Pembimbing
dr. Muhammad Rizal, Sp.An
Latar Belakang
Anestesi berasal dari bahasa Yunani yaitu “An” yang berarti tidak dan “Aesthesis” yang berarti rasa
atau sensasi. Sehingga anestesia berarti suatu keadaan hilangnya rasa atau sensasi tanpa atau disertai
dengan hilangnya kesadaran. Anestesi adalah keadaan tanpa rasa tetapi bersifat sementara dan akan
kembali kepada keadaan semula, karena hanya merupakan penekanan kepada fungsi atau aktivitas
jaringan syaraf baik lokal maupun umum. Pada dasarnya prinsip anastesi mencangkup 3 hal yaitu:
anestesi dapat menghilangkan rasa sakit (analgesia), menghilangkan kesadaran (sedasi) dan juga relaksasi
otot (relaksan) yang optimal agar operasi dapat berjalan dengan lancar.
Latar Belakang
Anestesi spinal bertujuan utama memblok saraf sensoris untuk menghilangkan sensasi nyeri. Namun
anestesi spinal juga memblok saraf motorik sehingga mengakibatkan paresis/paralisis di miotom yang
selevel dengan dermatom yang diblok.
General anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit secara sentral disertai hilangnya
kesadaran (reversible). Tindakan general anestesi terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan adalah
general anestesi dengan teknik intravena anestesi dan general anestesi dengan inhalasi yaitu dengan face
mask (sungkup muka) dan dengan teknik intubasi yaitu pemasangan endotrecheal tube atau gabungan
keduanya inhalasi dan intravena.4
Latar Belakang
Appendisitis merupakan proses peradangan akut maupun kronis yang terjadi pada apendiks
vemiformis oleh karena adanya sumbatan yang terjadi pada lumen apendiks.
Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu
(sumbatan di lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa), dan keluhan hilang
setelah apendiktomi.
Tinjauan Pustaka : Appendisitis
Appendisitis merupakan proses peradangan akut maupun kronis yang terjadi pada apendiks
vemiformis oleh karena adanya sumbatan yang terjadi pada lumen apendiks.
Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu
(sumbatan di lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa), dan keluhan hilang
setelah apendiktomi.
Tinjauan Pustaka : Appendisitis
Tinjauan Pustaka : Appendisitis
Tinjauan Pustaka : Appendisitis
Tinjauan Pustaka : SAB
Anestesi spinal disebut juga spinal analgesia atau sub-arachnoid nerve block oleh karena
memasukkan obat anestesi lokal ke dalam ruangan subarakhnoid untuk menghasilkan blok saraf yang
akan menyebabkan hilangnya aktivitas sensoris, motoris, dan otonom yang bersifat reversibel.
Penyuntikan obat anestesi lokal biasanya dilakukan di daerah lumbal pada tingkat di bawah medula
spinalis berakhir (L2), pada L3-L4 atau L2-L3, bisa dengan posisi duduk ataupun miring.
Tinjauan Pustaka : SAB
Tinjauan Pustaka : SAB
Anestesi spinal umumnya digunakan untuk prosedur bedah melibatkan daerah epigastrium kebawah
atau pembedahan daerah tubuh yang dipersyarafi cabang T4 kebawah yaitu, abdomen bagian bawah,
panggul, rectum-perineum, obstetric ginekologi, urologi dan ekstremitas bawah.
Tinjauan Pustaka : SAB
Kontraindikasi Absolut Kontraindikasi Relatif
1. Pasien menolak 1. Infeksi sistemik (sepsis,
a. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri bantal kepala,selain
enak untuk pasienjuga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar
b. Penusukan jarum spinal dapat dilakukan pada L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau
d. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3ml.
Tinjauan Pustaka : SAB
e. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G dapat langsung
digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum
yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit
kearah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut.
Setelah resensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi
obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk
f. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir) dengan
Anestesi umum adalah keadaan tidak sadar tanpa nyeri yang reversible akibat pemberian obat-
obatan, serta menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh secara sentral. Teknik anestesi umum dapat
dilakukan dengan anestesi inhalasi, anestesi intravena, ataupun kombinasi kedua teknik tersebut.
Teknik general anestesi inhalasi yang dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat anestesi
inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui alat atau mesin anestesi langsung
ke udara inspirasi. Bebebrapa obat anestesi inhalasi seperti: Halothan, isofluran, sevofluran, desfluran,
Nitrous Oksida.
Tinjauan Pustaka : GETA
Intubasi trakea adalah tindakan memasukkan pipa trakea kedalam trakea melalui rima glotis,
sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea.
