Disusun Oleh :
Anggi Indra Kusuma 1102016024
Pembimbing:
dr. Asyraf, Sp, Pd
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik dengan
karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif
nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap
partikel atau gas yang berbahaya.
Prevalensi pasti COPD di seluruh dunia sebagian besar tidak diketahui, tetapi
perkiraan bervariasi dari 7-19%. Penelitian The Burden of Obstructive Lung Disease
(BOLD) menemukan prevalensi global sebesar 10,1%. Pria ditemukan memiliki
prevalensi 11,8% dan wanita 8,5%. Jumlahnya bervariasi di berbagai wilayah di dunia.
Cape Town, Afrika Selatan, memiliki prevalensi tertinggi, mempengaruhi 22,2% pria
dan 16,7% wanita.
PPOK yang merupakan penyakit kronis gangguan aliran udara merupakan
penyakit yang tidak sepenuhnya dapat disembuhkan. Gangguan aliran udara ini
umumnya bersifat progresif dan persisten serta berkaitan dengan respon radang yang
tidak normal dari paru akibat gas atau partikel yang bersifat merusak. Namun serangan
akut PPOK dapat dicegah dengan menghindari faktor-faktor pemicu serangan akut
tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI
B. DEFINISI
D. PATOFISIOLOGI
Mediator inflamasi
Sel inflamasi PPOK ditandai dengan pola tertentu peradangan yang melibatkan
neutrofil, makrofag, dan limfosit. Sel-sel ini melepaskan mediator inflamasi dan
berinteraksi dengan sel-sel struktural dalam saluran udara dan parenkim paru-paru.
• Neutrofil: meningkat dalam dahak perokok. Peningkatan neutrophil pada PPOK
sesuai dengan beratnya penyakit. Neutrofil ditemukan sedikit pada jaringan.
Keduanya mungkin berhubungan dengan hipersekresi lendir dan pelepasan
protease.
• Makrofag: banyak ditemukan di lumen saluran napas, parenkim paru dan cairan
bronchoalveolar lavage (BAL). Berasal dari monosit yang mengalami diferensiasi
di jaringan paru. Makrofag meningkatkan mediator inflamasi dan protease pada
pasien PPOK sebagai respon terhadap asap rokok dan menunjukkan fagositosis
yang tidak sempurna.
• Limfosit T: sel CD4+ dan CD8+ meningkat pada dinding saluran napas dan
parenkim paru, dengan peningkatan rasio CD8+: CD4+. Peningkatan sel T CD8+
(Tc1) dan sel Th1 yang mensekresikan interferon- dan mengekspresikan reseptor
kemokin CXCR3, mungkin merupakan sel sitotoksik untuk sel-sel alveolar yang
berkontribusi terhadap kerusakan alveolar.
• Limfosit B meningkat dalam saluran napas perifer dan folikel limfoid sebagai
respon terhadap kolonisasi kuman dan infeksi saluran napas
• Eosinofil meningkat di dalam sputum dan dinding saluran napas selama
eksaserbasi.
• Sel epitel: mungkin diaktifkan oleh asap rokok sehingga menghasilkan mediator
inflamasi.5,9
Berbagai macam mediator inflamasi yang telah terbukti meningkat pada pasien PPOK
menarik sel inflamasi dari sirkulasi (faktor kemotaktik), menguatkan proses inflamasi
(sitokin pro inflamasi), dan mendorong perubahan struktural (faktor pertumbuhan).
• Faktor kemotaktik:
Lipid mediator: misalnya, leukotriene B4 (LTB4) menarik neutrofil dan limfosit
T
• Kemokin: misalnya, interleukin-8 (IL-8) menarik neutrofil dan monosit.Sitokin
proinflamasi: misalnya tumor necrosis factor-α (TNF-α), IL-1β, dan IL-6
memperkuat proses inflamasi dan berkontribusi terhadap efek sistemik PPOK.
• Faktor pertumbuhan: misalnya, TGF-ß dapat menyebabkan fibrosis pada saluran
napas perifer.
Tabel 2. Perubahan patologis pada PPOK
Sensitivitas pemeriksaan fisik dalam mendeteksi PPOK ringan hingga sedang relatif
buruk, namun tanda fisik cukup spesifik dan sensitif untuk penyakit berat. Temuan
pada penyakit parah meliputi:
• Takipnea dan gangguan pernapasan dengan aktivitas sederhana
• Penggunaan otot pernafasan tambahan dan penggambaran paradoks dari ruang
interkostal bawah (tanda Hoover)
• Sianosis
• Denyut nadi jugularis tinggi (JVP)
• Edema perifer
ANAMNESIS
• Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
• Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
• Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
• Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah
(BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi
udara
• Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
• Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
PEMERIKSAAN FISIK
1. Inspeksi
- Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup / mencucu)
- Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan
edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
2. Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
3. Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah,
hepar terdorong ke bawah
4. Auskultasi
- Suara napas vesikuler normal, atau melemah
- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
- Ekspirasi memanjang
- Bunyi jantung terdengar jauh
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Spirometri
• Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP
(%).
