Anda di halaman 1dari 14

KONSEP TEORI ANESTESI

A. Pengertian
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunanian-"tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi,
kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Anestesiologiadalah cabang ilmu kedokteran yang mendasri berbagai tindakan meliputi
pemberian anestesi maupun analgetik, pengawasan keselamatan pasien di operasi maupun
tindakan lainnya, bantuan hidup (resusitasi), perawatan intensif pasien gawat, pemberian terapi
inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun.

B. Skala Resiko
“American Society of Anaesthesiologists” (ASA) menetapkan sistem penilaian yang membagi
status fisik penderita ke dalam lima kelompok.
Golongan Status Fisik
Tidak ada gangguan organic, biokimia dan psikiatri, misalnya penderita
I dengan hernia inguinalis tanpa kelainan lain, orang tua sehat dan bayi
muda yang sehat.
Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan disebabkan oleh
penyakit yang akan dibedah, misalnya penderita dengan obesitas,
II
penderita bronchitis dan penderita DM ringan yang akan menjalani
apendektomi
Penyakit sistemik berat, misalnya penderita DM dengan komplikasi
III
pembuluh darah dan datang dengan appendicitis akut
Penyakit gangguan sistemik berat yang membahayakan jiwa yang tidak
IV selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan, missal insufisiensi koroner
atau MCI
Keadaan terminal dengan kemungkinan hidup kecil, pembedahan
V dilakukan sebagai pilihan terakhir, missal penderita syok berat karena
perdarahan akibat kehamilan di luar uterus yang pecah.

C. PembagianAnestesi
1) Anestesi Umum
 Adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran
dan dapat pulih kembali (reversible). Komponen trias anestesi ideal terdiri dari hipnotik,
analgesia dan relaksasi otot.
Cara pemberian anestesi umum:
a) Parenteral (intramuscular/intravena) :Digunakan untuk tindakan yang singkat atau
induksi anestesi.
b) Perektal :Dapat dipakai pada anak untuk induksi anestesi atau tindakan singkat.
c) AnestesiInhalasi :Yaitu anestesi dengan menggunakan gas atau cairan anestesi yang
mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetik melalui udara pernapasan. Zat
anestetik yang digunakan berupa campuran gas (denganO 2 ) dan konsentrasi zat
anestetik tersebut tergantung dari tekanan parsialnya.
Stadium Anestesi
a) Stadium I
Stadium I (analgesi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya
kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat analgesi
(hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi
kelenjar dapat dilakukan pada stadium ini
b) Stadium II
Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya kesadaran dan
refleks bulu mata sampai pernapasan kembali teratur.
c) Stadium III
Stadium III (pembedahan) dimulai dengan tcraturnya pernapasan sampai pernapasan
spontan hilang. Stadium I I I dibagi menjadi 4 plana yaitu:
 Plana 1 : Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi gerakan
bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil midriasis, refleks cahaya ada,
lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada, dan belum tercapai
relaksasi otot lurik yang sempurna. (tonus otot mulai menurun).
 Plana 2 : Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak menurun, frekuensi
meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi di tengah, pupil midriasis, refleks
cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang, dan refleks laring hilang sehingga
dikerjakan intubasi.
 Plana 3 : Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis,
lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan peritoneum tidak
ada, relaksasi otot lurik hampir sempuma (tonus otot semakin menurun).
 Plana 4 : Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis total,
pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks sfmgter ani dan kelenjar air
mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempuma (tonus otot sangat menurun).
d) Stadium IV
Stadium IV (paralisis medula oblongata) dimulai dengan melemahnya pernapasan
perut dibanding stadium III plana 4. pada stadium ini tekanan darah tak dapat diukur,
denyut jantung berhenti, dan akhirnya terjadi kematian. Kelumpuhan pernapasan pada
stadium ini tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan.