Tindakan intubasi trakea merupakan salah satu teknik anestesi umum inhalasi, yaitu memberikan
kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas atau cairan yang mudah menguap melalui alat/mesin
Indikasi intubasi trakhea sangat bervariasi dan umumnya digolongkan sebagai berikut :
1) Menjaga patensi jalan nafas oleh sebab apapun : Kelainan anatomi, bedah khusus, bedah posisi
3) Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi : Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut terbuka
maksimal dan lidah dijulurkan maksimal menurut Mallampati dibagi menjadi 4 gradasi.
Tinjauan Pustaka : GETA
Tinjauan Pustaka : GETA
Ada beberapa kondisi yang diperkirakan akan mengalami kesulitan pada saat dilakukan intubasi, antara lain :
3) Kelainan kongenital : Piere Robin Syndrome, Syndrom Collin teacher, atresi laring, Syndrom Goldenhar, disostosis
kraniofasial
4) Benda asing
6) Obesitas
7) Extensi leher yang tidak maksimal: Artritis rematik, spondilosis arkilosing, halo traction
8) Variasi anatomi: Mikrognatia, prognatisme, lidah besar, leher pendek, gigi moncong
Tinjauan Pustaka : GETA
Pemberian anestesi dimulai dengan tindakan untuk membuat pasien dari sadar
menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan
pembedahan, tergantung lama operasinya, untuk operasi yang waktunya pendek
mungkin cukup dengan induksi saja. Tetapi untuk operasi yang lama, kedalaman
anestesi perlu dipertahankan dengan memberikan obat terus-menerus dengan
dosis tertentu, hal ini disebut maintenance atau pemeliharaan, setelah tindakan
selesai pemberian obat anestesi dihentikan dan fungsi tubuh penderita dipulihkan,
periode ini disebut pemulihan/recovery.
Tinjauan Pustaka : GETA
Seperti pada induksi, pada fase maintenance juga dapat dipakai obat inhalasi atau intravena. Obat
intravena bisa diberikan secara intermitten atau continuous drip. Kadang-kadang dipakai gabungan
obat inhalasi dan intravena agar dosis masing-masing obat dapat diperkecil. Untuk operasi-operasi
tertentu diperlukan anestesi umum sampai tingkat kedalamannya mencapai trias anestesi.
Tinjauan Pustaka : GETA
Pada tahap pemulihan, maka anestesi diakhiri dengan menghentikan pemberian obat anestesi, pada
anestesi inhalasi bersamaan dengan penghentian obat anestesi aliran oksigen dinaikkan, hal ini disebut
oksigenasi. Dengan oksigenasi maka oksigen akan mengisi tempat yang seblumnya ditempati oleh obat
anestesi inhalasi di alveoli yang berangsur-angsur keluar mengikuti udara ekspirasi.
Tinjauan Pustaka : GETA
Skoring Pemulihan
Aldrete Score
Identitas Pasien
Nama : Nn. NA
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 21 tahun
Berat badan : 50 kg
Alamat :-
Pekerjaan : Perawat
Agama : Islam
Diagnosa Pra Anestesi : Appendicitis kronik
Jenis Pembedahan : Appendectomy
Tanggal Operasi : 16 Juni 2022
Jenis Anestesi : Sub Arachnoid Blok (SAB) dan General Endo Tracheal Anasthesia (GETA)
Pengkajian Medis Pasien : Subjektif
Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah
Anamnesis Terpimpin:
Pasien perempuan usia 21 tahun masuk RS dengan keluhan nyeri perut kanan
bawah yang dirasakan sejak 6 hari lalu sebelum masuk RS, sebelumnya pasien
pernah di rawat di RS Bhayangkara selama 5 hari dengan keluhan yang sama.
Keluhan Lain :
Demam (+) hilang timbul, mual (+), muntah (+), pusing (-), nyeri ulu hati
(-), BAK dan BAB biasa.
