular. Bagian tepi biasanya sedikit tajam, tetapi biasanya dikelilingi dengan
sedikit keabu-abuan. Kekeruhan berwarna putih kekuningan pada lensa dengan
disertai adanya vakuol kecil. 3,10
Dikatakan bahwa katarak subkapsular katarak ini berkembang hanya pada
pasien yang menggunakan dosis steroid tingg dengan jangka waktu yang panjang
17
lebih dari 1 tahun, dimana dengan dosis prednison kurang dari 10mg perhari
dikatakan sepertinya tidak terjadi perubahan pada lensa.7,9
Pengobatan steroid yang menyebabkan katarak , tidak sebatas pada
pemberian secara oral, tetapi pada penggunaan topikal yang biasa dilakukan
optalmologis. Gangguan yang terjadi akibat penggunaan steroid ini dapat berupa
gangguan dalam sistem osmotik , oksidatif, modifikasi protein, dan gangguan
metabolik. Pada sistem osmotik terjadi inaktivasi dari Natrium Kalium ATPase
sehingga permeabilitas membran meningkat , meningkatkan akumulasi cairan,
fluktuasi dari indeks refraktif sehingga cahaya yang masuk kedalam lensa
berpendar, tidak fokus pada retina.3,6
Kerusakan akibat radikal bebas menyebabkan rusaknya membran dan
rusaknya protein didalam lensa. Oksidasi yang terjadi akibat penggunaan steroid
menyebabkan terjadinya denaturasi dari protein, agregasi dan insolubel protein
dari lensa. Yang terakhir adalah gangguan metabolisme dimana terjadi ambilan
glukosa yang kemudian terakumulasi pada lensa. Diduga penggunaan antioksidan
atau anti radikal bebas, dapat memprevensi pembentukan dari katarak, termasuk
melindungi dari penggunaan steroid.10
19
Penelitian yang dilakukan oleh Beaver Dam Eye study dengan 3684
koresponden dengan usia diatas 43 tahun , dan dilakukan selama 5 tahun
ditemukan bahwa terdapat korelasi antara diabetes melitus dan pembentukan
katarak . Didalam penelitian tersebut juga dikatakan bahwa insiden dari kortikal
dan posterior subcapsular katarak berhubungan dengan diabetes. Penelitian lebih
lanjut menunjukan pasien dengan diabetes sangat cenderung berkembang
opaksiatas pada lensa bagian kortikal dan menunjukan bahwa tingginya prevalensi
operasi katarak, dibandingkan pada pasien yang non-diabetik. Dari analisis yang
dilakukan dibuktikan bahwa semakin lama durasi dari diabetes yang dialami
sangat berhubungan dengan peningkatan frekuensi katarak kortikal yang juga
meningkatkan frekuensi dari operasi katarak .3,10-13
Katarak yang terjadi pada pasien diabetes melitus dapat terjadi dalam 3 bentuk :.3
1. Pasien dengan dehidrasi berat , asidosis dan hiperglikemia nyata, pada
lensa akan terlihat kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut.
Bila dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa , kekeruhan akan hilang
bila terjadi rehidrasi dan kadar gula normal kembali.
2. Pasien diabetes juvenil dan tua tidak terkontrol , dimana terjadi katarak
serentak pada kedua mata dalam 48 jam , bentuk dapat snow flake atau
bentuk piring subkapsular
3. Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara histologik
dan biokimia sama dengan katarak pasien non diabetik.
Pada kasus-kasus ini perlu dilakukan pemeriksaan urine dan darah untuk
mengetahui kadar glukosa darah puasa.
Pengobatan
Pengobatan yang dapat dilakukan pada pasien katarak diabetikum
biasanya yang paling sering digunakan adalah dengan teknik fakoemulsifikasi,
karena hasil yang didapatkan mengurangi resiko dari inflamasi post operasi, dan
astigmat, rehabilitasi visual secara cepat. Operasi sebaiknya dilakukan sebelum
lensa semakin opak dan matur. Hasil yang didapatkan dari operasi katarak sangat
baik, tetapi pasien dengan diabetes memiliki penglihatan lebih kurang
dibandingankan pasien tanpa diabetes melitus. Operasi memiliki kemungkinan
20
untuk terjadi retinopati secara cepat, menyebabkan terjadinya rubeosis atau dapat
terjadi perubahan makula, seperti makula eema atau sistoid edema makula. Yang
terburuk adalah pada mata yang dioperasi dapat terjadi proliferatif retinopati dan
atau tanpa disertai dengan edema makula.3,11,15
22
Berdasarkan gambar diatas, foto sebelah kanan, pemandangan yang
diperlihatkan foto sebelah kiri direproduksi sedemikian rupa tampak seperti yang
terlihat oleh individu dengan katarak (kekeruhan disentral lebih padat).2
3.5 Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis katarak, diperlukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang. Pasien dengan katarak
biasanya datang sendiri ke dokter mata dan mengeluhkan ada katarak. Pada
kondisi seperti ini anamnesis dilakukan mengarah secara langsung. Pasien juga
akan mengeluhkan bagaimana penurunan tajam penglihatan ini mengganggu
beberapa kegiatan yang sebelumnya dapat dikerjakan. Namun ada juga pasien
yang baru menyadari penurunan tajam penglihatan pada saat dilakukan
pemeriksaan. Derajat klinis pembentukan katarak, dengan menganggap bahwa
tidak terdapat penyakit mata lain, terutama dinilai berdasarkan hasil uji ketajaman
penglihatan Snellen.Secara umum, penurunan ketajaman penglihatan
berhubungan langsung dengan kepadatan katarak. Beberapa orang yang klinis
katarak cukup bermakna berdasarkan pemeriksaan oftalmoskop atau slit lamp
dapat melihat cukup baik sehingga melaksanakan aktivitas sehari-hari. Lainnya
mengalami penurunan tajam penglihatan yang tidak sebanding dengan derajat
kekeruhan lensa yang diamati.2,10 Setelah itu dapat dilakukan pemeriksaan status
oftalmologi secara lengkap. Kekeruhan lensa mengakibatkan lensa tidak
transparan, pupil akan berwarna putih atau abu-abu. Pada mata akan tampak
kekeruhan dalam berbagai bentuk dan tingkat serta lokalisasi di lensa sperti di
kontek dan nukleus3,11
Pemeriksaan slitlamp, funduskopi, tonometri juga perlu dilakukan untuk
melihat adanya kelainan lain pada mata yang menjadi penyebab terjadinya katarak
seperti uveitis atau glaucoma. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah
dan gula darah sewaktu juga diperlukan untuk menegakkan diagnosis katarak
komplikata.3-11
23
Gambar 3.6 Pemeriksaan lensa dengan slit-lamp3,11
3.6 Tatalaksana
Pengobatan terhadap katarak adalah pembedahan.Pembedahan dilakukan
jika tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu
pekerjaan sehari-hari, bila katarak ini menimbulkan penyulit seperti glaukoma dan
uveitis. Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila mengganggu kehidupan
sosial atau atas indikasi medis lainnya.1,12
Indikasi yang paling sering dari operasi katarak ialah indikasi sosial yaitu
pasien menginginkan operasi untuk memperbaiki penglihatannya. Apabila pasien
memiliki katarak bilateral dengan fungsi penglihatan yang signifikan maka
operasi dilakukan pertama pada mata dengan katarak yang lebih berat. Indikasi
medis dari operasi katarak antara lain glaukoma fakolitik, glaukoma fakomorfik,
uveitis fakoantigenik, dan dislokasi lensa ke kamera okuli anterior. Tambahan
indikasi dari operasi katarak yaitu apabila lensa sudah keruh seluruhnya sehingga
tidak dapat dinilai fundus dan dapat mengganggu diagnosis dan manajemen
penyakit mata lain misalkan retinopati diabetik dan glaukoma.7,12 Ekstraksi
katarak adalah cara pembedahan dengan mengangkat lensa yang katarak. Dapat
dilakukan dengan intrakapsular yaitu mengeluarkan lensa bersama dengan kapsul
lensa, atau ekstrakapsular yaitu mengeluarkan isi lensa (korteks dan nukleus)
dengan meninggalkan kapsul posterior.1
Metode operasi yang umum dipilih untuk katarak dewasa atauanak-anak
adalah dengan ECCE (extra capsular cataract extraction). Penanaman lensa
intraokular merupakan bagian dari prosedur ini. Insisi dibuat pada limbus atau
kornea perifer, bagian superior atau temporal.Dibuat sebuah saluran pada kapsul
24
anterior dan nukeus serta korteks lensanya diangkat. Kemudian lensa intraokular
ditempatkan pada kantung kapsular yang sudah kosong, disangga oleh kaspul
posterior yang masih utuh, tetapi prosedur ini memerlukan insisi yang relative
besar.2,9
Fakoemulsifikasi saat ini ialah teknik ECCE yang paling sering digunakan.
Teknik ini menggunakan vibraor ultrasonik genggam untuk menghanurkan
nukleus yang keras hingga substansi nukleus dan korteks dapat diaspirasimelalui
insisi berukuran 3 mm. Ukuran insisi tersebut cukup intuk memasukkan lensa
intraokular yang dapat dilipat. Jika digunakan lensa yang tidak dapat dilipat insisi
dilebarkan hingga 5 mm. Keuntungan yang didapat dari bedah insisi kecil ini
adalah kondisi intraoperasi yang lebih terkendali, menghindari penjahitan,
perbaikan luka lebih cepat dengan derajat distorsi kornea yang lebih rendah dan
mengurangi derajat peradangan intraokular pasa operasi. Namun teknik
fakoemulsifikasi menimbulkan ririko yang lebih besar terjadinya pergeseran
materi nukleus ke posterior melalui suatu robekan kapsul posterior.Kejadian ini
membutuhkan tindakan bedah vitreoretina yang kompleks. Setelah tindakan bedah
katarak ekstrakapsular apapun, mungkin terjadi kekeruhan sekunder pada kapsular
posterior yang memerlukan disisi dengan menggunakan laser YAG:neodymium.2
25
ICCE (intracapsular cataract extraction) merupakan suatu tindakan
mengangkat seluruh lensa berikut kapsulya. Metode ini jarang dilakukan saat ini.
Dapat dilakukan pada Zonula Zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah
putus.Insiden terjadinya ablasio retina pasca operasi jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan ECCE. Namun metode ICCE tetap merupakan suatu
prosedur yang berguna, khusunya bila tidak tersedia fasilitas untuk melakukan
bedah ekstrakapsular.2
C. Faktor Resiko
Faktor resiko yang penting dan berperan dalam terjadinya ptisis bulbi adalah :
1. Kelainan kongenital anatomi bola mata sejak lahir seperti mikropthalmia,
anopthalmia.
2. Kegagalan prosedur pembedahan seperti operasi katarak, glaukoma dan
retina.
27
3. Trauma pada mata seperti penetrasi benda tajam, trauma tumpul, trauma
kimia dan trauma suhu.
4. Infeksi dan inflamasi seperti keratitis, uveitis dan endoftalmitis.
5. Keganasan intraokular seperti melanoma koroidal, retinoblastoma.
D. Patomekanisme
Hipotonia atau penurunan tekanan intraokular pada bola mata merupakan
mekanisme yang paling umum yang terjadi pada ptisis bulbi.4 Akuos humor
dihasilkan oleh sel epitel non pigmen dari korpus siliaris. Cairan ini tidak
mengandung protein (protein-free fluid) yang menopang nutrisi struktur internal
bola mata seperti lensa dan kornea. Tidak terdapatnya protein pada cairan ini
disebabkan karena adanya blood-aquos barrier yang dibentuk oleh hubungan
yang erat antara sel-sel epitel non pigmen dari korpus siliar sehingga tidak
memungkinkan protein yang memiliki berat molekul besar untuk lewat pada saat
proses pembentukan akuos humor terjadi.17
Jumlah dan kualitas dan kejernihan dari cairan ini harus tetap sehingga
tekanan intraokular terjaga dan fungsi penglihatan tidak terganggu. Korpus siliaris
dan blood-aquos barrier harus dalam keadaan baik dan optimal untuk tujuan
tersebut. Insufsiensi atau kekurangan cairan ini dapat terjadi ada keadaan
kerusakan corpus siliaris karena tindakan pembedahan, trauma, robekan
siliokoroidal, peningkatan pengeluaran akuos humor melalui uveoskleral atau
disfungsi dari korpus siliar karena infeksi dan inflamasi berat. Semua kondisi ini
dapat menyebabkan hipotoni pada bola mata18.
Hipotoni pada bola mata dapat bersifat reversibel atau sementara, namun
pada kondisi hipotoni yang kronik dan progresif akan menyebabkan kerusakan
pada struktur dalam mata berupa kekeruhan pada lensa, atropi atau penyusutan
korneosklera, dan atropi neuronal yang akan menjadi permanen. Keadaan ini yang
disebut dengan ptisis bulbi; keadaan dimana bola mata mengalami penyusutan dan
kehilangan fungsi penglihatan yang sifatnya permanen.4
Tekanan intraokular 6 mmHg tergolong dalam hipotoni namun gangguan
penglihatan yang berat terjadi jika tekanan intraokular kurang dari 5 mmHg.
28
Hipotoni sementara merupakan kondisi self-limiting atau akan membaik sendiri,
namun jika disertai dengan kerusakan blood-aquos barrier, inflamasi hebat,
edema dan infeksi maka hipotoni intraokular akan menetap18. Mekanisme
terjadinya ptisis bulbi daat digambarkan sebagai berikutError! Bookmark not
defined. :
Gambar 3.8 Mekanisme ptisis bulbi
Ocular insult
Glaucoma
Trauma (i.e., surgical, non surgical)
Inflammation (i.e., uveitis, endopthalmitis)
Vascular disorders (i.e.; M.coats, M.eales)
Sistemic disorders (i.e.; diabetes, cardiovascular diseases)
Intraocular tumors (i.e.; retinoblastoma, uveal melanoma)
Phitisis Bulbi
Persistent ocular hipotony
Globe shrinkage
Intraocular tissues disorganization
30
Gambar 3.10 CT scan orbita tampak penyusutan pada mata kanan
F. Penatalaksanaan
Ptisis bulbi merupakan suatu keadaan yang dari segi fungsi tidak dapat
diperbaiki lagi. Terapi yang diberikan lebih bersifat suportif dan paliatif terutama
karena pasien dengan ptisis bulbi memiliki stress psikologi yang bermakna karena
kondisi fisiknya. Terapi pembedahan dan penggantian dengan bola mata palsu
ditujukan untuk memperbaiki kondisi psikologis dan sosial dari pasien15-20
Jenis pembedahan yang dapat dilakukan pada kondisi ini adalah eviserasi
atau enuklease. Eviserase dan enukleasi merupakan proses pembedahan yang
dapat menyebabkan beban psikologis sendiri bagi pasien sehingga membutuhkan
persiapan yang cukup. Eviserasi merupakan suatu prosedur pembedahan untuk
mengeluarkan semua isi bola mata melalui insisi sklera atau kornea dengan
meninggalkan konjunctiva, otot-otot mata dan jaringan periorbita. Sklera yang
diinsisi akan dijahit kembali. Enukleasi merupakan jenis pembedahan dengan
31
mengeluarkan semua bola mata dengan pemotongan pada otot-otot mata dan saraf
optikus. Eviserasi memiliki segi estetika lebih dari enukleasi dan dengan eviserasi,
kejadian simpatetik opthalmika lebih jarang terjadi.4
Indikasi dilakukan eviserasi adalah pada semua keadaan seperti trauma
berat, glaukoma, endopthalmitis dan uveitis. Indikasi enukleasi biasanya pada
tumor intraokular terutama suspek keganasan, simpatetik opthalmica, ptisis bulbi
yang berat dan endopthalmitis yang resisten.4,22-23
32
Komplikasi yang bisa terjadi berupa ulkus kornea dan perforasi,
pendarahan mata spontan, inflamasi okular dan periokular (panopthalmitis) dan
jika disebabkan keganasan maka dapat terjadi transformasi keganasan.
Komplikasi lain yang cukup jarang terjadi adalah simpatetik oftalmika yaitu
suatu keadaan uveitis granulomatosa di mata lainnya (yang sehat) akibat mata
yang satunya mengalamai kerusakan akibat trauma tembus atau setelah
pembedahan yang merusak korpus siliar.4, 19,24
33
BAB IV
ANALISA KASUS
35
BAB V
KESIMPULAN
36
DAFTAR PUSTAKA
38
39