: Asni Hasnita
NIM
: 0911121168
Ruangan
: OK IBS
Status Fisik
Tidak ada gangguan organic, biokimia dan psikiatri, misalnya
II
III
misalnya
penderita
DM
dengan
C. PEMBAGIAN ANASTESI
1. ANASTESI UMUM
Adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral disertai hilangnya
kesadaran dan dapat pulih kembali (reversible). Komponen trias anastesi ideal terdiri dari
hipnotik, analgesia dan relaksasi otot.
Cara pemberian anastesi umum:
a. Parenteral (intramuscular/intravena)
Digunakan untuk tindakan yang singkat atau induksi anastesi.
b. Perektal
Dapat dipakai pada anak untuk induksi anastesi atau tindakan singkat.
c. Anastesi Inhalasi
Yaitu anastesi dengan menggunakan gas atau cairan anastesi yang mudah
menguap (volatile agent) sebagai zat anestetik melalui udara pernapasan. Zat
anestetik yang digunakan berupa campuran gas (denganO 2 ) dan konsentrasi
zat anestetik tersebut tergantung dari tekanan parsialnya.
Stadium Anestesi
Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4 stadium
(stadium III dibagi menjadi 4 plana), yaitu:
a. Stadium I
Stadium I (analgesi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya
kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat
2. ANASTESI LOKAL/REGIONAL
Adalah tindakan menghilangkan nyeri/sakit secara lokal tanpa disertai
hilangmya kesadaran. Pemberian anestetik lokal dapat dengan tekhnik:
a. Anastesi Permukaan
Yaitu pengolesan atu penyemprotan analgetik lokal diatas selaput mukosa,
seperti mata, hidung atau faring.
b. Anastesi Infiltrasi
Yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan disekitar
tempat lesi, luka dan insisi.
c. Anastesi Blok
Penyuntikan analgetik lokal langsung ke saraf utama atau pleksus saraf. Hal
ini bervariasi dari blokade pada saraf tunggal, misal saraf oksipital dan
pleksus brachialis, anastesi spinal, anastesi epidural, dan anestesi kaudal.
Pada anestesi spinal, anestesi lokal disuntikkan ke ruang subarakhnoid.
1) Anastesi Spinal
Anestesi spinal merupakan tipe blok konduksi saraf yang luas
dengan memasukkan anestesi local dalam rung subarachnoid di tingkat
lumbal (biasanya L4 dan L5). Cara ini menghasilkan anesthesia pada
ekstermitas bawah, perenium dan abdomen bawah. Untuk prosedur fungsi
lumbal, pasien dibaringkan miring dalam posisi lutut-dada. Teknik steril
diterapkan saat melakukan fungsi lumbal dan medikasi disuntikkan
melalui jarum. Segera setelah penyuntikan, pasien dibaringkan terlentang.
Jika diinginkan tingkat blok yang secara relative tinggi, maka kepala dan
bahu pasien diletakkan lebih rendah.
Penyebab agens anastetik dan tingkat anesthesia bergantung pada
jumlah cairan yang disuntikkan, posisi pasie setelah penyuntikan, dan
berat jenis agens. Jika berat jenis agens lebih berat dari berat jenis cairan
Persiapan Pasien
Pasien sebelumnya diberi informasi tentang tindakan ini (informed
concernt) meliputi pentingnya tindakan ini dan komplikasi yang mungkin
terjadi.
Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi daerah kulit tempat
penyuntikan untuk menyingkirkan adanya kontraindikasi seperti infeksi.
Perhatikan juga adanya scoliosis atau kifosis. Pemeriksaan laboratorium
yang perlu dilakukan adalah penilaian hematokrit. Masa protrombin (PT)
dan masa tromboplastin parsial (PTT) dilakukan bila diduga terdapat
gangguan pembekuan darah.
Perlengkapan
Tindakan anestesi spinal harus diberikan dengan persiapan
perlengkapan operasi yang lengkap untuk monitor pasien, pemberian
anestesi umum, dan tindakan resusitasi.
Jarum spinal dan obat anestetik spinal disiapkan. Jarum spinal
memiliki permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya dan
ukuran 16G sampai dengan 30G. obat anestetik lokal yang digunakan
adalah prokain, tetrakain, lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat
anestetik lokal mempengaruhi aliran obat dan perluasan daerah teranestesi.
Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat jenis CSS
(hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gravitasi.
Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke
atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat
penyuntikan. Pada suhu 37o C cairan serebrospinal memiliki berat jenis
1,003-1,008.