Pengkajian Medis Pasien : Subjektif
Toraks Abdomen
Inspeksi : Simetris bilateral Inspeksi : Tampak datar
Palpasi : Vokal fremitus kiri = kanan Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Perkusi : Sonor (+) di kedua lapang paru Perkusi : Tympani (+)
Auskultasi :Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/- Palpasi : Nyeri tekan (+) regio kanan bawah
Jantung Ekstremitas
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak Akral hangat (+/+), oedem (-/-), CRT (<2 detik)
Palpasi : Ictus cordis tak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ I/II murni, reguler
Pengkajian Medis Pasien : Objektif
B1 (Breath) B2 (Blood)
Gigi palsu (-), Gigi goyang (-) gigi Ompong (-) Konjungtiva anemis (-/-), TD : 118/75 mmHg,
gigi lubang (-) Mallampati Score : 1. Leher akral hangat, HR : 114 x/menit irama regular
pendek (-) Airway paten (tidak ada sumbatan) kuat angkat, BJ I/II murni reguler, murmur (-)
inspeksi thorax: jejas (-), benjolan (-), kelainan
bentuk (-). Auskultasi thorax: RR: 20 x/menit,
didapatkan bunyi pernapasan Vesikuler +/+.
Bunyi nafas tambahan : Rhonki -/-, Wheezing
-/-, snoring (-), Gurgling (-), Stridor (-).
Pengkajian Medis Pasien : Objektif
B3 (Brain) B5 (Bowel)
Kesadaran compos mentis GCS 15 (E4V5M6), Refleks Abdomen :
Cahaya Langsung dan Tidak Langsung +/+, Suhu 37,5oC, Inspeksi : tampak datar, kesan normal,
Defisit neurologis (-), VAS : 3-4 Auskultasi : peristaltik (+), kesan normal,
Palpasi : nyeri tekan (+) regio iliaca dextra, tidak
B4 (Bladder) teraba massa,
BAK (+) biasa, masalah pada sistem renal/endokrin (-). Perkusi : tympani (+) pada seluruh lapang abdomen.
Hasil Rujukan
HbsAg Non reaktif Non reaktif
Anti HCV Non reaktif Non reaktif
Pemeriksaan
Elektrolit
(16/06/2022)
Tensi, nadi, pernapasan, aktivitas motorik. Pada pasien tekanan darah 125/78
mmhg, nadi 120 x/menit, dan laju respirasi 20 x/menit, saturasi oksigen 100 %.
Aldrete Score (General Anestesi) Skor ≥ 8 tanpa nilai 0 dari hasil monitoring
boleh pindah ruangan. Pada pasien didapatkan skor 10.
Pembahasan
subarachnoid dan general anestesi. Anestesi spinal disebut juga spinal analgesia atau sub-arachnoid nerve
block oleh karena memasukkan obat anestesi lokal ke dalam ruangan subarakhnoid untuk menghasilkan blok saraf yang akan menyebabkan
hilangnya aktivitas sensoris, motoris, dan otonom yang bersifat reversibel. Anestesi spinal umumnya digunakan untuk prosedur bedah
melibatkan daerah epigastrium kebawah atau pembedahan daerah tubuh yang dipersyarafi cabang T4 kebawah yaitu, abdomen bagian
bawah, panggul, rectum-perineum, obstetric ginekologi, urologi dan ekstremitas bawah. Sedangkan General anestesi merupakan tindakan
Sebelum dilakukan tindakan operasi, dilakukan evaluasi pra-anestesia yang meliputi anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk menentukan status fisik ASA dan risiko operasi.
Pada pasien ini termasuk ASA II E karena pasien dengan Appendicitis Kronik yang memerlukan tindakan
secepatnya.
Penambahan "E" menunjukkan operasi Darurat : (Keadaan darurat didefinisikan sebagai tanda jika
terjadi penundaan dalam perawatan pasien akan menyebabkan peningkatan yang signifikan dalam
Pre-operasi menjelaskan kepada pasien anastesi yang akan dilakukan tindakan pembedahan dan
menjelaskan kepada keluarga mengenai resiko-resiko dari teknik anastesi, meminta pasien untuk tidak
memakai gigi palsu (jika ada) serta perhiasan, memasang cairan infus 1 line yaitu Ringer Laktat,
menggunakan tranfusi set dan abbocath 18 G. Pada persiapan periopeatif dilakukan juga puasa sebelum
operasi. Puasa preoperatif pada pasien pembedahan bertujuan untuk mengurangi volume lambung tanpa
menyebabkan rasa haus dan dehidrasi. Puasa preoperatif yang disarankan menurut ASA adalah 6 jam
untuk makanan ringan, 8 jam untuk makanan berat dan 2 jam untuk air putih. Puasa preoperatif yang
lebih lama akan berdampak pada kondisi pasien preoperatif serta pascaoperatif.
Pembahasan
Pada pasien ini menjalani puasa sekitar ± 6 jam sebelum operasi dilakukan (makan terakhir pukul
07.00 WITA). Hal ini sudah sesuai teori dimana anjuran puasa perioperative adalah selama 6-8 jam
sebelum operasi.
Pembahasan
Pada saat sebelum operasi, pasien diberikan premedikasi terlebih dahulu. Premedikasi yang
(IV). Konsentrasi 4 mg/2ml dalam 1 Ampul 2 ml, dosis 0,05-01 mg/kgBB Ondansentron, sebagai anti
emetik, suatu antagonis selektif 5-HT3, menghambat serotonin dan bekerja berdasarkan
mekanisme sentral dan perifer. Mekanisme sentral dengan mempertinggi ambang rangsang muntah
di chemoreceptor trigger zone. Mekanisme perifer dengan menurunkan kepekaan saraf vagus
terminalis di visceral yang menghantar impuls eferen dari saluran cerna ke pusat muntah. Onset 30
menit, dengan durasi 3 jam. Pada pasien ini diberikan ondancentron 4 mg (IV) untuk
mendapatkan efek emetik sehingga pasien tidak merasakan mual ataupun muntah saat dilakukan
Pada pasien ini dilakukan anastesi regional yaitu spinal anastesi sesuai dengan salah satu
indikasi dilakukannya tindakan anastesi spinal yaitu bedah abdomen bagian bawah. Keuntungan
anestesi regional adalah penderita tetap sadar, sehingga refleks jalan napas tetap terpelihara.
Anestesi spinal merupakan teknik anestesi yang aman, terutama pada operasi di daerah umbilikus
ke bawah. Waktu prosedur analgesia spinal juga lebih singkat, relatif mudah, dan efek analgesia
lebih nyata (kualitas blok motorik dan sensorik yang baik), serta mulai kerja dan masa pulih yang
Persiapan anestesi spinal pada dasarnya seperti persiapan pada anestesia umum. Daerah
sekitar tempat tusukan diperiksa untuk menilai apakah ada kesulitan, misalnya ada kelainan
anatomis tulang punggung (scoliosis atau kifosis) atau pasien yang memiliki berat badan lebih
(obesitas) sehingga sulit meraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan informed
consent atau izin dari pasien dan keluarga, kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui
anestesia spinal, memberikan informasi tentang tindakan anestesi spinal meliputi pentingnya
Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi daerah kulit tempat penyuntikan untuk menyingkirkan
adanya kontraindikasi seperti infeksi. Pemeriksaan laboratorium anjuran : Darah lengkap. Pasien ini
sudah menyetujui untuk dilakukan tindakan anestesi spinal. Pada pemeriksaan fisik tidak
ditemukan adanya kelainan bentuk pada tulang belakang ataupun fraktur ditulang belakang.
Pada pemeriksaan laboratorium darah lengkap didapatkan kadar hemoglobin 10.5 g/dL, Leukosit
7 x103/ul, Eritrosit 3.8 x106/ul, Hematokrit 32 %, Trombosit 302 x103/ul, GDS 74 mg/dl.
Pembahasan
Perlengkapan tindakan anestesi spinal harus disiapkan secara lengkap untuk monitor pasien
(tekanan darah, nadi, oksimetri dan EKG), pemberian anestesi umum, dan tindakan resusitasi. Jarum
spinal (Spinocan) dan obat anestesi spinal juga harus disiapkan. Jarum spinal memiliki permukaan
yang rata dengan stilet di dalam lumennya dan ukuran 16G sampai dengan 30G. Pada pasien ini
Pada pasien digunakan obat anestesi golongan amida yaitu Bupivacain 0,5% dengan dosis
12,5 mg dicampur dengan Morfin 0,05 mg via spinocan 26 G. Ada dua golongan besar obat
anesthesi regional berdasarkan ikatan kimia, yaitu golongan ester dan golongan amida. Keduanya
hampir memiliki cara kerja yang sama namun hanya berbeda pada struktur ikatan kimianya.
Mekanisme kerja anestesi lokal ini adalah menghambat pembentukan atau penghantaran impuls
saraf. Tempat utama kerja obat anestesi ini adalah di membran sel. Obat anestesi yang sering
dipakai adalah bupivakain. Lidokain 5% sudah ditinggalkan karena mempunyai efek neurotoksisitas,
sehingga bupivacain menjadi pilihan utama untuk anestesi spinal saat ini. Bupivacaine memiliki
potensi 3-4 kali dari lidokain dan lama kerjanya 2-5 kali dari lidokain. Dosis maksimal 2 mg/kg BB.
