Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

ANESTESI UMUM

Disusun Oleh :

Elistia Tripuspita

112017001

Pembimbing :

dr.Ucu Nurhadiat,Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN ANESTESI

RUMAH SAKIT BAYUKARTA KARAWANG

PERIODE 17 DESEMBER 2018 – 5 JANUARI 2019

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA 2018

0
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmatNya saya dapat

menyelesaikan referat berjudul anestesi umum ini.

Referat ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian Anestesi

Rs Bayukarta Karawang. Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Ucu

Nurhadiat, Sp.An selaku dokter pembimbing dalam kepanitreaan klinik Anestesi ini.

Saya menyadari bahwa referat ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu,

saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga referat ini dapat

bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam bidang Anestesi.

Karawang, 27 Dessember 2018

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………1

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………...2

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………...3

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………………4

2. 1 Anestesi Umum…………………………………………………………………...4

2.2 Tahapan Tindakan Anestesi Umum……………………………………………..5

2.3 Klasifikasi Status Fisik……………………………………………………………7

2.4 Premedikasi………………………………………………………………………..8

2.5 Induksi Anestesi…………………………………………………………………...10

2.6 Rumatan Anestesi…………………………………………………………………14

2.7 Stadium Anestesi………………………………………………………………….,17

2.8 Tatalaksana Jalan Napas…………………………………………………………19

2.9 Laringoskopi Intubasi dan Ekstubasi……………………………………………20

BAB III KESIMPULAN ………………………………………………………………….....22

BAB 1V DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………...23

2
BAB I
PENDAHULUAN

Kata Anestesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang menggambarkan


keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat dengan tujuan untuk
mrnghilangkan nyeri. Anestesi secara umum adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit
ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada
tubuh. Namun, obat-obat anestesi tidak hanya menghilangkan rasa sakit akan tetapi juga
menghilangkan kesadaran. Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral
disertai dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Komponen anestesi
yang ideal (trias anestesi) terdiri dari : hipnotik, analgesia dan relaksasi otot. Saat ini ditambah
pula dengan stabilitas otonom antara saraf simpatis dan parasimpatis. Umumnya kombinasi
anestetik yang digunakan untuk anestesi umum akan mengakibatkan gejala klinis tidak
berespons terhadap rangsangan menyakitkan,tidak dapat mengingat apa yang terjadi (amnesia
retrogard), deprei atau tidak mampu mempertahankan proteksi jalan napas yang memadai hingga
ketidakmampuan melakukan ventilasi spontan akibat kelumpuhan otot,dan depresi
kardiovaskular sehingga cenderung bradikardi dan hipotensi.

Anestesiologi ialah ilmu kedokteran yang pada awalnya berprofesi menghilangkan


nyeri dan rumatan pasien sebelum, selama , dan sesudah pembedahan. Definisi anestesiologi
berkembang terus sesuai perkembangan ilmu kedokteran. Definisi yang ditegakkan oleh The
American Board of Anesthesiology pada tahun 1989 ialah mencakup semua kegiatan profesi
yang meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Menilai, merancang, menyiapkan pasien untuk anesthesia


2. Membantu pasien menghilangkan nyeri pada saat pembedahan, persalinan atau saat
dilakukan tindakan diagnostic-terapeutik
3. Memantau dan meperbaiki homeostastis pasien perioperative dan pada pasien dalam
keadaan kritis
4. Mendiagnosis dan mengobati sindroma nyeri
5. Mengelola dan mengajarkan Resusitasi Jantung Paru

3
6. Membuat evaluasi fungsi pernapasan dan mengobati gangguan pernapasan
7. Mengajarkan, membuat supervisi dan mengadakan evaluasi tentang penampilan personel
paramedic dalam bidang anesthesia,perawatan pernapasan dan perawatan pasien dalam
keadaan kritis
8. Mengadakan penelitian tentang ilmu dasar dan ilmu klinik untuk menjelaskan dan
memperbaiki perawatan pasien terutama tentang fungsi fisiologis dan respons terhadap
obat
9. Melibatkan diri dalam administrasi rumah sakit, pendidikan kedokteran dan fasilitas
rawat jalan yang diperlukan untuk implementasi pertanggungjawaban.

