BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya
sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu
mendapat perhatian khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot,
gatal-gatal atau sesak nafas (Said, 2001).
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan keadaan gigi, tindakan buka mulut, lidah yang relatif besar
sangat penting untuk mengetahui apakah akan menyulitkan tindakan
laringoskopi intubasi. Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang
keadaan umum tentu tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien (Said, 2001).
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai
dengan dugaan penyakit yang sedang dicurigai. Pemeriksaan laboratorium
rutin yang sebaiknya dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap (Hb,
leukosit, masa perdarahan dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada
pasien yang berusia di atas 50 tahun sebaiknya dilakukan pemeriksaan foto
toraks dan EKG (Said, 2001).
d. Klasifikasi status fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang
ialah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA):
ASA 1 : pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia
ASA 2 : pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang
ASA 3 : pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas
rutin terbatas
ASA 4 : pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat
melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman
kehidupannya setiap saat
ASA 5 : pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa
pembedahan kehidupannya tidak akan lebih dari 24 jam.
5
Penilaian Mallampati
2.3. Premedikasi
7
1. Sulfas Atropin
Dosis dewasa 0,025-0,5 mg, dosis anak < 3 tahun : 1/8 mg
Merupakan golongan parasimpatolitik dengan cara kerja
berkompetisi dengan asetilkolin pada ujung-ujung saraf yang
mempersyarafi organ-organ post ganglion kolinergik
Keuntungan : mengurangi sekresi ludah dan menekan refleks vagal
Kerugian : menaikan temperatur, mengentalkan lendir dan
membesarkan pupil
2. Valium
Dosis 0,2-0,6 mg/kgBB
Memberikan efek sedativa, amnesia, tranquilizer, relaksasi otot,
hipnotik kuat, analgesi kurang
3. Pethidine
Dosis i.v 0,2-0,5 mg/kgBB, dosis i.m 1-2 mg/kgBB
Efek farmakologi yakni sebagai analgetik, bersifat sedativa,
mendepresi pusat pernafasan, menaikkan tekanan CSF,
menimbulkan vasodilatasi, pupil mengecil dan mulut kering
(Morgan, 2013).
8
S = Scope
Stetoskop, untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringoskop dipilih
bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus
cukup terang
T = Tubes
Pipa trakea, pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5
tahun dengan balon (cuffed)
A = Airway
Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring (naso-
tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar
untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan nafas
T = Tape
Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut
I = Introducer
Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastik (kabel) yang mudah
dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan
C = Connector
Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia
S = Suction
Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya (Said, 2001).
9
Gas Anestesi
Ambilan alveolus gas atau uap anestetik inhalasi ditentukan oleh sifat fisiknya:
N2O
N2O merupakan salah satu gas anestetim yag tak berwarna, bau manis, tak
iritasi, tak terbakar, dan pemberian anestesia dengan N2O harus disertai oksigen
minimal 25%. Gas ini bersifat anestetik lemah, tetapi analgesinya kuat. Pada akhir
anestesia setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli,
sehingga terjadi pengenceran oksigen dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk
menghindari terjadinya hipoksia difusi, berikan oksigen 100% selama 5-10 menit
(Said, 2001).
Halotan
Halotan merupakan gas yang baunya enak dan tak merangsang jalan napas,
maka sering digunakan sebagai induksi anestesi kombinasi dengan N2O. Halotan
merupakan anestetik kuat dengan efek analgesia lemah, dimana induksi dan
tahapan anestesia dilalui dengan mulus, bahkan pasien akan segera bangun setelah
anestetik dihentikan. Pada napas spontan rumatan anestesia sekitar 1-2 vol% dan
pada napas kendali sekitar 0,5-1 vol% yang tentunya disesuaikan dengan klinis
pasien (Said, 2001).
Isofluran
10
Isofluran berbau tajam, kadar obat yang tinggi dalam udara inspirasi
menyebabkan pasien menahan napas dan batuk. Setelah premedikasi, induksi
dicapai dalam kurang dari 10 menit, di mana umumnya digunakan barbiturat
intravena untuk mempercepat induksi. Tanda untuk mengamati kedalaman
anestesia adalah penurunan tekanan darah, volume dan frekuensi napas, serta
peningkatan frekuensi denyut jantung. Menurunkan laju metabolisme pada otak
terhadap oksigen, tetapi meningkatkan aliran darah otak dan tekanan intrakranial
(Said, 2001)
Desfluran
Merupakan cairan yang mudah terbakar tapi tidak mudah meledak, bersifat
absorben dan tidak korosif untuk logam. Karena sukar menguap, dibutuhkan
vaporiser khusus untuk desfluran. Desfluran lebih digunakan untuk prosedur
bedah singkat atau bedah rawat jalan. Desfluran bersifat iritatif sehingga
menimbulkan batuk, spasme laring, sesak napas, sehingga tidak digunakan untuk
induksi. Desfluran bersifat ¼ kali lebih poten dibanding agen anestetik inhalasi
lain, tapi 17 kali lebih poten dibanding N2O (Said, 2001).
Sevofluran
1. Hipnosis
Anestesi yang adekuat dan relaksasi otot-otot kepala, leher dan laring yang
cukup
Posisi kepala dan leher yang tepat
Penggunaan apparatus yang tepat untuk prosedur tersebut (Morgan, 2013)
a. Pipa endotrakea
Berfungsi mengantar gas anestesik langsung ke dalam trakea dan biasanya
dibuat dari bahan standar polivinil-klorida. Ukuran diameter lubang pipa
trakea dalam milimeter. Karena penampang trakea bayi, anak kecil dan
dewasa berbeda, penampang melintang trakea bayi dan anak kecil di
bawah usia 5 tahun hampir bulat sedangkan dewasa seperti huruf D, maka
untuk bayi dan anak kecil digunakan tanpa cuff dan untuk anak besar dan
dewasa dengan cuff supaya tidak bocor. Pipa endotrakea dapat
dimasukkan melalui mulut atau melalui hidung (Said, 2001).
b. Laringoskop
Fungsi laring ialah mencegah benda asing masuk paru. Laringoskop ialah
alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita
dapat memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar
dikenal dua macam laringoskop :
Bilah lurus (straight blades/ Magill/ Miller)
Bilah lengkung (curved blades/ Macintosh)
didorong ke nasofaring. Jika terdapat tahanan pada saat itu, tarik selang 1-2
cm, posisikan ulang kepala dan leher, dan majukan selang untuk meningkatkan
keberhasilan dalam mengarahkan selang ke dalam orofaring. Pada saat itu,
mendengarkan suara nafas saat selang naik akan menunjukkan apakah selang
telah dimasukkan ke dalam hipofaring atau laring. Gerakan selang harus
bertepatan dengan inspirasi (O’Donnell, 2016).
Jika intubasi blind tidak dapat dilakukan, sedasi atau anestesi diberikan
dan dilakukan laringoskopi langsun. Seorang asisten bertugas memajukan
selang, sedangkan laringoskopi menggunakan forsep Magill untuk memegang
selang dan mengarahkannya ke laring. Harus berhati-hati agar tidak merusak
balon ETT (O’Donnell, 2016).
1. Metode mengambil ETT dan kateter di orofaring dengan bantuan forsep dan
membimbing mereka ke dalam trakea di bawah penglihatan langsung
dengan laringoskopi pertama kali dijelaskan oleh Magill (Said, 2001).
2. Berbagai alat bantu untuk intubasi hidung buta telah digunakan termasuk:
19
3. Intubasi nasotrakeal yang difasilitasi oleh stylet dalam teknik ini, stylet
melengkung digunakan untuk melenturkan ujung ETT secara anterior dan
dilepaskan segera setelah selang berada di rongga hidung. Ini membantu
penyisipan selang yang lebih lancar melalui rongga hidung, dan
kemungkinan perdarahan minimal (Said, 2001).
5. Teknik menggunakan ETT Endotrol dan Light Wand. Ini adalah metode
berbeda yang menggunakan selang Trachlight dan Endotrol (Mallinckrodt,
Athlone, Irlandia). Stylet logam bagian dalam dihilangkan dari Trachlight,
dan tongkat cahaya ditempatkan di selang Endotrol sampai ujung tongkat
cahaya dan ujung ETT sejajar. Selang Endotrol memiliki kait kawat yang
dengannya lekuk selang dapat dikontrol (Said, 2001).
yang sangat berguna untuk pengelolaan jalan nafas sulit yang tidak
terduga.vDengan pasien di bawah anestesi umum dan di bawah tingkat
anestesi yang tepat, rileks seperti untuk setiap prosedur intubasi, selang
dimasukkan ke dalam rongga hidung yang dipilih dan disiapkan; ETT
dimajukan sampai mencapai orofaring. Kemudian, seorang asisten
diperlukan untuk melakukan traksi mandibula ke atas, dan fiberoskop
retromolar Bonfils dimasukkan dari commissure bibir kanan dan
"retromolar bonfiloscopy" dilakukan. Bonfils dimajukan sampai epiglotis
dan pita suara diidentifikasi. Kemudian, Bonfils sedikit ditarik, dan
pandangan oropharynx dicari dan selang trakea diidentifikasi. Orang yang
melakukan manuver Bonfil dan ETT melakukan manuver, dan orang yang
terampil dan terlatih mempertahankan traksi mandibula ke atas, yang
membantu meningkatkan visibilitas pita suara. Selang ditingkatkan ke
bidang pengamatan Bonfils dan segera selang diarahkan ke trakea di
bawah penglihatan langsung dengan Bonfils (Said, 2001).
10. Intubasi hidung dalam posisi duduk Intubasi endotrakeal duduk terbukti
lebih berhasil jika dibandingkan dengan intubasi konvensional (Said,
2001).
Pada pasien pediatrik jika rute hidung dipilih, dalam melakukan intubasi
nasotrakeal, tidak jarang menyebabkan pendarahan dari hidung. Akibatnya,
beberapa strategi telah dikembangkan untuk mengurangi risiko ini.
Menghangatkan ujung selang untuk melunakkannya belum terbukti efektif dalam
23
Kelainan intranasal
Fraktur wajah yang luas
Fraktur dasar tengkorak / basis cranii
Koagulopati sistemik (Howard, 2007)
24
DAFTAR PUSTAKA