5.1 Definisi
Anestesia berasal dari bahasa Yunani yang berarti “hilangnya rasa”, yaitu
hilangnya sensasi nyeri (rasa sakit) yang disertai maupun yang tidak disertai hilang
kesadaran. Obat yang digunakan dalam menimbulkan anestesia disebut sebagai
anestetik. Anestetik umum (general anestesi) adalah meniadakan nyeri secara sentral
disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversible. Anestetik umum (general
anestesi) bekerja di susunan saraf pusat. Anestesi umum dapat menyebabkan amnesia
anterogard, yaitu hilangnya ingatan seseorang pada saat dilakukan pembiusan dan
operasi.
Dahulu dikenal istilah “Trias Anestesia”, yaitu hipnosis, analgesia dan
arefleksia. Sekarang anestesia umum tidak hanya mempunyai ketiga komponen
tersebut namun lebih luas. Secara umum komponen yang ada dalam anestesia umum
adalah hipnosis (hilangnya kesadaran), analgesia (hilangnya rasa sakit), arefleksia
(hilangnya refleks-refleks motorik tubuh, memungkinkan imobilisasi pasien),
relaksasi otot (memudahkan prosedur pembedahan dan memfasilitasi intubasi
trakeal), amnesia (hilangnya memori pasien selama menjalani prosedur).
1. Anamnesis
a. Identitas pasien
b. Anamnesa khusus yang berkaitan dengan penyakit bedah (yang akan
dilakukan tindakan bedah) yang mungkin dapat menimbulkan
gangguan fungsi organ.
c. Anamnesa umum meliputi:
- Riwayat penyakit sistemik yang diderita atau pernah diderita yang
bisa mempengaruhi anestesia atau dipengaruhi oleh anestesia
- Riwayat penggunaan obat-obatan yang mungkin dapat berinteraksi
dengan obat-obat anestesia
- Riwayat operasi/ anestesia terdahulu untuk melihat apakah pernah
mengalami komplikasi anestesia
- Kebaisaan buruk: merokok, mengkonsumsi alkohol, pengguna obat
terlarang (sedatif & narkotik)
- Riwayat alergi terhadap obat-obatan atau lainnya.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan atau penilaian: status kesadaran frekuensi napas, tekanan
darah, nadi, suhu tubuh, berat dan tinggi badan untuk menilai status
gizi atau BMI.
b. Pemeriksaan keadaan psikis: gelisah, takut, kesakitan.
c. Pemeriksaan keadaan gigi geligi (gigi palsu, gigi goyang, gigi
menonjol, dll), tindakan buka mulut, dan penilaian lidah. hal-hal ini
penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan
laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan meyulitkan
laringoskopi intubasi.
d. Skor Mallampati
Skor Mallampati adalah suatu perkiraan kasar dari ukuran relatif lidah
terhadap rongga mulut yang digunakan untuk memperkirakan tingkat
kesulitan intubasi. Skor Mallampati ditentukan dengan melihat anatomi
dari rongga mulut, khususnya berdasarkan visibilitas dari dasar uvula,
arkus tonsilaris anterior dan posterior, dan palatum mole. Semakin
tinggi skor mallampati, semakin tinggi pula tingkat kesulitan untuk
dilakukan intubasi.
Tabel 1.Klasifikasi skor mallampati
Kelas 1 tonsil, palatum mole, dan uvula terlihat jelas seluruhnya
palatum durum dan palatum mole masih terlihat, sedangkan tonsil
Kelas 2
dan uvula hanya terlihat bagian atas
Hanya palatum mole dan palatum durum yang terlihat, sedangkan
Kelas 3
dinding posterior faring dan uvula tertutup seluruhnya oleh lidah
Hanya palatum durum yang terlihat, sedangkan dinding posterior
Kelas 4
faring, uvula, dan palatum mole tertutup seluruhnya oleh lidah
e. Pasien sesak nafas dapat dilihat dari posisi berbaring (setengah duduk
atau menggunakan bantal yang tinggi), frekuensi nafas, jenis
pernafasan dan tingkat saturasi HbO2 dari pulse oxymeter. Pengamatan
dan pemeriksaan ini penting karena terkadang pasien mengaku tidak
sesak.
f. Pemeriksaan fisik umum dilakukan secara sistematik untuk semua
sistem organ tubuh pasien.
4. Status Fisik
Status fisik (physical status) menggambarkan tingkat kebuguran pasien
untuk menjalani anestesia. Klasifikasi status fisik yang disusun oleh
American Society of Anesthesiologists (ASA) telah dikenal dan digunakan
secara luas di dunia. Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan resiko
anestesia, karena dampak samping anestesia tidak dapat dipisahkan dari
dampak samping pembedahan.
3. Premedikasi
Premedikasi adalah pemberian obat atau obat-obat 1-2 jam sebelum
induksi anesthesia untuk mendapatkan kondisi yang diharapkan oleh
anestesiologis, dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun
dari anestesi diantaranya :
Mengurangi kecemasan
Mengurangi nyeri
Mengurangi kebutuhan obat-obat anestetik
Mengurangi sekresi saluran pernafasan
Menyebabkan amnesia
Mengurangi kejadian mual-muntah pascaoperasi
Membantu pengosongan lambung danmengurangi produksi asam
lambung atau meningkatkan ph asam lambung
Serta mencegah refleks-refleks yang tidak diinginkan.
4. Periode Intrabedah
A. Induksi
Merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar,
sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan, tergantung lama
operasinya, untuk operasi yang waktunya pendek mungkin cukup dengan
induksi saja. Tetapi untuk operasi yang lama, kedalaman anastesi perlu
dipertahankan dengan memberikan obat terus-menerus dengan dosis tertentu, hal
ini disebut maintenance atau pemeliharaan, setelah tindakan selesai pemberian
obat anastesi dihentikan dan fungsi tubuh penderita dipulihkan, periode ini
disebut pemulihan/recovery.
Induksi inhalasi
- N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida).
Berbentuk gas, tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan
beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian harus disertai O2 minimal 25%.
Bersifat anastetik lemah, analgesinya kuat, sehingga sering digunakan
untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi
jarang digunakan sendirian, tapi dikombinasi dengan salah satu cairan
anastetik lain seperti halotan.
- Halotan (fluotan)
Sebagai induksi juga untuk laringoskop intubasi, asalkan anestesinya
cukup dalam, stabil dan sebelum tindakan diberikan analgesi semprot
lidokain 4% atau 10% sekitar faring laring. Kelebihan dosis menyebabkan
depresi napas, menurunnya tonus simpatis, terjadi hipotensi, bradikardi,
vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard, dan inhibisi
reflex baroreseptor. Merupakan analgesi lemah, anestesi kuat. Halotan
menghambat pelepasan insulin sehingga meninggikan kadar gula darah.
- Enfluran (etran, aliran)
Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih iritatif
disbanding halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding
halotan, tetapi lebih jarang menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap
otot lurik lebih baik dibanding halotan.
- Isofluran (foran, aeran)
Meninggikan aliran darah otak dan tekanan intracranial. Peninggian aliran
darah otak dan tekanan intracranial dapat dikurangi dengan teknik anestesi
hiperventilasi, sehingga isofluran banyak digunakan untuk bedah otak.
Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga
digemari untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak digunakan pada
pasien dengan gangguan koroner.
- Desfluran (suprane)
Sangat mudah menguap. Potensinya rendah (MAC 6.0%), bersifat
simpatomimetik menyebabkan takikardi dan hipertensi. Efek depresi
napasnya seperti isofluran dan etran. Merangsang jalan napas atas
sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi.
- Sevofluran (ultane)
Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran.
Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga
digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan.
Induksi perektal
Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau midazolam.
C. Pemulihan anastesi
Pada akhir operasi, maka anastesi diakhiri dengan menghentikan pemberian
obat anastesi, pada anastesi inhalasi bersamaan dengan penghentian obat
anastesi aliran oksigenasi dinaikkan, hal ini disebut oksigenasi. Dengan
oksigenasi maka oksigen akan mengisi tempat yang sebelumnya ditempati
oleh obat anastesi inhalasi di alveoli yang berangsur-angsur keluar mengikuti
udara ekspirasi. Dengan demikian tekanan parsial obat anastesi di alveoli juga
berangsur-angsur turun, sehingga lebih rendah dibandingkan dengan tekanan
parsial obat anastesi inhalasi dalam darah, maka terjadilah difusi obat anastesi
inhalasi dari dalam darah menuju ke alveoli, semakin tinggi perbedaan tekanan
parsial tersebut kecepata difusi makin meningkat. Kesadaran penderita juga
berangsur-angsur pulih sesuai dengan turunnya kadar obat anastesi dalam
darah.
Bagi penderita yang mendapat anastesi intravena, maka kesadarannya
berangsur pulih dengan turunnya kadar obat anastesi akibat metabolisme atau
ekskresi setelah pemberiannya dihentikan. Selanjutnya pada penderita yang
dianastesi dengan respirasi spontan tanpa menggunakan pipa endotrakeal
maka tinggal menunggu sadarnya penderita, sedangkan bagi penderita yang
menggunakan pipa endotrakeal maka perlu dilakukan ekstubasi (melepas pipa
ETT) ekstubasi bisa dilakukan pada waktu penderita masih teranastesi dalam
dan dapat juga dilakukan setelah penderita sadar. Ekstubasi pada keadaan
setengah sadar membahayakan penderita, karena dapat terjadi spasme jalan
napas, batuk, muntah, gangguan kardiovaskuler, naiknya tekanan intra okuli
dan naiknya tekanan intracranial. Ekstubasi pada waktu penderita masih
teranastesi dalam mempunyai resiko tidak terjaganya jalan nafas dalam kurun
waktu antara tidak sadar sampai sadar.
Pada penderita yang mendapat balance anastesi maka ekstubasi dilakukan
setelah napas penderita adekuat. Untuk mempercepat pulihnya penderita dari
pengaruh muscle relaxan maka dilakukan reserve, yaitu memberikan obat anti
kolin esterase.
Skor Pemulihan Pasca Anestesi
Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan setelah dilakukan operasi terutama
yang menggunakan general anestesi, maka perlu melakukan penilaian terlebih
dahulu untuk menentukan apakah pasien sudah dapat dipindahkan ke ruangan
atau masih perlu di observasi di ruang Recovery room (RR).
Aldrete Score
Nilai Warna Kulit
Merah Muda 2
Pucat 1
Sianosis 0
Pernapasan
Bernapas dalam, batuk 2
Bernapas dangkal, dipneu 1
Apneu / obstruksi 0
Sirkulasi
Perbedaan TD < 20% TD awal 2
Perbedaan TD 20 – 50% dari awal 1
Perbedaan TD > 50% dari TD awal 0
Kesadaran
Sadar penuh 2
Bangun namun cepat kembali tertidur 1
Tidak ada respon 0
Aktivitas
Seluruh ekstrimitas dapat digerakkan 2
2 ekstrimitas dapat digerakkan 1
Tidak dapat digerakkan 0
Jika jumlahnya > 8, penderita dapat dipindahkan ke ruangan
BAB VI
Gambar 7. Laringoskop
2. Tube
Tubes adalah pipa trakea. Pada tindakan anestesia, pipa trakea mengantar gas
anestetik langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan standar
polivinil klorida. Ukuran diameter pipa trakea dalam ukuran milimeter. Bentuk
penampang pipa trakea untuk bayi, anak kecil, dan dewasa berbeda. Untuk bayi
dan anak kecil di bawah usia lima tahun, bentuk penampang melintang trakea
hampir bulat, sedangkan untuk dewasa seperti huruf D. Oleh karena itu pada bayi
dan anak di bawah lima tahun tidak menggunakan kaf (cuff) sedangkan untuk
anak besar-dewasa menggunakan kaf supaya tidak bocor. Alasan lain adalah
penggunaan kaf pada bayi-anak kecil dapat membuat trauma selaput lendir trakea
dan postintubation croup.
Pipa trakea dapat dimasukkan melalui mulut (orotracheal tube) atau melalui
hidung (nasotracheal tube). Nasotracheal tube umumnya digunakan bila
penggunaan orotracheal tube tidak memungkinkan, mislanya karena terbatasnya
pembukaan mulut atau dapat menghalangi akses bedah. Namun penggunaan
nasotracheal tube dikontraindikasikan pada pasien dengan farktur basis kranii.
Ukuran pipa trakea yang tampak pada tabel di bawah ini.
Usia Diameter (mm) Skala French Jarak Sampai Bibir
Prematur 2,0-2,5 10 10 cm
Neonatus 2,5-3,5 12 11cm
1-6 bulan 3,0-4,0 14 11 cm
½-1 tahun 3,0-3,5 16 12 cm
1-4 tahun 4,0-4,5 18 13 cm
4-6 tahun 4,5-,50 20 14 cm
6-8 tahun 5,0-5,5* 22 15-16 cm
8-10 tahun 5,5-6,0* 24 16-17 cm
10-12 tahun 6,0-6,5* 26 17-18 cm
12-14 tahun 6,5-7,0 28-30 18-22 cm
Dewasa wanita 6,5-8,5 28-30 20-24 cm
Dewasa pria 7,5-10 32-34 20-24 cm
*Tersedia dengan atau tanpa kaf
Pipa endotrakea adalah suatu alat yang dapat mengisolasi jalan nafas,
mempertahankan patensi, mencegah aspirasi serta mempermudah ventilasi, oksigenasi
dan pengisapan.
Pipa endotrakea terbuat dari material silicon PVC (Polyvinyl Chloride) yang
bebas lateks, dilengkapi dengan 15mm konektor standar. Termosensitif untuk
melindungi jaringan mukosa dan memungkinkan pertukaran gas, serta struktur
radioopak yang memungkinkan perkiraan lokasi pipa secara tepat. Pada tabung
didapatkan ukuran dengan jarak setiap 1cm untuk memastikan kedalaman pipa.
Anatomi laring dan rima glotis harus dikenal lebih dulu. Besar pipa trakea
disesuaikan dengan besarnya trakea. Besar trakea tergantung pada umur. Pipa
endotrakea yang baik untuk seorang pasien adalah yang terbesar yang masih dapat
melalui rima glotis tanpa trauma. Pada anak dibawah umur 8 tahun trakea berbentuk
corong, karena ada penyempitan di daerah subglotis (makin kecil makin sempit). Oleh
karena itu pipa endotrakeal yang dipakai pada anak, terutama adalah pipa tanpa balon
(cuff). Bila dipakai pipa tanpa balon hendaknya dipasang kasa yang ditempatkan di
faring di sekeliling pipa tersebut untuk mencegah aspirasi untuk fiksasi dan agar tidak
terjadi kebocoran udara inspirasi. Bila intubasi secara langsung (memakai laringoskop
dan melihat rima glotis) tidak berhasil, intubasi dilakukan secara tidak langsung
(tanpa melihat trakea) yang juga disebut intubasi tanpa lihat (blind). Cara lain adalah
dengan menggunakan laringoskop serat optik.
Untuk orang dewasa dan anak diatas 6 tahun dianjurkan untuk memakai pipa
dengan balon lunak volume besar tekanan rendah, untuk anak kecil dan bayi pipa
tanpa balon lebih baik. Balon sempit volume kecil tekanan tinggi hendaknya tidak
dipakai karena dapat menyebabkan nekrosis mukosa trakea. Pengembangan balon
yang terlalu besar dapat dihindari dengan memonitor tekanan dalam balon (yang pada
balon lunak besar sama dengan tekanan dinding trakea dan jalan nafas) atau dengan
memakai balon tekanan terbatas. Pipa hendaknya dibuat dari plastik yang tidak
iritasif. Ukuran penggunaan bervariasi bergantung pada usia pasien. Untuk bayi dan
anak kecil pemilihan diameter dalam pipa (mm) = 4 + ¼ umur (tahun).
Pemakaian pipa endotrakea sesudah 7 sampai 10 hari hendaknya
dipertimbangkan trakeostomi, bahkan pada beberapa kasus lebih dini. Pada hari ke-4
timbul kolonisasi bakteri yang dapat menyebabkan kondritis bahkan stenosis
subglotis.
Kerusakan pada laringotrakea telah jauh berkurang dengan adanya perbaikan
balon dan pipa. Jadi trakeostomi pada pasien koma dapat ditunda jika ekstubasi
diperkirakan dapat dilakukan dalam waktu 1-2 minggu. Akan tetapi pasien sadar
tertentu memerlukan ventilasi intratrakea jangka panjang mungkin merasa lebih
nyaman dan diberi kemungkinan untuk mampu berbicara jika trakeotomi dilakukan
lebih dini.
2. Intubasi Nasotrakeal
Intubasi nasal mirip dengan intubasi oral kecuali bahwa NTT masuk lewat hidung dan
nasofaring menuju orofaring sebelum dilakukan laringoskopi. Lubang hidung yang
dipilih dan digunakan adalah lubang hidung yang pasien bernafas lebih gampang.
Tetes hidung phenylephrine (0,5–0,25%) menyebabkan pembuluh vasokonstriksi dan
menyusutkan membran mukosa. Jika pasien sadar, lokal anestesi secara tetes dan blok
saraf dapat digunakan.
NTT yang telah dilubrikasi dengan jelly yang larut dalam air, dimasukkan ke dasar
hidung, dibawah turbin inferior. Bevel NTT berada disisi lateral jauh dari turbin.
Untuk memastikan pipa lewat di dasar rongga hidung, ujung proksimal dari NTT
harus ditarik ke arah kepala. Pipa secara berangsur- angsur dimasukan hingga
ujungnya terlihat di orofaring. Umumnya ujung distal dari NTT dapat dimasukan
pada trachea tanpa kesulitan. Jika ditemukan kesulitan dapat diguankan forcep Magil.
Penggunaannya harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusakkan balon.
Memasukkan NTT melalaui hidung berbahaya pada pasien dengan trauma wajah
yang berat disebabkan adanya resiko masuk ke intrakranial.
3. Ekstubasi Perioperatif
Setelah operasi berakhir, pasien memasuki prosedur pemulihan yaitu
pengembalian fungsi respirasi pasien dari nafas kendali menjadi nafas spontan. Sesaat
setelah obat bius dihentikan segeralah berikan oksigen 100% disertai penilaian apakan
pemulihan nafas spontan telah terjadi dan apakah ada hambatan nafas yang mungkin
menjadi komplikasi. Bila dijumpai hambatan nafas, tentukaan apakah hambatan pada
central atau perifer. Teknik ekstubasi pasien dengan membuat pasien sadar betul atau
pilihan lainnya pasien tidak sadar (tidur dalam), jangan lakukan dalam keadaan
setengah sadar ditakutkan adanya vagal refleks. Bila ekstubasi pasien sadar, segera
hentikan obat-obat anastesi hipnotik maka pasien berangsu-angsur akan sadar.
Evaluasi tanda- tanda kesadaran pasien mulai dari gerakan motorik otot-otot tangan,
gerak dinding dada, bahkan sampai kemampuan membuka mata spontan. Yakinkan
pasien sudah bernafas spontan dengan jalan nafas yang lapang dan saat inspirasi
maksimal. Pada ekstubasi pasien tidak sadar diperlukan dosis pelumpuh otot dalam
jumlah yang cukup banyak, dan setelahnya pasien menggunakan alat untuk
memastikan jalan nafas tetap lapang berupa pipa orofaring atau nasofaring dan
disertai pula dengan triple airway manuver standar. Syarat-syarat ekstubasi :
Vital capacity 6 – 8 ml/kg BB.
Tekanan inspirasi diatas 20 cm H2O.
PaO2 diatas 80 mm Hg.
Kardiovaskuler dan metabolic stabil.
Tidak ada efek sisa dari obat pelemas otot.
Reflek jalan napas sudah kembali dan penderita sudah sadar penuh.
Laringeal mask airway ( LMA ) adalah alat supra glotis airway, didesain
untuk memberikan dan menjamin tertutupnya bagian dalam laring untuk ventilasi
spontan dan memungkinkan ventilasi kendali pada mode level (< 15 cm H2O)
tekanan positif. Alat ini tersedia dalam 7 ukuran untuk neonatus, infant, anak
kecil, anak besar, kecil, normal dan besar.
Ukuran Masker Berat Badan (Kg) Volume Balon (mL)
1 <5 2-4
1½ 5 – 10 7
2 10 – 20 10
2½ 20 – 30 14
3 30 - 50 20
4 50 - 70 30
5 > 70 40
Tabel 5. Daftar Ukuran LMA
Teknik insersi LMA yang dikembangkan oleh dr. Archie Brain telah
menunjukkan posisi terbaik yang dapat dicapai ini pada berbagai variasi pasien dan
prosedur pembedahan. Walaupun sampai sekarang telah banyak teknik insersi yang
dianjurkan namun demikian teknik dari dr.Brain ini membuktikan secara konsisten
lebih baik.
Konsep insersi LMA mirip dengan mekanisme menelan. Setelah makanan
dikunyah, maka lidah menekan bolus makanan terhadap langit-langit rongga mulut
berasamaan dengan otot-otot pharyngeal mendorong makanan kedalam hipopharyng.
Insersi LMA, dengan cara yang mirip balon LMA yang belum terkembang dilekatkan
menyusuri langit-langit dengan jari telunjuk menekan LMA menyusuri sepanjang
langit-langit keras dan langit-langit lunak terus sampai ke hipopharyngx. Teknik ini
sesuai untuk penderita dewasa ataupun anak-anak dan sesuai untuk semua model
LMA.
Malposisi LMA