Pembahasan
Penggunaan Morfin untuk premedikasi, analgesic, anastesi, pengobatan nyeri yang berjaitan
dengan iskemia miokard, dan dipsnea yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri dan edema
paru. Dosis sebagai analgetik : iv 2,5-15 mg, im 2,5-20 mg, Po 10-30 mg, rectal 10-20 mg setiap 4
jam. Dosis untuk induksi : iv 1 mg/kg, awitan aksi : iv < 1 menit, im 1-5 menit, lama aksi : 2-7 jam.
Pembahasan
Pada pukul 14.15 WITA didapatkan adhesi intestine pada saat dalam proses berjalannya
operasi Appendectomy sehingga pasien lanjutkan dengan general anestesi dengan menggunakan
ETT. General anestesi merupakan tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). General anestesi menyebabkan mati rasa karena
obat ini masuk ke jaringan otak dengan tekanan setempat yang tinggi. Selama masa induksi
pemberian obat bius harus cukup untuk beredar di dalam darah dan tinggal di dalam jaringan
tubuh. Beberapa teknik general anestesi inhalasi adalah Endotrakea Tube (ETT) dan Laringeal Mask
Airway (LMA).
Pembahasan
Induksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai tercapainya stadium pembedahan
yang selanjutnya diteruskan dengan tahap pemeliharaan anestesi untuk mempertahankan atau
memperdalam stadium anestesi setelah induksi. Induksi pada pasien ini dilakukan dengan General
Propofol memiliki efek induksi yang cepat, dengan distribusi dan eliminasi yang cepat. Selain itu
juga propofol dapat menghambat transmisi neuron yang hancur oleh GABA. Obat anestesi ini
mempunyai efek kerjanya yang cepat dan dapat dicapai dalam waktu 30 detik. Terlepas dari hasil
konflik dalam literatur, Ada bukti klinis bahwa propofol memiliki efek anti kejang dan dianggap
sebagai obat yang aman untuk sedasi, induksi dan pemeliharaan anestesi umum pada anak- anak
Pada pasien ini digunakan ETT dengan cuff nomor 7. Pemasangan ETT pada pasien ini 1 kali
dilakukan. Setelah pasien di intubasi dengan mengunakan endotrakheal tube, maka dialirkan
sevoflurane 1,5 vol %. Koefisien partisi dari darah/gas sevoflurane adalah 0,69 yang secara teoritis
memungkinkan obat ini menginduksi dalam waktu singkat dan terjadi pemulihan yang cepat pula
setelah obatnya dihentikan. Dibandingkan dengan isoflurane, pemulihan sevoflurane bisa lebih
Pada pasien ini, saat sebelum operasi diberikan cairan Ringer laktat 500 cc dan saat berjalan
operasi pasien diberikan cairan ringer Laktat 1500 cc. Total pemberian cairan 2000 cc.
Berdasarkan keterangan tersebut, maka Estimasi Blood Volume (EBV) 3250 cc. Pendarahan
Operasi berlangsung selama 3 jam 15 menit. Pasien kemudian dipindahkan ke ruang pemulihan
(Recovery Room) dilakukan pemantauan di ruang recovery room. Pada saat di recovery room
pasien diberikan Drips Ibuprofen 400 mg dalam 100 ml NaCl 0,9% sebanyak 15 TPM. Saat di
evaluasi selama 2 jam di dapatkan tekanan darah 125/78, nadi 120 kali permenit, pernafasan 20 x
permenit, Aldrete Score nilainya 10 sehingga pasien dapat di pindahkan ke ruangan. Dimana nilai
rujukan Aldrete Score (General Anestesi) Skor ≥ 8 tanpa nilai 0 dari hasil monitoring boleh pindah
Kesimpulan
1) Berdasarkan hasil pra operatif dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
tersebut, maka dapat di simpulkan status pasien pra anestesi American Society of Anestesiology
(ASA) pada pasien dikategorikan sebagai pasien ASA PS kelas II E . Dimana pasien memiliki
2) Pada pasien ini dilakukan jenis anestesi dengan regional anastesi dengan Teknik Spinal dimana
sesuia dengan salah satu indikasi dilakannya tindakan anastesi spinal yaitu bedah bedah
abdomen bagian bawah. Dan juga general anestesi akibat pada saat jalannya operasi
Appendectomy didapatkan adhesi intestine sehingga untuk digunakan general anestesi unutk
meniadakan kesadaran tanpa nyeri yang reversible akibat pemberian obat-obatan, serta
3) Setelah operasi selesai pasien di pindahkan ke Recovery room dan dilakukan monitoring sampai
keadaan pasien stabil dan dilakukan penilaian, Aldtere Score dengan hasil 8 sehingga pasien