Perlengkapan lain berupa kain kasa steril, povidon iodine, alcohol,
dan duk steril juga harus disiapkan. Jarum spinal. Dikenal 2 macam jarum
spinal, yaitu jenis yang ujungnya runcing seperti ujung bamboo runcing
(Quincke-Babcock atau Greene) dan jenis yang ujungnya seperti ujung
Kadang-kadang
untuk
memperlama
kerja
obat
D. OBAT PREMEDIKASI
15 mg. Dosis sedasi pada analgesi regional 5-10 mg (0,04-0,2 mg/kgBB) intravena.
Dosis induksi 0,2-1 mg/kg BB intravena.
b. Midazolam
Mempunyai awal dan lama kerja lebih pendek dibandingkan dengan
diazepam.
Nondepolarisasi
Tidak ada vasikulasi otot
Berpontisiasi
dengan
hipokalemia,
hipotermia, obat anestetik inhalasi, eter,
atau tetanik
Belum dapat diatasi dengan obat
tetanik
Dapat diantagonis
spesifik
Kelumpuhan
esterase
pemberian
berkurang
obat
pelumpuh
dengan
otot
oleh
yang
antikolin
Pavulon (pankuronium bromida). Dosis awal untuk relaksasi otot 0,008 mg/kgBB
intravena pada dewasa. Dosis rumatan setengah dosis awal. Dosis intubasi trakhea 0,15
mg/kgBB intravena.
Trakrium (atrakurium besilat). Keunggulannya adalah metabolisme terjadi di dalam
darah, tidak tergantung pada fungsi hati dan ginjal. Dosis intubasi 0,5-0,6 mg/kgBB
intravena. Dosis relaksasi otot 0,5-0,6 mg/kgBB intravena. Dosis rumatan 0,1-0,2
mg/kgBB intravena.
Vekuronium (norkuron).
Rokuronium. Dosis intubasi 0,3-0,6 mg/kgBB. Dosis rumalan 0,1-2 mg/kgBB.
2. Obat Pelumpuh Otot Depolarisasi
Suksametonium (suksinil kolin). Mula kerja 1-2 menit dan lama kerja 3-5 menit. Dosis
intubasi 1-1,5 mg/kgBB intravena.
3. Antagonis Pelumpuh Otot Nondepolarisasi
Prostigmin (neostigmin metilsulfat). Prostigmin mempunyai efek nikotik, muskarinik, dan
merupakan stimulan otot langsung. Dosis 0,5 mg bertahap sampai 5 mg, biasa diberikan
bersama atropin dosis 1- 1,5mg.
Untung
Rugi
Analgesik kuat, baunya Jarang digunakan tunggal, harus
manis, tidak iritasi, tidak disertai O2 minimal 25%, anestetik
terbakar.
Halotan
Baunya
lemah,
enak.
hipoksia
difusi.
Tidak Vasodilator serebral, meningkatkan
memudahkan
darah
otak
yang
sulit
hipotensi,
perifer,
bradikardi,
depresi
gangguan
pemberian
hepar.
menyebabkan
menggigil.
Induksi dan pemulihan Pada EEG, menunjukkan kondisi
lebih cepat dari halotan. epileptik. Depresi nafas, iritatif,
Efek relaksasi terhadap depresi sirkulasi.
Isofluran
Desfluran
TIK.
Sangat mudah menguap, potensi
rendah. Simpatomimetik, depresi
nafas, me-rangsang jalan nafas atas.
Sevofluran
Bau
tidak
menyengat,
kardiovaskular
stabil
lama, larut dalam air, stabil dalam larutan, dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan,
dan efeknya reversibel. Obat anestesianya yaitu lidokain dan bupivikain.
Posisi ini biasanya digunakan untuk pembedahan abdomen bawah dan pelvis untuk
mendapat pajanan area operasi yang baik dengan mengeser intestine ke dalam
abdomen atas. Dalam posisi ini kepala dan badan lebih rendah dan lutut dalam
keadaan fleksi.
3. Posisi Litotomi
Dalam posisi litotomi, pasien terlentang dengan tungkai dan paha fleksi dengan sudut
yang tepat. Posisi ini dipertahankan dengan menempatkan telapak kaki pada pijakan
kaki. Posisi ini digunakan pada pembedahan perineal, rectal dan vaginal.
4. Untuk Bedah Ginjal
Pasien dibaringkan miring pada sisi tubuh yang tidak dioperasi dalam posisi Sims
menggunakan bantal udara dengan ketebalan 12,5 cm samapai 15 cm di bawah
pinggang, atau di atas meja dengan ginjal dan punggung di atas.
