Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

ANESTESI REGIONAL

Disusun oleh:

Anggi Indra Kusuma


1102016024

Pembimbing:

Dr. Rizky Ramadhan, Sp.An

KEEPANITRAAN KLINIK STASE ANESTESI FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS YARSI 2020/20201
BAB I
PENDAHULUAN

Istilah anestesi dimunculkan pertama kali oleh dokter Oliver Wendell Holmes
(1809-1894) berkebangsaan Amerika, diturunkan dari dua kata Yunani: An berarti
tidak, dan Aesthesis berarti rasa atau sensasi nyeri. Secara harfiah berarti ketiadaan
rasa atau sensasi nyeri. Dalam arti yang lebih luas, anestesi berarti suatu keadaan
hilangnya rasa terhadap suatu rangsangan. Obat yang digunakan dalam menimbulkan
anesthesia disebut sebagai anestetik, dan kelompok ini dibedakan dalam anestetik
umum dan anestetik lokal. Anestesi umum bekerja di Susunan Saraf Pusat, sedangkan
anestetik lokal bekerja langsung pada Serabut Saraf di Perifer.
Pemberian anestetikum dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan rasa
nyeri baik disertai atau tanpa disertai hilangnya kesadaran. Seringkali anestesi
dibutuhkan pada tindakan yang berkaitan dengan pembedahan. Anestetikum yang
diberikan pada hewan akan membuat hewan tidak peka terhadap rasa nyeri sehingga
hewan menjadi tenang, dengan demikian tindakan diagnostik, terapeutik, atau
pembedahan dapat dilaksanakan lebih aman dan lancer. Tujuan Anastesi Umum
adalah Anestesi umum menjamin hidup pasien, yang memungkinkan operator
melakukan tindakan bedah dengan leluasa dan menghilakan rasa nyeri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI
a) Tulang Belakang ( Columna Vertebralis )

Gambar 1. Anatomi tulang punggung

Tulang belakang (Columna Vertebralis). Tulang belakang merupakan


penopang tubuh utama. Terdiri atas jejeran tulang-tulang belakang (vertebrae).
Di antara tulang-tulang vertebrae terdapat discus invertebralis merupakan tulang
rawan yang membentuk sendi yang kuat dan elastis. Discus invertebralis
memungkinkan tulang belakang bergerak ke segala arah. Jika dilihat dari
samping, tulang belakang membentuk lekukan leher (cervix), lekukan dada
(thorax), lekukan pinggul (lumbal), dan lekukan selangkang (sacral).

b) Medulla Spinalis

Medulla spinalis berada dalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan


serebrospinalis, dibungkus meningen (Duramater, lemak dan pleksus venosus).
Pada dewasa berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3 dan sakus
duralis berakhir setinggi S2. Medulla spinalis diperdarahi oleh a. spinalis anterior
dan a. spinalis posterior.

Gambar2. Anatomi Medulla Spinalis


c) Lapisan jaringan punggung
Untuk mencapai cairan serebrospinalis, maka jarum suntik akan menembus
kulit: Kulit  Subkutis  Ligamentum Supraspinosum  Ligamentum
interspinosum  Ligamentum Flavum  Ruang Epidural  Duramater 
Ruang Subarakhnoid.

d) Cairan Serebrospinal
Cairan serebrospinal merupaka ultrafiltrasi dari plasma yang berasal dari
pleksus arteria koroidalis yang terletak di ventrikel 3-4 dan lateral. Cairan jernih
ini tak bewarna mengisi ruang subarachnoid dengan jumlah total 100-150 ml,
sedangkan yang dipunggung sekitar 24-45 ml.

2.2 DEFINISI
Analgesia regional adalah tindakan analgesia yang dilakukan dengan cara
menyuntikkan obat anestetika lokal pada lokasi serat saraf yang menginervasi regio
tertentu, yang menyebabkan hambatan konduksi impuls aferen yang bersifat
temporer. Dapat pula di definisikan sebagai penggunaan obat analgetik lokal untuk
menghambat impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara pada impuls saraf sensorik,
sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversibel).
Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya. Tetapi pasien tetap
sadar.

