Anda di halaman 1dari 25

REGIONAL ANESTESI

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5

AHMAD ZUHDI

CUT CHANIA AGUSTIN

MUHAMMAD REZA ABDAR

RAUDHATUNNUR

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES ACEH

PRODI D-IV KEPERAWATAN

2018
BAB I
PENDAHULUAN

Seperti yang telah diketahui, setiap pasien yang akan menjalani tindakan invasif, seperti
tindakan bedah sebelumnya akan menjalani prosedur anestesi. Anestesi merupakan suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya
yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Obat yang berfungsi untuk menghilangkan nyeri terbagi ke dalam dua kategori, yaitu
analgetik dan anestesi. Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran.
Seseorang yng mengkonsumsi analgetik tidak tetap berada dalam keadaan sadar. Analgetik tidak
selalu menghilangkan seluruh rasa nyeri, tetapi selalu meringankan rasa nyeri. Beberapa jenis
anestesi menyebabkan hilangnya kesadaran, sedangkan jenis yang lainnya hanya menghilangkan
nyeri dari bagian tubuh tertentu dan pemakainya tetap sadar.
Terdapat beberapa tipe anestesi, yang pertama anestesi umum (anestesi total) yaitu
hilangnya kesadaran secara keseluruhan, anestesi lokal yaitu hilangnya rasa hanya pada daerah
tertentu yang diinginkan atau pada sebagian kecil daerah tubuh, anestesi regional yaitu hilangnya
rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf
yang berhubungan dengannya.
Pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah salah satu jenis anestesi yang hanya
melumpuhkan sebagian tubuh manusia tanpa menyebabkan hilangnya kesadaran. Obat anestesi
jenis ini bila digunakan dalam operasi pembedahan, maka setelah selesai operasi tidak membuat
lama waktu penyembuhan operasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh untuk
sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh
diblokir untuk sementara atau dapat kembali seperti semula. Fungsi motorik dapat
terpengaruh sebagian atau seluruhnya, tetapi pasien tetap dalam keadaan sadar.

B. PEMBAGIAN ANESTESI/ANALGESIA REGIONAL


1. Blok sentral atau blok neuroaksial, yang meliputi blok spinal, epidural, dan kaudal.
Tindakan ini sering dikerjakan.

2. Blok perifer atau blok saraf, yang meliputi anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok lapangan,
dan analgesia regional intravena.

C. KEUNTUNGAN ANESTESIA REGIONAL


1. Alat yang dibutuhkan tidak banyak dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif
lebih murah.

2. Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi darurat, keadaan lambung penuh)
karena penderita sadar.

3. Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.

4. Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.

5. Perawatan post operasi lebih ringan.

D. KERUGIAN ANESTESIA REGIONAL


1. Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional.

2. Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif.

3. Sulit diterapkan pada anak-anak.


4. Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.

5. Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional

E. PERSIAPAN ANESTESI REGIONAL

Persiapan anestesi regional kurang lebih sama dengan persiapan anestesi umum
karena untuk mengantisipasi terjadinya rekasi toksik pada seluruh tubuh yang bisa
berakibat fatal, perlu persiapan resusitasi. Misalnya: obat anestesi spinal/epidural masuk
ke pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya kolaps kardiovaskular sampai henti
jantung atau cardiac arrest. Juga untuk mengantisipasi terjadinya kegagalan, sehingga
operasi bisa dilanjutkan dengan anestesi umum.

BLOK SENTRAL
Blok neuroaksial meliputi anestesi spinal dan anestesi epidural, akan
menyebabkan blok simpatis, analgesia sensoris dan blok motoris (tergantung dari dosis,
konsentrasi, dan volume obat anestesi lokal tersebut).