Praktek anestesi pada umumnya juga termasuk mengendalikan pernapasan, pemantauan

fungsi-fungsi vital tubuh selama prosedur anestesi. Tahapannya mencakup induksi, maintenance,

dan pemulihan.

Tujuan dari pembuatan referat ini adalah untuk memahami anestesi umum, penggunaan

anestesi umum, teknik anestesi umum, jenis-jenis anestesi umum dan obat-obatan yang

digunakan pada tindakan anestesi umum.

4
BAB II
PEMBAHASAN
ANESTESI UMUM

Anestesi umum adalah tindakan untuk menghilangkan nyeri secara sentral disertai

dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible. Anestesi memungkinkan

pasien untuk mentoleransi prosedur bedah yang akan menimbulkan sakit yang tak tertahankan,

mempotensiasi eksaserbasi fisiologis yang ekstrim, dan menghasilkan kenangan yang tidak

menyenangkan.

Anestesi memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:

1. Hipnotik/sedasi: hilangnya kesadaran

2. Analgesia: hilangnya respon terhadap nyeri

3. Muscle relaxant: relaksasi otot rangka

Pada pemberian anestesi umum maka harus diperhatikan “10 peraturan dalam pembiusan umum”

atau “The Ten Golden Rules of Anesthesia”

1. Do An Adequate Preoperative Assesment atau penilaian pasien sebelum dilakukan

pembedahan dan pembiusan. Pada penilaian ini kemudian dapat ditentukan risiko

pembiusan yang dinyatakan dalam status ASA.

2. Starve Him, Pasien yang akan dilakukan pembiusan,sedapat mungkin dilakukan dalam

keadaan lambung kosong untuk meminimalkan kejadian aspirasi isi lambung.

5
3. Put Him on Tipping Table , pasien yang akan dilakuakn pembiusan selanjutnya

dibaringkan pada meja operasi yang datar untuk memudahkan pemnatauan walapun ada

posisi lain seperti miring,tengkurap, dan litotomi.

4. Check your machine and cylinder before you start, ahli anestesi harus mengecek mesin

anestesi apakah ada kebocoran gas, apak ukuran pipa sesuai,apakah tabung gas terisi

sehingga tidak membahayakan pasien yang dianestesi.

5. Keep An Instantly suction, sediakan selalu mesin pengisap lendir untuk berjaga-jaga jika

terjadi aspirasi.

6. Keep His Airway Clearly, Saluran napas yang bersih dan tidak terhalang akan

memudahkan untuk dilakukan tindakan pemberian bantuan pernapasan.

7. Be Ready to Control His Ventilation, Petugas harus selalu siap memberikan bantuan

pernapasan jika terjadi henti napas atau napas yang tidak adekuat.

8. Have Open Veins, Akses vena harus selalu tersedia karena banyak obat atau anestetik

diberikan lewat jalur vena, selain itu akses vena juga berguna untuk memberikan terapi

atau resusitasi cairan jika diperlukan.

9. Chck his pulse and Blood Pressure. Denyut nadi dan tekanan darah harus selalu

dimonitor.

10. Always Have Some One Who can Apply Cricoid Pressre. Petugas selalu didampingi

petugas lainnya untuk membantu menekn tulang krikoid sehingga memudahkan untuk

intubasi.

Faktor yang dapat kita tinjau untuk pemilihan metode anestesi, yaitu :

1. Umur

 Bayi dan anak paling baik dengan anestesi umum

6
 Pada orang dewasa untuk tindakan singkat dan hanya dipermudahkan dilakukan

dengan anestesi lokal atau umum

2. Status fisik

 Riwayat penyakit dan anestesia terdahulu. Untuk mengetahui apakah pernah

dioperasi dan anestesi. Dengan itu dapat mengetahui apakah ada komplikasi

anestesia dan pasca bedah.

 Gangguan fungsi kardiorespirasi berat sedapat mungkin dihindari penggunaan

anestesia umum.

 Pasien gelisah, tidak kooperatif, disorientasi dengan gangguan jiwa sebaikmya

dilakukan dengan anestesia umum.

 Pasien obesitas, bila disertai leher pendek dan besar, sering timbul gangguan

sumbatan jalan napas atas sesudah dilakukan induksi anestesia. Pilihan anestesia

adalah regional, spinal, atau anestesi umum endotrakeal.

3. Posisi pembedahan

 Posisi seperti miring, tungkurap, duduk, atau litotomi memerlukan anestesis umum

endotrakea untuk menjamin ventilasi selama pembedahan.demikian juga pembedahan

yang berlangsung lama.

 Keterampilan dan kebutuhan dokter pembedah

 Memilih obat dan teknik anestesi juga disesuaikan dengan keterampilan dan kebutuhan

dokter bedah antara lain teknik hipotensif untuk mengurangi perdarahan, relaksasi otot

pada laparotomi, pemakaian adrenalin pada bedah plastik dan lain-lain.

7
TAHAPAN TINDAKAN ANESTESI UMUM

I. Penilaian dan persiapan pra anestesia

Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor terjadinya hal

yang tidak diinginkan dalam anestesia. Sebelum pasien dibedah sebaiknya dilakukan

kunjungan pasien terlebih dahulu sehingga pada waktu pasien dibedah pasien dalam

keadaan baik. Tujuan dari kunjungan tersebut adalah untuk mengurangi angka

kesakitan operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

Penilaian pra bedah :

 Anamnesis

Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya sangatlah penting

untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus,misalnya

alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas pasca bedah, sehingga dapat

dirancang anestesia berikutnya dengan lebih baik. Kebiasaan merokok sebaiknya

dihentikan 1-2 hari sebelumnya.

 Pemeriksaan fisik

 Pemeriksaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat penting

untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher

pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi.

 Pemeriksaan rutin secara sistemik tentang keadaan umum tentu tidak boleh

dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua system organ

tubuh pasien.

8
 Pemeriksaan laboratorium

Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan penyakit yang

dicurigai, untuk pasien sehat pemeriksaan laboratoriun secara rutin yang dianjurkan yaitu

pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan darah (Hb,leukosit,masa perdarahan

dan masa pembekuan) untuk bedah minor dan urinalisis, EKG dan foto thoraks

dianjurkan pada usia lebih dari 50 tahun.

 Kebugaran Untuk anesthesia

Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan pasien dalam

keadaan bugar,sebaliknya pada operasi sito penunadaan yang tidak perlu harus dihindari.

KLASIFIKASI STATUS FISIK

Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang adalah yang berasal

dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan

resiko anestesia, karena dampak samping anestesia tidak dapat dipisahkan dari dampak samping

pembedahan.

Kelas I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.

Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.

Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas.

Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas

rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.

Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan

hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.

9
Masukan oral

Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang

terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasien-pasien yang menjalani anestesia.

Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif

dengan anestesia harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum

induksi anestesia. Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada

bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebeluminduksi anestesia. Minuman

bening, air putih teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minumobat air putih dalam jumlah

terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesia.

PREMEDIKASI

Sebelum pasien diberi obat anestesia, langkah selanjutnya adalah dilakukan premedikasi yaitu

pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia diberi dengan tujuan untuk melancarkan

induksi, rumatan dan bangun dari anestesi diantaranya :

1. Meredakan kecemasan dan ketakutan

2. Memperlancar induksi anesthesia

3. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus

4. Meminimalkan jumlah obat anestetik

5. Mengurangi mual muntah pasca bedah

6. Menciptakan amnesia

7. Mengurangi isi cairan lambung

8. Mengurangii refleks yang membahayakan

10
Waktu dan cara pemberian premedikasi :

Pemberian obat secara subkutan tidak akan efektif dalam1 jam, secara intramuscular minimum

harus ditunggu 40 menit. Pada kasus yang sangat darurat dengan waktu tindakan pembedahan

yang tidak pasti obat-obat dapat diberikan secara intravena. Obat akan sangat efektif sebelum

induksi. Bila pembedahan belum dimulai dalam waktu 1 jam dianjurkan pemberian premedikasi

intramuscular, subkutan tidak dianjurkan. Semua obat premedikasi bila diberikan secara

intravena dapat menyebabkan sedikit hipotensi kecuali atropine dan hiosin. Hal ini dapat

dikurangi dengan pemberian secara perlahan-lahan dan diencerkan.

