Anda di halaman 1dari 92

TOTAL TIROIDEKTOMI

Kezia Christy Gunawan (01073180036)


Pembimbing : dr. Monika Widiastuti, Sp.An
IDENTITAS PASIEN
 Nama : Ny. M
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Tanggal Lahir : 24 April 1972 (47 th)
 Status Perkawinan : Menikah
 Agama : Islam
 Alamat : Tangerang
 Pekerjaan : Wiraswasta
 No. Rekam Medis : RSUS. 00-77-69-xx
 Tanggal Masuk RS : 29 Juli 2019
ANAMNESIS
 Dilakukan secara autoanamnesis pada Selasa
30 Juli 2019, dilengkapi dengan
alloanamnesis dari rekam medis
KELUHAN UTAMA
 Benjolan di leher kanan & kiri sejak 1 tahun
yang lalu
RIWAYAT PENYAKIT
SEKARANG
 Pasien mengeluhkan adanya benjolan pada lehernya
sebelah kanan dan kiri sejak ± 1 tahun SMRS.
 Benjolan ini dirasa semakin lama semakin membesar.
 Benjolan ini tidak nyeri. Nyeri dan susah menelan disangkal.
 Pasien mengaku terkadang merasa berdebar-debar dan
sering berkeringat, namun pasien menyangkal sering
merasa kepanasan, lemas, kelelahan, pandangan kabur,
atau pingsan.
 Penurunan nafsu makan dan/atau berat badan disangkal,
 BAB dan BAK normal. Pasien tidak mengalami batuk-
batuk,keringat malam, sesak nafas, maupun mual dan
muntah.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

 Pasien belum pernah mengalami keluhan


serupa sebelumnya.
 Riwayat HT, DM, dislipidemia, asam urat
disangkal.
 Riwayat keganasan disangkal.
 Riwayat operasi tiroidektomi kanan
(20/08/18)
 Riwayat TB disangkal.
 Riwayat asma dan alergi disangkal.
 Tidak ada yang mengalami keluhan serupa
sebelumnya.
 ▪ Riwayat HT, DM, dislipidemia, asam urat tidak

diketahui.
 ▪ Riwayat penyakit jantung, paru, keganasan di

keluarga disangkal.
 ▪ Riwayat keganasan disangkal.
 ▪ Riwayat pernah operasi atau dirawat disangkal.
 ▪ Riwayat TB disangkal.
 ▪ Riwayat asma dan alergi disangkal
STATUS GENERALIS
 GCS : 15 (E4M6V5)
 Tingkat kesadaran : Compos Mentis
 Keadaan umum : Sakit sedang
 Laju pernafasan : 18x
 Laju nadi : 71x
 Tekanan darah : 100/70 mmHg
 Suhu badan : 36.9°C
 Sp. O2 : 100%
 BB/TB/IMT : 79 kg/160 cm/24.2
->overweight
PEMERIKSAAN FISIK
SISTEM DESKRIPSI
Kepala Normosefali
Rambut hitam,merata,tidak mudah
lepas
Wajah Simetris
Mata Konjungtiva anemis -/-
Pupil bulat isokor 3mm/3mm,RCL
+/+, RCTL +/+
Pergerakan bola mata : normal ke
segala arah
Leher Tidak terdapat perbesaran KGB
Tampak benjolan bilateral,
simetris kiri dan kanan,
permukaan rata, nyeri tekan (-),
Hidung Simetris, deviasi septum (-),
nafas cuing hidung (-)
Mulut Bibir tidak kering ,gusi tidak
berdarah, lidah tidak kotor, tonsil
T1-T1 tenang, faring tidak
hiperemis.
Thoraks Inspeksi : Bentuk simetris,
retraksi intercostal (-), retraksi
suprasternal (-), retraksi
substernal (-)

Paru Inspeksi: pergerakan dada simetris


Palpasi : fremitus taktil kanan dan
kiri simetris
Perkusi : Sonor di seluruh lapang
paru kiri dan kanan
Auskultasi : Suara nafas vesikuler,
ronki -/-, wheezing -/-
ABdomen Inspeksi : cembung, simetris
Palpasi : Soepel, hepar dan lien
tidak teraba, nyeri tekan
epigastrium (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+).

