Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam dunia kedokteran, rasa sakit saat menjalani operasi atau prosedur kesehatan
lainnya dapat diredam dengan pemberian anestesi. Anestesi memiliki arti yakni hilangnya
rasa atau sensasi. Hal ini sangat erat kaitannya dengan dunia medis. Pemberian obat ini
dilakukan agar Anda tidak merasakan rasa sakit saat operasi berlangsung.

Tujuan dokter memberikan anestesi adalah untuk membuat pasien merasa santai
saat operasi berlangsung, meminimalisir atau menghilangkan rasa nyeri yang dirasakan,
maupun membuat pasien mengantuk dan terlelap tidur sehingga pasien tidak menyadari
operasi yang dilakukan. Tindakan ini sangat membantu, terlebih bagi mereka yang kerap
takut dengan proses pembedahan atau tindakan medis lainnya.

Anestesi dikenal sehari-hari sebagai bius. Obat atau agen anestesi akan
menghilangkan sebagian atau seluruh perasaan. Ada tiga jenis anestesi: umum, regional
dan lokal. Anestesi umum membuat pasien tidak sadar sama sekali dan tidak ingat apa pun
selama operasi berlangsung, prosedur ini biasa disebut dengan bius total. Anestesi jenis
ini akan diberikan untuk operasi besar, seperti saat melakukan operasi jantung terbuka,
operasi otak, ataupun transplantasi organ yang memang sangat membutuhkan
ketidaksadaran pasien untuk melakukan tindakan operasi. Pemberian anestesi ini bisa
melalui dua cara, yakni dengan menghirup gas (inhalasi) ataupun dengan menyuntikan
obat ke dalam pembuluh darah (intravena). Bius intravena akan menghilang dengan cepat
dari aliran darah setelah operasi selesai, sedangkan untuk inhalasi memerlukan waktu
lebih lama untuk menghilang. Meskipun anestesi umum biasanya dianggap cukup aman
untuk sebagian besar pasien, namun ternyata dapat menimbulkan beberapa risiko untuk
pasien usia lanjut, anak-anak, orang-orang dengan variasi genetik tertentu, dan mereka
yang memiliki penyakit kronis seperti diabetes.

Kata Anestesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang menggambarkan


keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat dengan tujuan untuk
mrnghilangkan nyeri. Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral

1
disertai dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Komponen
anestesi yang ideal (trias anestesi) terdiri dari : hipnotik, analgesia dan relaksasi otot. Saat
ini ditambah pula dengan stabilitas otonom antara saraf simpatis dan parasimpatis.
Umumnya kombinasi anestetik yang digunakan untuk anestesi umum akan mengakibatkan
gejala klinis tidak berespons terhadap rangsangan menyakitkan,tidak dapat mengingat apa
yang terjadi (amnesia retrogard), deprei atau tidak mampu mempertahankan proteksi jalan
napas yang memadai hingga ketidakmampuan melakukan ventilasi spontan akibat
kelumpuhan otot,dan depresi kardiovaskular sehingga cenderung bradikardi dan hipotensi.

Anestesi umum secara resmi diperkenalkan ke dalam praktek medis lebih dari 160
tahun yang lalu dan telah dipuji sebagai salah satu kemajuan medis yang paling signifikan
sepanjang masa. Namun, masih ada banyak misteri tentang bagaimana obat itu bekerja dan
bagaimana mengkarakterisasi keadaan yang dihasilkannya. Hal ini tidak mengejutkan,
karena deskripsi transisi dari kesadaran ke ketidaksadaran tentu membutuhkan
pemahaman yang pertama, dan neurobiology dari kesadaran masih dalam masa
pertumbuhan. Namun demikian, banyak kemajuan yang telah dibuat menuju karakterisasi
anestesi dan mekanisme potensial dari obat yang memproduksinya.

Praktek anestesi pada umumnya juga termasuk mengendalikan pernapasan,


pemantauan fungsi-fungsi vital tubuh selama prosedur anestesi. Tahapannya mencakup
induksi, maintenance, dan pemulihan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

ANESTESI UMUM

Anestesi umum adalah tindakan untuk menghilangkan nyeri secara sentral disertai
dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible. Anestesi
memungkinkan pasien untuk mentoleransi prosedur bedah yang akan menimbulkan sakit
yang tak tertahankan, mempotensiasi eksaserbasi fisiologis yang ekstrim, dan
menghasilkan kenangan yang tidak menyenangkan.