1. Anestesi Spinal

Anestesi spinal adalah pemberian obat anesteti lokal ke dalam ruang


subarachnoid. Anestesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke
dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal (anestesi subaraknoid) disebut juga
sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Untuk mencapai cairan
serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kutis subkutis Lig.
Supraspinosum Lig. Interspinosum Lig. Flavum ruang epidural durameter
ruang subarachnoid.
Medula spinalis berada didalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan
serebrospinal, dibungkus oleh meningens yang terdiri dari duramater, lemak dan
pleksus venosus. Pada dewasa berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3.
Oleh karena itu, anestesi spinal dilakukan ruang sub arachnoid di daerah antara
vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5.

a. Indikasi Anestesi Spinal :


1) Bedah ekstremitas bawah
2) Bedah panggul
3) Tindakan sekitar rektum perineum
4) Bedah obstetrik-ginekologi
5) Bedah urologi
6) Bedah abdomen bawah
7) Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengan
anestesi umum ringan
b. Kontra Indikasi Absolut Anestesi Spinal :
1) Pasien menolak
2) Infeksi pada tempat suntikan
3) Hipovolemia berat atau syok
4) Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan
5) Tekanan intrakranial meningkat
6) Fasilitas resusitasi minimal
7) Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi
8) Terdapat perdarahan intra atau ekstra kranial

c. Kontra Indikasi Relatif Anestesi Spinal :


1) Infeksi sistemik
2) Infeksi sekitar tempat suntikan
3) Kelainan neurologis
4) Kelainan psikis
5) Prediksi bedah yang berjalan lama
6) Penyakit jantung
7) Hipovolemia ringan
8) Nyeri punggung kronik

d. Persiapan Anestesi Spinal

Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada


anastesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan
kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali
sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal
di bawah ini:
1) Informed consent
Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesia spinal
2) Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung
3) Pemeriksaan laboratorium anjuran
Hemoglobin, Hematokrit, PT (Prothrombine Time), PTT (Partial
Thromboplastine Time), BT (Bleeding Time), dan CT (Clotting Time)
e. Peralatan Anestesi Spinal
1) Peralatan monitor: tekanan darah, nadi, saturasi oksigen, dll.
2) Peralatan resusitasi
3) Jarum spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing/quinckebacock)
atau jarum spinal dengan ujung pinsil (pencil point whitecare

Gambar 2. Jenis Jarum Spinal


f. Anastetik Lokal untuk Analgesia Spinal
Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada 37º C adalah 1.003-1.008.
Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan CSS disebut isobarik. Anastetik lokal
dengan berat jenis lebih besar dari CSS disebut hiperbarik. Anastetik lokal dengan
berat jenis lebih kecil dari CSS disebut hipobarik. Anastetik lokal yang sering
digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan mencampur anastetik lokal
dengan dextrose. Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh
dengan mencampur dengan air injeksi.
Anestetik lokal yang paling sering digunakan:
1) Lidokaine (xylocain, lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik, dosis 20-100
mg (2-5 ml)

2) Lidokaine (xylocain,lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.033, sifat


hiperbarik, dosis 20-50 mg (1-2ml)

3) Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobarik, dosis 5-
20mg (1-4ml)

4) Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat
hiperbarik, dosis 5-15mg (1-3ml)

g. Teknik Anestesi Spinal

Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis
tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja
operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien.
Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan
menyebarnya obat.
1) Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri
bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat
pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain
adalah duduk.
2) Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka, misal
L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau di atasnya berisiko trauma
terhadap medula spinalis.

3) Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.

Gambar : posisi duduk dan lateral decubitus.

4) Beri anestesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2%
sebanyak 2-3 ml.

5) Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G
dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan
menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10 cc. Tusukkan
introduser sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit ke arah sefal, kemudian masukkan
jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan
jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat
duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah ke atas atau ke bawah,
untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala
pasca spinal. Setelah resistensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan
keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan
(0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum
tetap baik. Kalau yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak
keluar,

h. Penyebaran Anastetik Lokal, tergantung :


1. Faktor utama:
a. Berat jenis anestetik lokal (barisitas)
b. Posisi pasien
c. Dosis dan volume anestetik lokal
2) Faktor tambahan
a. Ketinggian suntikan
b. Kecepatan suntikan/barbotase
c. Ukuran jarum
d. Keadaan fisik pasien
e. tekanan intraabdomen

i. Komplikasi tindakan anestesi spinal


 Hipotensi berat
 Bradikardia
 Hipoventilasi
 Trauma pembuluh saraf
 Trauma saraf
 Mual-muntah
 Gangguan pendengaran
 Blok spinal tinggi atau spinal total

h. Komplikasi pasca tindakan


 Nyeri tempat suntikan
 Nyeri punggung
 Nyeri kepala karena kebocoran likuor
 Retensio urine
 Meningitis

2. Anestesi Epidural
Anestesia atau analgesia epidural adalah blokade saraf dengan menempatkan
obat di ruang epidural. Ruang ini berada di antara ligamentum flavum dan duramater.
Kedalaman ruang ini rata-rata 5 mm dan di bagian posterior kedalaman maksimal
pada daerah lumbal.
Obat anestetik lokal di ruang epidural bekerja langsung pada akar saraf spinal
yang terletak di lateral. Awal kerja anestesi epidural lebih lambat dibanding anestesi
spinal, sedangkan kualitas blokade sensorik – motorik juga lebih lemah.
a. Keuntungan epidural dibandingkan spinal :

1) Bisa segmental

2) Tidak terjadi headache post op

3) Hipotensi lambat terjadi

b. Kerugian epidural dibandingkan spinal :

1) Teknik lebih sulit

2) Jumlah obat anestesi lokal lebih besar

3) Reaksi sistemis lebih tinggi

c. Komplikasi anestesi / analgesik epidural


1) Blok tidak merata
2) Depresi kardiovaskular (hipotensi)
3) Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)
4) Mual – muntah 11
d. Indikasi anestesi epidural :

1. Untuk anestesi saja, di mana operasi tidak dipertimbangkan. Sebuah anestesi


epidural untuk menghilangkan nyeri (misalnya pada persalinan) kemungkinan
tidak akan menyebabkan hilangnya kekuatan otot, tetapi biasanya tidak cukup
untuk operasi.

2. Sebagai tambahan untuk anestesi umum. Hal ini dapat mengurangi kebutuhan
pasien akan analgesik opioid. Ini cocok untuk berbagai macam operasi, misalnya
histerektomi, bedah ortopedi, bedah umum (misalnya laparotomi) dan bedah
vaskuler (misalnya perbaikan aneurisma aorta terbuka).

3. Sebagai teknik tunggal untuk anestesi bedah. Beberapa operasi, yang paling
sering operasi caesar, dapat dilakukan dengan menggunakan anestesi epidural
sebagai teknik tunggal. Biasanya pasien akan tetap terjaga selama operasi. Dosis
yang dibutuhkan untuk anestesi jauh lebih tinggi daripada yang diperlukan untuk
analgesia.

4. Untuk analgesia pasca-operasi, di salah satu situasi di atas. Analgesik diberikan


ke dalam ruang epidural selama beberapa hari setelah operasi, asalkan kateter
telah dimasukkan.

5. Untuk perawatan sakit punggung. Injeksi dari analgesik dan steroid ke dalam
ruang epidural dapat meningkatkan beberapa bentuk sakit punggung.

6. Untuk mengurangi rasa sakit kronis atau peringanan gejala dalam perawatan
terminal, biasanya dalam jangka pendek atau menengah.
e. Anestesi epidural sebaiknya dilakukan pada :

1) Gangguan pendarahan (koagulopati) atau penggunaan obat antikoagulan


(misalnya warfarin)

2) Risiko hematoma

3) Kompresi tulang belakang

4) Infeksi dekat titik penyisipan

5) Hipovolemia

f. Penyebaran obat pada anestesi epidural tergantung :

1) Volume obat yg disuntikan

2) Usia pasien

3) Kecepatan suntikan

4) Besarnya dosis

5) Ketinggian tempat suntikan

6) Posisi pasien

7) Panjang kolumna vetebralis

g. Teknik anestesi epidural


Pengenalan ruang epidural lebih sulit dibanding dengan ruang subarakhnoid.
1) Posisi pasien saat tusukan seperti pada analgesia spinal.

2) Tusukan jarum epidural biasanya dilakukan pada ketinggian L3-4.

3) Jarum yang digunakan ada 2 macam, yaitu:


a) Jarum ujung tajam (Crawford)
b) Jarum ujung khusus (Tuohy)
3. Anestesia Kaudal
Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural, karena kanalis
kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan di ruang kaudal
melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutup oleh ligamentum sakrokoksigeal tanpa
tulang yang analog dengan gabungan antara
ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, dan ligamentum flavum. Ruang
kaudal berisi saraf sakral, pleksus venosus, felum terminale dan kantong dura.
a. Indikasi Anestesi Kaudal
Bedah daerah sekitar perineum, anorektal misalnya hemoroid, fistula paraanal.
b. Kontra indikasi Anestesi Kaudal
Seperti analgesia spinal dan analgesia epidural
c. Teknik Anestesia Kaudal :
1) Posisi pasien terlungkup dengan simfisis diganjal (tungkai dan kepala lebih
rendah dari bokong) atau dekubitus lateral, terutama wanita hamil.

2) Dapat menggunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter vena
ukuran 20-22 pada pasien dewasa. Untuk dewasa biasa digunakan volum 12-
15 ml (1-2 ml/ segmen)

3) Identifikasi hiatus sakralis dengan menemukan kornu sakralis kanan dan kiri
dan spina iliaka superior posterior. Dengan menghubungkan ketiga tonjolan
tersebut diperoleh hiatus sakralis.

4) Setelah dilakukan tindakan a dan antisepsis pada daerah hiatus sakralis,


tusukkan jarum mula-mula 90o terhadap kulit. Setelah diyakini masuk kanalis
sakralis, ubah jarum jadi 450-600 dan jarum didorong sedalam 1-2 cm.
Kemudian suntikan NaCl sebanyak 5 ml secara agak cepat sambil meraba
apakah ada pembengkakan di kulit untuk menguji apakah cairan masuk
dengan benar di kanalis kaudalis.

4. Anestesi Spinal Total


Anestesi spinal total ialah anestesi spinal intratekal atau epidural yang naik
sampai di atas daerah servikal. Anestesi ini biasanya tidak disengaja, pasien batuk-
batuk, dosis obat berlebihan, terutama pada analgesia epidural dengan posisi pasien
yang tidak menguntungkan.
Tanda-tanda klinis:
1) Tangan kesemutan

2) Lidah kesemutan
3) Napas berat

4) Mengantuk kemudian tidak sadar

5) Bradikardi dan hipotensi berat

6) Henti napas

7) Pupil midriasi.
Walaupun saraf phrenikus mungkin terkena blokade namun henti napas
lebih disebabkan oleh hipoperfusi pusat kendali napas. Kejadian ini timbul segera
setelah tindakan atau setelah 30-45 menit kemudian. Kejadian ini bersifat
sementara namun apabila tidak ditanggulangi dapat mengakibatkan henti jantung
yang dapat merenggut nyawa pasien. Pengenalan dini anestesia spinal total ini
amat penting agar pertolongan dapat segera dilakukan.
Tindakan terhadap anestesi spinal total ini adalah dengan menaikkan curah
jantung, infus cairan koloid 2-3 L, menaikkan kedua tungkai, kendalikan
pernapasan dengan O2 100% kalau perlu dengan intubasi dan intubasi ini dapat
dilakukan dengan mudah karena telah terjadi relaksasi otot maksimal, beri atropin
untuk melawan bradikardi dan beri efedrin untuk melawan hipotensi.
Efek Fisiologis Blok Neuroaksial
1. Efek Kardiovaskuler:

a. Akibat dari blok simpatis, akan terjadi penurunan tekanan darah


(hipotensi). Efek simpatektomi tergantung dari tinggi blok. Pada spinal, 2-
6 dermatom di atas level blok sensoris, sedangkan pada epidural, terjadi
blok pada level yang sama.
b. Hipotensi dapat dicegah dengan pemberian cairan (pre-loading) untuk
mengurangi hipovolemia relatif akibat vasodilatasi sebelum dilakukan
spinal/epidural anestesi, dan apabila telah terjadi hipotensi, dapat diterapi
dengan pemberian cairan dan vasopressor seperti efedrin.
c. Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok pada cardioaccelerator fiber
di T1-T4), dapat menyebabkan bradikardi sampai cardiac arrest.
2. Efek Respirasi

a. Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok lebih dari dermatom T5)
mengakibatkan hipoperfusi dari pusat nafas di batang otak dan menyebabkan
terjadinya respiratory arrest.

b. Bisa juga terjadi blok pada nervus phrenicus sehingga menyebabkan gangguan
gerakan diafragma dan otot perut yg dibutuhkan untuk inspirasi dan ekspirasi.

3. Efek Gastrointestinal:

a. Mual muntah akibat blok neuroaksial sebesar 20%, sehingga menyebabkan


hiperperistaltik gastrointestinal akibat aktivitas parasimpatis dikarenakan oleh
simpatis yg terblok. Hal ini menguntungkan pada operasi abdomen karena
kontraksi usus dapat menyebabkan kondisi operasi maksimal.

BLOK PERIFER

1. Anestesi Lokal
Anestesi lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila digunakan
secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup. Obat bius lokal bekerja
pada tiap bagian susunan saraf.
Anestesi lokal ialah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau blokade
lorong natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi
sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer.
Anestetik lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf
secara spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf.
a. Persyaratan obat yang boleh digunakan sebagai anestesi lokal :
1) Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen

2) Batas keamanan harus lebar


3) . Efektif dengan pemberian secara injeksi atau penggunaan setempat pada
membran mukosa

4) Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu
yang yang cukup lama

5) Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap
pemanasan.

Anestesi lokal sering kali digunakan secara parenteral (injeksi) pada


pembedahan kecil di mana anestesi umum tidak perlu atau tidak diinginkan. Di
Indonesia, yang paling banyak digunakan adalah lidokain dan bupivakaine.
Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium (sodium-channel),
mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium
sehingga tidak terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya, tidak terjadi
konduksi saraf.
Potensi dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut makin poten.
Ikatan dengan protein (protein binding) mempengaruhi lama kerja dan konstanta
dissosiasi (pKa) menentukan awal kerja.
Konsentrasi minimal anestetika lokal (analog dengan MAC, minimum
alveolar concentration) dipengaruhi oleh:
1) Ukuran, jenis dan mielinisasi saraf

2) pH (asidosis menghambat blokade saraf)

3) Frekuensi stimulasi saraf

Awal kerja bergantung beberapa faktor, yaitu:

 pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi meningkat


dan dapat menembus membrane sel saraf sehingga menghasilkan mula kerja cepat

 Alkalinisasi anestetika lokal membuat awal kerja cepat

 Konsentrasi obat anestetika lokal


Lama kerja dipengaruhi oleh:

 Ikatan dengan protein plasma karena reseptor anestetika lokal adalah protein

 Dipengaruhi oleh kecepatan absorpsi

 Dipengaruhi oleh banyaknya pembuluh darah perifer di daerah pemberian

Efek samping terhadap sistem tubuh


1. Sistem kardiovaskular:
b. Depresi automatisasi miokard

c. Depresi kontraktilitas miokard

d. Dilatasi arteriolar

e. Dosis besar dapat menyebabkan disritmia/kolaps sirkulasi


2. Sistem pernafasan:
a. Relaksasi otot polos bronkus

b. Henti nafas akibat paralisis saraf frenikus

c. Paralisis interkostal

d. Depresi langsung pusat pengaturan nafas


3. Sistem saraf pusat:
a. Parestesia lidah

b. Pusing

c. Tinitus

d. Pandangan kabur

e. Agitasi

f. Depresi pernafasan

g. Tidak sadar

h. Konvulsi
i. Koma
4. Imunologi
a. Reaksi alergi

 Komplikasi lokal
1. Terjadi ditempat suntikan berupa edema, abses, nekrosis dan gangrene.
2. Komplikasi infeksi hampir selalu disebabkan kelainan tindakan asepsis dan antisepsis.
3. Iskemia jaringan dan nekrosis karena penambahan vasokonstriktor yang disuntikkan
pada daerah dengan end-artery.
 Komplikasi sistemik
1. Manifestasi klinis umumnya berupa reaksi neurologis dan kardiovaskuler.
2. Pengaruh pada korteks serebri dan pusat yang lebih tinggi adalah berupa perangsangan
sedangkan pengaruh pada pons dan batang otak berupa depresi.
3. Pengaruh kardiovaskuler adalah berupa penurunan tekanan darah dan depresi
miokardium serta gangguan hantaran listrik jantung.

 Infiltrasi Lokal
Penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan sekitar tempat lesi
 Blok Lapangan (Field Block)
Infiltrasi sekitar lapangan operasi (contoh, untuk ekstirpasi tumor kecil)
 Analgesia Permukaan (Topikal)
Obat analgetika lokal dioles atau disemprot di atas selaput mukosa
 Analgesia Regional Intravena (Bier Block)
Anestesi jenis ini dapat dikerjakan untuk bedah singkat sekitar 45 menit pada
lengan atau tungkai. Biasanya dikerjakan untuk orang dewasa dan pada lengan.
Teknik analgesia regional intravena:
1. Pasang kateter vena (venocath) pada kedua punggung tangan. Pada sisi tangan
atau lengan yang akan dibedah digunakan untuk memasukkan obat anestetik
lokal, sedangkan sisi lain untuk memasukkan obat-obat yang diperlukan
seandainya terjadi kegawatan atau diperlukan cairan infus.
2. Eksanguinasi (mengurangi darah) pada sisi lengan yang akan dibedah dengan
menaikkan lengan dan peraslah lengan secara manual atau dengan bantuan
perban elastik (eshmark bandage) dari distal ke proksimal. Tindakan ini untuk
mengurangi sirkulasi darah dan tentunya dosis obat.
3. Pasang pengukur tekanan darah pada lengan atas seperti akan mengukur
tekanan darah biasa dengan torniket atau manset ganda dan bagian proksimal
dikembangkan dahulu sampai 100 mmHg di atas tekanan sistolik supaya
darah arteri tidak masuk ke lengan dan tentunya juga darah vena tidak akan
masuk ke sistemik. Perban elastik dilepaskan.

4. Suntikkan lidokain atau prilokain 0,5% 0,6 ml/kg (bupivakain tidak


dianjurkan karena toksisitasnya besar) melalui kateter di punggung tangan dan
kalau untuk tungkai lewat vena punggung kaki dosis 1-1,2 ml/kg. Analgesia
tercapai dalam waktu 5-15 menit dan pembedahan dapat dimulai.

5. Setelah 20-30 menit atau kalau pasien merasa tak enak atau nyeri pada
torniket, kembangkan manset distal dan kempiskan manset proksimal.

6. Setelah pembedahan selesai, deflasi manset dilakukan secara bertahap, buka


tutup selang beberapa menit untuk menghindari keracunan obat. Pada bedah
sangat singkat, untuk mencegah keracunan sistemik, torniket harus tetap
dipertahankan selama 30 menit untuk memberi kesempatan obat keluar vena
menyebar dan melekat ke seluruh jaringan sekitar. Untuk tungkai jarang
dikerjakan karena banyak pilihan lain yang lebih mudah dan aman seperti
blok spinal, epidural, atau kaudal.

