ANESTESI UMUM
Disusun Oleh :
Elistia Tripuspita
112017001
Pembimbing :
dr.Ucu Nurhadiat,Sp.An
0
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmatNya saya dapat
Referat ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian Anestesi
Rs Bayukarta Karawang. Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Ucu
Nurhadiat, Sp.An selaku dokter pembimbing dalam kepanitreaan klinik Anestesi ini.
Saya menyadari bahwa referat ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu,
saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga referat ini dapat
Penulis
1
DAFTAR ISI
2. 1 Anestesi Umum…………………………………………………………………...4
2.4 Premedikasi………………………………………………………………………..8
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
6. Membuat evaluasi fungsi pernapasan dan mengobati gangguan pernapasan
7. Mengajarkan, membuat supervisi dan mengadakan evaluasi tentang penampilan personel
paramedic dalam bidang anesthesia,perawatan pernapasan dan perawatan pasien dalam
keadaan kritis
8. Mengadakan penelitian tentang ilmu dasar dan ilmu klinik untuk menjelaskan dan
memperbaiki perawatan pasien terutama tentang fungsi fisiologis dan respons terhadap
obat
9. Melibatkan diri dalam administrasi rumah sakit, pendidikan kedokteran dan fasilitas
rawat jalan yang diperlukan untuk implementasi pertanggungjawaban.
fungsi-fungsi vital tubuh selama prosedur anestesi. Tahapannya mencakup induksi, maintenance,
dan pemulihan.
Tujuan dari pembuatan referat ini adalah untuk memahami anestesi umum, penggunaan
anestesi umum, teknik anestesi umum, jenis-jenis anestesi umum dan obat-obatan yang
4
BAB II
PEMBAHASAN
ANESTESI UMUM
Anestesi umum adalah tindakan untuk menghilangkan nyeri secara sentral disertai
dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible. Anestesi memungkinkan
pasien untuk mentoleransi prosedur bedah yang akan menimbulkan sakit yang tak tertahankan,
mempotensiasi eksaserbasi fisiologis yang ekstrim, dan menghasilkan kenangan yang tidak
menyenangkan.
Pada pemberian anestesi umum maka harus diperhatikan “10 peraturan dalam pembiusan umum”
pembedahan dan pembiusan. Pada penilaian ini kemudian dapat ditentukan risiko
2. Starve Him, Pasien yang akan dilakukan pembiusan,sedapat mungkin dilakukan dalam
5
3. Put Him on Tipping Table , pasien yang akan dilakuakn pembiusan selanjutnya
dibaringkan pada meja operasi yang datar untuk memudahkan pemnatauan walapun ada
4. Check your machine and cylinder before you start, ahli anestesi harus mengecek mesin
anestesi apakah ada kebocoran gas, apak ukuran pipa sesuai,apakah tabung gas terisi
5. Keep An Instantly suction, sediakan selalu mesin pengisap lendir untuk berjaga-jaga jika
terjadi aspirasi.
6. Keep His Airway Clearly, Saluran napas yang bersih dan tidak terhalang akan
7. Be Ready to Control His Ventilation, Petugas harus selalu siap memberikan bantuan
pernapasan jika terjadi henti napas atau napas yang tidak adekuat.
8. Have Open Veins, Akses vena harus selalu tersedia karena banyak obat atau anestetik
diberikan lewat jalur vena, selain itu akses vena juga berguna untuk memberikan terapi
9. Chck his pulse and Blood Pressure. Denyut nadi dan tekanan darah harus selalu
dimonitor.
10. Always Have Some One Who can Apply Cricoid Pressre. Petugas selalu didampingi
petugas lainnya untuk membantu menekn tulang krikoid sehingga memudahkan untuk
intubasi.
Faktor yang dapat kita tinjau untuk pemilihan metode anestesi, yaitu :
1. Umur
6
Pada orang dewasa untuk tindakan singkat dan hanya dipermudahkan dilakukan
2. Status fisik
dioperasi dan anestesi. Dengan itu dapat mengetahui apakah ada komplikasi
anestesia umum.
Pasien obesitas, bila disertai leher pendek dan besar, sering timbul gangguan
sumbatan jalan napas atas sesudah dilakukan induksi anestesia. Pilihan anestesia
3. Posisi pembedahan
Posisi seperti miring, tungkurap, duduk, atau litotomi memerlukan anestesis umum
Memilih obat dan teknik anestesi juga disesuaikan dengan keterampilan dan kebutuhan
dokter bedah antara lain teknik hipotensif untuk mengurangi perdarahan, relaksasi otot
7
TAHAPAN TINDAKAN ANESTESI UMUM
yang tidak diinginkan dalam anestesia. Sebelum pasien dibedah sebaiknya dilakukan
kunjungan pasien terlebih dahulu sehingga pada waktu pasien dibedah pasien dalam
keadaan baik. Tujuan dari kunjungan tersebut adalah untuk mengurangi angka
Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya sangatlah penting
untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus,misalnya
alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas pasca bedah, sehingga dapat
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat penting
Pemeriksaan rutin secara sistemik tentang keadaan umum tentu tidak boleh
dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua system organ
tubuh pasien.
8
Pemeriksaan laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan penyakit yang
dicurigai, untuk pasien sehat pemeriksaan laboratoriun secara rutin yang dianjurkan yaitu
dan masa pembekuan) untuk bedah minor dan urinalisis, EKG dan foto thoraks
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan pasien dalam
keadaan bugar,sebaliknya pada operasi sito penunadaan yang tidak perlu harus dihindari.
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang adalah yang berasal
dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan
resiko anestesia, karena dampak samping anestesia tidak dapat dipisahkan dari dampak samping
pembedahan.
Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas.
Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas
9
Masukan oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang
terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasien-pasien yang menjalani anestesia.
Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif
dengan anestesia harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum
induksi anestesia. Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada
bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebeluminduksi anestesia. Minuman
bening, air putih teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minumobat air putih dalam jumlah
PREMEDIKASI
Sebelum pasien diberi obat anestesia, langkah selanjutnya adalah dilakukan premedikasi yaitu
pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia diberi dengan tujuan untuk melancarkan
6. Menciptakan amnesia
10
Waktu dan cara pemberian premedikasi :
Pemberian obat secara subkutan tidak akan efektif dalam1 jam, secara intramuscular minimum
harus ditunggu 40 menit. Pada kasus yang sangat darurat dengan waktu tindakan pembedahan
yang tidak pasti obat-obat dapat diberikan secara intravena. Obat akan sangat efektif sebelum
induksi. Bila pembedahan belum dimulai dalam waktu 1 jam dianjurkan pemberian premedikasi
intramuscular, subkutan tidak dianjurkan. Semua obat premedikasi bila diberikan secara
intravena dapat menyebabkan sedikit hipotensi kecuali atropine dan hiosin. Hal ini dapat
1. Analgesik narkotik
Tramadol
Remopain
3. Hipnotik
4. Sedatif
11
Propofol/recofol/diprivan (amp 20cc = 200 mg), dosis 2,5 mg/kgBB
5. Anti emetic
INDUKSI ANESTESIA
1. Induksi Anestesia
Induksi anestesi merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak
sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi dapat dikerjakan
secara intravena, inhalasi, intramuscular atau rectal. Setelah pasien tidur akibat induksi anestesia
S : Scope Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope, pilih
bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang.
T : Tube Pipa trakea.pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5 tahun
A : Airway Pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring (naso-
tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya
12
T : Tape Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.
I : Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang mudah
2. Induksi intravena
Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan dikerjakan dengan hati-hati, perlahan-lahan,
lembut dan terkendali. Obat induksi bolus disuntikan dalam kecepatan antara 30-60 detik.
Selama induksi anestesi, pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harus dipantau dan selalu
diberikan oksigen. Dikerjakan pada pasien yang kooperatif. Obat-obat induksi intravena yang
sebelum digunakan dilarutkan dalam akuades steril sampai kepekatan 2,5% ( 1ml =
25mg). hanya boleh digunakan untuk intravena dengan dosis 3-7 mg/kg disuntikan
perlahan-lahan dihabiskan dalam 30-60 detik. Bergantung dosis dan kecepatan suntikan
tiopental akan menyebabkan pasien berada dalam keadaan sedasi, hypnosis, anestesia
atau depresi napas. Tiopental menurunkan aliran darah otak, tekanan likuor, tekanan
intracranial dan diguda dapat melindungi otak akibat kekurangan O 2 . Dosis rendah
bersifat anti-analgesi.
13
Dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonic dengan
beberapa detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena. Dosis bolus
untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesia intravena total 4-12 mg/kg/jam
dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0.2 mg/kg. Pengenceran hanya boleh dengan
dekstrosa 5%. Tidak dianjurkan untuk anak < 3 tahun dan pada wanita hamil.
Ketamin (ketalar)
kabur dan mimpi buruk. Sebelum pemberian sebaiknya diberikan sedasi midazolam
(dormikum) atau diazepam (valium) dengan dosis0,1 mg/kg intravena dan untuk
mengurangi salivasi diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kg. Dosis bolus 1-2 mg/kg dan
untuk intramuscular 3-10 mg. ketamin dikemas dalam cairan bening kepekatan 1% (1ml
digunakan untuk induksi pasien dengan kelainan jantung. Untuk anestesia opioid
digunakan fentanil dosis 20-50 mg/kg dilanjutkan dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/menit.
3. Induksi intramuscular
intramuscular dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.
4. Induksi inhalasi
14
N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida) berbentuk gas, tak
berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian
harus disertai O2 minimal 25%. Bersifat anastetik lemah, analgesinya kuat, sehingga
sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi
jarang digunakan sendirian, tapi dikombinasi dengan salah satu cairan anastetik lain
seperti halotan.
Halotan (fluotan)
Sebagai induksi juga untuk laringoskop intubasi, asalkan anestesinya cukup dalam, stabil
dan sebelum tindakan diberikan analgesi semprot lidokain 4% atau 10% sekitar faring
Enfluran
Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih iritatif disbanding
halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding halotan, tetapi lebih jarang
menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap otot lurik lebih baik disbanding halotan.
Isofluran
Meninggikan aliran darah otak dan tekanan intracranial. Peninggian aliran darah otak dan
isofluran banyak digunakan untuk bedah otak. Efek terhadap depresi jantung dan curah
jantung minimal, sehingga digemari untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak
15
Desfluran (suprane)
Efek depresi napasnya seperti isofluran dan etran. Merangsang jalan napas atas sehingga
Sevofluran (ultane)
Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran. Baunya tidak
menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk induksi anestesi
Cara ini hanya digunakan untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau midazolam
asetilkolin tidak dapat bekerja. Dosis awal 0,5-0,6 mg/kgBB, dosis rumatan 0,1
mg/kgBB, durasi selama 20-45 menit, kecepatan efek kerjanya -2 menit. Tanda-tanda
kekurangan pelumpuh otot : Cegukan (hiccup), dinding perut kaku, dan ada tahanan pada
inflasi paru.
Dapat dikerjakan secara intravena (anestesi intravena total) atau dengan inhalasi atau
dengan campuran intravena inhalasi. Rumatan anestesi mengacu pada trias anestesi yaitu tidur
16
rinan (hypnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah
tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup. Rumatan intravena biasanya
menggunakan opioid dosis tinggi, fentanil 10-50 µg/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan
pasien tidur dengan analgesia cukup, lalu memberikan relaksasi pelumpuh otot. Rumatan
intravena dapat juga menggunakan opioid dosis biasa, tetapi pasien ditidurkan dengan infuse
propofol 4-12 mg/kgBB/jam. Bedah lama dengan anestesi total intravena, pelumpuh otot dan
perbandingan 3:1 ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4% atau isofluran 2-4 vol% atau
sevofluran 2-4% bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu atau dikendalikan.
STADIUM ANESTESi
Saat dilakuka anestesi,seseorang akan memasuki stadium anestesi melalui beberapa tahap.
Tahapan anestesi tersebut akan tampak nyata jika menggunakan eter. Guedel (1920) membagi
1. Stadium I disebut juga sebagai stadium analgesia atau disorientasi, Stadium ini dimulai
saat pemberian anestestik hipnotik sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien
masih dapat menuruti perintah dan terdapat analgesia (hilangnya rasa sakit). Tindakan
pembedahan ringan seperti pencambutan gigi dan biopsy kelenjar,dapt dilakukan pada
stadium ini. Stadium ini berakhir dengan ditandai oleh hilangnya reflek bulu mata yang
2. Stadium II disebut juga stadium eksitasi atau delirium. Stadium ini dimulai dari akhir
stadium I dan ditandai dengan pernapasan yang irregular,pupil melebar dengan refleks
17
cahaya (+), pergerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi,serta
3. Stadium III yaitu stadium sejak mulai teraturnya lagi pernapsan hingga pernapasan
spontan, hilangnya reflek kelopak mata,dan dapat digerakkannya kepala ke kiri dan ke
involunter, pupil miosis, refleks Chaya ada, lakrimasi meningkat, reflek faring dan
muntah tidak ada,dan belum terjadi relaksasi otot lurik ynag sempurna (tonus otot mulai
menurun)
meningkat,bola mata tidaka bergerak 9tetapi terfiksasi di tengah), pupil midriasis, reflek
cahaya mulai menururn, relaksasi otot sedang, dam reflek laring hilang sehingga proses
Plana 3 : Pernapasan teratur oleh perut karena otot intrkostal menjadi paralysis,lakrimasi
tidak ada,pupil midriasis dan sentral, relaksasi otot lurik sempurna (tonus otot semakin
menurun)
Plana 4 : Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot intercostal paralisis total,pupil
sangat midriasis,refleks cahaya hilang,refleks sfingter ani dan kelenjar air mata tidak
perut disbanding stadium III plana 4. Pada stadium ini tekanan darah tidak dapat diukur,
denyut jantung berhenti akhirnya terjadi kematian. Kelumpuhan pernapasan pada stadium
18
TATALAKSANA JALAN NAPAS
Hidung ke nasofaring
Mulut ke orofaring
3. Mulut dibuka
Dengan maneuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas, sehingga gas atau udara
lancer masuk ke trakea lewat hidung atau mulut. Jika maneuver tripel kurang berhasil, maka
dapat dipasang jalan napas mulut-faring lewat mulut (oro-pharyngeal airway) atau jalan napas
Sungkup muka
Mengantar udara / gas anestesi dari alat resusitasi atau system anestesi ke jalan napas
pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika digunakan untuk bernapas
spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor dan gas masuk semua ke trakea lewat
Merupakan alat jalan napas terdiri dari pipa besar berlubang dengan ujung menyerupai
sendok yang pinggirnya dapat dikembang-kempiskan seperti balon pada pipa trakea.
19
Tangkai LMA dapat berupa pipa keras dari polivinil atau lembek dengan spiral untuk
Mengantar gas anestesi langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan standar
polivinil-klorida. Pipa trakea dapat dimasukan melalui mulut (orotracheal tube) atau
Laringoskop merupakan alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita
dapat memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal dua macam
laringoskop:
Klasifikasi tampakan faring pada saat membuka mulut terbuka maksimal dan
1. Intubasi
Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima glottis,
sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara dan bifurkasio
- Menjaga jalan napas oleh sebab apapun seperti kelainan anatomi, bedah kasus, bedah
20
- Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi saat resusitasi memungkinkan
Penyulit pada tindakan intubasi yaitu leher pendek berotot, mandibula menonjol, maksila/gigi
depan menonjol, uvula tak terlihat, gerak sendi temporo-mandibular terbatas, dan gerak vertebra
servikal terbatas.
2. Ekstubasi
Ekstubasi adalah tindakan pencabutan pipa endotrakeal, ekstubasi dapat ditunda sampai pasien
benar-benar sadar jika intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan dan pasca ekstubasi ada
risiko aspirasi. Ekstubasi dikerjakan pada umumnya pada anestesi sudah ringan dengan catatan
tak akan terjadi spasme laring. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut laring faring dari
Komplikasi yang dapat terjadi pada tindakan intubasi dan ekstubasi, yaitu :
1. Selama intubasi :
- Intubasi bronkus
- Intubasi esophagus
- Aspirasi
21
- Spasme bronkus
2. Setelah ekstubasi :
- Spasme laring
- Aspirasi
- Gangguan fonasi
- Edema glottis-subglotis
BAB III
KESIMPULAN
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Komponen anestesia yang ideal (trias anestesi)
Sebelum dilakukan anestesi, perlu dilakukan persiapan pre-anestesi, yaitu persiapan mental
dan fisik pasien yang terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, selain
itu juga perencanaan anastesia, merencanakan prognosis, serta persiapan pada hari operasi.
Cara pemberian anestesi umum dapat berupa parenteral yaiu melalui intramuscular atau
intravena, per rektal, dan melalui inhalasi. Teknik anestesi ada bermacam-macam yaitu teknik
anestesi spontan dengan sungkup muka, teknik anestesi spontan dengan pipa endotrakeal, serta
22
Daftar Pustaka
1. Boulton TB, Blogg CE. Anestesiologi. Edisi 10. Jakarta: EGC,1994
2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR . Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2009. h 29-96.
3. Pramono A. Buku Kuliah Anestesi. Jakarta : EGC,2014.
4. Desai, A. General Consideration. http://emedicine.medscape.com/article/1271543-
overview#showall
23