Anda di halaman 1dari 10

1.

Kasus Prita Mulyasari

MA mengabulkan kasasi jaksa dan menyatakan Prita Mulyasari bersalah dalam kasus
pencemaran nama baik RS Omni Alam Sutera, Tangerang. Prita divonis 6 bulan, tapi
dengan masa percobaan selama 1 tahun.

Seperti diketahui, drama hukum Prita menjadi magnet semua pihak. Bahkan,
seluruh calon presiden 2009 harus menyambangi Prita guna pencitraan kampanye.
Pada 29 Desember 2009, majelis hakim PN Tangerang memutus bebas Prita
Mulyasari dari tuntutan jaksa 6 bulan penjara. Alasan utama membebaskan Prita
karena unsur dakwaan pencemaran nama baik tidak terbukti.

Namun, MA membalikkan semuanya hingga Prita harus menempuh upaya hukum


luar biasa Peninjauan Kembali (PK).
2.Jusuf Kalla: Penyalahgunaan Agama Sering
Terkait Kepentingan Politik
Kompas.com - 27/01/2018, 00:52 WIB

Wakil Presiden RI Jusuf Kalla ketika ditemui di kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara,
Jakarta Pusat, Rabu (6/12/2017). (KOMPAS.com/ MOH NADLIR)

MAKASSAR, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla menyinggung


upaya meraih kekuasaan dengan isu agama. Menurut dia, praktek
penyalahgunaan agama sering kali terkait dengan kepentingan politik ataupun
ekonomi.

“ Agama, atau ajaran tertentu dari agama, telah disalahartikan dan


disalahgunakan (used and abused). Penyalahgunaan agama itu sering terkait
dengan kepentingan politik, ekonomi, dan kontestasi lain di antara kelompok
masyarakat atau komunitas berbeda,” ujar Kalla saat mendapat Doktor
Honoris Causa dalam bidang sosiologi agama dari Universitas Islam Alauddin
Makassar, Kamis (25/1/2017).
Dalam pidato pengukuhannya yang berjudul “Kajian Perdamaian: Perspektif
Agama, Ekonomi, dan Politik” Kalla mengatakan, pelaku kekerasan atas
nama agama bukanlah orang atau kelompok yang dikenal sebagai pengamal
agama yang taat dan bahkan banyak di antara mereka tidak memahami
agama dengan benar.

Lebih lanjut, Kalla menuturkan ketidakadilan dan ketimpangan ekonomi yang


seringkali menjadi penyebab utama konflik. Oleh karena itu, ia
menambahkan, pembangunan ekonomi yang berkeadilan dan
berimbang sangat penting dalam menciptakan perdamaian, kedamaian, dan
harmoni.

“Perdamaian, kedamaian, dan harmoni menghadapi tantangan serius jika


masih banyak warga atau kelompok masyarakat yang menganggur dan
miskin sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari,” ujar
Wapres.

Selain itu, lanjutnya, dinamika politik juga berpotensi memicu konflik, terlebih
jika tidak ada pembagian kekuasaan yang adil (fair sharing).

“Jika proses politik yang ada menghasilkan ‘pemenang yang mengambil


semua kekuasaan’ (winners take all), bisa dipastikan konflik dan kekerasan
dapat muncul sewaktu-waktu, yang sering disebabkan pemicu (trigger) yang
sering remeh temeh,” ucap Kalla.
3.Disidang Perdana Kasus Korupsi, Mantan Wali Kota Batu Minta
Doa Restu

Kompas.com - 02/02/2018, 12:42 WIB

Mantan wali kota Batu Eddy Rumpoko usai sidang perdana di pengadilan
Tipikor Surabaya(KOMPAS.com/Achmad Faizal)

SURABAYA, KOMPAS.com - Mantan Wali Kota Batu, Jawa Timur, Eddy


Rumpoko, menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
(Tipikor) Surabaya, Jumat (2/2/2018).

Usai mendengarkan dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),


suami wali Kota Batu itu tidak banyak berkomentar kepada wartawan. "Mohon
doa restunya," kata Eddy singkat.
Dalam dakwaan tim jaksa KPK yang dipimpin Iskandar Marwanto, Eddy
Rumpoko disebut melakukan tindak pidana pasal 11 UU RI Nomor 31 tahun
1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi junto pasal 55 ayat 1,
junto pasal 64 ayat 1.

"Terdakwa Eddy Rumpoko menerima hadiah dalam kapasitasnya sebagai


wali kota Batu dari pengusaha bernama Filipus Djap," kata Iskandar
Marwanto.

Agus Dwi Warsono, kuasa hukum Eddy Rumpoko, mengatakan, kliennya


tidak akan mengajukan eksepsi atas dakwaan jaksa KPK.

"Kita akan langsung ke pembuktian saja, untuk membuktikan kebenaran


dakwaan yang disampaikan jaksa KPK," jelasnya.

Eddy Rumpoko diamankan KPK di rumah dinasnya pertengahan September


2017 lalu. Dia diduga menerima uang pemberian pengusaha sebesar Rp 200
juta untuk pelunasan mobil Toyota Alphard.

Turut juga ditetatapkan tersangka, Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan


Pemkot Batu Edi Setyawan dan pengusaha rekanan Pemkot Batu, Filipus
Djap.

Edi Setyawan diduga juga menerima suap dari pengusaha Filipus Djap
sebesar Rp 100 juta. Suap tersebut disebut fee dari proyek yang diterima
Filipus Djap dari Pemkot Batu.
4.Pria Pembunuh Dua Putri Kandungnya
Disuntik Mati
Kompas.com - 02/02/2018, 17:29 WIB

HOUSTON, KOMPAS.com — Pria yang membunuh kedua putrinya yang


masih kecil menjalani eksekusi hukuman mati di penjara Huntsville,
Texas, AS, Kamis (1/2/2018) malam.

John Battaglia (62) menembak mati Faith (9) dan adiknya, Liberty (6),
pada Mei 2001. Sementara ibu kedua bocah itu, Mary Jean Pearle, tak
berdaya mendengarkan pembunuhan itu lewat telepon.
Pada Kamis malam, akhirnya mantan akuntan itu menjalani eksekusi
hukuman mati setelah upaya terakhir mendapatkan pengurangan
hukuman ditolak Mahkamah Agung AS.

Di saat-saat menentukan itu, Mary Jean Pearle menyaksikan proses


eksekusi terhadap mantan suaminya itu.

Baca juga: Pembuluh Darah Terpidana Sulit Ditemukan, Eksekusi Suntik


Mati Ditunda

Saat diminta menyampaikan pernyataan terakhirnya, Battaglia hanya


tersenyum sambil memandang mantan istrinya yang berada di balik
kaca.

"Hai Mary Jean, sampai berjumpa lagi," kata Battaglia seperti


disampaikan media setempat dan petugas penjara.

Battaglia kemudian mengatakan agar eksekusi segera dimulai dan


menutup matanya. Namun, beberapa saat kemudian dia membuka
matanya.

"Saya masih hidup?" ujar Battaglia seperti dikabarkan harian Dallas


News.

Sesaat kemudian, Battaglia menghela napas dan berkata, "Saya


merasakannya."

Battaglia, mantan anggota marinir, dinyatakan meninggal 22 menit


setelah menerima suntikan maut. Dia adalah terpidana mati ketiga yang
dieksekusi di AS sepanjang tahun ini.
Para kuasa hukum Battaglia berusaha menyelamatkan nyawa kliennya
dengan berargumen bahwa pria itu mengalami masalah mental dan tak
bisa dieksekusi.

Namun, kuasa hukum Negara Bagian Texas berpendapat Battaglia


menyadari perbuatannya sehingga dia layak menjalani hukuman mati.

Battaglia menembak mati kedua putrinya dengan menggunakan pistol


kaliber .45 di rumahnya di kota Livingston, Texas, pada 2 Mei 2001.

Pada hari pembunuhan, Battaglia mengetahui surat penahanan


untuknya telah diterbitkan pengadilan karena dia melanggar masa
pembebasan bersyaratnya.

Battaglia sempat berurusan dengan hukum dan dipenjara setelah


terbukti menyerang mantan istrinya, Mary Jeane Pearle.

Malam itu, Battaglia menjemput kedua putrinya dalam sebuah


kunjungan rutin terjadwal.

Kemudian, dia mengirim pesan pendek kepada Mary Jane bahwa salah
satu anak mereka ingin menelepon ibunya.

Mary Jane kemudian menelepon ke rumah Battaglia yang kemudian


menggunakan pengeras suara untuk berbicara.

Dia kemudian meminta putrinya, Faith untuk bertanya kepada Mary


Jane.

"Ibu, apakah ibu ingin agar ayah kembali ke penjara?" tanya Faith.

Beberapa saat kemudian anak kecil itu berteriak penuh ketakutan:


"Jangan ayah, tolong jangan lakukan itu."
Mary Jeane yang tak berdaya hanya bisa berteriak menyuruh kedua
putrinya untuk lari sebelum mendengar suara tembakan dan teriakan
suaminya.

"Selamat hari Natal," ujar Battaglia.

Baca juga : William Morva, Napi Sakit Mental di AS Jalani Eksekusi


Suntik Mati

Saat mendengar rentetan tembakan, Mary Jeane menutup telepon dan


kemudian menghubungi 911.

Setelah membunuh kedua anaknya, dengan santai Battaglia pergi ke


tukang pembuat tato dan membuat dua tato mawar di lengannya.

Di tempat pembuat tato itulah polisi kemudian menangkap Battaglia.

Anda mungkin juga menyukai