Obat-obat anestesi umum


1) Tiopenthal :
 Bubuk berbau belerang, berwarna kuning, dalam ampul 500/1000 mg. Dilarutkan
dengan aquades sampai konsentrasi 2,5%. Dosis 3-7 mg/kgBB.
 Melindungi otak oleh karena kekurangan O2.
 Sangat alkalis, nyeri hebat dan vasokonstriksi bila disuntikkan ke arteri yang
menyebabkan nekrosis jaringan sekitar.
2) Propofol:
 Dalam emulsi lemak berwarna putih susu, isotonic, dengan kepekatan 1%. Dosis
induksi 2-2,5 mg/kgBB, rumatan 4-12mg/kgBB/jam, sedasi perawatan intensif
0,2mg/kgBB. Pengenceran hanya dengan Dextrosa 5%.
 Dosis dikurangi pada manula, dan tidak dianjurkan pada anak dibawah 3 thn dan ibu
hamil.
3) Ketamin:
 Kurang disenangi karena sering takikardi, HT, hipersalivasi, nyeri kepala. Paska
anestesi mual, muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk. Dosis bolus iv
1-2mg/kgBB, im 3-10mg/kgBB.
 Dikemas dalam cairan bening kepekatan 5%, 10%, 1%.
4) Opioid:
 Diberikan dosis tinggi, tak menggangu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan
untuk pasien dengan kelainan jantung.
 Untuk induksi dosis 20-50mg/kgBB, rumatan dosis 0,3-1 mg/kgBB/mnt.

Untuk memberikan cairan dalam waktu singkat dapat digunakan vena-vena di punggung tangan,
di dalam pergelangan tangan, lengan bawah atau daerah kubiti. Pada anak kecil dan bayi digunakan
punggung kaki, depan mata kaki atau di kepala. Bayi bari lahir digunakan vena umbilikus.

2) Anestesi Lokal/Regional
 Adalah tindakan menghilangkan nyeri/sakit secara lokal tanpa disertai hilangmya
kesadaran.
Pemberian anestetik lokal dapat dengan tekhnik:
a) Anestesi Permukaan : pengolesan atu penyemprotan analgetik lokal diatas selaput
mukosa, seperti mata, hidung atau faring.
b) AnestesiInfiltrasi :penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan
disekitar tempat lesi, luka dan insisi.
c) Anestesi Blok :Penyuntikan analgetik lokal langsung ke saraf utama atau pleksus
saraf. Hal ini bervariasi dari blokade pada saraf tunggal, misal saraf oksipital dan
pleksus brachialis, anestesi spinal, anestesi epidural, dan anestesi kaudal. Pada
anestesi spinal, anestesi lokal disuntikkan ke ruang subarakhnoid.
 Anestesi Spinal
merupakan tipe blok konduksi saraf yang luas dengan memasukkan anestesi
local dalam rung subarachnoid di tingkat lumbal (biasanya L4 dan L5). Cara ini
menghasilkan anesthesia pada ekstermitas bawah, perenium dan abdomen
bawah.Untuk prosedur fungsi lumbal, pasien dibaringkan miring dalam posisi
lutut-dada.Teknik steril diterapkan saat melakukan fungsi lumbal dan medikasi
disuntikkan melalui jarum.Segera setelah penyuntikan, pasien dibaringkan
terlentang. Jika diinginkan tingkat blok yang secara relative tinggi, maka kepala
dan bahu pasien diletakkan lebih rendah.
Indikasi anestesi spinal
 Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan tungkai bawah,
panggul, dan perineum. Anestesi ini juga digunakan pada keadaan khusus seperti
bedah endoskopi, urologi, bedah rectum, perbaikan fraktur tulang panggul, bedah
obstetric, dan bedah anak. Anestesi spinal pada bayi dan anak kecil dilakukan
setelah bayi ditidurkan dengan anestesi umum.
Kontraindikasi anestesi spinal
 Kontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat dilakukan pungsi
lumbal, bakteremia, hipovolemia berat (syok), koagulopati, dan peningkatan
tekanan intracranial. Kontraindikasi relatf meliputi neuropati, prior spine surgery,
nyeri punggung, penggunaan obat-obatan preoperasi golongan AINS, heparin
subkutan dosis rendah, dan pasien yang tidak stabil, serta a resistant surgeon.
Persiapan Pasien
 Pasien sebelumnya diberi informasi tentang tindakan ini (informed concernt)
meliputi pentingnya tindakan ini dan komplikasi yang mungkin terjadi.
 Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi daerah kulit tempat penyuntikan untuk
menyingkirkan adanya kontraindikasi seperti infeksi. Perhatikan juga adanya
scoliosis atau kifosis. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah
penilaian hematokrit. Masa protrombin (PT) dan masa tromboplastin parsial
(PTT) dilakukan bila diduga terdapat gangguan pembekuan darah.
Perlengkapan
 Tindakan anestesi spinal harus diberikan dengan persiapan perlengkapan operasi
yang lengkap untuk monitor pasien, pemberian anestesi umum, dan tindakan
resusitasi.
 Jarum spinal dan obat anestetik spinal disiapkan. Jarum spinal memiliki
permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya dan ukuran 16G sampai
dengan 30G. obat anestetik lokal yang digunakan adalah prokain, tetrakain,
lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran
obat dan perluasan daerah teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat
lebih besar dari berat jenis CSS (hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat
ke dasar akibat gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari
area penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang
sama di tempat penyuntikan. Pada suhu 37oC cairan serebrospinal memiliki berat
jenis 1,003-1,008.
 Perlengkapan lain berupa kain kasa steril, povidon iodine, alcohol, dan duk steril
juga harus disiapkan. Jarum spinal. Dikenal 2 macam jarum spinal, yaitu jenis
yang ujungnya runcing seperti ujung bamboo runcing (Quincke-Babcock atau
Greene) dan jenis yang ujungnya seperti ujung pensil (whitacre). Ujung pensil
banyak digunakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala pasca penyuntikan
spinal.

