Anda di halaman 1dari 25

REFLEKSI KASUS

ULKUS KORNEA
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan melengkapi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Tentara Dr. Soedjono Magelang

Disusun Oleh : Yoga Syafrudin Nur 01.208. 5807

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2012

Refleksi Kasus
A. IDENTITAS PASIEN Nama Umur No RM Alamat Pekerjaan Agama Suku Bangsa Tanggal masuk poli : : : : : : : : Tn. Fathul Amin 25 tahun 07- 91- 63 kecamatan kalianggrik, temanggung buruh bangunan Islam Jawa-Indonesia 20-12-2012

B. ANAMNESIS Keluhan Utama OD pedih, terasa mengganjal, tanggal 30 November terkena debu semen . Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang untuk kontrol dengan keluhan OD pedih, terasa mengganjal, mata berair terus menerus terutama jika melihat lampu, keluhan ini sudah terjadi sejak tanggal 30 November terkena debu semen. Pasien menyatakan sudah pernah periksa di Dokter Umum di Jakarta, tetapi tidak di irigasi dan hasi diberi obat tetes mata saja, pasien lupa nama obat tetes mata tersebut. Sejak awal Desember pasien mengeluh bengkak pada kelopak mata atas dan bawah, sehingga sulit untuk membuka mata. Pasien menyatakan pada hari itu tidak dapat melihat sama sekali, bila melihat sinar hanya terlihat putih saja. Namun pada saat kontrol ini pasien sudah mengalami perbaikan visus menjadi <0,5/60. Pasien juga mengeluhkan mata terasa gatal, perih (+), silau (+), penurunan penglihatan (+) dan mata merah (+). Pasien menyangkal adanya alergi terhadap makanan. Pusing, cekot-cekot, mual/muntah, melihat pelangi (halo) di sekitar lampu di sangkal oleh pasien. Riwayat Penyakit Dahulu Sebelumnya pasien tidak pernah sakit seperti ini. Riwayat alergi disangkal Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat penyakit seperti ini disangkal Riwayat Sosial Ekonomi Perawatan rumah sakit menggunakan biaya sendiri

C. PEMERIKSAAN FISIK Status Umum Kesadaran Aktivitas Kooperatif Status gizi Vital Sign TD Nadi RR Suhu

: Compos mentis : Normoaktif : Kooperatif : Baik

: 120/90 mmHg : 68 x/menit : 18 x/menit : 36,40

Status Ophthalmicus (20 Desember 2012) No 1 Bulbus okuli Gerak bola mata 2 Endoftalmus Eksoftalmus Strabismus Suprasilia 3 Palpebra Superior : Vulnus laceratum 4 Edema Hematom Hiperemia + + Baik ke segala arah Normal Baik ke segala arah Normal Pemeriksaan Visus Oculus Dexter < /60 Oculus Sinister 6/6

Entropion Ektropion Silia Ptosis Palpebra Inferior : Edema Hematom 5 Hiperemia Entropion Ektropion Silia Konjungtiva : Hiperemi 6 Injeksi konjungtiva Injeksi siliar Sekret Kornea : Kejernihan Mengkilat Edema 7 Lakrimasi Infiltrat Keratik presipitat Ulkus

Trikiasis ( - ) -

Trikiasis ( - ) -

+ + Trikiasis ( - )

Trikiasis ( - )

+ + + +

+ + + +

+ + -

Sikatrik Flouresin Test

Tidak Dilakukan Pemeriksaan

Tidak dilakukan pemeriksaan

Fistel Test

Tidak dilakukan Pemeriksaan

Tidak dilakukan pemeriksaan

COA : 8 Kedalaman Hifema Hipopion Efek tyndall Cukup + Cukup -

Iris : Kripta 9 Edema Sinekia Atrofi Pupil : Bentuk Diameter 10 Reflek pupil Sinekia Isokoris Tak dapat dinilai Tak dapat dinilai Tak dapat dinilai + 11 Lensa: Bulat 2mm Normal Normal -

