Anestesi umum modern berdasar pada kemampuan untuk memberikan analgesia dan
amnesia yang adekuat selama prosedur pembedahan. Obat-obat yang memblok
neuromuskuler dapat digunakan untuk memudahkan paparan bedah dengan memberikan
relaksasi otot profunda. Anestesiologis mencoba mencapai keduanya, analgesia dan amnesia,
dengan atau tanpa relaksasi otot, sambil memelihara fungsi fisiologis normal pasien.
Tantangan dalam anestesi untuk memelihara keseimbangan antara stres prosedur
pembedahan dan efek depresi kardiorespirasi dari level kedalaman anestesi (Gambar 2.1).
Anetesiologis menggunakan keterampilan klinis dalam pemeriksaan dan sekumpulan
monitor teknis untuk memberikan umpan balik terhadap status fisiologis dan kebutuhan
anestesi pasien. Tabel 2.1 menunjukan daftar pilihan yang tersedia bagi anestesiologis untuk
memberikan analgesia, amnesia, dan pelumpuh otot.
Status anestesia umum dapat diinduksi dengan injeksi obat-obat anestesi atau
melalui inhalasi campuran uap anestesi (gambar 2.1). Dengan anestesia umum, pelumpuh
otot dapat digunakan untuk memudahkan intubasi trakeal dan relaksasi otot. Pelumpuh otot
sering digunakan untuk memudahkan akses pembedahan dan penting untuk operasi toraks
dan abdomen. Karena pelumpuh otot tidak berpengaruh pada status kesadaran, harus diberi
obat-obat anestesi tambahan untuk meyakinkan adekuatnya amnesia dan analgesia.
Penggunaan pelumpuh otot mencegah penggunaan agen anestesi yang berlebihan yang di lain
pihak dibutuhkan untuk mencapai derajat relaksasi otot yang sama. Karena pelumpuh otot
juga mempengaruhi otot-otot pernapasan, ventilasi tekanan positif seringkali digunakan untuk
memelihara volum menit normal. Ketika pelumpuh otot tidak digunakan, pasien dapat
menghirup uap anestesi untuk memelihara status anestesi. Apabila usaha pada ventilasi
spontan tidak adekuat, ventilasi mekanik yang dibantu atau dikontrol dapat digunakan oleh
anestetis. Ventilasi mekanik terkontrol umumnya hanya digunakan apabila telah terintubasi.
Ventilasi spontan dan dibantu dapat digunakan sehubungan dengan pipa trakea, LMA
(laryngeal mask airway), atau simple face mask (gambar 2.2).
Anestesi umum modern menggunaka n kombinasi obat-obatan untuk mencoba
meminimalkan efek samping obat dan memaksimalkan manfaat bagi pasien. Oleh karena itu,
daripada hanya menggunakan halotan untuk anestesi bedah abdomen, anestetis seringkali
memilih serangkaian obat-obatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Obat-obatan tersebut
meliputi opioid untuk menumpulkan respon nyeri terhadap pembedahan, barbiturat untuk
menginduksi status anestesi, dan obat anestesi inhalasi seperti nitrous oksida dan isofluran
untuk memelihara status anestesi. Obat-obat anestesi lainnya yang umum digunakan selama
anestesi umum antara lain antiemetik, obat-obat yang memblok neuromuskuler, dan
antagonis neuromuskuler.
Tabel 2.1. Pilihan Anestesi
Pilihan Anestesi
Hanya anestesi lokal
Anestesi lokal dengan sedasi sadar intravena Contoh: Propofol, midazolam, fentanyl, atau
musik untuk sedasi
Neurolept-analgesia Jarang digunakan. Dicapai dengan dosis tinggi
droperidol dengan opioid (seperti fentanyl) untuk
suplementasi analgesik.
Anestesi regional, dengan atau tanpa sedasi Contoh: Anestesi spinal, anestesi epidural, blok
pleksus brakialis, blok “Bier” intravena, blok saraf
perifer
Anestesi umum (lihat gambar 2.2) Dapat dikombinasi dengan anestesi regional, blok
saraf perifer, atau anestesia lokal.
Lain-lain Akupuntur
Teknik biofeedback (Lamaze)
Agen inhalasi
(contoh: Entonox = campuran nitrous oksida dan
oksigen 50:50)
Sedatif, narkotik, neroleptik, atau antiemetik IM,
PO, atau IV.
Evaluasi Preoperative dan Faktor Resiko
Penilaian pra operasi sangat penting untuk keamanan anestesi . Dokter yang tidak
memiliki paparan khusus anestesi ,tidak siap untuk mengevaluasi , mempersiapkan, dan
meminimalkan risiko pasien di periode perioperatif. Bab ini memberikan pedoman untuk
dokter yang perlu memahami risiko pasien mereka dalam menjalani prosedur bedah , dan
langkah-langkah yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan kondisi pasien mereka
sebelum operasi.
I. Identifikasi Masalah
I. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah pasien adalah salah satu komponen manajemen
perioperatif yang paling penting, namun mudah diabaikan. Sebuah pedekatan
holistik dan menyeluruh dapat di jadikan pedoman dalam mengidentifikasi
masalah pasien. Identifikasi masalah didapatkan melalui anamnesa riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.
Teknik dan obat-obat anestesi memiliki efek besar pada fisiologi
manusia. Oleh karena itu, evaluasi terfokus terhadap semua sistem organ utama
harus dilakukan sebelum operasi. Anestesi memberikan perhatian khusus untuk
gejala dan penyakit yang terkait dengan sistem kardiovaskular, pernapasan, dan
neuromuskuler karena tindakan anestesi dan obat obatan akan langsung
memanipulasi sistem ini selama operasi. Oleh karena salah satu tujuan evaluasi
pra operasi adalah untuk memastikan bahwa pasien dalam kondisi terbaik (atau
optimal) , penting untuk tidak hanya mengidentifikasi gejala, tetapi juga untuk
mendokumentasikan keparahan penyakit dan memastikan stabilitas atau
perkembangan kondisi pasien. Pasien dengan kondisi yang tidak stabil harus
ditunda dan dioptimalisasi sebelum operasi elektif.
Kardiovaskular:
Pasien dengan penyakit jantung iskemik beresiko untuk iskemia miokard
atau infark pada periode perioperatif. Anemnesis menyeluruh harus memastikan
apakah hal ini merupakan angina yang baru atau perubahan dari pola sebelumnya
yang stabil. Pasien dengan riwayat infark miokard (<6 bulan) atau angina tidak
stabil adalah kandidat yang buruk untuk menjalani operasi elektif, dengan risiko
morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Penilaian risiko jantung akan dibahas kemudian dalam bab ini. karena
hampir sebagian besar agen anestesi merupakan suatu kardiakdepresan, riwayat
gagal jantung atau kardiomiopati harus menjadi perhatian utama dari seorang
anestesiologis. Penyakit katub jantung juga memerlukan evaluasi khusus dalam
masa preoperatif karena hal ini dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang
tidak menguntungkan dan bahkan berbahaya yang disebabkan oleh agen anestesi,
terutama untuk teknik anestesi regional.
Aritmia merupakan kondisi yang sering didapatkan di ruang operasi,
walaupun sekarang kejadiannya berkurang sejak ditemukannya agen anaestesi
yang baru. Dalam kunjungan preoperasi, penting juga untuk mengidentifikasi
riwayat aritmia atau gejala yang menunjukkan kebutuhan untuk alat pacu jantung.
Pasien dengan hipertensi akan membutuhkan perhatian khusus terhadap terapi
antihipertensi serta keseimbangan cairan dan elektrolit
Respirasi
NEUROMUSKULAR
Jika pasien memiliki lesi intrakranial, cari tanda-tanda awal dan gejala
peningkatan tekanan intrakranial seperti sakit kepala, mual, muntah, penuruan
kesadaran dan papilledema. Lesi hipofisis mungkin menyebabkan kelainan
endokrin. Sebuah riwayat Cerebro Vascular Attack menandakan penyakit
serebrovaskular signifikan Seorang anestesiologis harus menanyakan mengenai
ada tidaknya riwayat kejang, jenis, frekuensi dan waktu kejang terakhir serta obat
antikejang yang diterima pasien.
Pasien dengan riwayat cedera medula spinalis memiliki resiko terjadinya
gagal nafas, aritmia, hiperrefleksia autonomik, hiperkalemia ,fraktur patologis dan
dekubitus. Penting untuk mencatat waktu dan tinggi level cedera sarafnya.
Gangguan pada celah neuromuskular seperti myastenia grafis, sindrom
miastenik,dll dapat menyebabkan respon yang sulit diprediksi dengan penggunaan
obat pelumpuh otot. Pasien dengan muscular dystrophy dan penyakit miopati
lainya akan memiliki resiko peningkatan malignan hipertemia dan gagal nafas
perioperatif.
Endokrin
Pasien dengan diabetes melits memerlukan evaluasi dan managemen
dalam fase perioperative karena respon stres pembedahan dan puasa dapat
menyebabkan perubahan bermakna dalam kadar gula darah. Pasien dengan DM
biasanya memiliki gangguan pada target organnya, termasuk didalamnya sistem
kardiovaskular, otal dan ginjal.
Pasien dengan penyakit tiroid juga memerlukan evaluasi mendalam.
Hipotiroid diasosiasikan dengan kejadian depresi miokardiom dan efek yang besar
terhadap pemberian obat sedatif. Pasien dengan hipertiroid memiliki resiko
terjadinya tiroid strom. Goiter dapa menekan jalan nafas dan mempengaruhi
nervus laringeus rekuren yang dapat menyebakan paralisis dari plica vocalis yang
nantinya akan menyebabkan obtruksi pada jalan nafas.
Pasien dengan phaeochromocytoma merupakan kondisi yang menantang
untuk anestesiologis, dokter bedah dan internis yang merawatnya. Pasien ini dapat
mengalami perubahan tekanan darah dan laju jantung yang drastis serta
memerlukan terapi yang intensif dengan obat anti adrenergik. Pasien ini juga
biasanya mengalami kondisi supresi adrenal sehingga tidak dapat memproduksi
kortikosteroid sebagai respon terhadap stress pembedahan.
Gastrointestinal
Pasien dengan penyakit hati biasanya memiliki gangguan pada
keseimbangan cairan dan elektrolit , pembekuan darah dan metabolisme obat.
Pasien dengan GERD rentan terhadap terjadinya refluks dari isi lambung dan
aspirasi pneumonia. Pasien pasien ini harus diberikan profilaksis antri relfuks
pada fase preoperatif
Renal
Pasien dengan gagal ginjal, baik akut maupu kronis, sering dijumpai
dalam kamar oparasi. Dokter anestesi harus mampu menangani gangguan cairan
dan elektrolit , kemungkinan untuk dialisis dan perubahan metabolisme obat.
Berikan perhatian khusus tentang jadwal hemodialisa pasien karena terjadi
perubahan status cairan pada saat pre dan post HD, perubahan kadar kalium , serta
volume darah. Jika memungkinkan jadwalkan operasi satu hari setelah
hemodialisa . pasien dengan insufisensi ginjal akan memiliki resiko penurunan
fungsi ginjal ketika menjalani operasi. Maka dari itu evaluasi mendalam terhadap
keseimbangan cairan dan elektrolit serta perubahan hemodinamik harus
dilaksanakan.
Hematologis
Anemia oleh karena berbagai penyebab merupakan hal yang sering pada
pasien yang menjalani pembedahan . Level Hb 10g/dl meruopakan target minimal
untuk pasien elektif. Dalam tahun belakangan dogma mengenai hb minimal untuk
operasi mulai ditinggalkan. Keperluan untuk transfusi harus dievaluasi secara
individu tegantung dari kronisitas anemia, kemungkinan perdarahan intraoperatif
dan penyakit yang diderita pasien
Koagulopati yang menyangkut faktor pembekuan dan platelet baik
kongetial ataupun didapat perlu mendapatkan perhatian khusus. Pasien dengan
gangguan koagulasi biasanya merupakan calon yang buruk untuk dilakukan
anestesi regional dan pemilihan teknik anestesi harus didasarkan pada jenis
tindakan oparasi dan kondisi medis pasien.
Orang Tua/ Geriati
Pasien geriatri memiliki insiden yang lebih tinggi tehadap penyakit yang
berhubungan dengan usia sekaligus penuruan dari fungsi organ, hal ini
menyebabkan pasien geriatri memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Komplikasi ini tergantung dari penyakit penyerta yang dideritanya bukan
berdasarkan pada usia. Segala tindakan preopertif harus bertujuan untuk
mengidentifikasi dan menatalaksana penyakit penyerta.
Operasi emergensi pada geriatri dapat meningkatkan mortalitas sebanyak
20-40x. Hal ini disebabkan karena minimnya waktu yang tersedia untuk
mengoptimalkan kondisi pasien kuranganya cadangan fisiologis organ ,
penurunan fungsi organ serta penurunan toleransi tubuh terhadap stres mayor dan
pembedahan.
Informasi mengenai kondisi umum pasien pada saat ini serta rencana
pembedahan yang akan dijalani, merupakan hal yang sangat penting untuk
diketahui sebelum pembedahan. Pertimbangan yang menyeluruh dapat
memprediksi masalah masalah yang berkaitan dengan pembedahan seperti resiko
pendarahan yang banyak / perpindahan cairan ke ruang interstitial ( pada operasi
digestif ) . penyulit penyulit kardiovaskular atau posisi posisi yang ekstrim pada
saat pembedahan ( prone , litotomi ) dll. Informasi ini diperlukan untuk
mempersiapkan kebutuhan jalur intravena, monitoring dan pertimbangan teknik
anestesi yang akan digunakan.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada kunjungan pre operasi harus terarah pada
evalusai jalan nafa, sistem kardiovaskuler , sistem respirasi dan sistem lainya yang
memiliki masalah atau gejala dari anamnesa.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium di lakukan jika ditemukan masalah dari
pemeriksaan fisik dan anamnesa. Pemeriksaan darah rutin diminta jika ada
kemungkinan perdarahan yang besar atau gangguan darah seperti anemia,
thalasema serta pasien yang baru menjalani kemoterapi. Pasien yang menjalani
pengobatan dengan diuterika, kemotrapi, gangguan ginjal harus mendapatkan
pemerikaan kadar elektrolit sebelum operasi. EKG harus dilakukan pada pasien
diatas 50 tahun atau meraka yang memiliki riwayat penyakit jantung ,
hipertensi .Penyakit arteri perifer, diabtes melitus, penyakit ginjal atau penyakit
metabolik lainnya.
Pemeriksaan foto torak diperuntukan bagi pasien dengan riwayat
gangguan jantung dan penyakit paru lainya seperti asma, PPOK atau pasien
dengna gangguan respirasi dalam 6 bulan terakir. Pemeriksaan urine digunakan
untuk pasien dengan DM atau gangguan ginjal disertai riwayat infeksi salurana
kemih.
II. Penilaian resiko
Resiko kardiak:
Dari data tersebut, Goldman mengusulkan pada pasien dengan skor lebih
besar dari 25 hanya di pertimbangkan untuk prosedur yang menyelamatkan
nyawa. Pasien dengan skor 13 – 25 dianjurkan untuk memperoleh konsultasi
medis preoperatif untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas. Tentunya,
menunda operasi sampai kondisi pasien lebih stabil dapat menurunkan indeks
resiko kardiak secara signifikan. Menunggu selama 6 bulan setelah infark
miokardial, menunda prosedur emergensi (jika memungkinkan) dan
meningkatkan kondisi kesehatan pasien yang buruk dapat menurunkan resiko
secara signifikan.
Indeks Goldman memiliki spesifitas yang tinggi, namun sensitivitas
yang rendah saat memprediksi resiko. Pasien dengan skor 13 atau lebih harus
menimbulkan kecurigaan kita. Skor yang rendah berkorelasi dengan rendahnya
kemungkinan keluaran yang buruk. Dalam usaha untuk meningkatkan sensitifitas
dari index Goldman, kriteria Goldman modifikasi Detsky memasukkan lebih
banyak penyakit-penyakit jantung (tabel 3.5). Detsky juga menyadari bahwa tidak
semua pembedahan membawa resiko yang sama, dan faktor dari prosedur
pembedahan untuk pretest probability yang menginduksi komplikasi kardiak
(tabel 3.6).
Obat dengan baik kualitas antiemetik dan obat penenang, yang sering digunakan
dalam kombinasi dengan opioid untuk menghindari mual dan untuk meningkatkan efek
sedatif dari opioid tersebut. Prometazin adalah salah satu obat tersebut (antihistamin- kelas
phenothiazine), dan diberikan dalam dosis dari 125 sampai 50 mg im. bersama-sama dengan
opioid tersebut. dimenhydrinate
(~ ravol9al sehingga memiliki sedatif dan kualitas antiemetik. Hal ini diberikan
dalam dosis 12,5 untuk SO mg im. dengan
opioid (misalnya, 'Demerol 75 mg dengan gravol 50 mg isme. dalam satu jarum
suntik satu jam sebelum operasi.
Antikolinergik dapat diberikan dengan morfin atau meperidin untuk menghindari
potensi bradikardia opioid-induced.
Agen antikolinergik juga dapat digunakan jika intubasi fiberoptik terjaga
direncanakan. Penggunaan antikolinergik pada pasien ini menyebabkan penurunan sekresi
dari kelenjar ludah lisan, sehingga memfasilitasi baik penyerapan anestesi topikal dan
visualisasi jalan napas oleh lingkup serat optik. Kedua hiosin dan atropin melewati sawar
darah otak. Hiosin (0,2 -. 0,4 mg im) telah dikaitkan dengan kebingungan dalam delirium tua
dan pasca operasi pada pasien muda. Atropin (0,4 -. 0,6 mg im) jarang menyebabkan
kebingungan mental klinis. Namun, kurang efektif dalam mengeringkan sekresi dari hiosin
dan menyebabkan takikardia lebih besar (yang tidak diinginkan pada pasien dengan penyakit
arteri koroner). Glikopirolat (0,2 -. 0,4 mg im) adalah agen pengeringan yang baik. Itu tidak
melewati sawar darah otak dan menyebabkan kurang takikardia dari atropin.
Premeditations khusus lainnya termasuk: oksigen, antibiotik, steroid,
antihistamin, H-2 blocker, beta blocker, calcium channel blockers, nitrogliserin,
bronkodilator, antasid, desmopresin, insulin, dll Tanyakan anestesi staf Anda kapan dan
mengapa mereka akan meresepkan obat-obat ini.
Kontraindikasi umum * untuk penggunaan prernedication meliputi:
1. Alergi atau hipersensitivitas terhadap obat tersebut.
2. Atas kompromi jalan napas, atau gagal napas.
3. ketidakstabilan hemodinamik atau syok.
4. Penurunan tingkat kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial.
5. berat hati, ginjal, atau penyakit tiroid.
6. pasien Kandungan.
7. Lansia atau lemah pasien.