2.3 PERSIAPAN ANASTESI REGIONAL


Persiapan anestesi regional sama dengan persiapan anestesi umum karena untuk
mengantisipasi terjadinya reaksi toksik sistemik yang bisa berakibat fatal, perlu
persiapan resusitasi. Misalnya: obat anestesi spinal/epidural masuk ke pembuluh
darah → kolaps kardiovaskular sampai cardiac arrest. Juga untuk mengantisipasi
terjadinya kegagalan, sehingga operasi bisa dilanjutkan dengan anestesi umum. Selain
itu perlu diperhatikan hal-hal dibawah ini:
 Informed Consent (Izin dari pasien).
 Pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang
punggung dan lain-lainnya.
 Pemeriksaan laboratorium anjuran, misalnya hemoglobin, hematokrit,
prothrombine time dan partial trombloplastine time.
2.4 KLASIFIKASI ANESTESI/ANALGESIA REGIONAL

1. Blok Sentral (Blok Neuroaksial)

Blok neuroaksial akan menyebabkan blok simpatis, analgesia sensoris dan blok
motoris (tergantung dari dosis, konsentrasi, dan volume obat anestesi lokal). Blok
sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan kaudal. Tindakan
ini sering dikerjakan.
a. Anestesi Spinal
Anestesi spinal (intratekal, intradural, subdural, subarachnoid) ialah
pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal
diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang
subarachnoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok
spinal intradural atau blok intratekal.
Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus
kutis  subkutis  Lig. Supraspinosum  Lig. Interspinosum  Lig. Flavum
 ruang epidural  durameter  ruang subarachnoid.

Gambar 4. Anestesi Spinal

 Indikasi:
1.  Bedah ekstremitas bawah
2.  Bedah panggul
3.  Tindakan sekitar rektum perineum
4.  Bedah obstetrik-ginekologi
5.  Bedah urologi
6.  Bedah abdomen bawah
7.  Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan
dengan anestesi umum ringan
 Kontra indikasi absolut:
1.  Pasien menolak
2.  Infeksi pada tempat suntikan
3.  Hipovolemia berat, syok
4.  Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan
5.  Tekanan intrakranial meningkat
6.  Fasilitas resusitasi minim
7.  Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.
 Peralatan analgesia spinal
1.      Peralatan monitor: tekanan darah, nadi, saturasi oksigen, dll.
2.      Peralatan resusitasi
3.      Jarum spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing/quinckebacock) atau
jarum spinal dengan ujung pinsil (pencil point whitecare)

Gambar 5. Jarum Spinal

Anestetik lokal yang paling sering digunakan:


1. Lidokaine (xylocain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik, dosis
20-100mg (2-5ml)
2. Lidokaine (xylocain,lignokain) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis
1.033, sifat hyperbarik, dosis 20-50 mg (1-2ml)
3. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobarik,
dosis 5-20mg (1-4ml)
4. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027,
sifat hiperbarik, dosis 5-15mg (1-3ml).
 Teknik analgesia spinal
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis
tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja
operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien.
Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan
menyebarnya obat.
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus.
Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang
stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah
teraba. Posisi lain adalah duduk.

Gambar 6. Posisi Duduk dan Lateral Decubitus

2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka, misal
L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma
terhadap medula spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3ml
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G
dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G
dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc.
Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal, kemudian
masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika
menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar
dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas
atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat
timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi menghilang, mandarin
jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat
dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk
meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau yakin ujung jarum spinal pada posisi
yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90º biasanya likuor keluar.
Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter.

Gambar 7. Tusukan Jarum pada Anestesi Spinal


b. Anestesi Epidural

Anestesia atau analgesia epidural adalah blokade saraf dengan menempatkan obat
di ruang epidural (peridural, ekstradural). Ruang ini berada diantara ligamentum
flavum dan duramater. Kedalaman ruang ini rata-rata 5mm dan dibagian posterior
kedalaman maksimal pada daerah lumbal.
Obat anestetik lokal diruang epidural bekerja langsung pada akar saraf spinal
yang terletak dilateral. Awal kerja anestesi epidural lebih lambat dibanding anestesi
spinal, sedangkan kualitas blokade sensorik-motorik juga lebih lemah.

Gambar 8. Anestesi Epidural

Indikasi analgesia epidural:


1. Untuk analgesia saja, di mana operasi tidak dipertimbangkan. Sebuah anestesi
epidural untuk menghilangkan nyeri (misalnya pada persalinan) kemungkinan
tidak akan menyebabkan hilangnya kekuatan otot, tetapi biasanya tidak cukup
untuk operasi.
2. Sebagai tambahan untuk anestesi umum. Hal ini dapat mengurangi kebutuhan
pasien akan analgesik opioid. Ini cocok untuk berbagai macam operasi, misalnya
histerektomi, bedah ortopedi, bedah umum (misalnya laparotomi) dan bedah
vaskuler (misalnya perbaikan aneurisma aorta terbuka).
3. Sebagai teknik tunggal untuk anestesi bedah. Beberapa operasi, yang paling
sering operasi caesar, dapat dilakukan dengan menggunakan anestesi epidural
sebagai teknik tunggal. Biasanya pasien akan tetap terjaga selama operasi. Dosis
yang dibutuhkan untuk anestesi jauh lebih tinggi daripada yang diperlukan untuk
analgesia.
4. Untuk analgesia pasca-operasi, di salah satu situasi di atas. Analgesik diberikan
ke dalam ruang epidural selama beberapa hari setelah operasi, asalkan kateter
telah dimasukkan.
5. Untuk perawatan sakit punggung. Injeksi dari analgesik dan steroid ke dalam
ruang epidural dapat meningkatkan beberapa bentuk sakit punggung.
6. Untuk mengurangi rasa sakit kronis atau peringanan gejala dalam perawatan
terminal, biasanya dalam jangka pendek atau menengah.

Pengenalan ruang epidural lebih sulit dibanding dengan ruang subarakhnoid.


 Posisi pasien saat tusukan seperti pada analgesia spinal.

 Tusukan jarum epidural biasanya dilakukan pada ketinggian L3-4.

 Jarum yang digunakan ada 2 macam, yaitu:

a) jarum ujung tajam (Crawford)

b) jarum ujung khusus (Tuohy)

 Untuk mengenal ruang epidural digunakan banyak teknik. Namun yang paling
populer adalah teknik hilangnya resistensi dan teknik tetes tergantung.

a) Teknik hilangnya resistensi (loss of resistance)


Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastik rendah resistensi
yang diisi oleh udara atau NaCl sebanyak ± 3ml. Setelah diberikan anestetik
lokal pada tempat suntikan, jarum epidural ditusuk sedalam 1-2 cm. Kemudian
udara atau NaCl disuntikkan perlahan dan terputus-putus. Sembari mendorong
jarum epidural sampai terasa menembus jaringan keras (ligamentum flavum)
yang disusul hilangnya resistensi. Setelah yakin ujung jarum berada dalam
ruang epidural, lakukan uji dosis (test dose)
b) Teknik tetes tergantung (hanging drop)
Persiapan sama seperti teknik hilangnya resistensi, tetapi pada teknik ini
menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl sampai terlihat ada tetes Nacl
yang menggantung. Dengan mendorong jarum epidural perlahan secara
lembut sampai terasa menembus jaringan keras yang kemudian disusul oleh
tersedotnyatetes NaCl ke ruang epidural. Setelah yakin, lakukan uji dosis (test
dose)
 Uji dosis (test dose)