Kejernihan Iris shadow

Tak dapat dinilai Tak dapat dinilai

Jernih -

12

Funduskopi

Tidak dilakukan pemeriksaan

Tidak dilakukan pemeriksaan

13

Fundus Refleks

Tidak dilakukan pemeriksaan

Tidak dilakukan pemeriksaan

14

TIO

Normal

Normal

D. DIFFERENSIAL DIAGNOSA OD a. Ulkus Kornea ditegakkan karena adanya penurunan tajam penglihatan disertai dengan mata yang merah, fotofobia, berair dan adanya sekret. Selain itu, pada pemeriksaan oftalmologis, ditemukan adanya mix injeksi, infiltrat serta kekeruhan berwarna putih pada kornea dengan defek epitel yang memberi hasil (+) pada uji fluoresen dengan diameter 3 mm b. Konjungtivitis Akut disingkirkan karena berdasarkan pemeriksaan didapatkan adanya mix injection dengan fotofobia sedang serta ditemukan kelainan pada kornea disertai tes fluoresensi menunjukkan hasil (+) c. Keratitis disingkirkan karena pada pasien ini bukan hanya terdapat infiltrasi sel radang pada kornea yang ditandai oleh kekeruhan di kornea, akan tetapi terdapat juga gambaran tukak pada kornea d. Uveitis anterior disingkirkan karena dari pemeriksaan tidak ditemukan adanya efek Tyndall, maupun kelainan pada iris (edem). Kemungkinan uveitis anterior sebagai komplikasi diagnosa utama dapat dipertimbangkan karena infeksi pada kornea dapat menyebar ke uvea anterior. Adanya hipopion pada mata kiri penderita ini menunjukkan terjadi peradangan pada uvea anterior yaitu badan silier dan iris e. Glaukoma akut disingkirkan karena tidak ada riwayat cekot-cekot, mual, muntah maupun melihat pelangi (halo) di sekitar lampu, selain itu glaukoma akut biasanya terjadi pada usia lebih dari 40

tahun, berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan TIO yang normal, efek Tyndall (-), serta adanya kekeruhan pada kornea dengan uji fluoresensi (+) E. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tidak dilakukan pemeriksaan F. DIAGNOSA OD : Ulkus Kornea G. TERAPI Medikamentosa Topikal : o Levofloxacin 1 tetes setiap 1 jam Oral : o Ciprofloxacin 500mg 1-0-1 o Methylprednisolone 8mg 1-1-0

H. PROGNOSA OCULUS DEXTER (OD) Quo Ad Visam Quo Ad Sanam Quo Ad Functionam Quo Ad Kosmetikam Quo Ad Vitam : : : : : Dubia ad malam Bonam Dubia ad malam Dubia ad malam Bonam OCULUS SINISTER (OS) Bonam Bonam Bonam Bonam Bonam

I. KOMPLIKASI Komplikasi ulkus kornea dapat bersifat menghancurkan. Perforasi kornea dapat terjadi, walaupun jarang. Dapat terjadi jaringan sikatrik pada kornea yang mengakibatkan hilangnya visus parsial atau menyeluruh. Dapat juga timbul sinekiae anterior dan posterior, glaukoma, endoftalmitis dan katarak.

J. EDUKASI Menjelaskan bahwa penderita menderita peradangan pada kornea yang dinamakan ulkus kornea Menjelaskan kepada penderita supaya tidak mengucek-ucek mata Pasien diminta untuk meneteskan dan menggunakan obat secara teratur dan menjaga daya tahan tubuh dengan makan makanan yang bergizi dan istirahat yang cukup untuk mempercepat penyembuhan penyakit Menjelaskan kepada penderita komplikasi yang mungkin terjadi

Ulkus Kornea

A. Definisi Ulkus Kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea.

B. Epidemiologi Ulkus kornea merupakan penyebab tersering kebutaan di negara-negara berkembang yang disebabkan karena ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea. Berdasarkan survei yang dilakukan di Afrika dan Asia, telah ditemukan bahwa ulkus kornea merupakan penyebab kebutaan nomor dua setelah katarak sebagai penyebab utama kebutaan di banyak negara berkembang di Asia, Afrika dan Timur Tengah.Ulkus kornea juga merupakan penyebab kebuataan nomor dua di Indonesia. Pola epidemiologi dari ulkus kornea bervariasi dari pada tiap negara bahkan di tiap daerah. Insidensi tahunan di Indonesia adalah 5,3 per 100.000 penduduk. Di Mandurai District, India Selatan diperkirakan terdapat 11,3 kasus per 100.000 penduduk atau paling sedikit sepuluh kali lebih banyak dibandingkan di USA. Antara September 1985 hingga Agustus 1987, ditemukan penderita ulkus kornea sebanyak 405 kasus di Kathmandu, Nepal. Kemudian dari sepuluh kasus yang ditemukan di poliklinik Mata RSU Dr. Saiful Anwar, ulkus kornea menempati urutan ke-9 dengan 401 kasus dari 22.394 pasien yang berkunjung.
Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih banyak menderita ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan di India Utara ditemukan 61% laki-laki, sedangkan penelitian yang dilakukan di RS Sardjito Yogyakarta didapatkan 66,7% kasus pada laki-laki.Hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan resiko terjadinya trauma termasuk trauma kornea (Ilyas S., 2004; Eva, P.R. & Whitcher J.P, 2008). Trauma kornea merupakan penyebab terbanyak (68,4%) terjadinya ulkus kornea di RS Sardjito Yogyakarta. Hal yang sama juga terjadi di Nepal. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Glasgow, kasus ulkus kornea terbanyak disebabkan oleh pemakaian lensa kontak, sedangkan karena trauma hanya 8,8%. Dalam hal ini mungkin disebabkan pemakaian lensa kontak di Indonesia masih jarang.

C. Etiologi

Terjadinya ulkus kornea biasanya didahului oleh faktor pencetus yaitu rusaknya sistem barier epitel kornea oleh penyebab-penyebab seperti : 1. Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air mata, sumbatan saluran lakrimal) 2. Oleh faktor-faktor eksternal yaitu : luka pada kornea (erosi kornea) karena trauma, penggunaan lensa kontak, luka bakar pada muka 3. Kelainan lokal pada kornea, meliputi edema kornea kronik, keratitis exposure (pada lagoftalmos, anestesi umum, koma), keratitis karena defisiensi vitamin A, keratitis neuroparalitik, keratitis superficialis virus 4. Kelainan sistemik, meliputi malnutrisi, alkoholisme, sindrom StevenJohnson, sindrom defisiensi imun (AIDS, SLE) 5. Obat-obatan penurun sistem imun, seperti kortikosteroid, obat anestesi local 6. Infeksi oleh bakteri (misalnya stafilokokus, pseudomonas, atau pneumokokus), jamur, virus (misalnya herpes) atau protozoa akantamuba 7. Reaksi toksik, degenerasi, alergi dan penyakit kolagen vaskuler

D. Etiopatologi Ulkus kornea terjadi akibat organisme yang memproduksi toksin yang menyebabkan nekrosis dan pembentukan pus di jaringan kornea.Ulkus kornea biasanya terbentuk akibat Infeksi oleh bakteri (misalnya stafilokokus, pseudomonas atau pneumokokus), jamur, virus (misalnya herpes) atau protozoa akantamuba. Penyebab lain adalah aberasi atau benda asing, penutupan kelopak mata yang tidak cukup, mata yang sangat kering, defisiensi vitamin A, penyakit alergi mata yang berat atau pelbagai kelainan inflamasi yang lain (Eva, P.R. & Whitcher J.P, 2008; Lange, 2000). Pengguna lensa kontak, terutamanya mereka yang memakainya waktu tidur, bisa menyebabkan ulkus kornea.Infeksi oleh Protozoa, infeksi dengan Achanthamoeba berkaitan dengan kebiasaan kebersihan lensa kontak yang buruk (menggunakan air yang tidak steril), berenang atau berendam di air panas dengan menggunakan lensa kontak.Organisme ini menyebabkan peradangan yang serius dan seringkali salah diagnosis dengan virus herpes simpleks.Keratitis herpes simpleks merupakan infeksi viral yang serius.Ia bisa menyebabkan serangan berulang yang dipicu oleh stress, paparan kepada sinar matahari atau keadaan yang menurunkan sistem imun (Ilyas S., 2008).

Pengguna lensa kontak dapat memiliki komplikasi baik secara langsung atau akibat dari permasalahan yang ada yang diperburuk dengan pemakaian lensa kontak. Lensa kontak secara langsung bersentuhan dengan mata dan memicu komplikasi melalui: trauma, mengganggu kelembaban kornea dan konjungtiva, penurunan oksigenasi kornea, stimulasi respon alergi dan inflamasi dan infeksi (Boles, S.F., 2009).

Hipoksia Dan Hiperkapnia Akibat kondisi kornea yang avaskular, untuk metabolisme aerobik kornea bergantung pada pertukaran gas pada air mata.Mata tiap individu memiliki kondisi oksigenasi yang bervariasi untuk menghindari komplikasi hipoksia. Baik dengan menutup mata maupun memakai lensa kontak keduanya dapat mengurangi proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida pada permukaan kornea. Transmisibilitas oksigen (dK / L), yaitu permeabilitas bahan lensa (dK) dibagi dengan ketebalan lensa (L), merupakan variabel yang paling penting dalam menentukan pengantaran relatif oksigen terhadap permukaan kornea pada penggunaan lensa kontak.Pertukaran air mata di bawah lensa kontak juga mempengaruhi tekanan oksigen kornea. Pada lensa kontak kaku dengan diameter yang lebih kecil dengan transmissibilitas oksigen yang sama atau lebih rendah dapat mengakibatkan edema kornea lebih sedikit jika dibandingkan dengan lensa kontak lunak yang diameternya lebih besar karena pertukaran air mata yang lebih baik. Hipoksia dan hiperkapnia sedikit pengaruhnya pada lapisan stroma bagian dalam dan endotelium, dimana mereka memperoleh oksigen dan menghasilkan karbon dioksida ke dalam humor aquous (Boles, S.F., 2009). Akibat oksigenasi yang tidak memadai, proses mitosis epitel kornea yang menurun, menyebabkan ketebalannya berkurang, mikrosis dan peningkatan fragilitas. Akibat pada sel-sel epitel ini dapat menyebabkan keratopati pungtata epitel, abrasi epitel dan meningkatkan resiko keratitis mikroba. Akumulasi asam laktat pada stroma akibat metabolisme anaerob menyebabkan meningkatnya ketebalan stroma dan mengganggu pola teratur dari lamellae kolagen, menyebabkan striae, lipatan pada posterior stroma dan meningkatnya hamburan balik cahaya. Hipoksia dan hiperkapnia stroma yang lama mengakibatkan asidosis stroma, yang dalam waktu singkat akan menimbulkan edema endotel dan blebs dan dalam waktu yang lama akan mengakibatkan polymegethism sel endotel. Efek lebih lanjut dari hipoksia adalah hypoesthesia kornea dan neovaskularisasi baik pada epitel dan stroma.Vaskularisasi stroma dapat berevolusi menjadi keratitis interstisial, kekeruhan yang dalam atau kadang-kadang perdarahan intrastromal.Pada beberapa kasus pemakaian lensa kontak yang lama, kornea menjadi terbiasa dengan tegangan oksigen baru dan edema stroma berubah menjadi lapisan stroma yang tipis (Boles, S.F., 2009). Alergi Dan Toksisitas

Para pemakai lensa kontak menghadapi berbagai potensial alergen.Lensa kontak mendorong adhesi dari debris, sehingga tetap bersentuhan dengan jaringan okular.Larutan lensa kontak dan terutama pengawet di dalamnya menginduksi respon alergi pada individu-individu yang sensitif.Hipersensitifitas thimerosal khususnya dapat menyebabkan konjungtivitis, infiltrat epitel kornea, dan superior limbus keratokonjunktivitis. Reaksi terhadap deposit protein pada lensa kontak ini dapat mengakibatkan konjungtivitis giant papiler. Toksisitas yang dicetus oleh lensa kontak yang tidak bergerak berhubungan dengan akumulasi yang cepat dari metabolik pada lapisan kornea anterior, yang dapat mengakibatkan hiperemis pada limbus, infiltrat kornea perifer dan keratik presipitat.Komplikasi yang lebih berat akibat toksisitas larutan mengakibatkan keratopati pungtat epitel (Boles, S.F., 2009).

Kekuatan Mekanik Kekuatan mekanik memicu komplikasi pada pengguna lensa kontak termasuk abrasi akibat pemakaian atau pelepasan lensa yang tidak tepat, atau akibat fitting dan pemakaian lensa kontak.Lensa kontak kaku yang tajam dapat menyebabkan distorsi kornea atau abrasi.Pada kasus yang berat, permukaan kornea menjadi bengkok.Keratokonus dapat timbul akibat kekuatan mekanik kronis dari pemakaian lensa kontak.Permukaan yang terlipat dapat diakibatkan oleh lensa kontak lunak yang terlalu ketat.Kerusakan epitel dapat terjadi secara sekunder akibat debris yang terperangkap di bawah lensa.Komplikasi ini sangat penting mengingat dominannya pemakaian lensa kontak kosmetik pada perempuan (Boles, S.F., 2009).

Efek Osmotik Lensa kontak meningkatkan penguapan air mata dan menurunkan refleks air mata, sehingga kejadian keratopati pungtat epitel meningkat. Permukaan yang kering akibat rusaknya lubrikasi mata oleh lapisan air mata, sehingga epitel beresiko terjadi cedera mekanis seperti abrasi dan erosi (Boles, S.F., 2009). Keratitis jamur bisa terjadi setelah trauma kornea yang disebabkan oleh tumbuh-tumbuhan atau pada mereka dengan imunosuppressi.Keratitis acanthamoeba terjadi pada pengguna lensa kontak, terutama pada mereka yang coba membuat solusi pembersih sendiri (Boles, S.F., 2009). Faktor resiko terjadinya ulkus kornea adalah mata kering, alergi berat, riwayat kelainan inflamasi, penggunaan lensa kontak, immunosuppresi, trauma dan infeksi umum (Ilyas S., 2008). E. Stadium Penyakit

Epitel merupakan sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam kornea. Namun sekali kornea ini cedera, stroma yang avaskular dan membran Bowmans mudah terkena infeksi oleh berbagai macam organisme, seperti bakteri, amuba dan jamur. Perjalanan ulkus kornea dibagi menjadi 4 stadium, meliputi :

1. Stadium infiltrasi progresif Mikroorganisme mengalami kesulitan untuk melekat pada epitel, karena epitel mempunyai permukaan yang licin, membran yang tidak dapat ditembus mikroorganisme dan ditambah dengan adanya reflaks mengedip dari kelopak mata.Tetapi dengan adanya penurunan alamiah ini maka kuman dapat melekat pada permukaan epitel dan masuk ke dalam stroma melalui epitel yang rusak dan melakukan replikasi. Dalam waktu 2 jam setelah kerusakan kornea timbul reaksi radang yang diawali pelepasan faktor kemotaktif yang merangsang migrasi sel polimorphonuclear (PMN) ke stroma kornea yang berasal dari lapisan air mata dan pembuluh darah limbus. Apabila tidak terjadi infeksi maka sel PMN akan menghilang dalam waktu 48 jam dan epitel pulih dengan cepat. Ciri khas stadium ini adalah terdapatnya infiltrat dari leukosit PMN dan limfosit ke dalam epitel dan stroma.Ciri klinis pada epitel terdapat kekeruhan yang berwarna putih atau kekuning-kuningan, edema dan akhirnya terjadi nekrosis.Keadaan tersebut tergantung pada virulensi kuman, mekanisme pertahanan tubuh dan pengobatan antibiotika.Mikroorganisme akan difagosit oleh sel PMN. Sel ini akan mengeluarkan enzim enzim yang mencerna bakteri dan juga merusak jaringan sekitarnya.

2. Stadium ulserasi aktif Pada epitel dan stroma terjadi nekrosis, pengelupasan dan timbul suatu cekungan (defek).Jaringan sekitarnya terdapat infiltrasi sel radang dan edema.Pada pemeriksaan klinis terdapat kornea berwarna putih keabuan dengan dasar ulkus yang nekrosis. Pada bilik mata depan timbul reaksi radang ringan atau sampai terjadi hipopion dan blefarospasme pada kelopak mata. Penderita mengeluh rasa nyeri, fotofobia, lakrimasi dan penurunan tajam penglihatan. Ulkus meluas ke lateral atau ke lapisan yang lebih dalam sehingga menimbulkan descemetokel atau bahkan sampai perforasi. 3. Stadium regresif

Pada stadium ini terjadi regresi dari perjalanan penyakit di atas, karena adanya mekanisme pertahanan tubuh atau pengobatan. Ciri regresi tersebut antara lain, berkurangnya keluhan rasa nyeri, fotofobia, lakrimasi dan keluhan keluhan lainnya. Secara klinis tampak infiltrat mengecil, batas ulkus lebih tegas, daerah nekrotik mendangkal, tanda tanda radang berkurang.

4. Stadium penyembuhan/sikatrisasi Pada penyembuhan timbul epitelisasi dari semua sisi ulkus, fibroblast membentuk stroma baru dan dilanjutkan dengan pengeluaran debris. Stroma baru terbentuk dibawah epitel dan menebal, sehingga epitel terdorong ke depan. Stroma tersebut mengisi seluruh defek, sehingga permukaan kornea yang terinfeksi menjadi rata atau meninggalkan sedikit cekungan.Pada stadium ini keluhan semakin berkurang, tajam penglihatan mulai membaik.Jaringan nekrotik mulai diganti dengan jaringan fibrosa, pembuluh darah mulai timbul dan menutup ulkus dengan membawa fibrosa.Bila penyembuhan sudah selesai, pembuluh darah mengalami regresi. Jaringan sikatrik yang terjadi tidak transparan, tetapi lama kelamaan kepadatannya akan berkurang terutama pada dewasa muda dan anak anak. Derajat sikatrisasi setelah ulkus bermacam macam mulai dari nebula, makula, dan leukoma.

Perjalanan Penyakit Perjalanan penyakit tukak kornea dapat progresif, regresi atau membentuk jaringan parut. 1. Pada proses yang progresif : dapat terlihat infiltrasi sel leukosit dan limfosit yang memakan bakteri atau jaringan nekrotik yang terbentuk. 2. Pada pembentukan jaringan parut akan terdapat epitel, jaringan baru dan fbroblas.