Teknik Anestesi Spinal


 Posisi pasien duduk atau dekubitus lateral. Posisi duduk merupakan posisi
termudah untuk tindakan punksi lumbal. Pasien duduk di tepi meja operasi
dengan kaki pada kursi, bersandar ke depan dengan tangan menyilang di depan.
Pada posisi dekubitus lateral pasien tidur berbaring dengan salah satu sisi tubuh
berada di meja operasi.
 Posisi permukaan jarum spinal ditentukan kembali, yaitu di daerah antara
vertebrata lumbalis (interlumbal).
 Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis kulit daerah punggung pasien.
 Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada bidang medial
dengan sudut 10o-30o terhadap bidang horizontal ke arah cranial. Jarum lumbal
akan menembus ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum,
ligamentum flavum, lapisan duramater, dan lapisan subaraknoid.
 Cabut stilet lalu cairan serebrospinal akan menetes keluar.
 Suntikkan obat anestetik local yang telah disiapkan ke dalam ruang subaraknoid.
Kadang-kadang untuk memperlama kerja obat ditambahkan vasokonstriktor
seperti adrenalin.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah hipotensi, nyeri saat penyuntikan,
nyeri punggung, sakit kepala, retensio urine, meningitis, cedera pembuluh darah dan
saraf, serta anestesi spinal total.
 Blok Epidural
Anestesia epidural dicapai dengan menyuntikkan anestetik local ke dalam kanalis
spinalis dalam spasium sekeliling durameter.Anestesia epidural memblok fungsi
sensori, motor dan otonomik yang mirip, tetapi tempat injeksinya yang
membedakannya dari anestesi spinal.
 Blok Pleksus Brakialis :Blok pleksus brakialis menyebabkan anestesia pada
lengan.
 Anestesia Paravertebral :Anestesia paravertebral menyebabkan anestesia pada
saraf yang mempersarafi dada, dindind abdomen dan ekstremitas.
 Blok Transakral (Kaudal) :Blok transakral menyebabkan anestesia pada
perineum dan kadang abdomen bawah.
3) Anestesi Regional Intravena
 Yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal. Ekstremitas dieksanguinasi dan diisolasi bagian
proksimalnya dari sirkulasi sistemik dengan torniquet pneumatik.
D. OBAT PREMEDIKASI
Pemberian obat premedikasi bertujuan untuk:
 Menimbulkan rasa nyaman pada pasien (menghilangkan kekhawatiran, memberikan
ketenangan, membuat amnesia, memberikan analgesi).
 Memudahkan/memperlancar induksi, rumatan, dan sadar dari anestesi.
 Mengurangi jumlah obat-obatan anestesi.
 Mengurangi timbulnya hipersalivasi, bradikardi, mual dan muntah pascaanestesi.
 Mengurangi stres fisiologis (takikardi, napas cepat, dan lain-lain).
 Mengurangi keasaman lambung.

Obat-obat yang dapat diberikan sebagai premedikasi pada tindakananestesi adalah sebagai berikut:
1) Analgetik narkotik
a) Morfin
Dosis premedikasi dewasa 5-10 mg (0,1-0,2 mg/kg BB) intramuskular diberikan untuk
mengurangi kecemasan dan ketegangan pasien menjelang operasi, menghindari takipnu pada
pemberian trikloroetilen, dan agar anestesi berjalan dengan tenang dan dalam. Kerugiannya
adalah terjadi perpanjangan waktu pemulihan, timbul spasme serta kolik biliaris dan ureter.
b) Petidin
Dosis premedikasi dewasa 50-75 mg (1-1,5 mg/kg BB) intravena diberikan untuk
menekan tekanan darah dan pernafasan serta merangsang otol polos. Dosis induksi 1-2
mg/kg BB intravena.
2) Barbiturat
 Penobarbital dan sekobarbital. Diberikan untuk menimbulkan sedasi. Dosis dewasa
100-200 mg, pada anak dan bayi 1 mg/kg BB secara oral atau intramuslcular.
3) Antikolinergik
 Atropin. Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah dan dan bronkus selama
90 menit. Dosis 0,4-0,6 mg intramuskular bekerja setelah 10-15 menit.
4) Obat penenang (tranquillizer)
a) Diazepam
Diazepam (valium) merupakan golongan benzodiazepin. Dosis premedikasi dewasa 10
mg intramuskular atau 5-10 mg oral (0,2-0,5 mg/kgBB) dengan dosis maksimal 15 mg.
Dosis sedasi pada analgesi regional 5-10 mg (0,04-0,2 mg/kgBB) intravena. Dosis
induksi 0,2-1 mg/kg BB intravena.
b) Midazolam
Mempunyai awal dan lama kerja lebih pendek dibandingkan dengan diazepam.
E. OBAT PELUMPUH OTOT

Obat golongan ini menghambat transmisi neuromuskular sehingga menimbulkan


kelumpuhan pada otot rangka. Menurut mekanisme kerjanya obat ini dibagi menjadi 2 golongan,
yaitu obat penghambat secara depolarisasi resisten dan obat penghambat kompetitif atau
nondepolarisasi. Pada anestesi umum, obat ini memudahkan dan mengurangi cedera tindakan
laringoskopi dan intubasi trakhea, serta memberi relaksasi otot yang dibutuhkan dalam pembedahan
dan ventilasi kendali.

Perbedaan Obat Pelumpuh Otot Depolarisasi dan Nondepolarisasi


Depolarisasi Nondepolarisasi
Ada vasikulasi otot Tidak ada vasikulasi otot
Berpotensiasi dengan antikolinesterase Berpontisiasi dengan hipokalemia,
hipotermia, obat anestetik inhalasi, eter,
halotan, enfluran dan isofluran
Tidak menunjukkan kelumpuhan yang Menunjukkan kelumpuhan yang bertahap
bertahap pada perangsangan tunggal atau pada perangsangan tunggal atau tetanik
tetanik
Belum dapat diatasi dengan obat spesifik Dapat diantagonis oleh antikolin esterase
Kelumpuhan berkurang dengan
pemberian obat pelumpuh otot
nondepolarisasi dan asidosis

Obat Pelumpuh Otot Nondepolarisasi :


 Pavulon (pankuronium bromida). Dosis awal untuk relaksasi otot 0,008 mg/kgBB intravena
pada dewasa. Dosis rumatan setengah dosis awal. Dosis intubasi trakhea 0,15 mg/kgBB
intravena.
 Trakrium (atrakurium besilat). Keunggulannya adalah metabolisme terjadi di dalam
darah, tidak tergantung pada fungsi hati dan ginjal. Dosis intubasi 0,5-0,6 mg/kgBB
intravena. Dosis relaksasi otot 0,5-0,6 mg/kgBB intravena. Dosis rumatan 0,1-0,2 mg/kgBB
intravena.
 Vekuronium (norkuron).
 Rokuronium. Dosis intubasi 0,3-0,6 mg/kgBB. Dosis rumalan 0,1-2 mg/kgBB.

Obat Pelumpuh Otot Depolarisasi


 Suksametonium (suksinil kolin). Mula kerja 1-2 menit dan lama kerja 3-5 menit. Dosis
intubasi 1-1,5 mg/kgBB intravena.

Antagonis Pelumpuh Otot Nondepolarisasi


 Prostigmin (neostigmin metilsulfat). Prostigmin mempunyai efek nikotik, muskarinik, dan
merupakan stimulan otot langsung. Dosis 0,5 mg bertahap sampai 5 mg, biasa diberikan
bersama atropin dosis 1- 1,5mg

F. OBAT ANESTES1 INHALASI

Zat Kelebihan Kekurangan


N2O Analgesik kuat, baunya manis, Jarang digunakan tunggal, harus disertai O 2
tidak iritasi, tidak terbakar. minimal 25%, anestetik lemah,
memudahkan hipoksia difusi.
Halotan Baunya enak. Tidak Vasodilator serebral, meningkatkan aliran
merangsang jalan nafas, darah otak yang sulit dikendalikan,
anestesi kuat analgesik lemah.

Kelebihan dosis akan menyebabkan depresi


nafas, menurunnya tonus simpatis,
hipotensi, bradikardi, vasodilator perifer,
depresi vasomotor, depresi miokard.

Kontraindikasi gangguan hepar. Paska


pemberian menyebabkan menggigil.
Enfluran Induksi dan pemulihan lebih Pada EEG, menunjukkan kondisi epileptik.
cepat dari halotan. Efek Depresi nafas, iritatif, depresi sirkulasi.
relaksasi terhadap otot lebih
baik
Isofluran Menurunkan laju meta- Meninggikan aliran darak otak dan TIK.
bolisme otak terhadap O2
Desfluran Sangat mudah menguap, potensi rendah.
Simpatomimetik, depresi nafas, me-
rangsang jalan nafas atas.
Sevofluran Bau tidak menyengat, tidak
merangsang jalan nafas,
kardiovaskular stabil

G. OBAT ANESTESI INTRAVENA


1) Natrium Tiopental (tiopental, pentotal)
2) Ketamin
3) Droperidol
4) Diprivan

H. OBAT ANESTESI REGIONAL/LOKAL

Obat anestesi regional/lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan
secara lokal. Anestesi lokal ideal adalah yang tidak mengiritasi atau merusak jaringan secara
permanen, batas keamanan lebar, mula kerja singkat, masa kerja cukup lama, larut dalam air,
stabil dalam larutan, dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan, dan efeknya reversibel. Obat
anestesianya yaitu lidokain dan bupivikain.

I. POSISI PASIEN DI MEJA OPERASI


Posisi pasien di meja operasi bergantung pada prosedur operasi yang akan dilakukan juga
pada kondisi fisik pasien. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
1) Pasien harus dalam posisi senyaman mungkin, apakah ia tetidur atau sadar.
2) Area operatif harus terpajan secara adekuat.
3) Pasokan vascular tidak boleh terbendung akibat posisi yang salah.
4) Pernapasan pasien harus bebas dar gangguan tekanan lengan pada dada atau konstriksi
pada leher dan dada yang disebabkan oleh gaun.
5) Saraf harus dilindungi dari tekanan yang tidak perlu. Pengaturan posisi lengan, tangan,
tungkai, atau kaki yang tidak tepat dapat mengakibatkan cedera serius atau paralisis.
Bidang bahu harus tersangga dengan baik untuk mencegah cedera saraf yang tidak dapat
diperbaiki, terutama jika posisi Trendelenburg diperlukan.
6) Tindak kewaspadaan untuk keselamatan pasien harus diobservasi, terutama pada pasien
kurus, lansia atau obes.
7) Pasien membutuhkan restrain tidak keras sebelum induksi, untuk berjaga-jaga bila pasien
melawan

J. PERALATAN
Mesin anestesi merupakan peralatan anestesi yang sering digunakan. Secara umum
mesin anestesi terdiri dari tiga komponen yang saling berhubungan yaitu:
1) Komponen
a. sumber gas
b. penunjuk aliran gas (flow meter)
c. alat penguap (vaporizer).
2) Komponen
a. sistem napas, yang terdiri dari sistem lingkar dan
sistem Magill.
3) Komponen
a. Alat yang menghubungkan sistem napas dengan
pasien yaitu sungkup muka (face mask), pipa endotrakhea
(endotrakheal tube).
K. TAHAPAN
1) Persipan Praanestesi
 Keadaan fisis pasien telah dinilai sebelumnya. Dilakukan penilaian praoperasi. Keadaan
hidrasi pasien dinilai, akses intravena dipasang untuk pemberian cairan infus, transfusi dan
obat-obatan. Dilakukan pemantauan elektrografi, tekanan darah, saturasi Cb, kadar CO2
dalam darah (kapnograf), dan tekanan vena sentral (CVP). Premedikasi dapat diberikan. oral,
rektal, intramuskular, atau intravena.
2) Induksi Anestesi
 Pasien diusahakan tenang dan diberikan O2 melalui sungkup muka. Obat-obat induksi
diberikan secara intravena seperti tipental, ketamin, diazepam, midazolam, dan profol. Jalan
napas dikontrol dengan sungkup muka atau napas orofaring/nasofaring. Setelah itu
dilakukan intubasi trakhea. Setelah kedalaman anestesi tercapai, posisi pasien disesuaikan.
3) Rumatan Anestesi
 Selama operasi berlangsung dilakukan pemantauan anestesi. Hal-hal yang dipantau adalah
fungsi vital (pernapasan, tekanan darah, nadi, dan kedalaman anestesi, misalnya adanya
gerakan, batuk, mengedan, perubahan pola napas, takikardi, hipertensi, keringat, air mata,
midriasis.Ventilasi pada anestesi umum dapat secara spontan, bantu, atau kendali tergantung
jenis, lama, dan posisi operasi. Cairan infus diberikan dengan memperhitungkan kebutuhan
puasa, rumatan, perdarahan, evaporasi, dan lain-lain
4) Pemulihan Pasca-Anestesi
 Setelah operasi selesai pasien dibawa ke ruang pemulihan (recovery room) atau keruang
perawatan intensif (bila ada indikasi). Secara umum, ekstubasi terbaik dilakukan pada saat
pasien dalam anestesi ringan atau sadar. Di ruang pemulihan dilakukan pemantauan
keadaan umum, kesadaran, tekanan darah, nadi, pemapasan, suhu, sensibilitas nyeri,
perdarahan dari drain, dan lain-lain.
Kriteria yang digunakan dan umumnya yang dinilai adalah warna kulit, kesadaran,
sirkulasi, pemapasan dan aktivitas motorik, seperti Skor Aldrette.Idealnya pasien baru boleh
dikeluarkan bila jumlah skor total adalah 10.namun bila skor total telah diatas 8 pasien boleh
dipindahkan dari ruang pemulihan.

Skor Pemulihan Pasca-Anestesi

Kriteria Penilaian Nilai


Merah muda 2
Warna Pucat 1
Sianotik 0
Dapat bernafas dalam dan batuk 2
Pernapasan Dangkal namun pertukaran udara adekuat 1
Apnea atau obstruksi 0
Tekanan darah menyimpang <20%> 2
Tekanan darah menyimpang 20-50% dari 1
Sirkulasi
normal
Tekanan darah menyimpang >50% dari normal 0
Sadar, siaga, dan orientasi 2
Kesadaran Bangun namun cepat kembali tertidur 1
Tidak berespon 0
Aktivitas Seluruh ekstremitas dapat digerakkan 2
Dua ekstremitas dapat digerakkan
Tidak bergerak 1
0

L. Unit Perawatan Pasca Anestesia


PACU biasanya berdekatan dengan ruang operasi. Pasien yang masih terpengaruh
anestesi atau yang pulih dari anestesi ditempatkan diunut untuk kemudahan akses ke :
 Perawat yang disiapkan dalam merawat pasien pascaoperatif segera
 Ahli anestesi dan ahli bedah
 Alat pemantau dan peralatan khusus medikasi dan penggantian cairan.
Ruang dijaga agar harus, bersih dan bebas dari peralatan yang tidak dibutuhkan.
Ruang juga harus dicat dengan warna yang lembut dan menyenangkan dan mempunyai :
1) Pencahayaan tidak langsung
2) Plafon kedap suara
3) Peralatan yang mengontrol atau menghilangkan suara mis basin emesis dari plastic
4) Ruang terisolasi (kotak berkaca) untuk pasien yang terganggu
Alat pemantau tersedia untuk memberikan penilaian yang akurat dan cepat tentang
kondisi pasien.
 Alat bantu pernapasan
 Oksigen
 Laringoskop
 Set trakeostomi
 Peralatan bronchial
 Kateter
 Ventilator mekanis
 Peralatan suction
Sasaran pelaksanan PACU adalah untuk memberikan perawatan sampai pasien pulih dari
efek anestesi (sampai kembalinya fungsi motorik dan sensorik), terorientasi, mempunyai tanda
vital yang stabil, dan tidak memperlihatkan tanda-tanda hemoragik.Pengkajian pascaoperatif
segera perawat PACU menerima pasien memeriksa hal – hal berikut dengan ahli-ahli anestesi
atau anastesis :
a) Diagnosa medis dan jenis pembedahan yang dilakukan
b) Usia dan kondisi umum pasien masih, kepatenen jalan nafas, tanda-tanda vital
c) Anestetik dan medikasi lain yang digunakan misalnya narkotik, relaksan otot, antibiotic
d) Segala masalah yang terjadi dalam ruang operasi yang mungkin mempengaruhi pascaoperatif
midalnya hemoralgi berlebihan, syok dan henti jantung
e) Patologi yang dihadapi (jika malignansi, apakah pasien atau keluarga sudah diberitahukan)
f) Cairan yang diberikan, kehilangan darah dan penggantian.
g) Segala slang, drain kateter, atau alat bantu pendukung lainnya
h) Informasi spesifik tentang siapa ahli bedah atau anestesi yang akan diberitahukan

M. Intervensi Keperawatan
Tanda vital dipantau dan status fisik umum pasien dikaji pada setidaknya setiap 5
menit.Kepatenan jalan nafas dan fungsi pernafasan selalu dievaluasi pertama kali, diikuti dengan
pengkajian fungsi kardiovaskuler, kondisi letak yang dioperasi dan fungsi system saraf pusat.
Sasaran utama intervensi adalah mempertahankan ventilasi pulmonal dan dengan
demikian mencegah hipoksemia (penurunan oksigen dalam darah) dan hiperkapnea (kelebihan
kadar dioksida dalam darah) hal ini terjadi jika jalan nafas tersumbat dan ventilasi berkurang.
DAFTAR PUSTAKA

Anestesi Spinal. http://anestesi-fkunram.blogspot.com/2009/02/anestesi-spinal.html.Diakses


tanggal 28 Mei 2015

Anestesiology.http://www.wikipedia.com. Diakses tanggal 28 Mei 2015

Arif Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius. 2000

Gainswarna, G Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : FKUI

Ganiswarna, Sulistia. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FKUI. 1995

Latief, A. Said, dkk. Anestesiology. Jakarta: FKUI. 2009

Smeltzer, Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol I. Jakarta : EGC. 2001

Staff Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. 2004. Anestesiologi. Jakarta: Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Tjay, Tan Hoan. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. 2002

Anda mungkin juga menyukai