• Obstruksi : % VEP1 (VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) <
75%
• VEP1 % merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit
• Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter
walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20% .
• Klasifikasi PPOK berdasarkan hasil pengukuran FEV1 dengan spirometri
setelah pemberian bronkodilator dibagi menjadi GOLD 1, 2, 3, dan 4.
Pengukuran spirometri harus memenuhi kapasitas udara yang dikeluarkan
secara paksa dari titik inspirasi maksimal (Forced Vital Capacity (FVC)),
kapasitas udara yang dikeluarkan pada detik pertama (Forced Expiratory
Volume in one second (FEV1)), dan rasio kedua pengukuran tersebut
(FEV1/FVC).
Pemeriksaan Radiologi
Rontgen dada posteroanterior dan lateral adalah bagian standar dari evaluasi
klinis subjek dengan PPOK. Pekerjaan sebelumnya oleh beberapa kelompok telah
menghasilkan beberapa kriteria yang diusulkan untuk mendeteksi emfisema :
1. Peningkatan radiolusensi bidang paru-paru
2. Perataan diafragma
3. Bayangan vaskular meruncing
4. Peningkatan ruang udara retrosternal
5. Pelebaran ruang interkostal
6. Siluet jantung lebih sempit dan vertikal.
Bronkitis kronis dikaitkan dengan peningkatan tanda bronkovaskular dan
kardiomegali. Dengan komplikasi hipertensi pulmonal, bayangan vaskular hilus
menonjol, dengan kemungkinan pembesaran ventrikel kanan dan opasitas di ruang
udara retrosternal bawah.
G. TATALAKSANA
Tujuan dari penatalaksanaan PPOK adalah untuk meningkatkan status
fungsional dan kualitas hidup pasien dengan mempertahankan fungsi paru yang
optimal, memperbaiki gejala, dan mencegah kekambuhan eksaserbasi. Saat ini, tidak
ada pengobatan selain transplantasi paru yang terbukti secara signifikan meningkatkan
fungsi paru-paru atau menurunkan angka kematian; namun, terapi oksigen (bila sesuai)
dan berhenti merokok dapat mengurangi mortalitas. Setelah diagnosis PPOK
ditegakkan, penting untuk mendidik pasien tentang penyakit tersebut dan mendorong
partisipasi aktifnya dalam terapi.
Berhenti Merokok
Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam
mengurangi risiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresivitas penyakit.
Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok 5A:
• Ask (Tanyakan)
Mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan.
• Advise (Nasihati)
Dorongan kuat pada semua perokok untuk berhenti merokok.
• Assess (Nilai)
Keinginan untuk usaha berhenti merokok (misal: dalam 30
hari ke depan).
• Assist (Bimbing)
Bantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan konseling praktis,
merekomendasikan penggunaan farmakoterapi.
• Arrange (Atur)
Buat jadwal kontak lebih lanjut.
Bronkodilator
a) Bronkodilator
1. Mirza S, et al. COPD Guidelines: A Review of the 2019 GOLD Report. Mayo
Clin Proc. 2018 Oct. 93 (10):1488-1502. [Medline].
2. GOLD. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and Prevention: A
Guide for Healthcare Professionals. 2017 ed. Sydney: Global Initiative for
Chronic Obstructive Lung Disease Inc.; 2017.
3. Kementerian Kesehatan RI. Petunjuk Teknis Penerapan Pendekatan Praktis
Kesehatan Paru Di Indonesia. Jakarta: Jenderal Pengendalian Penyakit Dan
Penyehatan Lingkungan; 2015.
4. Snell, Richard S. Anatomi Klinik ed. 6. EGC : Jakarta. 2006.
5. George R. Washko, M.D. Diagnostic Imaging in COPD. Semin Respir Crit
Care Med. 2017 June ; 31(3): 276–285. doi:10.1055/s-0030-1254068.
6. David A et al. CT-Definable subtypes of chronic Obstructive Pulmonary
Disease: A Statement of the Fleischner Society. Radiology: Volume 277:
Number 1—October 2015
7. Zab Mosenifar, MD, FACP, FCCP. Chronic obstructive pulmonary disease
(COPD) treatment and management. 2020.
https://emedicine.medscape.com/article/297664-treatment
8. Kristiningrum E,. Farmokoterapi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK).
Departemen Medical PT Kalbe Darma Jakarta 2019 : CDK-275/ vol. 46 no. 4
th. 2019
9. Yawn Barbara P, et al. GOLD in Practice: Chronic Obstructive Pulmonary
Disease Treatment and Management in the Primary Care Setting. 2021. Int J
Chron Obstruct Pulmon Dis; 16: 289–299
10. BCGuidelines.ca: Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD): Diagnosis
and Management (2017)