Ekstremitas Ekstremitas : akral hangat, tremor


(+), Edema tungkai bawah (+),
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 EKG : Sinus Rythm
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Result Unit Reference
range
Haemoglobin 12.50 g/dL 11.70-15.50
Hematocrit 39.80 % 35.00-47.00
Erythrocyte 4.84 10^6/µl 3.80-5.20
White Blood Cell 8.70 10^3/c 3.60-11.00
(WBC)
Basophil 1 % 0-1
Eosinophil 2 % 1-3
Band Neutrofil 2 % 2-6
Segment 59 % 50-70
Neutrofil
Lymphocyte 28 % 25-40
Result Unit Reference
Range
MCV 82.20 Fl 80.00-100.00
MCH 25.80 Pg 26.00-34.00
MCHC 31.40 g/dL 32.00-36.00
Bleeding Time 1.30 Minutes 1.00-3.00
Prothrombin 11.00 Seconds 9.4-11.3
Time
A.P.T.T 30.10 Seconds 27.70-40.20
INR 1.02 Seconds
SGOT (AST) 21 U/L 0-32
SGPT (ALT) 24 U/L 0-32
Ureum 8.0 mg/dL <50.00
Creatinine 0.63 mg/dL 0.5-1.1
Result Unit Reference
Range
Na 139 mmol/L 137-145
K 3.8 mmol/L 3.6-5.0
Cl 103 mmol/L 98-107
TSHs 2.39 µIU/mL 0.27-4.20
Free T4 1.14 ng/Dl 0.93-1.70
 Foto Polos Thorax (22/07/2019) Cor dan
Pulmo dalam batas normal
 Kalsifikasi pada lapangan atas paru kanan
 USG Thyroid (26/09/2017)
 Lobus Kanan:
 ● Kutis dan subkutis baik
 ● Ukuran ± 1,75 x 1,48 x 2,69cm
 ● Tampak nodul hypoechoic heterogen dengan batas tegasukuran +/- 1,22x1,03

cm pada thyroid kanan degan CDFI tidak tapak peningkatan vaskularisasi intralesi
 Lobus Kiri:
 ● Kutis dan subkutis baik
 ● Ukuran ± 1,69 x 1,.06 x 2,64cm
 ● Tak tampak lesi fokal
 ● Echostruktur parenkim homogen

Isthmus : Tampak pula nodul hipoechoic heterogen batas relaif tegas ukuran ± 2,04
x 1,27 cm yang dengan CDFI tidak tampak peningkatan vaskularisasi intralesi

Tidak tampak pembesaran Kelenjar Getah Bening cervical bilateral


Kesan : Struma nodosa thyroid kanan dan isthmus
Tidak tampak pembesaran KGB cervical bilateral
RESUME
 ▪ Benjolan di leher kanan dan kiri sejak +/- 1 th
SMRS. ▪ Nyeri (-), sesak nafas (-), dysfagia (-),
dysfonia (-). ▪ Terkadang pasien merasa berdebar-
debar dan berkeringat. Pingsan (-), sering lemas (-),
kepanasan (-) Riwayat operasi tiroidektomi kanan
(20/8/18)
 ▪ Pemeriksaan fisis: ▫ Pasien tergolong dalam
obesitas tipe 1 ▫ ▪ Pemeriksaan penunjang: ▫ Lab
dalam batas normal, TSHs dan FT4 dalam batas
normal → euthyroid ▫ CXR: elongasio aorta dan
kalsifikasi ▫ USG thyroid: Struma nodosa tiroid
kanan dan isthmus
 Diagnosis Struma Nodosa Non Toxic (pro-
total tiroidektomi)
Evaluasi Pre Anestesi

 ▪ Prosedur : total tiroidektomi


 ▪ Riwayat sedasi/anestesi : -
 ▪ Komplikasi sedasi/anestesi : -
 ▪ Obat-obatan yang dikonsumsi : -
 ▪ Alergi : -
 ▪ Riwayat komplikasi sedasi/anestesi pada

keluarga: -
 Evaluasi Pre Anestesi
 ▪ Obstruksi jalan napas : -
 ▪ Thoraks/abdomen : dalam batas normal
 ▪ Wajah : dalam batas normal
 ▪ Buka mulut (3 jari) : ya
 ▪ Jarak thyromental (3 jari) : ya
 ▪ Skor Mallampati : I
 ▪ Menggerakkan rahang ke depan : ya
 ▪ Fleksi dan ekstensi kepala dan leher: ya
 ▪ Penyangga leher : tidak
 ▪ Jalan nafas sulit : tidak
Plan of Care Anestesi
▪ Teknik anestesi yang telah direncanakan : ▫
Anestesia umum
▪ Monitoring alat invasif yang telah
direncanakan : -
▪ Kontrol nyeri yang telah direncanakan : -
▪ Risiko yang mungkin terjadi:
▫ Mual
▫ Obstruksi jalan nafas
 Tanggal : 30/07/2019
 Ruang OT : E
 Dokter operator : dr. B, Sp.B(k)Onk
 Prosedur : Total tiroidektomi
ANESTESI
 A. Pengkajian Pra Induksi Jam: 14.30
 Pasien sudah diidentifikasi (v)
 Informed consent sudah ditandatangani (v)
 Rekam medis sudah dibaca ulang (v)
 Puasa 8 jam (v)
 Mallampati (II)
 Kondisi pasien: (v) tenang (v)sadar
 TD: 159/739

 N: 82x
 RR: 18x
 SpO2: 100%
 Alergi: -
ANESTESI
B. Evaluasi Keselamatan Pasien Pengecekan
 Mesin anestesi (v)
 Tali pengaman terpasang (v)
 Penyangga lengan (v)
 Pressure point checked and padded (-)
 Penyangga ketiak (-)
 Tangan terlindungi (v)
 Perawatan mata: (-)
ANESTESI
 C. Alat Monitoring  D. Teknik Anestesi ▪
 ▪ Stetoskop Umum: ▫ Preoksigenasi
 ▪ NIBP (kiri) ▫ Intravena ▫ Inhalasi
 ▪ ECG, lead II
 ▪ Pulse oxymeter
 ▪ Selimut penghangat
 ▪ Intravena
ANESTESI
 E. Manajemen Jalan Napas
 ▪ Mask

 ▪ Intubasi: oral ▫ Sleep ▫ Apnea ▫ Direct

 ■ ETT: regular, size 7, batas 22 cm, cuffed

(udara)
 ▪ Stylet

 ▪ Laringoskop: Blade macintosh, ukuran 3

 Video laringoskopi : Blade macintosh, ukuran 3

 ▪ Percobaan : II

 ▪ Suara nafas : sama


 F. Cairan, Transfusi, Kehilangan darah Intra-
Operatif
 ▪ Intake: ▫ Kristaloid: ± 300 ml
 ▪ Output ▫ Kehilangan darah: minimal
14.3 14.4 15.0 15.1 15.3 15.4 16.0 16.1 16.30
0 5 0 5 0 5 0 5
SaO2 100 100 100 100 100 100 100 100 100

FiO2 52 52 52 52 52 52 52 52 52

End 37 37 37 37 37 37 37 37 37
Tidal
CO2
EKG SR SR SR SR SR SR SR SR SR
TDS 100 123 110 125 127 122 116 123 129
TDD 80 56 56 90 87 65 76 58 60
PR 76 78 85 77 100 98 80 83 78
Posisi Supine
RR 14 14 14 14 14 14 14 14 14
14:30 14:45 15:00 15:15 15:30 15:45 16:00 16:15 16:30
O2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2
(lpm)
N2O 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2
(lpm)
Sevofl 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
urane
Midaz 2,5
olam mg
Fenta 100 50
nyl mcg mcg
Propof 200
ol mg
Atracu 40 mg
rium
Ketor 50 mg
olac
TINJAUANPUSTAKA
DIFFICULT AIRWAY
DEFINISI
 Kesulitan jalan nafas didefinisikan sebagai
situasi klinis di mana anestesiologis
konvensional terlatih mengalami kesulitan
dengan ventilasi masker di saluran napas
bagian atas, kesulitan intubasi trakea, atau
keduanyaDipengaruhi oleh faktor pasien,
kemampuan praktisi, clinical setting.
KLASIFIKASI ASA
 Kesulitan ventilasi dengan sungkup atau
supraglottic airway (SGA) (mis., Laryngeal mask airway
[LMA], intubasi LMA [ILMA], tabung laryngeal):
Ketidakmampuan untuk memberikan ventilasi yang
memadai karena satu atau lebih masalah berikut:
masker atau segel SGA yang tidak memadai, kebocoran
gas yang berlebihan, atau resistensi berlebihan terhadap
masuknya gas atau keluarnya gas
 Ketidakmampuan dari ahli anestesi yang berpengalaman

untuk menjaga SO2 > 90 % saat ventilasi dengan


menggunakan masker wajah dan O2 inspirasi 100%,
dengan ketentuan bahwa tingkat saturasi oksigen pra
ventilasi masih dalam batas normal.
Tanda ventilasi tidak adekuat :
 gerakan dada tidak ada atau tidak memadai,
 Suara nafas tidak ada atau tidak memadai,
 tanda-tanda auskultasi menunjukkan obstruksi
 sianosis,
 masuknya udara lambung atau dilatasi,
 penurunan atau saturasi oksigen yang tidak memadai (SpO2 ),
 Tidak ada atau tidak memadai karbon dioksida yang

dihembuskan,
 tidak ada atau tidak memadai pengukurn spirometri dari

aliran gas yang dihembuskan


 perubahan hemodinamik yang terkait dengan hipoksemia

atau hiperkarbia (mis., hipertensi, takikardia, aritmia)


 Kesulitan penempatan SGA: Penempatan
SGA membutuhkan beberapa percobaan
dengan ada atau tidak adanya trakea
patologi.
 Kesulitan laringoskopi: Kesulitan untuk

memvisualisasikan bagian dari pita suara


setelah beberapa kali percobaan dengan
laringoskopi konvensional
 Kesulitan intubasi trakea : Dibutuhkannya
lebih dari 3 kali usaha intubasi atau usaha
intubasi yang terakhir lebih dari 10 menit
 Kegagalan intubasi :Penempatan ETT gagal

setelah beberapa kali percobaan intubasi


I. ANAMNESIS
 Anemnesis riwayat terutama yang berhubungan
dengan jalan napas atau gejala-gejala yang
berhubungan dengan saluran pernapasan atas.
 Tanda dan gejala yang berhubungan dengan jalan

napas harus dijelaskan misalnya snoring atau


mengorok (misalnya pada sleep apnea yang
obstruktif), gigi terkikis, perubahan suara, disfagi,
stridor, nyeri servikal atau pergerakan leher yang
terbatas, neuropathi ekstremitas atas, nyeri atau
disfungsi sendi temporo-mandibular dan nyeri
tenggorokan atau rahang yang berlangsung lama
setelah pembiusan. .
II. PEMERIKSAAN FISIK
 LEMON
L = Look externally -> leher pendek, trauma
facial, gigi yang besar, kumis atau jenggot, atau
lidah yang besa
E = Evaluate 3 – 3 – 2 rule
M = Mallampati
score
◦ menilai visualisasi
hipofaring, caranya
pasien berbaring
dalam posisi supine,
membuka mulut
sambil menjulurkan
lidah. Klasifikasi Klinis
 Kelas I Tampak uvula, pilar fausial dan

 Kelas II palatum mole

 Kelas III Pilar fausial dan palatum mole terlihat

 Kelas IV Palatum durum dan palatum mole

masih terlihat

Palatum durum sulit terlihat


O = Obstruction/Obesity
 Menilai adanya keadaan yang dapat
menyebabkan obstruksi misalkan abses
peritonsil, trauma.
 Obesitas dapat menyebabkan sulitnya

intubasi karena memperberat ketika


melakukan laringoskop dan mengurangi
visualisasi laring
N = Neck deformity
• Deformitas leher yang dapat menyebabkan
berkurangnya range of movement dari leher
• Ektensi leher "normal" adalah 35° (The atlanto-
oksipital/ A-O joint)
 METODE 4Ms
Mallampati
Measurement
 3 – Jari. Bukaan mulut.
 3 – Jari. Jarak hypomental = dari manthus

sampai leher
 2 – Jari antara thypiod sampai dasar dari

mandibula 
 1 - Jari. Subluksasi mandibula
Movement of the neck

  
Malformation of the Skull (S), Teeth (T), Obstruction
(O), Pathology (P) STOP
 S = Skull (Hidrocephalus dan mikrocephalus) 
 T = Teeth (Buck, protruded, & gigi ompong,

makro dan mikro mandibula) 


 O = Obstruction (obesitas, leher pendek dan

bengkak disekitar kepala and leher) 


 P =Pathologi (kraniofacial abnormal &

Syndromes: Treacher Collins, Goldenhar’s,


Pierre Robin, Waardenburg syndromes) 
 Jika score pasien 8 atau lebih, maka
memungkinkan difficult airway
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Radiografi , CT-scan , fluoroskopi dapat
mengidentifikasi berbagai keadaan yang
didapat atau bawaan pada pasien dengan
kesulitan jalan napas
 Evaluasi Jalan Napas
 Memperoleh riwayat kesulitan jalan napas : Riwayat

penyakit (kesulitan jalan napas) dapat membantu dalam


cara menghadapi kesulitan jalan nafas, riwayat operasi
atau riwayat anestesi, jika ada kemudian tanyakan waktu
pelaksanaan. 
 Pemeriksaan fisik :Ciri-ciri anatomi tertentu (ciri-ciri fisik

dari kepala dan leher) dan kemungkinan dari kesulitan


jalan nafas.
 Evaluasi tambahan :Tes diagnostik tertentu (Radiografi ,

CT-scan , fluoroskopi ) dapat mengidentifikasi berbagai


keadaan yang didapat atau bawaan pada pasien dengan
kesulitan jalan napas
 
Persiapan Standar pada Managemen Kesulitan Jalan Napas

 Tersedianya peralatan untuk pengelolaan


kesulitan jalan napas
1. Laryngoscope dengan beberapa alternatif desain
dan ukuran yang sesuai
2. Endotrakea tube berbagai macam ukuran
3. Pemandu endotrakeal tube. Contohnya stylets
semirigid dengan atau tanpa lubang tengah
untuk jet ventilasi, senter panjang, dan mangil
tang dirancang khusus untuk dapat
memanipulasi bagian distal endotrakeal tube.
4. Peralatan Intubasi fiberoptik
5. Peralatan Intubasi retrograd.
6. Perangkat ventilasi jalan nafas darurat
nonsurgical. Contohnya sebuah jet transtracheal
ventilator, sebuah jet ventilasi dengan stylet
ventilasi, LMA, dan combitube.
7. Peralatan yang sesuai untuk akses pembedahan
napas darurat (misalnya, cricothyrotomy).
8. Sebuah detektor CO2 nafas (kapnograf).
 Menginformasikan kepada pasien atau keluarga
tentang adanya atau dugaan kesulitan jalan nafas,
prosedur yang berkaitan dengan pengelolaan
kesulitan jalan nafas, dan risiko khusus yang
kemungkinan dapat terjadi
 Memastikan bahwa setidaknya ada satu orang
tambahan sebagai asisten dalam manajemen
kesulitan jalan nafas,
 Melakukan preoksigenasi preanestesi dengan
sungkup wajah sebelum memulai manajemen
kesulitan jalan nafas, kuran glebih selama 3 menit
untuk mencapai hasil saturasi oksigen yang baik
 Secara aktif memberikan oksigen tambahan
di seluruh proses manajemen kesulitan jalan
nafas. Dapat menggunakan nasal cannule,
facemask, LMA
Strategi Intubasi pada Kesulitan Jalan Napas

1. Intubasi sadar
• Intubasi endotrakea dalam keadaan pasien sadar
dengan anestesi topikal
• Mencegah aspirasi pada kasus trauma berat pada
muka, leher,perdarahan, usus, serta kesulitan jalan
nafas
• Kombinasi obat premedikasi digunakan untuk
menghilangkan kecemasan, memberikan jalan napas
yang jelas dan kering, dan mencegah aspirasi isi
lambung antara lain seperti diazepam, fentanyl atau
petidin untuk mempermudah kooperasi pasien tanpa
harus menghilangkan refleks jalan napas atas (yang
harus mencegah apirasi)
 Spray lidokain 2% pada lidah dan farings,
tetapi jangan kena plika vocalis.
 Midazolam dalam dosis 20 sampai 40 mg /

kg iv, diulang setiap 5 menit yang diperlukan,


yang digunakan untuk mencapai tingkat yang
diinginkan sedasi (dosis maksimal 100
sampai 200 mg / kg).
2. Laringoskopi dengan bantuan video.
• Meningkatkan visualisasi laring
• Laringoskop McGrath
3. Intubasi stylets atau tube-changer.
4. SGA untuk ventilasi (LMA, laringeal tube)
 Cuff yang kempes dilumasi lubrikan dan

dimasukkan secara blindly ke dalam


hypopharynx setelah mengembang akan
membentuk segel bertekanan rendah di
sekitar pintu masuk laring
 Melindungi laring dari sekret faring tapi tidak

regurgitasi lambung
Ada 4 tipe LMA yang biasa digunakan:
 I-Gel yang menggunakan gel sebagai occluder

dan bukan menggunakan cuff


 LMA Ctrach dimana terdapat kamera untuk

membantuk masuknya ETT


 ProSeal LMA yang memiliki lubang untuk

memasukkan pipa nasogastrik dan dapat


digunakan ventilasi tekanan positif, dan
 Fastrach LMA yang dapat memfasilitasi intubasi

bagi pasien dengan jalan nafas yang sulit.


5. Laryngoscopic berbagai desain dan ukuran,
 instrumen untuk pemeriksaan laring dan

untuk fasilitas intubasi trakea.


6. Intubasi dengan bantuan fiberoptik
 Stylets menyala atau Ligth Wand.
CASE DISCUSSION
 Based on Morgan
 17 year old girl presents for emergeny

drainage of a submandibullar abscess


PREOPERATIVE EVALUATION
1. Riwayat jalan napas dan lakukan
pemeriksaan pada kepala dan leher
2. Catatan anestesi sebelumnya direview
kembali untuk melihat masalah pada jalan
napas sebelumnya
3. Jika deformitas wajah cukup parah untuk
menghalangi sungkup maka bisa digunakan
ventilasi tekanan positif
 4. Pasien dengan penyakit hipofaring lebih
bergantung pada tonus otot saat sadar untuk
menjaga patensi jalan nafas oleh karena iu sebaiknya
tidak dilkakukan induksi anestesi,sedasi,atau
pelemas otot sampai jalan nafas benar – benar aman
 5. Jika terdapat ketervatasan pada sendi
temporomandibular maka dapat dilakukan nasal FOB
 6. Petunjuk lain untuk laringoskopi yang berpotensi
sulit antara lain : ekstensi leher yang terbatas (<35),
jarak antara ujung mandibula pasien dengan tulang
hyoid <7cm, jara sternomental <12,5cm serta uvula
yang susah dilihat saat menjulurkan lidah
 7. Evaluasi apakah ada tanda – tanda sumbatan jalan
napas : retraksi dada, stridor dan hipoksia
(gelisah,cemas,letargi). Pnemounia aspirasi dapat
terjadi apabila pasien menelas pus yang berasal dari
mulut -> hindari teknik yang menghilangkan refleks
laring -> (cth:anestesi topikal )harus dihindari
 8. Trauma servikal harus dievaluasi sbeelum dilakukan

laringoskopi direct. Psien trauma dengan leher yang


tidak stabil atau belum benar – benar dipastikan
merupakan kandidat untuk dilakukan bronkoskopi
 9. Artritis servikal menyebabkan kepala susah untuk

posisi sniffing sehingga bisa dilakukan bronkoskopi


 Diketahui pada pemeriksaan fisik ditemukan
edema wajah sehingga mempengaruhi range
of motion dari mandibula.
 Sungkup atau mask tidak terganggu
 Dai hasil radiografi ditemukan infeksi sudah

menyebar ke laring
 Terdapat Frank pus pada mulut
TEKNIK INTUBASI
 Intubasi oral atau nasal dapat dilakukan pada
pasien sadar atau teranestesi.
 Intubasi dapat dilakukan dengan laringoskopi

direct, fiberoptic, teknik video laringoskopi


 Pada pasien ini : intubasi sulit dilakukan karena ada

pus pada mulu dan ventilasi tekanan positif juga


tidak memungkinkan oleh karena itu induksi
anestesia harus ditunda sampai airway benar-
benar aman
 Alternatif L: Intubasi fiberoptik sadar, Laringoskopi

video sadar, atau penggunaan stylet optial sadar


PREMEDIKASI
 Hialngnya kesadaran atau gangguan pada refleks
jalan nafas dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas
atau aspirasi. Glikkopirolat dpaat menjadi pilihan
yang baik untuk premedikasi karena meminimalkan
sekresi jalan nafas dan tidak melewati sawar darah
otak
 Obat penenang parenteral harus dititrasi dengan
sangat hati – hati
 Dexmedetomidine dan ketamine menjaga upaya
pernapasan dan seringdigunakan sebagai penenang
 Persiapan psikologis pasien agar pasien lebih
kooperatif
NERVE BLOCK SAAT AWAKE
INTUBATION
 Cabang – cabang lingual dan beberapa
cabang faring dari syaraf glossopharyngela
yang memberikan sensasi ke 1/3 posterior
lidah dan orofaring dapat diblokir dengan
injeksi bilateral 2mL anestesi lokal ke pilar
tonsil anterior dengan 25 gauge jarum spinal
 Blok syaraf superior
laringeal bilater dan blok
transtrakelal akan
membius jalan napas di
bawah epiglotis
 Cari tulang hyoid

kemudian 3ml lidokain


2% diinfiltrasi 1 cm di
bawah setiap greater
cornu dimana cabang
internal saraf laring
superior menembus
membran tirohyoid
 Blok transtrakeal dilakukan
dengan mengidentifikasi
dan penetrasi ke CTM saat
leher diekstensikan
 Setelah posisi intratrakeal

dikonfirmasi (aspirasi
udara) 4ml lidokain 4%
diinjeksi ke trakea saat
akhir dari ekspirasi
 Inhalasi yang dalam dan

refleks batuk akan


mendistribusikan agen
anestesi ke trachea
 Meskipun blok-blok ini memungkinkan pasien
yang sadar untuk dapat menoleransi intubasi
dengan lebih baik dapat terdapat refleks batuk,
menekan refleks menelan dan dapat
menyebabkan aspirasi
 Karena pada pasien ini terdapta risiko aspirasi
anestesi lokal terbatas pada hidung saja
 Anesesi lokal diberikan pada mukosa nasal
dengan aplikator sampai nasal airway (yang
sudah dilubrikasi dengan lidocaine gel) bisa
dimasukkan
SURGICAL AIRWAY
 Laringospasme dapat terjadi sebagai
komplikasi dari intubasi sadar sehingga
ventilasi tekanan postif menjadi tidak
mungkin
 Jika suksinilkolin diberikan untuk mengatasi

spasme maka relaksasi otot faring dapat


menyebabkan obstruksi jalan napas atas dan
ketidakmampuan untuk ventilasi. Dalam
situasi ini crychothyrotmi darurat diperlukan
JALAN NAPAS SULIT TAK TERDUGA
 Jalan napas sulit yang tak teduga dapat
muncul baik pada pasien bedah elektif
maupun cto
 Jika laringoskopi video gagal bahkan setelah

upaya dengan intubasi bougie dapat dicoba


LMA
 Jika ventilasi memadai FOB dapat dimuat

dengan TT melewati LMA masuk ke trakea


 Posisi tube yang benar dikonfirmasi oleh

visualisasi dari karina


EKSTUBASI
 pasien sedang teranestesi dalam atau bangun
 Pasien juga harus pulih sepenuhnya dari

pengaruh obat pelemas otot pada saat


sebelum ekstubasi
 Ekstubasi selama anestesi ringan (masa

antara anestesi dalam dan bangun) harus


dihindari karena meningkatnya risiko
laringospasme
DEFINISI
 Hipertiroid : kondisi berupa peningkatan kadar
hormon tiroid yang disintesis dan disekresikan oleh
kelenjar tiroid melebihi normal
 Tirotoksikosis : manifestasi klinis dengan berbagai
etiologi, manifestasi dan cara pengobatan sebagai
akibat dari tingginya kadar hormon tiroid yang beredar
 Thyroid Storm / Krisis tiroid : komplikasi serius dari
tirotoksikosis Merupakan kejadian yang jarang, tidak
biasa dan berat dari hipertiroidisme. Krisis tiroid
mengacu pada kejadian mendadak yang mengancam
jiwa akibat peningkatan dari hormon tiroid sehingga
terjadi kemunduran fungsi organ.
 Ancaman paling serius bagi pasien hipertiroid
yang menjalani operasi adalah thyroid storm
 Dengan karakter :

hiperpireksia,takikardi,altered cpnsciousness
(agitasi,delirium,koma)
ETIOLOGI
 Graves disease (paling sering)
 Solitary toxic adenoma or toxic multinodular

goiter
 Rare cause :

◦ Hypersecretory thyroid carcinoma


◦ Thyrotropin-secreting pituitary adenoma
◦ Infeksi
◦ Pemberian iodium dalam jumlah besar
◦ Penghentian terapi hipertiroid secara tiba – tiba
(PTU,methimazole,carbimazole)
PATOFISIOLOGI
 Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa
meningkatnya produksi dari T3 atau T4
menyebabkan krisis tiroid. Peningkatan
reseptor katekolamin (peningkatan
sensitifitas dari katekolamin) memegang
kunci penting. Penurunan pengikatan dari
TBG (meningkatnya T3 atau T4 bebas)
mungkin ikut berperan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Serum thyroid hormone levels (i.e. free T3
[FT3] and free T4 [FT4]) are elevated with
suppressed TSH levels
 Scintiscanning
 Radioactive uptake
TATALAKSANA
KOMPLIKASI TIROIDEKTOMI
 Cedera pada saraf-saraf yang menginervasi laring
yaitu recurrent laryngeal nerve (RLN), dapat
menyebabkan pasien tidak dapat mempertahankan
patensi jalan nafas setelah ekstubasi, khususnya bila
terjadi cedera RLN bilateral.
 Hematoma pada leher akibat perdarahan dari lokasi
operatif → penekanan jalan nafas. Bila ini terjadi,
akan diperlukan dekompresi segera secara operatif.
 Kadangkala adanya penekanan kronis oleh kelenjar
tiroid yang membesar dapat menyebabkan
trakeomalasia yang akan menyebabkan obstruksi
jalan nafas dan memerlukan reintubasi.
 Edema laringeal
 Hipoparatiroid
 Tetanus hipokalsemia
 Pneumotoraks

Anda mungkin juga menyukai