Obat-obat yang sering digunakan :

1. Analgesik narkotik

 Petidin ( amp 2cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB

 Morfin ( amp 2cc = 10 mg), dosis 0,1 mg/kgBB

 Fentanyl ( fl 10cc = 500 mg), dosis 1-3µgr/kgBB

2. Analgesik non narkotik

 Tramadol

 Remopain

3. Hipnotik

 Ketamin ( fl 10cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB

 Pentotal (amp 1cc = 1000 mg), dosis 4-6 mg/kgBB

4. Sedatif

 Diazepam/valium/stesolid ( amp 2cc = 10mg), dosis 0,1 mg/kgBB

 Midazolam/dormicum (amp 5cc/3cc = 15 mg),dosis 0,1mg/kgBB

11
 Propofol/recofol/diprivan (amp 20cc = 200 mg), dosis 2,5 mg/kgBB

 Dehydrobenzperidon/DBP (amp 2cc = 5 mg), dosis 0,1 mg/kgBB

5. Anti emetic

 Antagonis reseptor H2 histamin oral : simetidin 600 mg/ ranitidine

(zantac)150mg 1-2 jam sebelum operasi

 Droperidol 2,5-5 mg/ ondansentron 2-4 mg (Zofran,narfos) untuk

mengurangi mual-muntah pasca bedah

INDUKSI ANESTESIA

1. Induksi Anestesia

Induksi anestesi merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak

sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi dapat dikerjakan

secara intravena, inhalasi, intramuscular atau rectal. Setelah pasien tidur akibat induksi anestesia

langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesia sampai tindakan pembedahan selesai.

Untuk persiapan induksi anestesi diperlukan ‘STATICS’:

S : Scope  Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope, pilih

bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang.

T : Tube  Pipa trakea.pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5 tahun

dengan balon (cuffed).

A : Airway  Pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring (naso-

tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya

lidah tidak menyumbat jalan napas.

12
T : Tape  Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.

I : Introducer  Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang mudah

dibengkokan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.

C : Connector  Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia

S : Suction  penyedot lender, ludah danlain-lainnya.

2. Induksi intravena

Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan dikerjakan dengan hati-hati, perlahan-lahan,

lembut dan terkendali. Obat induksi bolus disuntikan dalam kecepatan antara 30-60 detik.

Selama induksi anestesi, pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harus dipantau dan selalu

diberikan oksigen. Dikerjakan pada pasien yang kooperatif. Obat-obat induksi intravena yang

sering digunakan, yaitu :

 Tiopental (pentotal, tiopenton) amp 500 mg atau 1000 mg

sebelum digunakan dilarutkan dalam akuades steril sampai kepekatan 2,5% ( 1ml =

25mg). hanya boleh digunakan untuk intravena dengan dosis 3-7 mg/kg disuntikan

perlahan-lahan dihabiskan dalam 30-60 detik. Bergantung dosis dan kecepatan suntikan

tiopental akan menyebabkan pasien berada dalam keadaan sedasi, hypnosis, anestesia

atau depresi napas. Tiopental menurunkan aliran darah otak, tekanan likuor, tekanan

intracranial dan diguda dapat melindungi otak akibat kekurangan O 2 . Dosis rendah

bersifat anti-analgesi.

 Propofol (diprivan, recofol)

13
Dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonic dengan

kepekatan 1% (1ml = 1o mg). suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga

beberapa detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena. Dosis bolus

untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesia intravena total 4-12 mg/kg/jam

dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0.2 mg/kg. Pengenceran hanya boleh dengan

dekstrosa 5%. Tidak dianjurkan untuk anak < 3 tahun dan pada wanita hamil.