Beberapa anastetik lokal yang sering digunakan :


1. Kokain dalam bentuk topikal semprot 4 % untuk mukosa jalan nafas atas. Lama
kerja 2 – 30 menit.

2. Prokain untuk infiltrasi larutan: 0,25-0,5 %, blok saraf: 1-2 %, dosis 15


mg/kgBB dan lama kerja 30-60 menit.

3. Lidokain konsentrasi efektif minimal 0,25 %, infiltrasi, mula kerja 10 menit,


relaksasi otot cukup baik. Kerja sekitar 1 – 1,5 jam tergantung konsentrasi
larutan.
4. Bupivakaine konsentrasi efektif minimal 0,125 %, mula kerja lebih lambat
dibanding lidokain, tetapi lama kerja sampai 8 jam.
BAB III
KESIMPULAN

Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan tungkai bawah, panggul,
dan perineum. Anestesi ini juga digunakan pada keadaan khusus seperti bedah endoskopi
urologi, bedah rektum, perbaikan fraktur tulang panggul, bedah obstetri, dan bedah anak.
Anestesi spinal pada bayi dan anak kecil dilakukan setelah bayi ditidurkan dengan anestesi
mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat dilakukan pungsi lumbal, bakteremia,
hipovolemia berat (syok), koagulopati, dan peningkatan tekanan intrakranial. Kontraindikasi
relatif meliputi neuropati, nyeri punggung, penggunaan obat-obatan praoperasi golongan AINS
(antiinflamasi nonsteroid seperti aspirin, novalgin, parasetamol), heparin subkutan dosis rendah,
dan pasien yang tidak stabil.
Istilah epidural sering pendek untuk anestesi epidural, suatu bentuk anestesi regional
yang melibatkan injeksi obat melalui kateter ditempatkan ke dalam ruang epidural. Injeksi dapat
menyebabkan keduanya kehilangan sensasi (anestesi) dan hilangnya rasa sakit (analgesia),
dengan menghalangi transmisi sinyal melalui saraf di dalam atau dekat tulang belakang.
Menyuntikkan obat ke dalam ruang epidural terutama dilakukan untuk analgesia. Hal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan sejumlah teknik yang berbeda dan untuk berbagai alasan. Selain
itu, beberapa efek samping-epidural analgesia mungkin bermanfaat dalam keadaan tertentu
(misalnya, vasodilatasi mungkin bermanfaat jika pasien menderita penyakit pembuluh darah
perifer). Ketika kateter dimasukkan ke ruang epidural, sebuah infus kontinyu dapat
dipertahankan selama beberapa hari, jika diperlukan.
Analgesia kaudal sebenarnya sama dengan anestesia epidural, karena kanalis kaudalis
adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat di tempatkan di ruang kaudal melalui hiatus
sakralis. Hiatus sakralis ditutup oleh ligamentum sakrokogsigeal tanpa tulang yang analog
dengan gabungan antara ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, dan
ligamentum flavum. Ruang kaudal berisi saraf sakral, pleksus venosus, felum terminale dan
kantong dura.
DAFTAR PUSTAKA

Boulton TB, Blogg CE. 1994. Anestesiologi. Edisi 10. Jakarta: EGC

Dobson, MB. 1994. Penuntun Praktis Anestesi. Jakarta: EGC

Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. 2009. Petunjuk Anestesiologi: Edisi Kedua. Jakarta:
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UI

Miller RD. 2000. Anesthesia. Edisi Kelima. Chruchill Livingstone. Philadelphia

Morgan, E. 2006. Clinical Anesthesiology. Edisi Keempat. McGraw-Hill Company

Muhiman M, Thaib R, Sunatrio S, Dahlan R. Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan


Terapi Intensif FK UI

Mulroy MF. 1996. Regional Anesthesia, An Illistrated Procedural Guide. Edisi Kedua. Boston:
Little Brown Company

Robyn Gymrek, MD. 2010. Regional Anesthesia at www.emedicine.com

Werth, M. Pokok-pkok Anestesi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai