Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS ILMU PENYAKIT DALAM

Disusun Oleh :
Kezia Christy Gunawan
01073180036

Pembimbing :
dr. Euphemia Seto, Sp.PD

Kepaniteran Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Siloam Hospital Lippo Village – Rumah Sakit Umum Siloam
Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan
Periode Mei – Agustus 2017
Tangerang
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. L
Jenis kelamin : Laki - laki
Usia : 48 tahun
Agama : Buddha
Pendidikan terakhir : SMA
Status : Menikah
Pekerjaan :-
Nomor Rekam Medis : RSUS. 00-87-56-69

1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis tanggal 3 September
2019 pukul 07.00 di bangsal lantai 2 Rumah Sakit Umum Siloam.

1.2.1 Keluhan Utama


Pasien datang dengan keluhan diare sejak 3 hari SMRS

1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Rumah Sakit Umum Siloam dengan keluhan diare sejak
3 hari SMRS. Pasien mengeluhkan BAB terus menerus dengan konsistensi
cair sejak 3 hari SMRS Tinja yang dikeluarkan berwarna kuning disertai
dengan ampas. Tidak terdapat darah maupun lendir pada tinja. Pasien
berkata dapat BAB sebanyak 10x dalam sehari. Bau tinjanya seperti
biasa tidak berbau asam maupun berbau busuk. Selain keluhan diare,
pasien juga mengeluhkan adanya mual dan muntah 3 – 4 xsehari sejak
3 hari SMRS. Keluhan demam disangkal. Selain itu pasien juga
mengeluhkan lemas di seluruh tubuh sejak 1 minggu SMRS. Lemas
dirasakan kurang lebih sejak 2 minggu SMRS dan memberat sejak 1
minggu SMRS. Pada 2 minggu SMRS pasien mengaku tidak memiliki
nafsu makan dan hanya makan 1x sehari dan minum air putih 2 kali
sehari sehingga pasien merasakan lemas di sekujur tubuh dan
diperparah dengan keluhan diare tersebut.

1.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang serupa. Pasien tidak
memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus, atau penyakit lainnya.

1.2.4 Riwayat Pengobatan


Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan baik yang rutin
maupun tidak.

1.2.5 Riwayat Kebiasaan


Pasien tidak mengkonsumsi rokok dan alkohol.

1.2.6 Riwayat Diet


Pasien mengkonsumsi bubur dan minum air putih kurang 1-2 kali sehari
dalam 2 minggu terakhir

1.2.7 Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang mengalami
keluhan serupa dengan pasien. Riwayat penyakit hipertensi, diabetes
mellitus, kanker, alergi, hepatitis, dan HIV dalam keluarga disangkal
pasien.

1.3 Pemeriksaan Fisik


Kesan umum
Keadaan Umum : Nampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
GCS E 4 V 5 M 6
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 75 x / menit teratur,lemah
Frekuensi Pernapasan : 18 x / menit
Suhu : 36.50C

Berat badan : 52 kg
Tinggi badan : 170 cm
Indeks Massa Tubuh : 20,44

Kepala
1. Tengkorak : bentuk normocephali
2. Muka : simetris, edema wajah (–)
3. Mata
Palpebra : Edema palpebral (-/-)
Kornea : Jernih (–/–)
Pupil : Isokor 3/3 mm, reflex pupil (+/+)
Sklera : Sklera icteric (-/-)
Konjungtiva : Konjungtiva anemis (+/+)
4. THT : Dalam batas normal
5. Bibir : Dalam batas normal
6. Gigi & Gusi : Dalam batas normal
7. Lidah : Atrofi (-)
8. Rongga Mulut : Hiperemis (-), luka (-), mukosa kering (+)
9. Faring : Hiperemis (-)
10. Tonsil : T0/T0, hiperemis (-/-)
11. Kelenjar parotis : Pembesaran (-), nyeri (-)

Leher
JVP tidak meningkat: KGB tidak teraba; Kaku kuduk (-); Kelenjar tiroid
tidak membesar, massa (-)

Thorax (paru)
Inspeksi : Perkembangan dada simetris, pernafasan normal, bentuk
dada normal
Palpasi : Vocal tactile fremitus simetris pada kedua lapang paru,
chest expansion simetris
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi : S1 S2 normal, suara vesikular di kedua lapang paru,
wheezing (-/-), ronki (-/-)

Thorax (cor)
Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat.
Palpasi : Ictus Cordis teraba pada ICS 5 midclavicular kiri. Heaves
(-), Thrill (-).
Perkusi : Batas jantung dalam batas nromal. Cardiomegaly (-)
Auskultasi : S1 S2 reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : Kontur abdomen cembung, caput medusae (-), striae (-),
scar (-).
Auskultasi : Bising usus 18 kali/menit.
Perkusi : Shifting dullness (-).
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), massa (-), nyeri (-)
liver tidak teraba, lien tidak teraba, ballottement (+/+),
nyeri ketok CVA (-/-), fluid wave (-).

Ekstremitas : Edema pitting ekstremitas atas (-/-), edema pitting


ekstremitas bawah (-/-). Leukonikia (-), Palmar erythema (-
/-).

1.4 Pemeriksaan Penunjang


1.4.1 Pemeriksaan Laboratorium Darah (Tanggal 2 September 2019)

Hematologi
Hemoglobin 8.3 L
Hematocrit 22.20 L
Erythrocyte (RBC) 3.07 L
White Blood Cell (WBC) 9.38
MCV 72.80 L
MCH 27.00
MCHC 37.40
Thrombocyte 409.000
ESR 140 H
Elektrolit
Na 126 L
K 4.3 L
Cl 66 L
Fungsi hati
SGOT 37
SGPT 39
Ureum 21
Kreatinin 0.49
eGFR 129.2
Blood Random Glucose 74,0

1.4.2 Pemeriksaan X-Ray (02/0/2019)


 Aorta elongasi dan klasifikasi
 Cor dan pulmo dalam batas normal

1.5 Resume
Tn. L 48 tahun datang dengan keluhan diare sejak 3 hari SMRS. Pasien juga
mengeluhkan mual dan muntah 3-4x sehari sejak 3 hari SMRS pasien menyangkal
adanya demam. Pada pemeriksaan fisik ditemukan TTV dalam batas normal,
konjungtiva anemis (+/+). Pada pemeriksaan thoraks ditemukan dalam batas
normal. Pemeriksaan abdomen menunjukkan peningkatan bising usus..
Pemeriksaan penunjang ditemukan anemia normositik normokrom,hiponatremi,
Pemeriksaan hematologi ditemukan anemia normositik normokrom dengan
sferosit curiga hemolitik anemia. Pemeriksaan ANA negatif dan pemeriksaan foto
toraks menunjukkan kesan efusi pleura bilateral.

1.6 Daftar Masalah


 Gastroenteritis akut
 Hiponatremia
 Anemia
1.7 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

BAB II
ANALISIS KASUS

1. Dypsnea e.c. Efusi Pleura


a. Atas dasar:
 Anamnesis:
o Sesak nafas yang memberat 3 jam SMRS.
o Sesak nafas diperparah dengan posisi duduk dan
membaik dengan posisi berbaring.
o DOE (-), PND (-), Orthopnea (-).
 Pemeriksaan fisik:
o Pada inspeksi ditemukan perkembangan paru
simetris.
o Pada palpasi ditemukan tactile vocal fremitus dan
chest expansion simetri.
o Pada auskultasi ditemukan suara vesikuler simetris
 Pemeriksaan penunjang
o Pada pemeriksaan foto thorax ditemukan kesan
efusi pleura bilateral
b. Yang dipikirkan: Dypsnea e.c Efusi Pleura Bilateral
c. Rencana diagnostik
 Pungsi pleura untuk menganalisis cairan pleura
d. Rencana terapi
 Untuk sesak nafas:
Berikan terapi oksigen, untuk pasien ini dapat digolongkan
mild dypsnea dan diberikan oksigen 2 lpm
 Untuk mengurangi cairan di pleura:
Pungsi pleura untuk mengurangi cairan dan meredakan
sesak nafas.

 Terapi sesuai penyebabnya, pada pasien dengan sindrom


nefrotik dan edema, diberikan diuretic (Furosamide IV 10
mg/jam).
2. Anemia normositik normokrom
a. Atas dasar:
 Anamnesis:
o Pasien sering mengeluhkan lemas dan pucat
 Pemeriksaan fisik:
o Konjungtiva pucat/anemis (+/+), sklera ikterik (+/+)
 Pemeriksaan penunjang
o Hb 4.0 g/dL dengan MCV, MCH dan MCHC normal
o Ditemukan bentuk sel darah merah sferosit
o Pada pemeriksaan urin ditemukan eritrosit +3
b. Yang dipikirkan: Anemia e.c. Autoimmune Hemolytic Anemia
dd/ Anemia Chronic Disease
c. Rencana diagnostik
 Cek retikulosit
 Coomb’s test
 Observasi Hb setelah pemberian PRC
 Observasi TTV
d. Rencana terapi
 Untuk anemia secara general:
Transfusi PRC dengan target Hb
 Jika autoimunne hemolytic anemia:
o Prednisone dengan dosis awal 1 mg/kgBB/hari selama 1
bulan.
o Setelah perbaikan pada minggu ke 4, lakukan tappering
off. Berikan prednisone 60 mg/kgBB/hari dalam 1
minggu, 20 mg/kgBB/hari dalam 2 minggu dan 10
mg/kgBB/hari.
o Kalau tidak ada perbaikan, berikan cytotoxic therapy
yaitu Azithioprine 100-150 mg/hari, Cyclophospamide
100 mg/hari dan Rituxumab 375 mg/m2.
 Jika anemia akibat kerusakan ginjal:
o EPO 3x/minggu dengan dosis awal 100 U/kgBB SC
dengan target naik 0,5 g/dL dalam 2 minggu.
o Jika tidak responsif dalam 6-8 minggu, naikan dosis
menjadi 300 U/kgBB 3x/minggu.
o Jika tidak rensponsif dalam 12 minggu dengan EPO,
ganti dengan prednisone 1 mg/kgBB/hari selama 1
bulan kemudian tapering off jika respon baik.

3. Sindrom Nefrotik
a. Atas dasar:
 Anamnesis:
o Pasien mengeluhkan bengkak pada perut dan kedua
tangan dan kaki.
o Mual dan muntah (+).
 Pemeriksaan fisik:
o Ditemukan edema pitting pada kedua ekstremitas
o Pemeriksaan Shifting Dullness dan Fluid Wave
positive menunjukkan adanya ascites.
o Nyeri ketuk CVA (+/+).
 Pemeriksaan penunjang
o Pada pemeriksaan darah ditemukan hiperlipidemia
dengan total cholesterol 364 mg/dL, HDL cholesterol
13 mg/dL, LDL cholesterol 143 mg/dL dan Tygliceride
789 mg/dL dan hypoalbuminemia 1,40 g/dL.
o Pada pemeriksaan urin ditemukan protein dalam urin +3
dan protein kuantitatif 24 jam tinggi (7,743 g/24h).
o ANA test negatif menunjukkan SLE bukan penyebab
sindrom nefrotik.
b. Yang dipikirkan: Sindrom nefrotik primer
c. Rencana diagnostik
 Biopsi jaringan ginjal untuk diagnostik pasti.
 Pemeriksaan HBsAg, anti-HCV, dan anti-HIV.
 Periksa perbaikan hasil urinalysis, lipid profile dan
albumin.
d. Rencana terapi
Terapi farmakologis:
 Untuk keadaan ginjal:
Prednisone IV untuk pemberian awal 30 mg/kgBB selama
30 menit setiap 4-6 jam sampai kondisi stabil. Pemberian
diberikan maksimal 48-72 jam. Setelah periode emergensi
selesai, berikan pemberian prednisone oral dengan dosis 2
mg/kgBB/hari untuk 6 minggu dan diikuti 1,5
mg/kgBB/hari untuk 6 minggu berikutnya.
 Untuk proteinuria:
Diberikan penghambat sistem renin-angiotensin, misalnya
ACEI dan ARB. Pada pasien ini diberikan Captopril 6,25
mg PO.
 Untuk hiperlipidemia:
Diberikan Atorvastatin 20 mg PO untuk menurunkan kadar
kolesterol dalam darah dan Fenofibrate 200 mg PO untuk
menurunkan kadar trygliceride dalam darah.
 Untuk edema dan ascites:
Diberikan terapi diuretik, pada pasien ini diberikan
furosemide 10 mg IV.
 Untuk Hypoalbumin:
Diberikan albumin 25% IV drip sampai targetnya
terpenuhi.
Terapi non-farmakologis:
 Pola diet. Dianjurkan pola makan rendah garam (<2
gram/hari), serta rendah lemak jenuh dan kolesterol.
 Karena fungsi ginjal menurun, asupan protein harus
dihitung 0,6 g/kgBB/hari ditambah dengan eksresi protein
dalam urin selama 24 jam.
 Restriksi cairan untuk mengurangi edema.
 Hindari obat-obatan yang berisifat nefrotoxic (NSAID,
antibiotik golongan aminoglikosida dan lain-lain).

4. AKI dd/ AKI on CKD


a. Atas dasar:
 Pada pemeriksaan darah ditemukan ureum 100, creatinine
4,95 dan eGFR 10,2
b. Yang dipikirkan: AKI dd/ AKI on CKD grade 5 e.c. Sindrom
Nefrotik
c. Rencana diagnostik
 Pantau elektrolit
 USG ginjal
d. Rencana terapi
 Perbaiki kondisi umum sekarang sesuai dengan tatalaksana
yang sudah dijelaskan berdasarkan penyakit penyerta.
 Tatalaksana suportif berupa perbaiki kondisi anemia,
gangguan elektrolit, keluhan gastrointestinal, dan lainnya
 Tidak perlu dilakukan hemodialisis segera namun bila
kondisi umum sudah membaik, dapat dipertimbangakan
untuk terapi hemodialisis.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Sindrom Nefrotik

Definisi

Sindrom nefrotik adalah kumpulan dari gejala yang menandakan


kerusakan pada ginjal. Kejadian ditandai dengan proteinuria, yaitu kondisi dimana
terdapat protein dalam jumlah besar di urin (≥ 3,5 gram/hari), hiperlipidemia,
yaitu kadar lipid dan kolesterol yang meningkat di dalam darah, edema yang
biasanya terjadi di kaki, tangan, wajah, dan seluruh tubuh dan hypoalbuminemia,
dimana kadar albumin dalam darah berkurang (<25 g/L).1

Etiologi
Sindom nefrotik adalah diagnosis klinis yang etiologinya dapat dibedakan
menjadi primer (dari ginjal) dan sekunder (dari luar ginjal).2
Sindrom nefrotik primer adalah penyakit ginjal idiopatik yang masih belum
diketahui jelas penyebabnya. Berdasarkan gambaran patologi anatomi, sindrom
nefrotik primer dapat dibedakan menjadi,3
 Glomerulonefritis lesi minimal
Pada lesi minimal, masih terlihat gambaran glomeruli yang normal pada
pemeriksaan biopsi renal. Hal ini dapat menyebabkan gejala yang ringan
maupun ringan sedang. Biasanya terjadi lebih sering pada anak-anak.
Terjadi secara idiopatik namun juga dapat melalui infeksi sekunder seperti
infeksi virus dari saluran nafas atas.
 Glomerulosklerosis fokal
Pada pemeriksaan elektron mikroskopik ditemukan 50% dari seluruh
glomeruli terdapat jaringan sklerosis dan hyalinosis. Lesi ini bersifat
idiopatik dan dapat disertai dengan penyakit asosiasi seperti hipertensi,
insufisiensi renal dan hematuri. Pasien dengan glomerulosklerosis fokal
dalam 6-8 tahun akan menuju pada ESRD.
 GN membranosa
Puncak isidensi terjadi pada pasien dengan usia 30-50 tahun. Pada elektron
mikroskopik dapat ditemukan penebalan pada glomerular basement
membrane. Hal ini disebabkan oleh deposit dari immunoglobulin G dan C3
pada bagian subepitelial dari pembuluh darah kapiler glomerulus. 25%
pasien dengan lesi ini memiliki penyakit sistemik seperti hepatitis B, SLE,
keganasan, maupun sindrom nefrotik yang disebabkan oleh obat-obatan.
50% pasien mengalami progress ke ESRD dalam 3-10 tahun.
Selain itu, beberapa penyakit atau kondisi yang dapat menyebabkan
sindrom nefrotik atau yang disebut dengan sindrom nefrotik sekunder adalah
diabetes mellitus, systemic lupus erythematosus (SLE), pengobatan NSAID,
amyloidosis, multiple myeloma, HIV, preeclamsia dan lainnya.3

Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang terdapat pada sindrom nefrotik antara lain,4
 Proteinuria
Sindrom nefrotik terjadi akibat terdapat kerusakan pada filtrasi di
ginjal yang diatur oleh glomerulus. Pada kondisi normal, darah akan
melewati ginjal dan glomerulus akan melakukan penyaringan produk
buangan sehingga sel-sel dan protein yang masih dibutuhkan tubuh tidak
terbuang. Pada sindrom nefrotik, protein dalam darah, seperti albumin,
tidak akan tersaring sehingga terbuang melalui urin. Hal ini disebabkan
oleh peningkatan permeabilitas kapiler terhadap ginjal.
 Hipoalbuminemia
Kadar albumin dalam darah pada pasien dengan sindrom nefrotik akan
menurun karena disebabkan oleh proteinuria yang masif. Selain itu,
peningkatan katabolisme protein akan membuat total konsentrasi plasma
protein menurun, terutama albumin.
 Edema
Beberapa mekanisme pembentukan edema pada pasien dengan
sindrom nefrotik antara lain,
o Hypoalbuminemia akan menurunkan tekanan onkotik dalam darah
sehingga menyebabkan pindahkan cairan dari intravaskular ke
intrastisial dan menyebabkan edema.
o Volume intravaskular yang rendah akan menurunkan perfusi dari
renal dan mengaktifasi sistem RAAS yang akan menstimulasi
reabsorpsi sodium di distal tubular.
o Turunnya volume intravaskular juga akan menstimulasi
pengeluaran anti-diuretic hormone (ADH) yang akan
meningkatkan volume cairan dalam darah.
o Penurunan GFR juga menjadi salah satu penyebab edema.
 Hiperlipidemia
Pada pasien sindrom nefrotik, seluruh serum lipid (kolesterol,
trigliserida) akan meningkat. Hal ini disebabkan karena kadar protein yang
rendah dalam darah akan menstimulasi proses sintesis protein yang baru di
hati, termasuk lipoprotein. Selain itu terjadi penurunan katabolisme lipid
sehingga tidak ada yang mengurai kolesterol.

Diagnosis
Manifestasi klinis yang ditemukan dan menjadi kriteria diagnosis dari
sindrom nefrotik antara lain proteinuria masif ≥ 3,5 gram/hari, edema,
hypoalbuminemia, hiperlipidemia, gejala lain seperti lemas, urin yang berbusa,
kehilangan nafsu makan, hipertensi, penambahan berat badan, nyeri perut,
beberapa kasus dapat terjadi ascites dan efusi pleura. Pemeriksaan seperti ANA,
anti dsDNA, C3, C4, HbsAg, anti HCV, anti HIV dapat digunakan untuk mencari
penyebab sekunder. Biopsi ginjal merupakan diagnosis pasti untuk sindrom
nefrotik.5