 Ketamin (ketalar)

Ketamin Kurang digemari karena sering menimbulkan takikardia, hipertensi,

hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anestesia dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan

kabur dan mimpi buruk. Sebelum pemberian sebaiknya diberikan sedasi midazolam

(dormikum) atau diazepam (valium) dengan dosis0,1 mg/kg intravena dan untuk

mengurangi salivasi diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kg. Dosis bolus 1-2 mg/kg dan

untuk intramuscular 3-10 mg. ketamin dikemas dalam cairan bening kepekatan 1% (1ml

= 10mg), 5% (1 ml = 50 mg), 10% ( 1ml = 100 mg).

 Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil)

Opioid diberikan dosis tinggi. Tidak menggaggu kardiovaskular, sehingga banyak

digunakan untuk induksi pasien dengan kelainan jantung. Untuk anestesia opioid

digunakan fentanil dosis 20-50 mg/kg dilanjutkan dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/menit.

3. Induksi intramuscular

Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara

intramuscular dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.

4. Induksi inhalasi

14
 N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida)  berbentuk gas, tak

berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian

harus disertai O2 minimal 25%. Bersifat anastetik lemah, analgesinya kuat, sehingga

sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi

jarang digunakan sendirian, tapi dikombinasi dengan salah satu cairan anastetik lain

seperti halotan.

 Halotan (fluotan)

Sebagai induksi juga untuk laringoskop intubasi, asalkan anestesinya cukup dalam, stabil

dan sebelum tindakan diberikan analgesi semprot lidokain 4% atau 10% sekitar faring

laring.Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus simpatis, terjadi

hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard, dan

inhibisi refleks baroreseptor. Merupakan analgesi lemah, anestesi kuat. Halotan

menghambat pelepasan insulin sehingga mininggikan kadar gula darah.

 Enfluran

Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih iritatif disbanding

halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding halotan, tetapi lebih jarang

menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap otot lurik lebih baik disbanding halotan.

 Isofluran

Meninggikan aliran darah otak dan tekanan intracranial. Peninggian aliran darah otak dan

tekanan intracranial dapat dikurangi dengan teknik anestesi hiperventilasi, sehingga

isofluran banyak digunakan untuk bedah otak. Efek terhadap depresi jantung dan curah

jantung minimal, sehingga digemari untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak

digunakan pada pasien dengan gangguan koroner.

15
 Desfluran (suprane)

Sangat mudah menguap, bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardi dan hipertensi.

Efek depresi napasnya seperti isofluran dan etran. Merangsang jalan napas atas sehingga

tidak digunakan untuk induksi anestesi.

 Sevofluran (ultane)

Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran. Baunya tidak

menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk induksi anestesi

inhalasi disamping halotan.

5. Induksi Per rektal

Cara ini hanya digunakan untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau midazolam

6. Pelumpuh otot nondepolarisasi

Tracurium 20 mg (Antracurium), berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi

tidak menyebabkan depolarisasi, hanya menghalangi asetilkolin menempatinya, sehingga

asetilkolin tidak dapat bekerja. Dosis awal 0,5-0,6 mg/kgBB, dosis rumatan 0,1

mg/kgBB, durasi selama 20-45 menit, kecepatan efek kerjanya -2 menit. Tanda-tanda

kekurangan pelumpuh otot : Cegukan (hiccup), dinding perut kaku, dan ada tahanan pada

inflasi paru.

RUMATAN ANESTESI (MAINTAINANCE)

Dapat dikerjakan secara intravena (anestesi intravena total) atau dengan inhalasi atau

dengan campuran intravena inhalasi. Rumatan anestesi mengacu pada trias anestesi yaitu tidur

16
rinan (hypnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah

tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup. Rumatan intravena biasanya

menggunakan opioid dosis tinggi, fentanil 10-50 µg/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan

pasien tidur dengan analgesia cukup, lalu memberikan relaksasi pelumpuh otot. Rumatan

intravena dapat juga menggunakan opioid dosis biasa, tetapi pasien ditidurkan dengan infuse

propofol 4-12 mg/kgBB/jam. Bedah lama dengan anestesi total intravena, pelumpuh otot dan

ventilator. Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 dengan

perbandingan 3:1 ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4% atau isofluran 2-4 vol% atau

sevofluran 2-4% bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu atau dikendalikan.

STADIUM ANESTESi

Saat dilakuka anestesi,seseorang akan memasuki stadium anestesi melalui beberapa tahap.

Tahapan anestesi tersebut akan tampak nyata jika menggunakan eter. Guedel (1920) membagi

anestesi umum dengan eter dalam stadium, yaitu :

1. Stadium I disebut juga sebagai stadium analgesia atau disorientasi, Stadium ini dimulai

saat pemberian anestestik hipnotik sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien

masih dapat menuruti perintah dan terdapat analgesia (hilangnya rasa sakit). Tindakan

pembedahan ringan seperti pencambutan gigi dan biopsy kelenjar,dapt dilakukan pada

stadium ini. Stadium ini berakhir dengan ditandai oleh hilangnya reflek bulu mata yang

diketahuin dengan melakukan rabaan pada bulu mata.

2. Stadium II disebut juga stadium eksitasi atau delirium. Stadium ini dimulai dari akhir

stadium I dan ditandai dengan pernapasan yang irregular,pupil melebar dengan refleks

17
cahaya (+), pergerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi,serta

dikahiri dengan hilangnya refleks menelan dan kelopak mata.

3. Stadium III yaitu stadium sejak mulai teraturnya lagi pernapsan hingga pernapasan

spontan, hilangnya reflek kelopak mata,dan dapat digerakkannya kepala ke kiri dan ke

kanan dengan mudah. Stadium III dibagi menjadi 4 plana,yaitu :

 Plana 1 : Pernapasan teratur,spontan,dada dan perut seimbang, gerakan bola mata

involunter, pupil miosis, refleks Chaya ada, lakrimasi meningkat, reflek faring dan

muntah tidak ada,dan belum terjadi relaksasi otot lurik ynag sempurna (tonus otot mulai

menurun)

 Plana 2 : Pernapasan teratur,spontan,perut-dada, volume tidak menurun, frekuensi

meningkat,bola mata tidaka bergerak 9tetapi terfiksasi di tengah), pupil midriasis, reflek

cahaya mulai menururn, relaksasi otot sedang, dam reflek laring hilang sehingga proses

intubasi dapat dilakukan.

 Plana 3 : Pernapasan teratur oleh perut karena otot intrkostal menjadi paralysis,lakrimasi

tidak ada,pupil midriasis dan sentral, relaksasi otot lurik sempurna (tonus otot semakin

menurun)

 Plana 4 : Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot intercostal paralisis total,pupil

sangat midriasis,refleks cahaya hilang,refleks sfingter ani dan kelenjar air mata tidak

ada,serta relaksasi otot lurik sempurna (tonus otot sangat menurun)

4. Stadium IV terjadi paralisis medulla oblongata dimulai dengan melemahnya pernapasan

perut disbanding stadium III plana 4. Pada stadium ini tekanan darah tidak dapat diukur,

denyut jantung berhenti akhirnya terjadi kematian. Kelumpuhan pernapasan pada stadium

ini tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan.

18
TATALAKSANA JALAN NAPAS

Hubungan jalan napas dan dunia luar melalui 2 jalan, yaitu :

 Hidung ke nasofaring

 Mulut ke orofaring

Manuver tripel jalan napas terdiri dari :

1. Kepala ekstensi pada sendi atlanto-oksipital

2. Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibular

3. Mulut dibuka

Dengan maneuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas, sehingga gas atau udara

lancer masuk ke trakea lewat hidung atau mulut. Jika maneuver tripel kurang berhasil, maka

dapat dipasang jalan napas mulut-faring lewat mulut (oro-pharyngeal airway) atau jalan napas

lewat hidung (naso-pharyngeal airway).

 Sungkup muka

Mengantar udara / gas anestesi dari alat resusitasi atau system anestesi ke jalan napas

pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika digunakan untuk bernapas

spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor dan gas masuk semua ke trakea lewat

mulut atau hidung.