5. Untuk Bedah Dada dan Abdominotorakik
Posisi yang dibutuhkan beragam sesuai dengan pembedahan yang akan dilakukan.
Ahli bedah dan ahli anestesi membaringkan pasien dalam posisi yang diinginkan.
6. Pembedahan pada Leher
Bedah leher, misalnya bedah tiroid, dilakukan dengan pasien dalam posisi terlentang,
leher ekstensi menggunakan bantal yang diletakkan dibawah bahu, dan kepala serta
dada ditinggikan untuyk mengurangi aliran balik vena.
7. Pembedahan pada Tulang Tengkorak dan Otak
Prosedur ini membutuhkan posisi dan peralatan khusus, biasanya diataur oleh ahli
bedah.
J. PERALATAN
Mesin anestesi merupakan peralatan anestesi yang sering digunakan. Secara
umum mesin anestesi terdiri dari tiga komponen yang saling berhubungan yaitu:
1. Komponen 1: sumber gas, penunjuk aliran gas (flow meter),dan alat penguap
(vaporizer).
2. Komponen
2:
sistem Magill.
sistem
napas,
yang
terdiri
dari
sistem
lingkar
dan
3. Komponen
pasien
3:
yaitu
alat
yang
sungkup
menghubungkan
muka
(face
sistem
mask),
pipa
napas
dengan
endotrakhea
(endotrakheal tube).
K. TAHAPAN
1. Persipan Praanestesi
Keadaan fisis pasien telah dinilai sebelumnya. Dilakukan penilaian praoperasi.
Keadaan hidrasi pasien dinilai, akses intravena dipasang untuk pemberian cairan infus,
transfusi dan obat-obatan. Dilakukan pemantauan elektrografi, tekanan darah, saturasi
Cb, kadar CO2 dalam darah (kapnograf), dan tekanan vena sentral (CVP). Premedikasi
dapat diberikan. oral, rektal, intramuskular, atau intravena.
2. Induksi Anestesi
Pasien diusahakan tenang dan diberikan O2 melalui sungkup muka. Obat-obat
induksi diberikan secara intravena seperti tipental, ketamin, diazepam, midazolam, dan
profol. Jalan napas dikontrol dengan sungkup muka atau napas orofaring/nasofaring.
Setelah itu dilakukan intubasi trakhea. Setelah kedalaman anestesi tercapai, posisi
pasien disesuaikan.
3. Rumatan Anestesi
Selama operasi berlangsung dilakukan pemantauan anestesi. Hal-hal yang
dipantau adalah fungsi vital (pernapasan, tekanan darah, nadi, dan kedalaman
anestesi, misalnya adanya gerakan, batuk, mengedan, perubahan pola napas,
takikardi, hipertensi, keringat, air mata, midriasis.
Ventilasi pada anestesi umum dapat secara spontan, bantu, atau kendali tergantung
jenis, lama, dan posisi operasi. Cairan infus diberikan dengan memperhitungkan
kebutuhan puasa, rumatan, perdarahan, evaporasi, dan lain-lain
Selama pasien dalam anestesi dilakukan pemantauan frekuensi nadi dan tekanan
darah. Peningkatan tekanan darah dan dan frekuensi nadi terjadi bila anestesi kurang
dalam. Hal ini disebabkan karena terjadi sekresi adrenalin. Diatasi dengan membuat
anestesi lebih dalam, yaitu dengan meningkatkan konsentrasi halotan atau suntikan
barbiturat. Penurunan tekanan darah dan nadi halus sebagai tanda syok dapat
disebabkan karena kehilangan banyak darah. Hal ini diatasi dengan pemberian cairan
pengganti plasma atau darah. Penurunan tekanan darah dan frekuensi nadi dapat
disebabkan karena anestesi terlalu dalam atau terlalu ringan serta kehilangan banyak
darah atau cairan. Peningkatan tekanan darah dan tekanan nadi serta penurunan
frekuensi nadi disebabkan transfusi yang berlebihan. Diatasi dengan penghentian
transfusi.
4. Pemulihan Pasca-Anestesi
Setelah operasi selesai pasien dibawa ke ruang pemulihan (recovery room) atau
keruang perawatan intensif (bila ada indikasi). Secara umum, ekstubasi terbaik
dilakukan pada saat pasien dalam anestesi ringan atau sadar. Di ruang pemulihan
dilakukan pemantauan keadaan umum, kesadaran, tekanan darah, nadi, pemapasan,
suhu, sensibilitas nyeri, perdarahan dari drain, dan lain-lain
Kriteria yang digunakan dan umumnya yang dinilai adalah warna kulit,
kesadaran, sirkulasi, pemapasan dan aktivitas motorik, seperti Skor Aldrette. Idealnya
pasien baru boleh dikeluarkan bila jumlah skor total adalah 10. namun bila skor total
telah diatas 8 pasien boleh dipindahkan dari ruang pemulihan.
Skor Pemulihan Pasca-Anestesi
Penilaian
Merah muda
Warna
Pernapasan
Sirkulasi
Kesadaran
Aktivitas
Nilai
2
Pucat
Sianotik
Dapat bernafas dalam dan batuk
0
2
0
2
0
2
Tidak berespon
Seluruh ekstremitas dapat digerakkan
0
2
Tidak bergerak
L. INTUBASI TRAKEA
Intubasi trakea adalah tindakan memasukkan pipa endotrakeal ke dalam trakea
sehingga jalan napas bebas hambatan dan napas mudah dibantu atau dikendalikan.
Ekstubasi trakea adalah tindakan pengeluaran pipa endotrakeal.
1. Tujuan
Pembersihan saluran trakeobronkial, mempertahankan jalan napas agar tetap
paten, mencegah aspirasi, serta mempermudah pemberian
ventilasi dan
oksigenisasi.
2. Indikasi
Tindakan resusitasi, tindakan anestesi, pemeliharaan jalan napas, dan
pemberian ventilasi mekanis jangka panjang.
3. Peralatan
Sebelum mengerjakan intubasi trakea, dapat diingat kata STATICS
S : scope, laringioskop dan stetoskop
T : tubes, pipa endotrakeal
A : airway tubes, pipa orofaring/nasofaring
T : tape, plester
I : introducer, stilet, mandrin
C: connector, sambungan-sambungan
S : suction, penghisap lendir
4. Komplikasi
a. Komplikasi tindakan laringioskopi dan intubasi:
1)
Malposisi:
intubasi
esofagus,
intubasi
endobronkial,
2)
Trauma
atau
jalan
napas:
mukosa
kerusakan
mulut,
gigi,
cedera
laserasi
bibir,
lidah,
tenggorokan,
dislokasi
takikardi,
tekarian
Gangguan
refleks:
intrakranial
hipertensi,
meningkat,
tekanan
intraokular
meningkat,
ekstubasi
yang
terjadi
sendiri,
intubasi
ke
jalan
napas:
inflamasi
dan
ulserasi
mukosa,
serta
jalan
trakea),
napas:
suara
edema
serak/
dan
parau
stenosis
(glotis,
(granuloma
atau
subglotis,
paralisis
N. HIPOTERMIA
Hipotermia adalah keadaan dimana suhu tubuh di bawah batas normal fisiologis
(36,6 - 37,5C). Hipotermia yang tidka diinginkan mungkin dialami oleh pasien sebagai
akibat suhu yang rendah diruang operasi, infuse denga cairan yang dingin, inhalasi gasgas yang dingin, kavitas atau kula terbuka pada tubuh, aktivitas otot yang menurun, usia
lanjut atau agens obat-obatan yang digunakan.
Penanganan hipotermi antara lain dengan membuat suhu lingkungan dalam ruang
operasi diataur pada suhu 25 - 26,6C. Cairan intravena dan irigasi dihangatkan samapai
37C. gaun dan selimut basah diganti dengan yang kering, karena gaun dan selimut yang
basah memperbesar kehilangan panas.
Diperlukan pemantauan suhu inti tubuh, haluan urin, EKG, tekanan darah, gas
darah dalam ateri, dan serum elektrolit yang cermat. Perhatikan terhadap penatalaksanaan
hiportemi meluas hingga keperiode pascaoperatif untuk mencegah kehilangan nitrogen
yang signifikan dan katabolisme. Pengobatan mencakup pemberian oksigen, hidrasi yang
adekuat, dan nutrisi yang sesuai. Kehilangan panas pada pasien lansia di rung operasi
dapat dicegah dengan menutupi kepala pasien mengguanakn topi penahan panas selama
anestesi, jaga suhu ruangan operasi harus dipertahankan pada 26,6 oC. larutan antiseptic
yang digunakan dalam persiapkan awal kulit sebelum pemasangan selimut harus cukup
hangat, dan bukan yang dingin.
dalam tetgangan yang cukup tinggi, dan setiap upaya dilakukan untuk mencegah
renggangan sutura lebih lanjut. Selain itu pasien diposisikan sehingga ia tidak berbaring
pada dan menyumbat drain atau selang drainase.
Hipotensi arteri yang serius dapat terjadi ketika pasien digerakkan dari satu posisi
ke posisi lainya, seperti dari posisi litotomi keposisi hozontal, dari lateral ke posisi
terlentang. Bahkan memindahklan pasien yang telah dianestesi ke brankar dapat
menimbulkan masalah. Jadi pasien harus dipindahkan secara perlahan lahan dan secara
cermat.
8. Peralatan suction
Sasaran pelaksanan PACU adalah untuk memberikan perawatan sampai pasien
pulih dari efek anestesi (sampai kembalinya fungsi motorik dan sensorik), terorientasi,
mempunyai tanda vital yang stabil, dan tidak memperlihatkan tanda-tanda hemoragik.
Pengkajian pascaoperatif segera perawat PACU menerima pasien memeriksa hal
hal berikut dengan ahli-ahli anestesi atau anastesis :
1. Diagnosa medis dan jenis pembedahan yang dilakukan
2. Usia dan kondisi umum pasien masih, kepatenen jalan nafas, tanda-tanda vital
3. Anestetik dan medikasi lain yang digunakan misalnya narkotik, relaksan otot,
antibiotic
4. Segala masalah yang terjadi dalam ruang operasi yang mungkin mempengaruhi
pascaoperatif midalnya hemoralgi berlebihan, syok dan henti jantung
5. Patologi yang dihadapi (jika malignansi, apakah pasien atau keluarga sudah
diberitahukan)
6. Cairan yang diberikan, kehilangan darah dan penggantian.
7. Segala slang, drain kateter, atau alat bantu pendukung lainnya
8. Informasi spesifik tentang siapa ahli bedah atau anestesi yang akan diberitahukan
Q. INTERVENSI KEPERAWATAN
Tanda vital dipantau dan status fisik umum pasien dikaji pada setidaknya setiap 5
menit. Kepatenan jalan nafas dan fungsi pernafasan selalu dievaluasi pertama kali, diikuti
dengan pengkajian fungsi kardiovaskuler, kondisi letak yang dioperasi dan fungsi system
saraf pusat.
Sasaran utama intervensi adalah mempertahankan ventilasi pulmonal dan dengan
demikian mencegah hipoksemia (penurunan oksigen dalam darah) dan hiperkapnea
(kelebihan kadar dioksida dalam darah) hal ini terjadi jika jalan nafas tersumbat dan
ventilasi berkurang.
Kesulitan pernafasan berkaitan dengan tipe spesifik anestesi
Tanda-tanda kesulitan ini termasuk :
1. Tersedak
T. PENGKAJIAN SIRKULASI
Pertimbangan dasar dalam mengkaji fungsi kardiovaskuler adalah Pemantaun
tanda-tanda syok dan hemoragi. penampilan pasien, TTV untuk menentukan fungsi
kardiovaskuler. Tekanan vena sentral (TVS) dan nilai gas darah arteri dipantau jika
kondisi pasien membutuhkan pengkajian yang demikian.
Institusi mempunyai protocol spesifik untuk pemantauan pascaoperatif. Nadi
darah dan pernapasan dicatat setiap 15 menit selama 2 jam pertama, dan setiap 30 menit
selama 2 jam, dan setiap 30 menit selama 2 jam berikutnya, kecuali diindikasikan untuk
dilakukan lebih sering setelanhnya mereka diukur lebih jarang jika semuanya tetap stabil.
Suhu tubuh dipantau setiap 4 jam selama 24 jam pertama.
1. Suhu tubuh diatas 37,70C (100oF) atau dibawah 36,1oC (97oF) pernapasan lebih dari
30 kali atau kurang dari 16 kali permenit dan tekanan darah sistolik turun dibawah
90 mmhg biasanya dianggap segera dilaporkan. Namun tekanan darah dasar atau
praoperatif pasien digunakan sebagai perbandingan pascaoperatif yang jelas.
2. Tekanan darah yang sebelumnya stabil yang menunjukkan kecendrungan menurun
5 mmHg pada pengukuran setiap 15 menit juga harus mewaspadakan perawat
terhadap adanya masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Latief, A. Said, dkk. Anestesiology. Jakarta: FKUI. 2009
Ganiswarna, Sulistia. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FKUI. 1995
Tjay, Tan Hoan. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. 2002
Arif Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius. 2000
Gainswarna, G Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : FKUI
Smeltzer, Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol I. Jakarta : EGC. 2001
Staff Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. 2004. Anestesiologi. Jakarta:
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia