Report Seasson
Anestesi Umum
Oleh:
Nadia Khair 1940312051
Nugraha Adya Putra Tarsa 1940312070
Preseptor :
dr. Yose Wizano Sp.An, KAKV
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat dan hidyah-Nya,
sehingga penulisa dapat menyelesaikan CRS dengan berjudul “ Anestesi Umum” ini yang
ditujukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik dibagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUP DR. M. Djamil Padang.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Yose Wizano Sp.An, KAKV selaku
preseptor. Penulis menyadari bahwa ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang membaca demi kesempurnaan CRS ini.
Penulis juga berharap makalah ini dapat memberikan dan meningkatkan pengetahuan serta
pemahaman tentang diagnosis dan penatalaksanaan kasus ini terutama bagi penulis dan bagi
rekan-rekan sejawat lainnya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Batasan Masalah 2
1.3 Tujuan Penulisan 2
1.4 Metode Penulisan 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Anestesi Umum
2.2 Indikasi dan KontraindikasiAnestesi Umum
2.3 Stadium Anestesi Umum
2.4 Jenis Anestesi Umum
2.5 Teknik Anestesi Umum
2.6 Evaluasi Pra Operatif
2.7 Persiapan Pra Operatif
2.8 Monitoring Intra Operatif
BAB 3 Laporan Kasus
BAB 4 Diskusi
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Batasan Masalah
Case Report Seasson ini membahas mengenai Anestesi Umum.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan Case Report Seasson ini adalah untuk menambah
pengetahuan mengenai Anestesi Umum
1.4 Metode Penulisan
Penulisan ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada
beberapa literatur berupa buku teks, jurnal dan makalah ilmiah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kelebihan TIVA :
1. Dapat dikombinasi dan dapat dititrasi dalam dosis yang lebih akurat
dalam pemakaiannya
2. Tidak mengganggu jalan napas pada pasien
3. Mudah dilakukan
2. Pemeriksaan Fisik
Tinggi badan dan berat badan untuk memperkirakan dosis obat, terapi
cairan yang diperlukan dan jumlah urin selama pembedahan dan pasca
pembedahan.
Airway : periksa tanda tanda adanya sumbatan jalan nafas bebas,
fraktur, deformitas., tumor, gigi palsu, trismus, persendian temporo
mandibula.
Breathing : periksa frekuensi pernafasan, pola pernafasan, simteris atau
tidak
Blood : periksa perfusi pada akral, tekanan darah, dan denyut nadi,
adanya tanda-tanda penyakit jantung dan kardiovaskuler; dispnu atau
ortopnu, sianosis, hipertensi
Brain : periksa keadaan umum dan kesadaran untuk pasien non-trauma,
untuk pasien dengan trauma capitis periksa tingkat kesadaran dengan
menggunakan GCS (Glass Glow Coma Scale), atau parameter lainnya
yaitu menggunakan AVPU.
Bladder dan Bowel : periksa apakah terdapat kelainan BAK dan BAB,
mulai dari frekuensi hingga jam terakhir pasien BAK dan BAB.
Bone : periksa apakah terdapat fraktur dan udem
Abdomen untuk melihat adanya distensi, massa, asites yang
dapat membuat tekanan intraabdominal meningkat sehingga dapat
menyebabkan regurgitasi.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan
penyakit.
Hematologi : hemoglobin, leukosit, trombosit, hematokrit
Hemostasis : PT, APTT
Kimia klinik : total protein, albumin, globulin, bilirubin, kalsium,
ureum, kreatinin, GDS, SGOT, SGPT
Elektrolit : natrium, kalium, klorida
Urine : protein, reduksi, sedimen
Foto thoraks
EKG : terutama pada pasien diatas 40 tahun karena ditakutkan
adanya iskemia miokard
Spirometri dan bronkospirometri pada pasien tumor paru
Aspirasi dapat terjadi selama induksi, pada ruang operasi atau pada saat
transfer pasien. Aspirasi juga bisa disebabkan karena bronkospasme. Oleh
karena itu puasa sangat dianjurkan dan merupakan aspek penting sebelum
dilakukannya operasi.
Tabel 2. Rekomendasi Puasa Untuk Mengurangi Resiko Aspirasi
− Golongan Barbiturat
Obat golongan barbiturat terbagi atas tiopental, methohexical dan
pentobarbital. Obat-obatan ini digunakan secara primer untuk efek
sedatifnya.
Tiopental
Tiopental dimetabolisme di hati tiap jam. Pada penyuntikan tiopental,
mula-mula timbul hiperalgesia diikuti anelgesia bila dosis terus
ditingkatkan, tetapi barbiturat bukan analgesik yang kuat. Dosis sedasi
0,5-1,5 mg/kgBB secara IV. Onset kerja dalam waktu 30-45 detik
dengan durasi kerja selama 5-10 menit secara IV.
Methohexical
Kelarutan methohexical dalam lemak lebih sedikit sehingga
metabolismenya lebih cepat daripada tiopental Dosis sedasi
methohexical 0,2-0,4 mg/kgBB secara IV. Onset kerjanya dalam
waktu 5,6 menit dengan durasi kerja selama 3,9 jam.
Pentobarbital
Dosis premedikasi pentobarbital adalah 2-.4 mg/kgBB secara oral dan
IM. Dosis 3-5 mg/kgBB secara rektal pada anak. Onset kerja
pentobarbital dalam waktu 20-60 menit secara oral dan rektal, 10-20
menit secara IM, dan 5 menit secara IV. Dengan durasi kerja selama
1- 4 jam secara oral dan rektal.
2
T : Tube (pipa endotraceal, LMA),
Pipa Endotrakeal : Endotracheal tube dikerjakan pada pasien yang
memiliki kemungkinan kontaminasi pada jalan nafas, posisi
pembedahan yang sulit, pembedahan di mulut atau muka dan
pembedahan yang lama.
A : Airway device (sarana aliran udara, misal sungkup muka, pipa oropharing),
Sungkup muka (face mask) berguna untuk mengantarkan udara/gas
anastesi dari alat resusitasi atau system anestesi ke jalan nafas pasien.
Gambar 5. Facemask 1
Alat bantu jalan napas orofaring (oropharyngeal airway) : menahan
pangkal lidah dari dinding belakang faring. Alat ini berguna pada pasien
yang masih bernapas spontan, selain itu alat ini juga membantu saat
dilakukan pengisapan lendir dan mencegah pasien mengigit pipa
endotrakheal (ETT).
Gambar 6. Oral pharyngeal airway 2
T : Tape (plaster)
Plester untuk memfiksasi pipa trakea setelah tindakan intubasi supaya tidak
terlepas.
C : Connection.