Uji dosis anestetik lokal untuk epidural dosis tunggal dilakukan setelah ujung
jarum diyakini berada dalam ruang epidural dan untuk dosis berulang (kontinyu)
melalui kateter. Masukkan anestetik lokal 3 ml yang sudah bercampur adrenalin
1:200.000.
 Tak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak jarum sudah
benar
 Terjadi blokade spinal, menunjukkan obat sudah masuk ke ruang
subarakhnoid karena terlalu dalam.
 Terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%, kemungkinan obat masuk vena
epidural.
7. Dosis maksimal dewasa muda sehat 1,6 ml/segmen yang tentunya bergantung
pada konsentrasi obat. Pada manula dan neonatus dosis dikurangi sampai 50%
dan pada wanita hamil dikurangi sampai 30% akibat pengaruh hormon dan
mengecilnya ruang epidural akibat ramainya vaskularisasi darah dalam ruang
epidural.
8. Uji keberhasilan epidural
Keberhasilan analgesia epidural :
a. Tentang blok simpatis diketahui dari perubahan suhu.
b. Tentang blok sensorik dari uji tusuk jarum.
c. Tentang blok motorik dari skala bromage

Anestetik lokal yang digunakan untuk epidural


1. Lidokain (Xylokain, Lidonest)
Umumnya digunakan 1-2%, dengan mula kerja 10 menit dan relaksasi otot baik.
0.8% blokade sensorik baik tanpa blokade motorik.
1.5% lazim digunakan untuk pembedahan.
2% untuk relaksasi pasien berotot.
2. Bupivakain (Markain)
Konsentrasi 0.5% tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam. Volum yang
digunakan <20ml.

Tabel 1. Obat Anestesi Epidural

Komplikasi:
1. Blok tidak merata
2. Depresi kardiovaskuler (hipotensi)
3. Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)
4. Mual-muntah

c. Anestesi Kaudal
Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural, karena kanalis
kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan di ruang
kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutup oleh ligamentum
sakrokoksigeal tanpa tulang yang analog dengan gabungan antara ligamentum
supraspinosum, ligamentum interspinosum, dan ligamentum flavum. Ruang kaudal
berisi saraf sakral, pleksus venosus, felum terminale dan kantong dura.

Indikasi: Bedah daerah sekitar perineum, anorektal misalnya hemoroid, fistula


paraanal.
Kontra indikasi: Seperti analgesia spinal dan analgesia epidural.
Teknik anesthesia kaudal:
1. Posisi pasien terlungkup dengan simfisis diganjal (tungkai dan kepala lebih rendah
dari bokong) atau dekubitus lateral, terutama wanita hamil.
2. Dapat menggunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter vena ukuran 20-
22 pada pasien dewasa.
3. Untuk dewasa biasa digunakan volum 12-15 ml (1-2 ml/ segmen)
4. Identifikasi hiatus sakralis dengan menemukan kornu sakralis kanan dan kiri dan
spina iliaka superior posterior. Dengan menghubungkan ketiga tonjolan tersebut
diperoleh hiatus sakralis.
5. Setelah dilakukan tindakan a dan antisepsis pada daerah hiatus sakralis, tusukkan
jarum mula-mula 90o terhadap kulit. Setelah diyakini masuk kanalis sakralis, ubah
jarum jadi 450-600 dan jarum didorong sedalam 1-2 cm. Kemudian suntikan NaCl
sebanyak 5 ml secara agak cepat sambil meraba apakah ada pembengkakan di kulit
untuk menguji apakah cairan masuk dengan benar di kanalis kaudalis.

Gambar 7. Anestesi Kaudal


2. Blok Perifer (Blok Saraf)
Anestesi lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila digunakan
secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup. Obat bius lokal bekerja
pada tiap bagian susunan saraf.Anestesi lokal ialah obat yang menghasilkan blockade
koduksi atau blockade lorong natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap
rangsang transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer.
Anestetik lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara
spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf.

 Persyaratan obat yang boleh digunakan sebagai anestesi lokal:

1. Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen


2. Batas keamanan harus lebar
3. Efektif dengan pemberian secara injeksi atau penggunaan setempat pada
membran mukosa
4. Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu
yang yang cukup lama
5. Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap
pemanasan.

Anestesi lokal sering kali digunakan secara parenteral (injeksi) pada pembedahan
kecil dimana anestesi umum tidak perlu atau tidak diinginkan. Di Indonesia, yang
paling banyak digunakan adalah lidokain dan bupivakain.

 Mekanisme kerja

Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium (sodium channel),
mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium
sehingga tidak terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya, tidak terjadi
konduksi saraf.Potensi dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut makin
poten. Ikatan dengan protein (protein binding) mempengaruhi lama kerja dan
konstanta dissosiasi (pKa) menentukan awal kerja.

 Konsentrasi minimal anestetika lokal (analog dengan MAC, minimum alveolar


concentration) dipengaruhi oleh:

1. Ukuran, jenis dan mielinisasi saraf


2. pH (asidosis menghambat blokade saraf)
3. Frekuensi stimulasi saraf

 Beberapa anastetik lokal yang sering digunakan :

1. Kokain : dalam bentuk topikal semprot 4% untuk mukosa jalan nafas atas.
Lama kerja 2-30 menit.
2. Prokain: untuk infiltrasi larutan: 0,25-0,5%, blok saraf: 1-2%, dosis
15mg/kgBB dan lama kerja 30-60 menit.
3. Lidokain: konsentrasi efektf minimal 0,25%, infiltrasi, mula kerja 10 menit,
relaksasi otot cukup baik. Kerja sekitar 1-1,5 jam tergantung konsentrasi
larutan.
4. Bupivakain: konsentrasi efektif minimal 0,125%, mula kerja lebih lambat
dibanding lidokain, tetapi lama kerja sampai 8 jam.

 Komplikasi obat anestesi lokal

Obat anestesi lokal, melewati dosis tertentu merupakan zat toksik, sehingga untuk
tiap jenis obat anestesi lokal dicantumkan dosis maksimalnya. Komplikasi dapat
bersifat lokal atau sistemik
Komplikasi lokal :

1. Terjadi ditempat suntikan berupa edema, abses, nekrosis dan gangrene.

2. Komplikasi infeksi hampir selalu disebabkan kelainan tindakan asepsis dan


antisepsis.

3. skemia jaringan dan nekrosis karena penambahan vasokonstriktor yang


disuntikkan pada daerah dengan arteri buntu.

Komplikasi sistemik :

1. Manifestasi klinis umumnya berupa reaksi neurologis dan kardiovaskuler

2. Pengaruh pada korteks serebri dan pusat yang lebih tinggi adalah berupa
perangsangan sedangkan pengaruh pada pons dan batang otak berupa depresi.

3. Pengaruh kardiovaskuler adalah berupa penurunan tekanan darah dan depresi


miokardium serta gangguan hantaran listrik jantung.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dobson, M.B.,ed. Dharma A., Penuntun Praktis Anestesi. EGC, Jakarta , 1994
2. Ganiswara, Silistia G. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy Pharmacology).
Alih Bahasa: Bagian Farmakologi FKUI. Jakarta, 1995
3. Latief SA, dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. Jakarta, 2010
4. Morgan GE, Mikhail MS. Clinical Anesthesiology. 4th ed. Appleton & Lange.
Stamford, 1996
5. Sabiston, DC. Buku Ajar Bedah Bagian 1. EGC, Jakarta, 1995
6. Soerasdi E., Satriyanto M.D., Susanto E. Buku Saku Obat-Obat Anesthesia Sehari-
hari. Bandung, 2010
7. Werth, M. Pokok-Pokok Anestesi. EGC, Jakarta, 2010
8. Miller, Ronald D., 1939-Basics of anesthesia/Ronald D. Miller, Manuel C. Pardo
Jr. – 6th ed.p. ; cm. Rev. ed. of: Basics of anesthesia/Robert K. Stoelting and Ronald
D. Miller. 5th ed. c2007.

Anda mungkin juga menyukai