 Sungkup laring (Laryngeal mask)

Merupakan alat jalan napas terdiri dari pipa besar berlubang dengan ujung menyerupai

sendok yang pinggirnya dapat dikembang-kempiskan seperti balon pada pipa trakea.

19
Tangkai LMA dapat berupa pipa keras dari polivinil atau lembek dengan spiral untuk

menjaga supaya tetap paten.

 Pipa trakea (endotracheal tube)

Mengantar gas anestesi langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan standar

polivinil-klorida. Pipa trakea dapat dimasukan melalui mulut (orotracheal tube) atau

melalui hidung (nasotracheal tube).

LARINGOSKOPI INTUBASI DAN EKSTUBASI

Laringoskop merupakan alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita

dapat memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal dua macam

laringoskop:

1. Bilah, daun (blade) lurus (Macintosh) untuk bayi-anak-dewasa

2. Bilah lengkung (Miller, Magill) untuk anak besar-dewasa.

Klasifikasi tampakan faring pada saat membuka mulut terbuka maksimal dan

lidah dijulurkan maksimal menurut Mallapati dibagi menjadi 4 gradasi.

1. Intubasi

Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima glottis,

sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara dan bifurkasio

trakea. Indikasi sangat bervariasi dan umumnya digolongkan sebagai berikut :

- Menjaga jalan napas oleh sebab apapun seperti kelainan anatomi, bedah kasus, bedah

posisi khusus, pembersihan sekret jalan napas, dan lain-lainnya.

20
- Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi saat resusitasi memungkinkan

penggunaan relaksan dengan efisien, ventilasi jangka panjang.

- Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi

Penyulit pada tindakan intubasi yaitu leher pendek berotot, mandibula menonjol, maksila/gigi

depan menonjol, uvula tak terlihat, gerak sendi temporo-mandibular terbatas, dan gerak vertebra

servikal terbatas.

2. Ekstubasi

Ekstubasi adalah tindakan pencabutan pipa endotrakeal, ekstubasi dapat ditunda sampai pasien

benar-benar sadar jika intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan dan pasca ekstubasi ada

risiko aspirasi. Ekstubasi dikerjakan pada umumnya pada anestesi sudah ringan dengan catatan

tak akan terjadi spasme laring. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut laring faring dari

sekret dan cairan lainnya.

Komplikasi yang dapat terjadi pada tindakan intubasi dan ekstubasi, yaitu :

1. Selama intubasi :

- Trauma gigi geligi

- Laserasi bibir, gusi, laring

- Merangsang sara simpati (hipertensi-takikardi)

- Intubasi bronkus

- Intubasi esophagus

- Aspirasi

21
- Spasme bronkus

2. Setelah ekstubasi :

- Spasme laring

- Aspirasi

- Gangguan fonasi

- Edema glottis-subglotis

- Infeksi laring, faring, trakea

BAB III

KESIMPULAN

Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya

kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Komponen anestesia yang ideal (trias anestesi)

terdiri dari hipnotik, analgesia, dan relaksasi otot.

Sebelum dilakukan anestesi, perlu dilakukan persiapan pre-anestesi, yaitu persiapan mental

dan fisik pasien yang terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, selain

itu juga perencanaan anastesia, merencanakan prognosis, serta persiapan pada hari operasi.

Cara pemberian anestesi umum dapat berupa parenteral yaiu melalui intramuscular atau

intravena, per rektal, dan melalui inhalasi. Teknik anestesi ada bermacam-macam yaitu teknik

anestesi spontan dengan sungkup muka, teknik anestesi spontan dengan pipa endotrakeal, serta

teknik anestesi pipa endotrakeal dan nafas kendali.

22
Daftar Pustaka
1. Boulton TB, Blogg CE. Anestesiologi. Edisi 10. Jakarta: EGC,1994
2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR . Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2009. h 29-96.
3. Pramono A. Buku Kuliah Anestesi. Jakarta : EGC,2014.
4. Desai, A. General Consideration. http://emedicine.medscape.com/article/1271543-
overview#showall

23

Anda mungkin juga menyukai