Triase Anestesi :

1. Hipnotik/sedasi: hilangnya kesadaran


2. Analgesia: hilangnya respon terhadap nyeri
3. Muscle relaxant: relaksasi otot rangka

Pada pemberian anestesi umum maka harus diperhatikan “10 peraturan dalam pembiusan
umum” atau “The Ten Golden Rules of Anesthesia”

1. A: Assessment and preparation of patient


2. N: Nil per oral
3. E: Equipment and drugs checked
4. S: Suction working
5. T: Tipping table
6. H: Have a vein open
7. E: Evaluate vitals
8. S: Somebody to help
9. I: Intubation (Ventilation control)
10. A:Airway clear
Source 10 Golden Rules of Anesthesia | MEDCHROME

3
The Ten Golden Rules of Anesthesia

1. Assesment and preparation of patient


Nilai dan persiapkan pasien sebelum dilakukan pembedahan dan pembiusan. Pada
penilaian ini kemudian dapat ditentukan status ASA pasien.
2. Nil per oral
Pasien yang akan dilakukan pembiusan, sedapat mungkin dilakukan dalam
keadaan lambung kosong untuk meminimalkan kejadian aspirasi isi lambung.
3. Equipment and drugs checked
Ahli anestesi harus mengecek mesin anestesi apakah ada kebocoran gas, apakah
ukuran pipa sesuai, apakah tabung gas terisi sehingga tidak membahayakan pasien
yang dianestesi.
4. Suction working
Sediakan selalu mesin pengisap lendir dan pastikan mesin bekerja untuk berjaga-
jaga jika terjadi aspirasi.
5. Tipping Table
Pasien yang akan dilakukan pembiusan selanjutnya dibaringkan pada meja operasi
yang datar untuk memudahkan pemantauan walaupun ada posisi lain seperti
miring, tengkurap, dan litotomi.
6. Have a vein open
Akses vena harus selalu tersedia karena banyak obat atau anestetik diberikan lewat
jalur vena, selain itu akses vena juga berguna untuk memberikan terapi atau
resusitasi cairan jika diperlukan.
7. Evaluate vitals,
Tanda-tanda vital seperti tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, saturasi
oksigen dan suhu tubuh harus selalu dimonitor.
8. Somebody to help
Petugas harus selalu didampingi petugas lainnya untuk membantu menekan tulang
krikoid sehingga memudahkan untuk melakukan intubasi.
9. Intubation (Ventilation control)
Petugas harus selalu siap memberikan bantuan pernapasan jika terjadi henti napas
atau napas yang tidak adekuat.

4
10. Airway Clear
Saluran napas yang bersih dan tidak terhalang akan memudahkan untuk dilakukan
tindakan pemberian bantuan pernapasan.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dalam pemilihan metode anestesi, yaitu :

1. Umur
- Bayi dan anak paling baik dengan anestesi umum
- Pada orang dewasa untuk tindakan singkat dan hanya dipermudahkan dilakukan
dengan anestesi lokal atau umum

2. Status fisik
- Riwayat penyakit dan anestesia terdahulu. Untuk mengetahui apakah pernah
dioperasi dan anestesi. Dengan itu dapat mengetahui apakah ada komplikasi
anestesia dan pasca bedah.
- Gangguan fungsi kardiorespirasi berat sedapat mungkin dihindari penggunaan
anestesia umum.
- Pasien gelisah, tidak kooperatif, disorientasi dengan gangguan jiwa sebaikmya
dilakukan dengan anestesia umum.
- Pasien obesitas, bila disertai leher pendek dan besar, sering timbul gangguan
sumbatan jalan napas atas sesudah dilakukan induksi anestesia. Pilihan anestesia
adalah regional, spinal, atau anestesi umum endotrakeal.

3. Posisi pembedahan
- Posisi seperti miring, tungkurap, duduk, atau litotomi memerlukan anestesis umum
endotrakea untuk menjamin ventilasi selama pembedahan.demikian juga
pembedahan yang berlangsung lama.
- Keterampilan dan kebutuhan dokter pembedah
- Memilih obat dan teknik anestesi juga disesuaikan dengan keterampilan dan
kebutuhan dokter bedah antara lain teknik hipotensif untuk mengurangi perdarahan,
relaksasi otot pada laparotomi, pemakaian adrenalin pada bedah plastik dan lain-lain.

5
PENILAIAN DAN PERSIAPAN PRA ANESTESIA

Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan factor penyumbang sebab-


sebab terjadinya kecelakaan anestesia. Sebelum pasien dibedah sebaiknya dilakukan
kunjungan pasien terlebih dahulu agar pasien dapat dipersiapkan sehingga pada waktu
pasien dibedah pasien dalam keadaan baik. Tujuan utama dari kunjungan ini adalah untuk
mengurangi angka kesakitan operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

Penilaian pra bedah :

Identitas setiap pasien harus lengkap dan harus dicocokan dengan gelang identitas yang
dikenakan pasien. Pasien ditanya lagi mengenai hari dan jenis bagian tubuh yang akan
dioperasi.

Anamnesis

Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya sangatlah


penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus,
misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas pasca bedah,
sehingga anesthesia berikutnya dapat dirancang dengan lebih baik. Kebiasaan merokok
sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya untuk eliminasi nikotin yang mempengaruhi
system kardiosirkulasi, dihentikan beberapa hari untuk mengaktifkan kerja silia jalan
pernapasan dan 1-2 minggu untuk mengurangi produksi sputum. Kebiasaan minum
alcohol juga harus dicurigai akan adanya penyakit hepar.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat penting
untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher pendek
dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi.

Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu tidak boleh
dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua sistem organ tubuh
pasien.

6
Pemeriksaan Laboratorium

Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan
penyakit yang sedang dicurigai. Banyak fasilitas kesehatan yang mengharuskan uji
laboratorium secara rutin walaupun pada pasien sehat untuk bedah minor, misalnya
pemeriksaan darah kecil (Hb,leukosit,masa perdarahan dan masa pembekuan) dan
urinalisis. Pada pasien usia di atas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto
thoraks dianjurkan pada usia lebih dari 50 tahun. Hal-hal seperti ini harus dikaji ulang
mengingat biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat minimal uji-uji semacam ini.

Kebugaran Untuk Anestesia

Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan pasien
dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi sito penundaan yang tidak perlu harus
dihindari.

Klasifikasi Status Fisik

Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang adalah
yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik ini
bukan alat prakiraan resiko anestesia, karena dampak samping anestesia tidak dapat
dipisahkan dari dampak samping pembedahan.
ASA I : Pasien sehat.
ASA II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.
ASA III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas.
ASA IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas rutin
dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.
ASA V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan
hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.
ASA VI : Pasien donor organ, biasanya pada pasien dengan keadaan mati batang
otak.

7
Masukan oral

Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi lambung


dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasien-pasien
yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang
dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia harus dipantangkan dari masukan oral
(puasa) selama periode tertentu sebelum induksi anestesia. Pada pasien dewasa umumnya
puasa 6-8 jam, anak kecil 4-5 jam dan pada bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak
diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesia. Minuman bening, air putih teh manis
sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1
jam sebelum induksi anestesia.

PREMEDIKASI

Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia dengan
tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anesthesia, diantaranya :

1. Meredakan kecemasan dan ketakutan


2. Memperlancar induksi anesthesia
3. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
4. Meminimalkan jumlah obat anestetik
5. Mengurangi mual muntah pasca bedah
6. Menciptakan amnesia
7. Mengurangi isi cairan lambung
8. Mengurangi refleks yang membahayakan

Kecemasan merupakan reaksi alami, jika seseorang dihadapkan pada situasi yang
tidak pasti. Membina hubungan yang baik dengan pasien dapat membangun kepercayaan
dan menentramkan hati pasien. Obat pereda kecemasan bias digunakan Diazepam peroral
10-15 mg beberapa jam sebelum induksi anesthesia. Jika disertai nyeri karena penyakitnya
dapat diberikan opioid misalnya Petidin 50 mg intramuscular.

8
Obat-obat yang sering digunakan :

1. Analgesik narkotik
- Petidin ( amp 2cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB
- Morfin ( amp 2cc = 10 mg), dosis 0,1 mg/kgBB
- Fentanyl ( fl 10cc = 500 mg), dosis 1-3µgr/kgBB
2. Analgesik non narkotik
- Tramadol
- Remopain
3. Hipnotik
- Ketamin ( fl 10cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB
- Pentotal (amp 1cc = 1000 mg), dosis 4-6 mg/kgBB
4. Sedatif
- Diazepam/valium/stesolid ( amp 2cc = 10mg), dosis 0,1 mg/kgBB
- Midazolam/dormicum (amp 5cc/3cc = 15 mg),dosis 0,1mg/kgBB
- Propofol/recofol/diprivan (amp 20cc = 200 mg), dosis 2,5 mg/kgBB
- Dehydrobenzperidon/DBP (amp 2cc = 5 mg), dosis 0,1 mg/kgBB
5. Anti emetic
- Antagonis reseptor H2 histamin oral : simetidin 600 mg/ ranitidine (zantac)150mg
1-2 jam sebelum operasi
- Droperidol 2,5-5 mg/ ondansentron 2-4 mg (Zofran,narfos) untuk mengurangi
mual-muntah pasca bedah

INDUKSI ANESTESIA

1. Induksi Anestesia

Induksi anestesi merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi
tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi dapat
dikerjakan secara intravena, inhalasi, intramuscular atau rectal. Setelah pasien tidur akibat
induksi anestesia langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesia sampai tindakan
pembedahan selesai.

9
Untuk persiapan induksi anestesi diperlukan ‘STATICS’:
S : Scope
 Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope, pilih bilah atau
daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang.

T : Tube
 Pipa trakea, pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5 tahun dengan
balon (cuffed).

A : Airway
 Pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring (naso-tracheal
airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya lidah
tidak menyumbat jalan napas.

T : Tape
 Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.

I : Introducer
 Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang mudah dibengkokan
untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.

C : Connector
 Penyambung antara pipa dan peralatan anesthesia.

S : Suction
 penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.

2. Induksi intravena

Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan dikerjakan dengan hati-hati,


perlahan-lahan, lembut dan terkendali. Obat induksi bolus disuntikan dalam kecepatan
antara 30-60 detik. Selama induksi anestesi, pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah
harus dipantau dan selalu diberikan oksigen. Dikerjakan pada pasien yang kooperatif.

10
Obat-obat induksi intravena yang sering digunakan, yaitu :

- Tiopental (pentotal, tiopenton) amp 500 mg atau 1000 mg


o sebelum digunakan dilarutkan dalam akuades steril sampai kepekatan 2,5%
( 1ml = 25mg). hanya boleh digunakan untuk intravena dengan dosis 3-7
mg/kg disuntikan perlahan-lahan dihabiskan dalam 30-60 detik.
Bergantung dosis dan kecepatan suntikan tiopental akan menyebabkan
pasien berada dalam keadaan sedasi, hypnosis, anestesia atau depresi napas.
Tiopental menurunkan aliran darah otak, tekanan likuor, tekanan
intracranial dan diduga dapat melindungi otak akibat kekurangan O 2 . Dosis
rendah bersifat anti-analgesi.
- Propofol (diprivan, recofol)
o Dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonic
dengan kepekatan 1% (1ml = 10 mg). suntikan intravena sering
menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya dapat diberikan
lidokain 1-2 mg/kg intravena. Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis
rumatan untuk anestesia intravena total 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi
untuk perawatan intensif 0.2 mg/kg. Pengenceran hanya boleh dengan
dekstrosa 5%. Tidak dianjurkan untuk anak < 3 tahun dan pada wanita
hamil.
- Ketamin (ketalar)
o Ketamin Kurang digemari karena sering menimbulkan takikardia,
hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anestesia dapat menimbulkan
mual-muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk. Sebelum pemberian
sebaiknya diberikan sedasi midazolam (dormikum) atau diazepam (valium)
dengan dosis 0,1 mg/kg intravena dan untuk mengurangi salivasi diberikan
sulfas atropin 0,01 mg/kg. Dosis bolus 1-2 mg/kg dan untuk intramuscular
3-10 mg. ketamin dikemas dalam cairan bening kepekatan 1% (1ml =
10mg), 5% (1 ml = 50 mg), 10% ( 1ml = 100 mg).
- Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil)
o Opioid diberikan dosis tinggi. Tidak mengganggu kardiovaskular, sehingga
banyak digunakan untuk induksi pasien dengan kelainan jantung. Untuk

11
anestesia opioid digunakan fentanil dosis 20-50 mg/kg dilanjutkan dosis
rumatan 0,3-1 mg/kg/menit.

3. Induksi intramuscular
Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara
intramuscular dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.

4. Induksi inhalasi
- N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida)
o Berbentuk gas, tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan
beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian harus disertai O2 minimal 25%.
Bersifat anastetik lemah, analgesinya kuat, sehingga sering digunakan
untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang
digunakan sendirian, tapi dikombinasi dengan salah satu cairan anastetik
lain seperti halotan.
- Halotan (fluotan)
o Sebagai induksi juga untuk laringoskop intubasi, asalkan anestesinya cukup
dalam, stabil dan sebelum tindakan diberikan analgesi semprot lidokain 4%
atau 10% sekitar faring laring. Kelebihan dosis menyebabkan depresi
napas, menurunnya tonus simpatis, terjadi hipotensi, bradikardi,
vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard, dan inhibisi
refleks baroreseptor. Merupakan analgesi lemah, anestesi kuat. Halotan
menghambat pelepasan insulin sehingga mininggikan kadar gula darah.
- Enfluran
o Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih iritatif
disbanding halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding
halotan, tetapi lebih jarang menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap
otot lurik lebih baik dibanding halotan.
- Isofluran
o Meninggikan aliran darah otak dan tekanan intracranial. Peninggian aliran
darah otak dan tekanan intracranial dapat dikurangi dengan teknik anestesi
hiperventilasi, sehingga isofluran banyak digunakan untuk bedah otak. Efek

12
terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari
untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan
gangguan koroner.
- Desfluran (suprane)
o Sangat mudah menguap, bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardi
dan hipertensi. Efek depresi napasnya seperti isofluran dan etran.
Merangsang jalan napas atas sehingga tidak digunakan untuk induksi
anestesi.
- Sevofluran (ultane)
o Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran. Baunya
tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari
untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan.

RUMATAN ANESTESI (MAINTAINANCE)

Dapat dikerjakan secara intravena (anestesi intravena total) atau dengan inhalasi
atau dengan campuran intravena inhalasi. Rumatan anestesi mengacu pada trias anestesi
yaitu tidur ringan (hypnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien
selama dibedah tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup. Rumatan
intravena biasanya menggunakan opioid dosis tinggi, fentanil 10-50 µg/kgBB. Dosis
tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan analgesia cukup, lalu memberikan
relaksasi pelumpuh otot. Rumatan intravena dapat juga menggunakan opioid dosis biasa,
tetapi pasien ditidurkan dengan infuse propofol 4-12 mg/kgBB/jam. Bedah lama dengan
anestesi total intravena, pelumpuh otot dan ventilator. Rumatan inhalasi biasanya
menggunakan campuran N2O dan O2 dengan perbandingan 3:1 ditambah halotan 0,5-2
vol% atau enfluran 2-4% atau isofluran 2-4 vol% atau sevofluran 2-4% bergantung apakah
pasien bernapas spontan, dibantu atau dikendalikan.

TATALAKSANA JALAN NAPAS

Hubungan jalan napas dan dunia luar melalui 2 jalan, yaitu :

 Hidung ke nasofaring
 Mulut ke orofaring

13
Manuver tripel jalan napas terdiri dari :

1. Head Tilt : Ekstensi kepala


2. Chin Lift : Angkat dagu
3. Jaw Trust : Buka mulut

Dengan maneuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas, sehingga gas atau
udara lancar masuk ke trakea lewat hidung atau mulut. Jika maneuver tripel kurang
berhasil, maka dapat dipasang jalan napas lewat mulut (oro-pharyngeal airway) atau jalan
napas lewat hidung (naso-pharyngeal airway).

- Sungkup muka
o Mengantar udara / gas anestesi dari alat resusitasi atau system anestesi ke
jalan napas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika
digunakan untuk bernapas spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor
dan gas masuk semua ke trakea lewat mulut atau hidung.
- Sungkup laring (Laryngeal mask)
o Merupakan alat jalan napas terdiri dari pipa besar berlubang dengan ujung
menyerupai sendok yang pinggirnya dapat dikembang-kempiskan seperti
balon pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat berupa pipa keras dari
polivinil atau lembek dengan spiral untuk menjaga supaya tetap paten.
- Pipa trakea (endotracheal tube)
o Mengantar gas anestesi langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari
bahan standar polivinil-klorida. Pipa trakea dapat dimasukan melalui mulut
(orotracheal tube) atau melalui hidung (nasotracheal tube).

Laringoskopi

Laringoskop merupakan alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya
kita dapat memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar.

14
Intubasi
Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima
glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara
dan bifurkasio trakea. Indikasi sangat bervariasi dan umumnya digolongkan sebagai
berikut :
- Menjaga jalan napas oleh sebab apapun seperti kelainan anatomi, bedah kasus,
bedah posisi khusus, pembersihan sekret jalan napas, dan lain-lainnya.
- Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi saat resusitasi memungkinkan
penggunaan relaksan dengan efisien, ventilasi jangka panjang.
- Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi

Ekstubasi

Ekstubasi adalah tindakan pencabutan pipa endotrakeal, ekstubasi dapat ditunda sampai
pasien benar-benar sadar jika intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan dan pasca
ekstubasi ada risiko aspirasi. Ekstubasi dikerjakan pada umumnya pada anestesi sudah
ringan dengan catatan tak akan terjadi spasme laring. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga
mulut laring faring dari sekret dan cairan lainnya.

Komplikasi yang dapat terjadi pada tindakan intubasi dan ekstubasi, yaitu :

Intubasi Ekstubasi

Trauma gigi geligi Spasme laring

Laserasi bibir, gusi, laring Aspirasi

Merangsang system parasimpatis Gangguan fonasi

Intubasi bronkus Edema glottis - subglotis

Intubasi esofagus Infeksi laring, faring, trakea

Aspirasi

Spasme bronkus

15
BAB III

KESIMPULAN

Anestesi umum adalah tindakan untuk menghilangkan nyeri secara sentral disertai
dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible. Anestesi
memungkinkan pasien untuk mentoleransi prosedur bedah.
Triase Anestesi :
1. Hipnotik/sedasi: hilangnya kesadaran
2. Analgesia: hilangnya respon terhadap nyeri
3. Muscle relaxant: relaksasi otot rangka
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dalam pemilihan metode anestesi, yaitu :
1. Umur
2. Status fisik
3. Posisi pembedahan

Sebelum dilakukan anestesi perlu dilakukan penilaian dan persiapan pra anesthesia
guna menentukan status fisik pasien yang dinilai berdasarkan klasifikasi yang berasal dari
The American Society of Anesthesiologists (ASA), ASA I – ASA VI.

Pasien juga dipersiapkan untuk operasi dan tindakan anestesi dengan dilakukan
puasa secara optimal, cukup untuk pengosongan lambung untuk mencegah terjadinya
aspirasi, dan juga bisa diberikan premedikasi pada pasien sesuai kebutuhan.

Premedikasi juga dibutuhkan dalam membantu obat induksi bekerja dan diberikan
sebelum obat induksi. Pemberian obat induksi bisa dalam beberapa cara, diantaranya ialah,
melalui intravena, intramuscular, dan inhalasi. Selanjutnya obat rumatan diberikan.

Pada anestesi umum, pasien menjadi tidak sadar dan tidak lagi dapat mengatur
pernapasannya dengan baik, sehingga tenaga anestesi lah yang berperan dalam mengatur
jalan napas pasien. Dalam hal ini, ahli anestesi dapat melakukan intubasi untuk membuka
jalan napas pasien.

Pasien dengan anestesi umum biasanya akan bangun jika obat rumatan telah
dihentikan.

16

Anda mungkin juga menyukai