Connection merupakan hubungan antara mesin respirasi/anestesi dengan sungkup
muka, serta penghubung-penghubung yang lain,
S : Suction
Suction berguna untuk membersihkan jalan napas dengan cara menyedot lendir,
ludah, dan lain-lainnya.
Induksi Anestesi
Induksi anestesi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak
sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi
anestesi dapat dikerjakan secara intravena, inhalasi, intramuscular atau rectal.1,6
Induksi Inhalasi
Berdasarkan kemasannya, obat anestesia umum inhalasi ada 2 macam, yaitu7,8:
Obat anestesia umum yang berupa gas
− Nitrous oksida (N2O)
− Siklopropan
Obat anestesia umum inhalasi yang berupa cairan yang mudah menguap
− Derivat halogen hidrokarbon : Halothan, Trikhloroetilen, Khloroform
− Derivat eter : Dietil eter, Metoksifluran, Enfluran, Isofluran
a) Halotan
Halotan berbentuk cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar
dan tidak mudah meledak atau terbakar meskipun dicampur dengan oksigen,
tidak iritatif dan mudah rusak bila terkena cahaya, tetapi stabil disimpan
memakai botol warna gelap. Dosis untuk induksi inhalasi adalah 2-4%, dosis
untuk induksi anak 1.5 – 2%. Pada induksi inhalasi kedalaman yang cukup
terjadi setelah 10 menit. Dosis untuk pemeliharaan adalah 1 – 2%, dan dapat
dikurangi bila digunakan juga N2O atau narkotik. Pemeliharaan pada anak 0.5
– 2%. Waktu pulih sadar sekitar 10 menit setelah obat dihentikan.Koefisien
partisis darah/gas yaitu 2:3, dan MAC yaitu 0,74. Pada penggunaan klinis
diperlukan alat penguap (vaporizer)
Farmakokinetik
a. Absorbsi
Obat anestesi inhalasi di absorbsi di paru, setelah itu di distribusikan ke
seluruh tubuh.
b. Metabolisme
Metabolism obat anestesi inhalasi secara oksidasi dan reduksi di dalam
reticulum endoplasma hepar.
c. Eksresi
Eliminasi sebagian besar secara ekshalasi lewat paru, sebagian kecil
melalui urin. Hasil metabolism sebagian besar diekskresi lewat urin
sebagian kecil diekskresi lewat paru.1,4
Efek terhadap sistem organ :
Menimbulkan depresi pada SSP di semua komponen otak. Depresi
pusat kesadaran menimbulkan hipnotik, depresi pada pusat sensorik
menimbulkan khasiat analgesia dan depresi pada pusat motorik
menimbulkan kelemahan otot.
Menurunkan tekan darah akibat depresi pada otot jantung,menurunkan
laju jantung, meningkatkan kepekaan jantung terhadap katekolamin
sehingga bisa diritmia, dan dapat menyebabkan vasodilatasi umum.
Menimbulkan depresi pusat nafas, sehingga pola nafas menjadi cepat
dan dangkal, dan menyebabkan dilatasi bronkus.
Menurunkan aliran darah ke ginjal dan laju filtrasi glomerulus
pengeluaran urin, secara sementara
Penggunaan Klinik
Halotan digunakan terutama sebagai komponen hipnotik dalam
pemeliharaan anestesia umum. Disamping efek hipnotik, halotan juga
mempunyai efek analgetik ringan dan relaksasi otot ringan. Pada bayi dan
anak-anak yang tidak kooperatif, halotan digunakan untuk induksi
bersama- sama dengan N2O secara inhalasi. Diperlukan alat penguap
(vaporizer) khusus halotan, misalnya fluotec, halomix, copper kettle,
dragger dan lain- lainnya.
Kontra indikasi
Pasien dengan gangguan fungsi hati dan gangguan irama jantung.
Operasi kraniotomi.
Keuntungan dan Kelemahan
Keuntungannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak intattif terhadap
mukosa jalan nafas, pemulihannya relatif cepat, tidak menimbulkan
mual muntah dan tidak meledak atau cepat terbakar.
Kelemahannya adalah batas keamanannya sempit (mudah terjadi
kelebihan dosis), analgesia dan relaksasinya kurang sehingga harus
dikombinasikan dengan obat lain. Selain itu juga menimbulkan
hipotensi, gangguan irama jantung dan hepatotoksik, serta
menimbulkan menggigil pasca anestesia.
b) Enfluran
Enfluran adalah obat anestesi inhalasi yang bebentuk cair, tidak mudah
terbakar, tidak berwarna, tidak iritatif, lebih stabil dibandingkan halotan,
induksi lebih cepat dibanding halotan, tidak terpengaruh cahaya dan tidak
bereaksi dengan logam. Enfluran merupakan golongan eter halogeneted
dengan koefisien partisi darah/gas yaitu 1,8 dan MAC yaitu 1,7. Untuk
induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 2-3%
bersama dengan N2O. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan,
konsentrasinya berkisar antara 1- 2,5%, sedangkan untuk nafas kendali
berkisar antara 0,5-1%.
Farmakodinamik
Setelah diabsorbsi dari paru ke dalam darah, enfluran akan didistribusikan
ke seluruh tubuh. Kelarutan enfluran dalam lemak lebih rendah
dibandingkan halotan. Ekskresi melalui paru dan sebagian kecil melalui
urin.
Efek Terhadap Sistem Organ :
◼ Menyebabkan depresi yang berujung kepada hipnotik, perubahan
EEG bentuk epileptiform, dan meningkatkan aliran darah otak dan
tekanan intrakranial. Tidak dianjurkan pemakaiannya pada pasien
yang mempunyai riwayat epilepsy
◼ Menimbulkan depresi kontraktilitas miokard, disritmia jarang terjadi,
tidak meningkatkan sensitifitas miokard terhadap katekolamin.
Hipotensi dapat terjadi akibat menurunnya curah jantung. Selain itu
dapat meningkatkan kepekaan jantung walaupun terhadap
katekolamin ringan.
◼ Menurunkan frekuensi nafas dan depresi fungsi mukosiliar.
◼ Menurunkan aliran darah ginjal, menurunkan laju filtrasi glomerolus
dan akhirnya menurunkan urin output/diuresis.
◼ Gangguan fungsi hati ringan yang sifatnya reversible
◼ Menimbulkan depresi tonus otot uterus, namun respon uterus
terhadap oksitosin tetap baik selama dosis enfluran rendah.
Penggunaan Klinik
Sama seperti halotan. Diperlukan alat penguap (vaporizer) khusus enfluran.
Kontra Indikasi
Hati-hati pada gangguan fungsi ginjal.