Tatalaksana
Sampai saat ini masih belum ada guidlines klinis dan hanya sedikit
penelitian tentang tatalaksana dari sindrom nefrotik di orang dewasa. Beberapa
manajemen dilakukan untuk memperbaiki keadaan umum dan kondisi medis dari
pasien.5 Untuk masalah cairan dan nutrisi, pengaturan pola diet garam sangat
penting untuk menurnkan edema. Pasien disarankan menglimitasi konsumsi
garam sampai 3 gram/hari dan mengurangi cairan yang masuk (+/- 1,5 Liter/hari).
Penggunaan diuretik dapat digunakan sebagai terapi medikamentosa untuk
mengurangi cairan dalam tubuh. Diharapkan setelah menggunakan obat ini,
pasien mengalami penurunan berat badan sampai dengan 0,5 – 1 kg/3hari untuk
menghindari AKI atau ketidakseimbangan elektrolit. Diuretik yang paling sering
digunakan adalah furosamide (Lasix) 80 – 120 mg PO.6
Obat Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitors digunakan untuk
mencegah dan menurunkan proteinuria dan menurunkan resiko perburukan ginjal
pada pasien dengan sindrom nefrotik. ACE inhibitor juga dapat digunakan untuk
menurunkan tekanan darah pada pasien sindrom nefrotik dengan tekanan darah
yang tinggi.7
Pemberian albumin masih menjadi perdebatan. Beberapa penelitian
menunjukkan tidak ada keuntungan dengan pemberian albumin pada pasien
dengan sindrom nefrotik. Jika ingin diberikan, maka dosis albumin yang diberikan
adalah 0,5g/kgBB. Jika albumin sangat rendah (15 – 20 g/L), maka dapat
diberikan dosis 1 g/kgBB IV selama 1 jam.
Tatalaksana dengan steroid juga masih menjadi kontroversial. Meskipun
belum terbukti keuntungannya, namun banyak pasien yang memiliki respon yang
baik terhadap terapi ini. Prednisone IV untuk pemberian awal 30 mg/kgBB
selama 30 menit setiap 4-6 jam sampai kondisi stabil. Pemberian diberikan
maksimal 48-72 jam. Setelah periode emergensi selesai, berikan pemberian
prednisone oral dengan dosis 2 mg/kgBB/hari untuk 6 minggu dan diikuti 1,5
mg/kgBB/hari untuk 6 minggu berikutnya. Kalau tidak ada perbaikan, berikan
cytotoxic therapy yaitu Azithioprine 100-150 mg/hari, Cyclophospamide 100
mg/hari dan Rituxumab 375 mg/m2.8
Untuk menurunkan profil lipid, statin menjadi pilihan terbaik dalam
pengobatan di sindrom nefrotik. Statin dapat menurunkan trigliserida, total
kolesterol dan LDL serta menaikan HDL.5
Pemberian antibiotik dapat diberikan untuk pasien yang datang dengan
sindrom nefrotik sekunder dengan infeksi maupun sebagai prevensi.
Selain terapi yang sudah dijelaskan, penting untuk menilai dan mencari
tahu penyebab dari sindrom nefrotik sekunder dan melanjutkan tatalaksana sesuai
dengan penyakitnya.5
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Hull RP, Goldsmith DJA. Nephrotic syndrome in adults.
2008;336(May):1185–9.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Buku
Ajar Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta: EGC.
3. Karnath BM, Keddis MT. The nephrotic syndrome. Hosp Physician.
2007;43(10):25-30
4. Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO)
Glomerulonephritis Work Group. KDIGO Clinical Practice Guideline for
Glomerulonephritis. Kidney inter., Suppl. 2012;2: 139-274.
5. Charles Kodner. Nephrotic Syndrome in Adults: Diagnosis and
Management. Am Fam Physician. 2009 Nov 15;80(10):1129-1134
6. Brater DC. Diuretic therapy. N Engl J Med. 1998;339(6): 387-395.
7. Ruggenenti P, Mosconi L, Vendramin G, et al. ACE inhibition improves
glomerular size selectivity in patients with idiopathic membranous
nephropathy and persistent nephrotic syndrome. Am J Kidney Dis. 2000;
35(3):381-391.
8. Black DA, Rose G, Brewer DB. Controlled trial of prednisone in adult
patients with the nephrotic syndrome. Br Med J. 1970;3(5720):421-426.

Anda mungkin juga menyukai