Klasifikasi Ulkus Kornea Dikenal dua bentuk ulkus kornea yaitu ulkus kornea sentral dan marginal(perifer). a. Ulkus Kornea Sentral

Ulkus kornea sentral biasanya merupakan ulkus infeksi akibat kerusakan epitel.Lesi terletak di sentral, jauh dari limbus vaskular.Hipopion biasanya menyertai ulkus.Etiologi ulkus kornea sentral biasanya bakteri, virus, dan jamur.Biasanya dimulai dari trauma kecil dari epitel kornea, seperti tergores oleh pensil atau terkena debu yang disusul infeksi sekunder. Ulkus Kornea Bakterialis Ulkus kornea bakterialis disebabkan oleh beberapa jenis bakteri, diantaranya Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Pneumococcus dan haemolyticus, Proteus sp, Enterobacter erogenes. Ulkus Kornea oleh Jamur o Bentuk Filamen Pada bentuk ini disebabkan oleh Aspergillus dan Fusorium, lebih sering di iklim tropis dan subtropis o Bentuk Ragi Pada bentuk ini disebabkan oleh Candida dan lebih sering di iklim dingin

Ulkus fungi bersifat indolen dengan infiltrat kelabu, filamentous disertai hipopion, peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi satelit (umumnya infiltrat, di tempat yang jauh dari daerah ulserasi utama). Lesi utama maupun satelit berbentuk plak dengan tepi tidak teratur di bawah lesi kornea utama, disertai reaksi kamera okuli anterior yang hebat dan abses kornea. Dapat terjadi hipopion minimal dengan permukaan tidak rata atau sering kambuh, pengobatan dengan antibiotika tidak ada perbaikan

Ulkus Kornea oleh Virus Ulkus kornea yang disebabkan oleh virus, yaitu Herpes simpleks. Sesudah infeksi primer, virus menetap secara laten di ganglion trigeminum. Serangan umumnya dipicu oleh demam, pajanan sinar ultraviolet, trauma, stres psikis, awal menstruasi atau imunosupresi lokal atau sistemik lainnya. Umumnya unilateral.

b. Ulkus Kornea Marginal (Perifer) Ulkus perifer merupakan peradangan kornea bagian perifer berbentuk khas yang biasanya terdapat pada daerah jernih antara limbus dan kornea dengan tempat kelainannya.Diduga dasar kelainannya adalah suatu reaksi hipersensitivitas terhadap eksotoksin bakteri, reaksi alergi, infeksi dan penyakit kolagen vaskular.

Ulkus marginal merupakan ulkus kornea yang terdapat pada orangtua yang sering dihubungkan dengan reumatik dan debilitas.Hampir 50% kelainan ini dihubungkan dengan infeksi stafilokok.Pada beberapa kejadian berhubungan dengan alergi terhadap makanan.Perjalanan penyakit dapat berubah ubah, dapat sembuh cepat dapat pula kambuh dalam waktu singkat.Kebanyakan ulkus kornea perifer bersifat jinak namun sangat sakit. Ulkus ulkus ini bukan proses infeksi, ulkus timbul akibat sensitisasi terhadap produk bakteri, antibodi dari pembuluh limbus bereaksi dengan antigen yang berdifusi melalui epitel kornea. Ulkus kornea perifer antara lain berupa : ulkus dan infiltrat marginal, ulkus mooren, keratokonjungtivitas phlyctenular, keratitis marginal pada penyakit autoimun, ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A, keratitis neurotropik dan keratitis pajanan.

F. Gejala Klinis Gejala Klinis Umum Gejala subjektif ulkus pada semua penderita adalah sama, yaitu: penurunan tajam penglihatan, fotofobia, nyeri, mata merah, mata berair, bengkak dan terdapat sekret. Gejala objektif ulkus kornea: pada kelopak dan konjungtiva tampak hiperemis, edema, blefarospasme dan tampak sekret. Kekeruhan berwarna putih pada kornea dengan defek epitel yang bila diberi pewarnaan flouresen akan berwarna hijau ditengahnya, pada stroma terdapat infiltrat warna putih keabuan, pada jaringan sekitarnya terdapat infiltrat dan edema. Pada bilik mata depan tampak reaksi radang mulai dari tingkat ringan sampai terbentuk hipopion.Iris sukar dilihat karena keruhnya kornea akibat edema dan infiltrasi sel radang pada kornea.Gejala penyerta: penipisan kornea, lipatan descement, reaksi jaringan uvea (akibat gangguan vaskularisasi iris) berupa suar, hipopion, hifema dan sinekia posterior. Ringan serta beratnya gejala tergantung pada virulensi kuman penyebabnya, kondisi penderita, serta lamanya gejala sebelum penderita datang untuk berobat.

Pada tukak kornea yang disebabkan :


Kokus gram (+), Staph. aureus dan Strep. Pnemoni Tukak yang terbatas, Berbentuk bulat atau lonjong, Berwarna putih abu-abu pada anak tukak yang supuratif. Pseudomonas Jamur Virus

Tukak akan melebar dengan cepat, bahan purulen berwarna kuning hijau terlihat melekat pada permukaan tukak.

Infiltrat akan berwarna abu-abu dikelilingi infiltrat halus disekitarnya (fenomena satelit).

Bila tukak berbentuk dendrit akan terdapat hipestesi pada kornea.

Jamur dan Bakteri akan terdapat defek epitel yang dikelilingi leukosit polimorfnuklear

Virus Akan terlihat reaksi hipersensitivitas disekitarnya

Bila proses pada tukak berkurang maka akan terlihat berkurangnya rasa sakit, fotofobia, berkurang infiltrat pada tukak dan defek epitel kornea menjadi bertambah kecil.

G. Diagnosis Diagnosis laboratorium tukak kornea :keratomalasia dan infiltrat sisa karat benda asing. Pemeriksaan laboratorium : 1. Untuk setiap tukak kornea : pemeriksaan agar darah, sabouraud, triglikolat dan agar coklat. 2. Untuk tukak yang disebabkan karena jamur : sediaan hapus yang memakai larutan KOH. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium. Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering

kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan selain oleh terapi imunosupresi khusus. Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion. Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik/pemeriksaan penunjang, seperti :

slit-lamp Keratometri (pengukuran kornea)

Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.

Pemeriksaan Slit-Lamp Merupakan alat untuk melihat benda menjadi lebih besar dibanding ukuran normal. Loupe mempunyai kekuatan 4 6 D. Pemeriksaan akan lebih sempurna bila dilakukan bila dilakukan di kamar yang digelapkan.

Uji Fluoresense Kertas fluoresense yang telah terlebih dahulu dibasahi oleh garam fisiologi diletakkan di dalam sakus konjungtiva anterior.Penderita diminta untuk menutup matanya selama 20 detik, beberapa saat kemudian kertas ini diangkat dilakukan

irigasi konjungtiva dengan garam fisiologis.Dilihat permukaan kornea bila terlihat warna hijau dengan sinar biru berarti ada kerusakan epitel kornea. Defek kornea akan terlihat hijau karena pada bagian itu akan bersifat basa dan memberi warna hijau. Pada keadaan ini disebut uji fluoresense positif.

Uji Festel Disebut juga Seidel (untuk mengetahui letak dan adanya kebocoran kornea).Pada konjungtiva inferior ditaruh kertas fluresense atau diteteskan flueresense.Kemudian dilihat adanya cairan mata yang keluar dari fistel kornea. Bila terdapat kebocoran kornea adanya fistel kornea akan terlihat pengaliran cairan mata yang berwarna hijau mulai dari lubang fistel.

Uji Papan Placido Untuk melihat lengkungan kornea.Dipakai papan placido dengan gambaran lingkaran konsentris putih hitam yang menghadap sumber cahaya, sedang pasien sendiri membelakangi jendela.Melalui lubang di tengah plasidoskop dilihat gambaran bayangan plasido pada kornea.

Pemeriksaan Gram, Giemsa dan KOH (untuk jamur) Pemeriksaan kultur dengan agar darah, agar coklat dan agar sabouraud.

H. Pengobatan Tujuan pengobatan pada tukak kornea adalah untuk membunuh mikroorganisme dan menekan reaksi inflamasi, mempercepat penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta memperbaiki tajam penglihatan. Secara umum pengobatan ulkus kornea adalah dengan siklopegik, antibiotik topikal yang sesuai(topikal dan subkonjungtiva) dan pasien dirawat apabila terjadi perforasi, pasien tidak dapat menggunakan obat sendiri dan perlu obat sistemik.Penanganan pasien dengan tukak kornea yaitu : Tidak boleh dibebat, karena akan menaikkan suhu sehingga akan berfungsi sebgai inkubator. Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali satu hari. Diperhatikan kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder. Debridement sangat membantu penyembuhan.

Diberi medikamentosa yang sesuai dengan kausa. Biasanya diberi lokal kecuali keadaan berat. Sulfa atropin tetes mata 1% 3x1

Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi epiteliasasi dan mata terlihat tenang kecuali bila penyebabnya pseudomonas yang memerlukan pengobatan ditambah 1 2 munggu.Pada tukak kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti apabila : Dengan pengobatan tidak sembuh Terjadinya jaringan parut yang mengganggu pengelihatan

Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea.Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan obat untuk mengurangi reaksi peradangan.

a.Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah 1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya 2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang 3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih 4. Berikan analgetik jika nyeri

b.Penatalaksanaan medis 1. Pengobatan konstitusi Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan umum yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki dengan makanan yang bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat, pemberian roboransia yang mengandung vitamin A, vitamin B kompleks dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus yang disebabkan kuman yang virulen, yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau 10 cc susu steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya cukup baik. Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan sampai melebihi 39,5C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas sembuh. 2. Pengobatan lokal Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.

Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan. 3. Infeksi pada mata harus diberikan : a. Sulfas atropine sebagai salap atau larutan. Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu. Efek kerja sulfas atropine : i. Sedatif, menghilangkan rasa sakit. ii. Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang. iii. Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil. Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru. b. Skopolamin sebagai midriatika. c. Analgetik Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau tetrakain tetapi jangan sering-sering. d. Antibiotik Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat menimbulkan erosi kornea kembali. e. Anti jamur Terapi medikamentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa dibagi : i. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole ii. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal, Natamicin, Imidazol iii. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol iv. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai jenis anti\biotik f. Anti Viral i. Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas untuk infeksi sekunder analgetik bila terdapat indikasi. ii. Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA, interferon inducer. 4. Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban

memang diperlukan pada ulkus yang bersih tanpa sekret guna mengurangi rangsangan. 5. Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan : a. Kauterisasi i. Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni trikloralasetat ii. Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau termophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna keputih-putihan. b. Pengerokan epitel yang sakit Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti cairan COA yang lama dengan yang baru yang banyak mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh. Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian ditarik menutupi ulkus dengan tujuan memberi perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali. Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan sulfas atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan melakukan gerakan-gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja, maka dapat dilakukan : Iridektomi dari iris yang prolaps Iris reposisi Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva Beri sulfas atropin, antibiotik dan balut yang kuat Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita obati seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya sembuh menjadi leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.

c.Keratoplasti Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :

1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita 2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita. 3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.

I. Pencegahan Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi kepada ahli mata setiap ada keluhan pada mata.Sering kali luka yang tampak kecil pada kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata. Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutupsempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai danmerawat lensa tersebut.

J. Komplikasi Komplikasi pada ulkus kornea bervariasi, stroma kornea yang hilang dan hanya tinggal membran descemets bisa menyebabkan penonjolan membran descemets, perforasi, endoftalmitis, bahkan menimbulkan kebutaan apabila penanganan tidak tepat. Komplikasi ulkus kornea dapat bersifat menghancurkan. Perforasi kornea dapat terjadi, walaupun jarang. Dapat terjadi jaringan sikatrik pada kornea yang mengakibatkan hilangnya visus parsial atau menyeluruh. Dapat juga timbul sinekiae anterior dan posterior, glaukoma, endoftalmitis dan katarak. Komplikasi yang paling sering timbul berupa: si panoftalmitis dapat berlanjut menjadi endoftalmitis dan

der

K. Prognosis Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi yang timbul.Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular.Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk.Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat.Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan resistensi. Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan pemberian terapi yang tepat.Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode; migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva.Ulkus superfisial yang kecil dapat sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar, perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan granulasi dan kemudian sikatrik.

DAFTAR PUSTAKA

Basic and Clinical Science Course. External Disease and Cornea, part 1, Section 8, American Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009 P.179-92

Boles, SF, MD. Lens Complication & Management QEI Winter 2009 Newsletter. Citied on August 9 th, 2011 Edelhauser HF. The cornea and the sclera, chapter 4 in Adlers Physiology of The eye Clinical'Aplication. 10 th ed. St.louis, Missouri, Mosby, 2005 : 47-103 Eva PR, Biswell R. Cornea In Vaughn D, Asbury T, eds. General Ophtalmology 17th ed. USA Appleton Lange; 2008. p. 126-49 Ilyas S. Mata Merah dengan penglihatan Turun Mendadak. In: Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. 3rd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2004. P.147-67 Karesh, JW. Topografic anatomy of the eye, In: Duane's Clinical Ophthalmology. (CD-ROOM). Lippincott Williams & Wilkins. USA : 2003 Lange Gerhard K.Ophtalmology. 2000. New York: Thieme. P. 117-44 Liesegang TJ,Deutsch TA. External Disease and Cornea. Section 8, AAO, San Fransisco, 2008-2009: 181 9 Mills TJ, Corneal Ulceration and Ulcerative Keratitis in Emergency Medicine. Citied on August 9, 2011. Avaible from: http://www.emedicine.com/emerg/topic 115.htm Oyster, Clyde W. The Human Eye, Structure and Function. Massachussetts, 1999 : 325-350 Sunderland,

Watsky MA, Olsen TW., Cornea and Sclera, In: Duanes Clinical Ophthalmology, (two volume, chapter four), (CD-ROOM). Lippincott Williams & Wilkins. USA : 2003 Wong, Tien Yin, The Cornea in The Ophthalmology Examination Review. Singapore, World Scientific 2001 : 89 90

Anda mungkin juga menyukai