Keuntungan dan Kelemahan
Enfluran memiliki keuntungan dalam induksi cepat dan lancar, tidak iritatif
terhadap mukosa jalan nafas, pemulihannya lebih cepat dari halotan, tidak
menimbulkan mual muntah, dan tidak menimbulkan menggigil serta tidak
mudah meledak atau terbakar. Namun, batas keamanan sempit (mudah
terjadi kelebihan dosis), analgesia dan relaksasinya kurang, sehingga harus
dikombinasikan dengan obat lain dan bisa menimbulkan hipotensi.
c) Isofluran (Forane)
Isofluran adalah obat anestesi isomer dari enfluran, merupakan cairan tidak
berwarna dan berbau tajam, menimbulkan iritasi jalan nafas jika dipakai
dengan konsentrasi tinggi menggunakan sungkup muka. Tidak mudah
terbakar, tidak terpengaruh cahaya dan proses induksi dan pemulihannya
relatif cepat dibandingkan dengan obat-obat anestesi inhalasi yang ada pada
saat ini tapi masih lebih lambat dibandingkan dengan sevofluran. Isofluran
memiliki koefisien partisi darah/gas yaitu 1,4 dengan MAC yaitu 1,2. Untuk
induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 2-3%
bersamasama dengan N2O.Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan
konsentrasinya berkisar antara 1-2,5%, sedangkan untuk nafas kendali
berkisar antara 0,5-1%
Farmakodinamik
Pada pasien yang mendapat anestesi isofluran kurang dari 1 jam akan sadar
kembali sekitar 7 menit setelah obat dihentikan. Sedangkan pada tindakan
5-6jam, kembali sadar sekitar 11 menit setelah obat dihentikan.
Efek Terhadap Sistem Organ
Efek depresinya pada otot jantung dan pembuluh darah lebih ringan
dibanding dengan obat anesetesi volatil yang lain.
Dapat menimbulkan efek berupa iritasi refleks jalan nafas atas.
Menurunkan tonus otot rangka melalui mekanisme depresi pusat
motorik pada serebrum, sehingga dengan demikian berpotensiasi
dengan obat pelumpuh otot non depolarisasi
Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan :
Induksi cepat dan lancar, tidak iritatif terhadap mukosa jalan nafas,
pemulihannya lebih cepat dari halotan, tidak menimbulkan mual
muntah, dan tidak menimbulkan menggigil serta tidak mudah meledak
atau terbakar.
Penurunan konsumsi oksigen otak sehingga isofluran merupakan obat
pilihan untuk anestesi pada kraniotomi, karena tidak berperngaruh
pada tekanan intrakranial, mempunyai efek proteksi serebral dan efek
metaboliknya yang menguntungkan pada tekhnik hipotensi kendali.
Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama anestesi. Sehingga
obat pilihan untuk obat anestesi pasien yang menderita kelainan
kardiovaskuler.
Kelemahan:
Batas keamanan sempit (mudah terjadi kelebihan dosis), analgesia dan
relaksasinya kurang, sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain
d) Desfluran
Desfluran merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek klinisnya
sama dengan isofluran, dimana merupakan ion atom khlor menggantikan ion
flour dari isofluran. Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan dengan
agen volatile yang lain. Desfluran tidak berbau dan bersifat tidak mudah
meledak. Koefisien partisi dara/gas yaitu 1,3 dengan MAC yaitu 6. Desfluran
memerlukan alat penguap khusus (TEC-6).
Efek Terhadap Sistem Organ
Menurunkan resistensi vascular sistemik, menyebabkan turunnya
tekanan darah.
Menyebabkan menurunnya volume tidal dan meningkatnya frekuensi
nafas sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan CO2. Desfluran
bersifat iritatif, sehingga tidak ideal untuk induksi.
Penggunaan Klinik
Digunakan terutama sebagai komponen hipnotik dalam pemeliharaan
anestesia umum. Disamping efek hipnotik, desfluran juga mempunyai efek
analgetik yang ringan dan relaksasi otot ringan.1,4
Kontra Indikasi
Hati-hati pada pasien yang sensitif terhadap “drug induced hyperthermia”,
hipovolemik berat dan hipertensi intrakranial.
Keuntungan dan Kelemahan
Keuntungannya hamper sama dengan isoflurane. Sedangkan
kelemahannya yaitu batas keamanannya sempit (mudah terjadi kelebihan
dosis), analgesia dan relaksasinya kurang sehingga harus dikombinasikan
dengan obat lain
e) Sevofluran
Sevofluran merupakan golongan f;our halogeneted, memiliki koefisien partisi
otak/darah yaitu 1,7 dengan MAC yaitu 2, dikemas dalam bentuk cairan, tidak
berwarna, tidak eksplosif, tidak berbau, stabil di tempat biasa (tidak perlu
tempat gelap), dan tidak terlihat adanya degradasi sevoflurane dengan asam
kuat atau panas. Obat ini tidak bersifat iritatif terhadap jalan nafas sehingga
baik untuk induksi inhalasi. Proses induksi dan pemulihannya paling cepat
dibandingkan dengan obat-obat anestesi inhalasi yang ada pada saat ini.
Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 3,0-
5,0% bersama-sama dengan N2O. Untuk pemeliharaan dengan pola nafas
spontan, konsentrasinya berkisar antara 2,0-3,0%, sedangkan untuk nafas
kendali berkisar antara 0,5-1%.
Efek Terhadap Sistem Organ :
Efek depresinya pada SSP hampir sama dengan isofluran.
Relatif stabil dan tidak menimbulkan aritmia.
Tahanan vaskuler dan curah jantung sedikit menurun, sehingga
tekanan darah sedikit menurun. Menyebabkan penurunan laju jantung.
Menimbulkan depresi pernapasan dan dapat memicu bronkhospasme.
Menurunkan aliran darah ke hepar paling kecil dibandingkan dengan
enfluran dan halotan.
Kontra Indikasi
Hati-hati pada pasien yang sensitif terhadap “drug induced hyperthermia”,
hipovolemik berat dan hipertensi intrakranial.
Keuntungan dan Kelemahan
Keuntungannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak iritatif terhadap
mukosajalan nafas, pemulihannya paling cepat dibandingkan dengan agen
volatil lain. Namun, batas keamanan sempit (mudah terjadi kelebihan
dosis), analgesia dan relaksasinya kurang sehingga harus dikombinasikan
dengan obat lain.
3
ml/menit. Setelah 5 menit, tingkat absorbsi turun menjadi 600 ml/menit,
3
setelah 10 menit turun menjadi 350 ml/menit dan setelah 50 menit tingkat
absorbsinya kira-kira 100 ml/menit, kemudian pelan-pelan menurn dan
akhirnya mencapi nol. Konsentrasi N2O yang diabsorbsi tergantung antara
lain oleh konsentrasi inspirasi gas, ventilasi alveolar dan ambilan oleh
sirkulasi, seperti koefisien partisi darah/gas dan aliran darah (curah jantung).
Jaringan dengan aliran darah besar/banyak seperti otak, jantung,
hati dan ginjal akan menerima N2O lebih banyak sehingga akan menyerap
volume gas yang lebih besar. Jaringan lain dengan suplai darah sedikit
seperti jaringan lemak dan otot menyerap hanya sedikit N2O, ambilan dan
penyerapan yang cepat menyebabkan tidak terdapatnya simpanan N2O
dalam jaringan tersebut sehingga tidak menghalangi pulihnya pasien saat
pemberian N2O dihentikan. N2O akan didistribusikan ke seluruh jaringan
tubuh. Konsentrasi di jaringan adalah berbanding lurus dengan perfusi per
unit volume dari jaringan, lamanya paparan dan koefisien partisi darah /
jaringan zat tersebut.
N2O tidak atau sedikit mengalami biotransformasi dalam tubuh,
namun telah ditemukan bakteri anaerob yang memetabolisir N2O dan
menghasilkan radikal-radikal bebas meskipun tidak terdapat bukti bahwa
radikal-radikal bebas tersebut menimbulkan kerusakan organ yang
spesifik. N2O dieliminasi melalui paru-paru dan sebagian kecil
diekskresikan lewat kulit.
Kira-kira sebanyak 1500 ml N2O dikeluarkan pada menit pertama
oleh pasien yang menerima N2O : O2 dengan rasio 75% : 25%. Jumlah
tersebut menurun menjadi 1.200 ml pada menit ke dua dan 1.000 ml pada
menit ke tiga. Pada saat N2O dihentikan pemberiannya, N2O berdifusi
keluar dari darah dan masuk ke alveoli secepat difusinya ke dalam darah
saat induksi. Jika pasien dibiarkan menghirup udara atmosfir saja pada saat
tersebut 53 akan mengalami hipoksia difusi. Selama beberapa menit
pertama pasien menghirup udara atmosfir, sejumlah besar volume N2O
berdifusi melalui darah ke dalam paru-paru dan dikeluarkan lewat paru-
paru. Difusi N2O yang cepat dan dalam jumlah besar ke dalam alveoli
akan menyebabkna pengenceran dan mendesak O2 keluar dari alveoli.,
sehingga mudah terjadi hipoksia dan juga menyebabkan terjadinya
pemindahan volume CO2 yang lebih besar dari darah, sehinga akan
menurunkan tekanan CO2 dalam darah dan akan memperberat hipoksia.
Efek hipoksia difusi dapat dicegah dengan pemberian 100% O2 selam
minimal 3-5 menit pada akhir operasi
Efek Terhadap Sistem Organ
Berkhasiat analgesia dan tidak mempunyai khasiat hipnotik.
Depresi ringan kontraktilitas miokard terjadi pada rasio N2O : O2 = 80%
: 20%. N2O tidak menyebabkan perubahan laju jantung dan curah
jantung secara langsung.
Pengaruh terhadap sistem pernapasan minimal. N2O tidak mengiritasi
epitel paru sehingga dapat diberikan pada pasien dengan asma tanpa
meningkatkan resiko terjadinya spasme bronkus.
N2O tidak mempengaruhi tonus dan motilitas saluran cerna. Pada
gangguan fungsi hepar, N2O tetap dapat digunakan.
N2O tidak menyebabkan relaksasi otot rangka. Karena tonus otot tetap
tidak berubah sehingga dalam penggunaannya mutlak memerlukan
obat pelumpuh otot.
Pemakaian jangka panjang secara terus menerus lebih dari 24 jam bisa
menimbulkan depresi pada fungsi hemato-poietik.
Penggunaan Klinik
Digunakan sebagai obat dasar dari anestesia umum inhalasi dan selalu
dikombinasikan dengan oksigen dengan perbandingan N2O : O2 = 70 : 30
(untuk pasien normal), 60 : 40 (untuk pasien yang memerlukan tunjangan
oksigen yang lebih banyak), atau 50 : 50 (untuk pasien yan gberesiko
tinggi). Oleh karena N2O hanya bersifat analgesia lemah, maka dalam
penggunaannya selalu dikombinasikan dengan obat lain
Efek Samping
Walaupun nitrous oksida dikatakan sebagai obat anestetik non toksik dan
mempunyai pengaruh yang sangat minimal pada sistem organ seperti
tersebut di atas, kadang-kadang terjadi juga efek samping seperti berikut
1. Nitrous oksida akan meningkatkan efek depresi nafas dari obat
tiopenton terutama setelah diberikan premedikasi narkotik.
2. Kehilangan pendengaran pasca anestesia, hal ini disebabkan adanya
perbedaan solubilitas antara N2O dan N2 sehingga terjadi perubahan
tekanan pada rongga telinga tengah.
3. Pemanjangan proses pemulihan anestesia akibat difusinya ke rongga
tubuh seperti pneumotorak.
4. Pemakaian jangka panjang menimbulkan depresi sumsum tulang
sehingga menyebabkan anemia aplastik.
5. Mempunyai efek teratogenik pada embrio terutama pada umur 8 hari – 6
minggu, yang dianggap periode kritis.
6. Hipoksia difusi pasca anestesia. Hal ini terjadi sebagai akibat dari sifat
difusinya yang luas sehingga proses evaluasinya terlambat. Oleh karena itu
pada akhir anestesia, oksigenasinya harus diperhatikan.
Induksi Intravena1,2
a) Barbiturat
Barbiturat menekan RAS (reticular activating system) di batang otak, yang
mengontrol kesadaran. Mekanisme kerja utama barbiturat diyakini melalui
pengikatan dengan reseptor asam γ-aminobutyric tipe A (GABA).
Barbiturat mempotensiasi aksi GABA dalam meningkatkan durasi
pembukaan saluran ion khusus klorida. Pada dosis klinis barbiturat lebih
kuat mempengaruhi fungsi sinaps dari pada akson serabut saraf.
Mekanisme kerjanya pada sistem saraf pusat terbagi menjadi dua kategori
yaitu 1) Meningkatkan kerja sinaptik neurotransmiter inhibitor (GABA),
Memblokade aksi sinaptik neurotransmiter eksitasi (glutamat dan
asetilkolin) Contoh obat yang tergolong barbiturat adalah tiopental,
metoheksital, fenobarbital
Farmakokinetik :
a. Absorbsi
Sebelum pengenalan propofol, tiopental, tiamin, dan metoheksital
sering diberikan secara intravena untuk induksi anestesi umum pada
orang dewasa dan anak-anak. Pulih sadar setelah pemberian intra
vena dosis tunggal thiopental, thiamylal dan methohexytal
mencerminkan proses redistribusi dari obat-obat tersebut dari otak ke
jaringan inaktif. Metoheksital dubur telah digunakan untuk induksi
pada anak-anak.
b. Distribusi
Durasi dosis induksi tiopental, tiamin, dan metoheksital ditentukan
oleh redistribusi, bukan oleh metabolisme atau eliminasi. Walaupun
thiopental sangat terikat dengan protein (80%) Thiopental memiliki
kelarutan lemak dan fraksi nonionisasi tinggi (60%) sehingga
berperan dalam penyerapan otak yang cepat (dalam 30 detik).
Redistribusi menurunkan konsentrasi plasma dan otak hingga 10%
dari level puncak dalam 20 hingga 30 menit. Profil farmakokinetik
ini berkorelasi dengan pengalaman klinis — pasien biasanya
kehilangan kesadaran dalam waktu 30 detik dan bangun dalam waktu
20 menit. Dosis induksi minimal thiopental tergantung pada berat
badan dan usia. Pada usia lanjut, di mana proses redistribusi berjalan
lebih
lambat, diperlukan dosis yang lebih kecil. Berbeda distribusi yang
terjadi secara cepat selama beberapa menit, eliminasi thiopental
berkepanjangan (eliminasi rentang paruh 10-12 jam). Thiamylal dan
methohexital memiliki pola distribusi yang serupa, sedangkan
barbiturat yang kurang larut dalam lemak memiliki waktu paruh
distribusi yang lebih lama dan durasi kerja setelah dosis tidur.
Pemberian berulang barbiturat yang sangat larut dalam lemak (mis.,
Infus thiopental untuk "koma barbiturat" dan perlindungan otak)
menjenuhkan kompartemen perifer, meminimalkan efek redistribusi
dan memberikan durasi tindakan yang lebih tergantung pada
eliminasi.
c. Metabolisme
Barbiturat pada prinsipnya merupakan biotransformasi melalui
oksidasi hati menjadi metabolit yang tidak aktif dan larut dalam air
dan dieksresikan melalui ginjal, kecuali methohexital yang
dieksresikan melalui feses. Metoheksital dibersihkan oleh hati lebih
cepat daripada thiopental.
d. Ekskresi
Kecuali untuk zat-zat yang tidak terikat protein dan kurang larut
dalam lemak seperti fenobarbital, ekskresi ginjal pada ginjal hanya
terjadi pada produk akhir biotransformasi hati yang larut dalam air.
Metohoxital diekskresikan dalam tinja.
b) Benzodiazepin
Benzodiazepin mengikat reseptor yang sama dalam sistem saraf pusat
seperti barbiturat tetapi mengikat ke situs atau lokasi yang berbeda dengan
benzodiazepin. Ikatan benzodiazepin dengan reseptor GABA dapat
meningkatkan frekuensi pembukaan salura ion klorida yang terkait.
Flumazenil (sebuah imidazobenzodiazepine) adalah antagonis reseptor
benzodiazepin spesifik yang secara efektif membalikkan sebagian besar efek
sistem saraf pusat dari benzodiazepine.
Midazolam mempunyai keunggulan dibandingkan diazepam dan
lorazepam untuk induksi anestesi, karena ia mempunyai onset yang lebih
cepat. Kecepatan onset midazolam dan barbiturat lainnya ketika digunakan
untuk induksi anestesi ditentukan oleh dosis, kecepatan injeksi, tingkat
premedikasi sebelumnya, umur, status fisik ASA dan kombinasi obat
anestetik lain yang digunakan. Pada pasien yang sehat yang telah diberi
premedikas sebelumnya, midazolam 0,2 mg/kg dengan kecepatan injeksi 5-15
detik akan menginduksi pasien dalam waktu 28 detik. Pasien dengan usia
lebih dari 55 tahun dan dengan status fisik ASA III memerlukan pengurangan
dosis midazolam sebesar 20% atau lebih untuk induksi anestesi.
Farmakokinetik
a. Absorbsi
Benzodiazepin biasanya diberikan secara oral dan intravena (atau,
lebih jarang, secara intramuskuler) untuk memberikan sedasi (atau,
yang lebih jarang, untuk menginduksi anestesi umum). Diazepam dan
lorazepam diserap dengan baik dari saluran pencernaan, dengan kadar
plasma puncak biasanya dicapai dalam 1 dan 2 jam, masing-masing.
Suntikan midazolam dan lorazepam diserap dengan baik setelah
injeksi
intramuskuler, dengan level puncak dicapai masing-masing dalam 30
dan 90 menit, sedangkan suntikan diazepam intramuskular terasa
menyakitkan dan tidak dapat diserap.
b. Distribusi
Diazepam relatif larut dalam lemak dan siap menembus sawar darah-
otak. Meskipun midazolam larut dalam air pada pH rendah, cincin
imidazolnya mendekati pH fisiologis yang meningkatkan kelarutannya
di dalam lemak. Redistribusi cukup cepat pada benzodiazepin
(distribusi awal waktu paruhnya 3-10 menit). Seperti pada barbiturat,
redistribusi berperan dalam terminasi efek obat. Midazolam dapat
digunakan sebagai agen induksi, yang dapat menyamai onset cepat dan
durasi pendeknya propofol atau bahkan thiopental. Midazolam sangat
terikat dengan protein (90-98%).
c. Metabolisme
Benzodiazepine bergantung pada hati untuk biotransformasi menjadi
produk akhir glukuronid yang larut dalam air. Metabolit fase I
diazepam aktif secara farmakologis. Ekstraksi hati yang lambat dan
volume distribusi yang besar (Vd) menyebabkan eliminasi waktu
paruh yang panjang untuk diazepam (30 jam). Meskipun lorazepam
juga memiliki rasio ekstraksi hati yang rendah, kelarutan lemaknya
yang lebih rendah membatasi Vd-nya, menghasilkan waktu paruh
eliminasi yang lebih pendek (15 jam). Vd midazolam serupa dengan
diazepam, tetapi eliminasi waktu paruhnya pendek (2 jam) karena
tingginya rasio ekstraksi hepatiknya. Meskipun demikian, durasi klinis
lorazepam seringkali cukup lama karena peningkatan afinitas reseptor.
Perbedaan antara lorazepam dan diazepam menggarisbawahi
rendahnya utilitas paruh farmakokinetik individu dalam memandu
praktik klinis. Midazolam memiliki waktu paruh eliminasi yang
terpendek (2 jam) karena peningkatan rasio ekstraksi hati.
d. Ekskresi
Metabolit benzodiazepin diekskresikan terutama dalam urin. Sirkulasi
enterohepatik menghasilkan puncak sekunder dalam konsentrasi
plasma diazepam 6 hingga 12 jam setelah pemberian.
Efek pada sistem organ
Benzodiazepin menurunkan sedikit tekanan darah arteri, curah
jantung, dan resistensi pembuluh darah perifer, dan kadang-kadang
meningkatkan denyut jantung.
Menekan respons ventilasi terhadap CO2.
Mengurangi konsumsi oksigen otak, aliran darah otak, dan tekanan
intrakranial tetapi tidak sebesar barbiturat
Efektif dalam mengendalikan kejang grand mal.
Benzodiazepin tidak memiliki sifat analgesik langsung.
c) Ketamin
Ketamin memiliki banyak efek di seluruh sistem saraf pusat, dan dikenal
baik untuk menghambat saluran N-metil-d-aspartat (NMDA) dan saluran
kationik teraktivasi hiperpolarisasi neuronal (HCN1). Di antara agen anestetik
lainnya ketamin mempunyai keunggulan dengan menimbulkan efek hipnotik
dan analgesi sekaligus berkaitan dengan dosis yang diberikan. Ketamin
memiliki efek yang beragam pada sistem saraf pusat, menghambat reflex
polisinaptik di medulla spinalis dan neurotransmiter eksitasi di area tertentu
otak. Ketamin memutus hubungan thalamus (penghubung impuls sensoris
dari sistem aktivasi retikuler ke korteks serebri) dengan korteks limbus
(berperan pada sensasi waspada), secara klinis disebut juga anestesi disosiasi,
di mana pasien tampak sadar (mata terbuka, reflek menelan dan kontraksi
otot) tetapi tidak mampu mengolah dan merespon input sensorisnya.
Ketamine secara fungsional ―mendisosiasi‖ impuls sensorik dari korteks
limbik (yang terlibat dengan sensasi). Secara klinis, keadaan anestesi
disosiatif ini dapat menyebabkan pasien tampak sadar (misalnya, membuka
mata,
menelan, kontraktur otot) tetapi tidak dapat memproses atau menanggapi
input sensorik. Ketamin mungkin memiliki tindakan tambahan pada jalur
analgesik endogen. Ketamin memiliki efek pada suasana hati, dan infus agen
ini sekarang banyak digunakan untuk mengobati depresi berat yang resisten
terhadap pengobatan, terutama ketika pasien memiliki ide bunuh diri.
Dosis ketamin infus kecil juga digunakan untuk melengkapi anestesi
umum dan untuk mengurangi kebutuhan opioid selama dan setelah prosedur
pembedahan. Infus ketamin dosis rendah telah digunakan untuk analgesia
pada pasien pasca operasi dan orang lain Didahului dengan premedikasi
benzodiazepin, ketamin 1-2 mg/kg IV dapat digunakan untuk induksi anestesi
dengan durasi sekitar 10-20 menit setelah dosis tunggal induksi, dengan
tambahan waktu 60-90 menit untuk pulih sadar dengan orientasi yang utuh.
Efek analgesik mulai timbul pada dosis sub anestetik antara 0,1-0,5 mg/kg IV
dan konsentrasi plasma antara 85-160 ng/ml. Dosis rendah dengan infus
sebesar 4 μg/kg/mnt IV telah dilaporkan dapat menghasilkan efek analgesi
post operatif yang sama dengan infus morphin 2 mg/jam IV yang refrakter
terhadap pendekatan analgesik konvensional.
Farmakokinetik :
e. Absorbsi
Ketamin dapat diberikan secara oral, nasal, rektal, subkutan, dan
epidural, tetapi dalam praktik klinis biasanya secara umum ketamin
diberikan secara intravena atau intramuskuler. Kadar plasma puncak
biasanya dicapai dalam 10 hingga 15 menit setelah injeksi
intramuskuler.
f. Distribusi
Ketamin lebih larut dalam lemak dan kurang terikat dengan protein
dibandingkan dengan thiopental, sehingga uptake-nya oleh otak dan
proses redistribusinya berlangsung cepat Ketamin sangat larut dalam
lemak dan, bersama dengan peningkatan aliran darah otak dan
keluaran jantung yang diinduksi ketamin, menghasilkan penyerapan
otak yang cepat dan redistribusi berikutnya (waktu paruh distribusi
adalah 10-15 menit). Kebangkitan atau terminasi terjadi disebabkan
oleh redistribusi dari otak ke kompartemen perifer.
g. Metabolisme
Ketamin dimetabolisme menjadi beberapa metabolit, salah satunya
(norketamin) yang mempertahankan aktivitas atau masih memiliki
efek
anestesi. Penyerapan hati yang besar (rasio ekstraksi hati 0,9)
menyebabkan waktu paruh eliminasi yang relatif singkat (2 jam).
h. Ekskresi
Produk akhir dari biotransformasi ketamin diekskresikan ke dalam
ginjal.
Efek pada sistem organ :
a. Kardiovaskular
Ketamin dapat meningkatkan tekanan darah arteri, denyut jantung, dan
curah jantung. terutama setelah injeksi bolus yang cepat. Efek ini
disebabkan oleh stimulasi pusat sistem saraf simpatis dan
penghambatan pengambilan kembali norepinefrin setelah dilepaskan
di terminal saraf. Menyertai perubahan ini adalah peningkatan tekanan
arteri paru dan kerja miokard. Untuk alasan ini, ketamin harus
diberikan secara hati-hati kepada pasien dengan penyakit arteri
koroner, hipertensi yang tidak terkontrol, gagal jantung kongestif, atau
aneurisma arteri. Efek depresan miokard langsung dari dosis besar
ketamin, mungkin karena penghambatan transien kalsium.
b. Pernafasan
Dorongan ventilasi minimal atau ventilatory drive dipengaruhi oleh
dosis induksi ketamin, meskipun dengan pemberian bolus IV yang
cepat ataupun kombinasi ketamin dengan opioid dapat menghasilkan
apnea. Ketamine rasemik adalah bronkodilator yang kuat,
menjadikannya agen induksi yang baik untuk pasien asma; Namun, S
(+) ketamin menghasilkan bronkodilasi minimal. Refleks jalan nafas
atas sebagian besar tetap utuh, tetapi obstruksi jalan nafas parsial dapat
terjadi, dan pasien dengan peningkatan risiko aspirasi (kondisi
lambung penuh) harus diintubasi selama anestesi umum ketamin.
Peningkatan salivasi yang terkait dengan ketamin dapat dilemahkan
dengan premedikasi dengan agen antikolinergik seperti glikopirrolat.
c. Otak
Ketamin diduga dapat meningkatkan konsumsi oksigen otak, aliran
darah otak, dan tekanan intrakranial. Efek ini tampaknya menghalangi
penggunaannya pada pasien dengan lesi intrakranial yang menempati
ruang seperti terjadi dengan trauma kepala. Namun, publikasi atau
penelitian terbaru menemukan bukti yang meyakinkan bahwa saat
dikombinasikan dengan benzodiazepine (atau agen lain yang bekerja
pada sistem reseptor GABA yang sama) dan ventilasi terkontrol
4
(dalam
4
teknik yang mengecualikan nitro oksida), ketamin tidak terkait dengan
peningkatan tekanan intrakranial. Aktivitas mioklonik dikaitkan
dengan peningkatan aktivitas listrik subkortikal, yang tidak terlihat
pada EEG permukaan. Efek samping psikotomimetik yang tidak
diinginkan (misalnya, mimpi dan delirium yang mengganggu) selama
kemunculan dan pemulihan lebih jarang terjadi pada anak-anak, pada
pasien yang menggunakan benzodiazepine, atau pada mereka yang
menerima ketamin yang dikombinasikan dengan propofol dalam
teknik anestesi intravena total (TIVA).
d) Etomidat
Etomidate menekan sistem pengaktif retikuler dan meniru efek penghambatan
GABA. Secara khusus, etomidat — terutama isomer R (+) — tampaknya
berikatan dengan subunit dari reseptor GABAA, meningkatkan afinitas
reseptor untuk GABA. Etomidate mungkin memiliki efek disinhibisi pada
bagian-bagian sistem saraf yang mengontrol aktivitas motorik
ekstrapiramidal. Disinhibisi ini menawarkan penjelasan potensial untuk efek
gerakan mioklonus 30% hingga 60% dengan induksi anestesi etomidat. Dosis
induksi 0,2-0,4 mg/kg menghasilkan durasi efek hipnosis sekitar 5-15 menit,
dengan sedikit perubahan pada status kardiovaskuler pada pasien yang sehat
maupun dengan penyakit katup atau penyakit jantung iskemik. Etomidat dapat
menimbulkan nyeri saat penyuntikkan dan angka kejadian PONV yang tinggi.
Farmakokinetik
a. Absorbsi
Etomidate hanya tersedia dan hanya dapat diberikan secara pemberian
intravena dan digunakan terutama untuk induksi anestesi umum.
Terkadang juga digunakan untuk sedasi dalam sesaat sebelum
melakukan blokade retrobulbar.
b. Distribusi
Meskipun sangat terikat protein, etomidat dicirikan oleh onset aksi
yang sangat cepat dikarenakan etomidat sangat larut dalam lemak dan
fraksi non ionisasinya tinggi pada pH fisiologis. Proses redistribusi
berperan dalam lamanya durasi etomidat. Redistribusi bertanggung
jawab untuk menurunkan konsentrasi plasma ke tingkat pencerahan.
Kinetika plasma etomidat dijelaskan dengan baik oleh model dua
kompartemen.
c. Metabolisme
Enzim mikrosomal hati dan esterase plasma dengan cepat
menghidrolisis etomidat menjadi metabolit tidak aktif.
d. Distribusi
Produk akhir hidrolisis etomidat terutama diekskresikan dalam urin.
Efek pada Sistem Organ
a. Kardiovaskular
Etomidate memiliki efek minimal pada sistem kardiovaskular.
Menurunkan secara minimal tahanan pembuluh darah perifer sehingga
terjadi sedikit penurunan tekanan darah arteri. Kontraktilitas miokard
dan curah jantung biasanya tidak berubah. Etomidate tidak
melepaskan histamin.
b. Respirasi
Ventilasi lebih sedikit dipengaruhi oleh etomidate dibandingkan
dengan barbiturat atau benzodiazepin. Pada dosis induksi tidak
menyebabkan apnea kecuali bila dikombinasikan dengan opioid.
c. Cerebral
Etomidate menurunkan laju metabolisme otak, aliran darah otak, dan
tekanan intrakranial. Karena hanya sedikit mempengaruhi
kardiovaskuler, tekanan perfusi otak dipertahankan dengan baik. Mual
dan muntah pasca operasi lebih sering terjadi setelah etomidat
daripada mengikuti propofol atau induksi barbiturat. Etomidate tidak
memiliki sifat analgesik.
d. Endokrin
Dosis induksi etomidate secara sementara menghambat enzim yang
terlibat dalam sintesis kortisol dan aldosteron. Ketika diresapi untuk
sedasi di unit perawatan intensif (ICU), infus jangka panjang etomidat
dan efek etomidat dilaporkan menghasilkan penekanan adrenokortikal
yang konsisten sehingga akan dapat meningkatkan angka kematian
pada pasien yang sakit kritis (terutama septik).
e) Propofol
Propofol mengikat reseptor GABA-A, sehingga meningkatkan afinitas ikatan
GABA dengan reseptor GABA, yang akan menyebabkan hiperpolarisasi
membran saraf. Injeksi propofol IV akan menimbulkan nyeri yang dapat
dikurangi dengan pemberian injeksi lidokain sebelumnya atau dengan
mencampurkan lidokain dengan 18 ml propofol sebelum penyuntikkan.
Formulasi propofol mudah terkontaminasi dengan pertumbuhan bakteri,
sehingga harus digunakan dengan tehnik yang steril dan tidak boleh dipakai
setelah 6 jam pembukaan ampul. Induksi anestesi dengan propofol
berlangsung dengan lembut dengan hanya sedikit menimbulkan efek samping
eksitasi. Dosis 1-2,5 mg/kg (tergantung pada usia dan status fisik pasien serta
penggunaan premedikasi) menghasilkan induksi anestesi dalam waktu 30
detik. Pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler harus diberikan dosis
induksi yang lebih rendah.
Farmakokinetik
a. Absorbsi
Propofol hanya tersedia untuk pemberian intravena untuk induksi
anestesi umum dan untuk sedasi sedang hingga dalam.
b. Distribusi
Propofol memiliki onset aksi yang cepat begitu pula dengan durasinya
yang pendek pada pemberian bolus dosis tunggal dikarenakan
pendeknya distribusi waktu paruhnya (2-8 menit). Pada lansia
direkomendasikan pengurangan dosis induksi dan laju infus propofol
yang diberikan, karena Vd mereka yang lebih kecil. Pemulihan dari
propofol lebih cepat dan disertai dengan lebih sedikit "mabuk"
daripada pemulihan dari metoheksital, tiopental, ketamin, atau
etomidat. Ini membuatnya menjadi anestesi yang baik untuk operasi
rawat jalan. Usia juga merupakan faktor kunci yang menentukan
tingkat infus propofol yang diperlukan untuk TIVA. Dokter harus
memasukkan usia dan berat pasien dan konsentrasi target yang
diinginkan.
c. Metabolisme
Propofol dimetabolisme dengan cepat menjadi metabolit inaktif dan
dieksresikan melalui ginjal. Laju klirens propofol (20-30 ml/kg/mnt)
melampaui aliran darah hepar, sehingga diduga propofol juga
dimetabolisme di organ yang lain seperti paru (ekstra hepatik).
Pembersihan propofol melebihi aliran darah hati, menyiratkan adanya
metabolisme ekstrahepatik. Tingkat clearance yang sangat tinggi ini
mungkin berkontribusi untuk pemulihan cepat setelah infus terus
menerus. Konjugasi dalam hati menghasilkan metabolit tidak aktif
yang dihilangkan dengan pembersihan ginjal. Farmakokinetik
propofol tampaknya tidak dipengaruhi oleh obesitas, sirosis, atau
gagal ginjal. Penggunaan infus propofol untuk sedasi jangka panjang
pada anak- anak yang sakit kritis atau pasien bedah saraf dewasa muda
telah
dikaitkan dengan kasus lipemia sporadis, asidosis metabolik, dan
kematian, yang disebut sindrom infus propofol.
d. Ekskresi
Meskipun metabolit propofol terutama diekskresikan dalam urin,
penyakit ginjal tahap akhir tidak mempengaruhi pembersihan obat
induk.
Efek pada Sistem Organ :
Efek kardiovaskular utama dari propofol adalah penurunan
tekanan darah arteri karena penurunan resistensi vaskular sistemik
(penghambatan aktivitas vasokonstriktor simpatis), preload, dan
kontraktilitas jantung..
Propofol secara nyata merusak respons baroreflex arteri normal
terhadap hipotensi. Perubahan denyut jantung dan curah jantung
biasanya bersifat sementara dan tidak signifikan pada pasien yang
sehat, tetapi mungkin parah pada pasien pada usia ekstrem,
mereka yang menerima penghambat β-adrenergik
Propofol adalah depresan pernapasan berat yang biasanya
menyebabkan apnea setelah dosis induksi.
Propofol mengurangi aliran darah otak, volume darah otak, dan
tekanan intrakranial. Pada pasien dengan peningkatan tekanan
intrakranial, propofol dapat menyebabkan penurunan CPP (<50
mm Hg) yang kritis.
f) Fospropofol
Fospropofol adalah produk yang larut dalam air yang dimetabolisme in
vivo menjadi propofol, fosfat, dan formaldehida.
Zat ini dirilis di Amerika Serikat (2008) dan negara-negara lain
berdasarkan studi yang menunjukkan bahwa itu menghasilkan amnesia
yang lebih lengkap dan sedasi sadar yang lebih baik untuk endoskopi
daripada midazolam plus fentanyl.
Fospropofol memiliki onset yang lebih lambat dan pemulihan yang lebih
lambat daripada propofol.
g) Dexmedetomidine
Dexmedetomidine adalah agonis α2-adrenergik yang dapat digunakan untuk
ansiolisis, sedasi, dan analgesia. Sebenarnya, itu bukan anestesi pada
manusia; Namun, ahli anestesi telah menggunakannya dalam kombinasi
dengan agen
lain untuk menghasilkan anestesi. Ini juga telah digunakan dalam kombinasi
dengan anestesi lokal untuk memperpanjang blok regional. Agen ini dapat
digunakan untuk premedikasi dengan pemberian nasal (1-2 mcg / kg) atau
oral (2,5-4 mcg / kg) pada anak-anak di mana obat ini sangat baik
dibandingkan dengan midazolam oral. Paling umum, dexmedetomidine
digunakan untuk sedasi procedural (misalnya, selama prosedur kraniotomi
terjaga atau intubasi fiberoptik), sedasi ICU (misalnya, pasien berventilasi
pulih dari operasi jantung), atau sebagai suplemen untuk anestesi umum untuk
mengurangi kebutuhan opioid intraoperatif atau untuk mengurangi
kemungkinan munculnya delirium (paling sering pada anak-anak) setelah
anestesi inhalasi. Ini juga telah digunakan untuk mengobati penghentian
alkohol dan efek samping dari keracunan kokain. Biasanya, sedasi
dexmedetomidine intravena pada orang dewasa yang terjaga dimulai dengan
dosis pemuatan 1 mcg / kg yang diberikan lebih dari 5 hingga 10 menit diikuti
dengan infus pemeliharaan 0,2 hingga 1,4 mcg / kg / jam. Dexmedetomidine
memiliki redistribusi yang sangat cepat dan waktu paruh eliminasi yang
relatif singkat. Ini dimetabolisme di hati oleh sistem CYP450 dan melalui
glukuronidasi. Hampir semua metabolit diekskresikan dalam urin.
Monitoring Pasca-Operatif
Setelah perawatan pasca bedah kembali ke ruang perawatan, ICU, atau
dapat rawat jalan. Semua pasien yang tidak memerlukan ICU harus dipantau di
ruang pulih. Untuk pemantauan standard itu sesuai dengan kriteria Alderette, dan
pemantauan khusus sesuai dengan berdasarkan penemuan prabedah.
Penyebab utama tingginya morbiditas pasca anestesia yaitu analgesia yang
tidak adekuat dan hipoksia. Selian itu waspai juga PONV. Kemungkinan penyebab
hipoksia pasca anestesi adalah efek pelumpuh otot belum sepenuhnya hilang,
depresi nafas akibat opoid, kesadaran belum sepenuhnya pulih lidak jatuh ke
belakang, sekresi jalan meningkat sedangkan refleks batuk menurun, nyeri yang
memacu aktivitas simpatis, edema pada jalan nafas, sumbatan jalan nafas oleh
darah atau hematoma jaringan lunak leher, dan kelumpuhan pita suara.
BAB 3
LAPORAN KASUS
4
BAB 4
DISKUSI
4
DAFTAR PUSTAKA
1. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Chronic Pain Managament. In : Clinical
Anesthesiology, 6th ed. Lange Medical Books/McGraw-Hill, 2018.
2. Miller R, Pardo MC. Basic of anesthesia. 9th Edition. New York: elseiver; 2020.
3. American Society of Anesthesiologists (ASA). Relative Value Guide : A
Guide for Anesthesia Values. 2019
4. In American Society of Anesthesiologist. 2018. ASA Physical Status
Classification System. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441940/.
5. Longnecker ED, Brown DL, Newman MF, Zapol WM. Preparing For
Anesthesia: Premedication. Anesthesiology. McGraw-Hill Companies,Inc;
2018.
6. Katzung, Bertram G. Basic and Clinical Pharmacology 14th edition. Singapore
: Mc Graw Hill Lange. 2018
7. Hemmings, Egan. Pharmacology and Physiology for Anesthesia 2nd Edition.
Elsevier. 2018
8. Mashour, Kristin. Oxford Textbook of Neuroscience and Anaesthesiology.
Oxford. 2019
9. Yentis, Hirsch, James. Anaesthesia, Intensive Care and Perioperative Medicine
An Encyclopedia of Principlea and Practice A-Z 6th Edition. Elsevier. 2019
10. Smith, Aitkenhead. Textbook of Anaesthesia 7th Edition. Newyork :
Elsevier.2019
50