Anda di halaman 1dari 17

2.

2 Konsep Teori Anestesi


2.2.1 Pengertian Anestesi
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunanian-"tidak, tanpa" dan aesthētos,
"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan
rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang
menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Anastesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan
meliputi pemberian anastesi maupun analgetik, pengawasan keselamatan pasien di operasi
maupun tindakan lainnya, bantuan hidup (resusitasi), perawatan intensif pasien gawat,
pemberian terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun.

2.2.2 Skala Resiko “ASA”


“American Society of Anaesthesiologists” (ASA) menetapkan sistem penilaian yang membagi
status fisik penderita ke dalam lima kelompok.
Golongan Status Fisik
I Tidak ada gangguan organic, biokimia dan psikiatri, misalnya
penderita dengan hernia inguinalis tanpa kelainan lain, orang tua
sehat dan bayi muda yang sehat.
II Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan disebabkan
oleh penyakit yang akan dibedah, misalnya penderita dengan
obesitas, penderita bronchitis dan penderita DM ringan yang akan
menjalani apendektomi
III Penyakit sistemik berat, misalnya penderita DM dengan
komplikasi pembuluh darah dan datang dengan appendicitis akut

IV Penyakit gangguan sistemik berat yang membahayakan jiwa yang


tidak selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan, missal
insufisiensi koroner atau MCI
V Keadaan terminal dengan kemungkinan hidup kecil, pembedahan
dilakukan sebagai pilihan terakhir, missal penderita syok berat
karena perdarahan akibat kehamilan di luar uterus yang pecah.

2.2.3 Pembagian Anestesi


1. Anestesi Umum
Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversible). Komponen trias anastesi ideal
terdiri dari hipnotik, analgesia dan relaksasi otot.
Cara pemberian anastesi umum:
a. Parenteral (intramuscular/intravena)
Digunakan untuk tindakan yang singkat atau induksi anastesi.
b. Perektal
Dapat dipakai pada anak untuk induksi anastesi atau tindakan singkat.
c. Anastesi Inhalasi
Yaitu anastesi dengan menggunakan gas atau cairan anastesi yang mudah
menguap (volatile agent) sebagai zat anestetik melalui udara pernapasan. Zat
anestetik yang digunakan berupa campuran gas (denganO 2 ) dan konsentrasi zat
anestetik tersebut tergantung dari tekanan parsialnya.
Stadium Anestesi
Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4 stadium
(stadium III dibagi menjadi 4 plana), yaitu:
a. Stadium I
Stadium I (analgesi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya
kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat
analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan
gigi dan biopsi kelenjar dapat dilakukan pada stadium ini
b. Stadium II
Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya kesadaran
dan refleks bulu mata sampai pernapasan kembali teratur.
c. Stadium III
Stadium III (pembedahan) dimulai dengan tcraturnya pernapasan sampai
pernapasan spontan hilang. Stadium I I I dibagi menjadi 4 plana yaitu:
1) Plana 1 : Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi
gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil midriasis, refleks
cahaya ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada, dan
belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna. (tonus otot mulai menurun).
2) Plana 2 : Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak menurun,
frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi di tengah, pupil
midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang, dan refleks
laring hilang sehingga dikerjakan intubasi.
3) Plana 3 : Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis,
lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan peritoneum
tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempuma (tonus otot semakin menurun).
4) Plana 4 : Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis
total, pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks sfmgter ani dan
kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempuma (tonus otot
sangat menurun).
d. Stadium IV
Stadium IV (paralisis medula oblongata) dimulai dengan melemahnya
pernapasan perut dibanding stadium III plana 4. pada stadium ini tekanan darah
tak dapat diukur, denyut jantung berhenti, dan akhirnya terjadi kematian.
Kelumpuhan pernapasan pada stadium ini tidak dapat diatasi dengan pernapasan
buatan.
Obat-obat anestesi umum
a. Tiopenthal :
1) Bubuk berbau belerang, berwarna kuning, dalam ampul 500/1000 mg.
Dilarutkan dengan aquades sampai konsentrasi 2,5%. Dosis 3-7 mg/kgBB.
2) Melindungi otak oleh karena kekurangan O2.
3) Sangat alkalis, nyeri hebat dan vasokonstriksi bila disuntikkan ke arteri yang
menyebabkan nekrosis jaringan sekitar.
b. Propofol:
Dalam emulsi lemak berwarna putih susu, isotonic, dengan kepekatan 1%. Dosis
induksi 2-2,5 mg/kgBB, rumatan 4-12mg/kgBB/jam, sedasi perawatan intensif
0,2mg/kgBB. Pengenceran hanya dengan Dextrosa 5%.
Dosis dikurangi pada manula, dan tidak dianjurkan pada anak dibawah 3 thn dan
ibu hamil.
c. Ketamin:
1) Kurang disenangi karena sering takikardi, HT, hipersalivasi, nyeri kepala.
Paska anestesi mual, muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk. Dosis bolus
iv 1-2mg/kgBB, im 3-10mg/kgBB.
2) Dikemas dalam cairan bening kepekatan 5%, 10%, 1%.
d. Opioid:
1) Diberikan dosis tinggi, tak menggangu kardiovaskular, sehingga banyak
digunakan untuk pasien dengan kelainan jantung.
2) Untuk induksi dosis 20-50mg/kgBB, rumatan dosis 0,3-1 mg/kgBB/mnt.
Untuk memberikan cairan dalam waktu singkat dapat digunakan vena-vena
di punggung tangan, di dalam pergelangan tangan, lengan bawah atau daerah
kubiti. Pada anak kecil dan bayi digunakan punggung kaki, depan mata kaki atau
di kepala. Bayi bari lahir digunakan vena umbilikus.
2. Anestesi Lokal/Regional
Anestesi lokal/regional adalah tindakan menghilangkan nyeri/sakit secara lokal
tanpa disertai hilangmya kesadaran. Pemberian anestetik lokal dapat dengan tekhnik:
a. Anastesi Permukaan
Yaitu pengolesan atu penyemprotan analgetik lokal diatas selaput mukosa, seperti
mata, hidung atau faring.
b. Anastesi Infiltrasi
Yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan disekitar tempat
lesi, luka dan insisi.
c. Anastesi Blok
Penyuntikan analgetik lokal langsung ke saraf utama atau pleksus saraf. Hal ini
bervariasi dari blokade pada saraf tunggal, misal saraf oksipital dan pleksus
brachialis, anastesi spinal, anastesi epidural, dan anestesi kaudal. Pada anestesi
spinal, anestesi lokal disuntikkan ke ruang subarakhnoid.
1) Anastesi Spinal
Anestesi spinal merupakan tipe blok konduksi saraf yang luas dengan
memasukkan anestesi local dalam rung subarachnoid di tingkat lumbal (biasanya
L4 dan L5). Cara ini menghasilkan anesthesia pada ekstermitas bawah, perenium
dan abdomen bawah. Untuk prosedur fungsi lumbal, pasien dibaringkan miring
dalam posisi lutut-dada. Teknik steril diterapkan saat melakukan fungsi lumbal
dan medikasi disuntikkan melalui jarum. Segera setelah penyuntikan, pasien
dibaringkan terlentang. Jika diinginkan tingkat blok yang secara relative tinggi,
maka kepala dan bahu pasien diletakkan lebih rendah.
Penyebab agens anastetik dan tingkat anesthesia bergantung pada jumlah
cairan yang disuntikkan, posisi pasie setelah penyuntikan, dan berat jenis agens.
Jika berat jenis agens lebih berat dari berat jenis cairan serebrospinal (CSS), agens
akan bergerak keposisi dependen spasium subarachnoid, jika berat jenis agens
anastetik lebih kecil dadri CSS, maka anasteti akan bergerak menjauh bagian
dependen. Perbatasan ini dikendalikan oleh ahli anestesi. Secara umum, agens
yang digunakan adalah prokain, tetrakain (Pontocaine), dan lidokain (Xylokain).
Dalam beberapa menit, anestesia dan paralisis mempengaruhi jari-jari kaki
dan perineum dan kemudian secara bertahap mempengaruhi tungkai dan
abdomen. Jika anestetik mencapai toraks bagian atas dan medulla spinalis dalam
konsentrasi yang tinggi, dapat terjadi paralisis respiratori temporer, parsial atau
komplit. Paralisis oto-otot pernapasan diatasi dengan mempertahankan respirasi
artificial sampai efek anestetik pada saraf respiratori menghilang. Mual, muntah
dan nyeri dapat terjadi selama pembedahan ketika digunakan anestesia spinal.
Sebagai aturan, reaksi ini terjadi akibat traksi pada berbagai struktur, terutama
pada struktur di dalam rongga abdomen. Reaksi tersebut dapat dihindari dengan
pemberian intarvena secara simultan larutan teopental lemah dan inhalasi oksida
nitrat.
Indikasi
Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan tungkai
bawah, panggul, dan perineum. Anestesi ini juga digunakan pada keadaan khusus
seperti bedah endoskopi, urologi, bedah rectum, perbaikan fraktur tulang panggul,
bedah obstetric, dan bedah anak. Anestesi spinal pada bayi dan anak kecil
dilakukan setelah bayi ditidurkan dengan anestesi umum.
Kontraindikasi
Kontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat dilakukan pungsi
lumbal, bakteremia, hipovolemia berat (syok), koagulopati, dan peningkatan
tekanan intracranial. Kontraindikasi relatf meliputi neuropati, prior spine surgery,
nyeri punggung, penggunaan obat-obatan preoperasi golongan AINS, heparin
subkutan dosis rendah, dan pasien yang tidak stabil, serta a resistant surgeon.
Persiapan Pasien
Pasien sebelumnya diberi informasi tentang tindakan ini (informed
concernt) meliputi pentingnya tindakan ini dan komplikasi yang mungkin terjadi.
Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi daerah kulit tempat penyuntikan
untuk menyingkirkan adanya kontraindikasi seperti infeksi. Perhatikan juga
adanya scoliosis atau kifosis. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan
adalah penilaian hematokrit. Masa protrombin (PT) dan masa tromboplastin
parsial (PTT) dilakukan bila diduga terdapat gangguan pembekuan darah.
Perlengkapan
Tindakan anestesi spinal harus diberikan dengan persiapan perlengkapan
operasi yang lengkap untuk monitor pasien, pemberian anestesi umum, dan
tindakan resusitasi.
Jarum spinal dan obat anestetik spinal disiapkan. Jarum spinal memiliki
permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya dan ukuran 16G sampai
dengan 30G. obat anestetik lokal yang digunakan adalah prokain, tetrakain,
lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran
obat dan perluasan daerah teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat
lebih besar dari berat jenis CSS (hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat
ke dasar akibat gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari
area penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang
sama di tempat penyuntikan. Pada suhu 37oC cairan serebrospinal memiliki berat
jenis 1,003-1,008.
Perlengkapan lain berupa kain kasa steril, povidon iodine, alcohol, dan
duk steril juga harus disiapkan. Jarum spinal. Dikenal 2 macam jarum spinal,
yaitu jenis yang ujungnya runcing seperti ujung bamboo runcing (Quincke-
Babcock atau Greene) dan jenis yang ujungnya seperti ujung pensil (whitacre).
Ujung pensil banyak digunakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala pasca
penyuntikan spinal.
Teknik Anestesi Spinal
Berikut langkah-langkah dalam melakukan anestesi spinal, antara lain:
1. Posisi pasien duduk atau dekubitus lateral. Posisi duduk merupakan posisi
termudah untuk tindakan punksi lumbal. Pasien duduk di tepi meja operasi
dengan kaki pada kursi, bersandar ke depan dengan tangan menyilang di depan.
Pada posisi dekubitus lateral pasien tidur berbaring dengan salah satu sisi tubuh
berada di meja operasi.
2. Posisi permukaan jarum spinal ditentukan kembali, yaitu di daerah antara
vertebrata lumbalis (interlumbal).
3. Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis kulit daerah punggung pasien.
4. Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada bidang medial
dengan sudut 10o-30o terhadap bidang horizontal ke arah cranial. Jarum lumbal
akan menembus ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum,
ligamentum flavum, lapisan duramater, dan lapisan subaraknoid.
5. Cabut stilet lalu cairan serebrospinal akan menetes keluar.
6. Suntikkan obat anestetik local yang telah disiapkan ke dalam ruang
subaraknoid. Kadang-kadang untuk memperlama kerja obat ditambahkan
vasokonstriktor seperti adrenalin.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah hipotensi, nyeri saat
penyuntikan, nyeri punggung, sakit kepala, retensio urine, meningitis, cedera
pembuluh darah dan saraf, serta anestesi spinal total.
Pengkajian keperawatan yang dilakukan setelah anestesia spinal, selain
memantau tekanan darah, perawat perlu mengobservasi pesien dengan cermat
dan mencatat waktu saat perjalanan sensasi kaki dan jari kembali. Jika sensasi
pada jari kaki telah kembali sepenuhnya, pasien dapat dipertimbangkan telah
pulih dari efek anestetik spinal.
2) Blok Epidural
Anestesia epidural dicapai dengan menyuntikkan anestetik local ke dalam
kanalis spinalis dalam spasium sekeliling durameter. Anestesia epidural memblok
fungsi sensori, motor dan otonomik yang mirip, tetapi tempat injeksinya yang
membedakannya dari anestesi spinal. Dosis epidural lebih besar disbanding dosis
yang diberikan selama anestesi spinal karena anestesi epidural tidak membuat
kontak langsung dengan medulla atau radiks saraf. Keuntungan dari anestesi
epidural adalah tidak adanya sakit kepala yang kadang disebabkan oleh
penyuntikan subarachnoid. Kerugiannya adalah memiliki tantangan teknik yang
lebih besar dalam memasukkan anestetik ke dalam epidural dan bukan ke dalam
spasium subarachnoid. Jika terjadi penyuntikan subarachnoid secara tidak sengaja
selama anestesi epidural dan anestetik menjalar ke arah kepala, akan terjadi
anestesia spinal “tinggi”. Anestesia spinal tinggi dapat menyebabkan hipotensi
berat dan depresi atau henti napas. Pengobatan untuk komplikasi ini adalah
dukungan jalan napas, cairan intravena, dan penggunaan vasopresor.
3) Blok Pleksus Brakialis
Blok pleksus brakialis menyebabkan anestesia pada lengan.

4) Anestesia Paravertebral
Anestesia paravertebral menyebabkan anestesia pada saraf yang mempersarafi
dada, dindind abdomen dan ekstremitas.
5) Blok Transakral (Kaudal)
Blok transakral menyebabkan anestesia pada perineum dan kadang abdomen
bawah.
d. Anastesi Regional Intravena
Yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal. Ekstremitas dieksanguinasi dan diisolasi
bagian proksimalnya dari sirkulasi sistemik dengan torniquet pneumatik.

2.2.4 Obat Premedikasi


Pemberian obat premedikasi bertujuan untuk:
1. Menimbulkan rasa nyaman pada pasien (menghilangkan
kekhawatiran, memberikan ketenangan, membuat amnesia, memberikan analgesi).
2. Memudahkan/memperlancar induksi, rumatan, dan sadar dari
anastesi.
3. Mengurangi jumlah obat-obatan anastesi.
4. Mengurangi timbulnya hipersalivasi, bradikardi, mual dan muntah
pascaanastesi.
5. Mengurangi stres fisiologis (takikardi, napas cepat, dan lain-lain).
6. Mengurangi keasaman lambung.
Obat-obat yang dapat diberikan sebagai premedikasi pada tindakananestesi adalah sebagai
berikut:
1. Analgetik narkotik
a. Morfin
Dosis premedikasi dewasa 5-10 mg (0,1-0,2 mg/kg BB) intramuskular diberikan untuk
mengurangi kecemasan dan ketegangan pasien menjelang operasi, menghindari takipnu
pada pemberian trikloroetilen, dan agar anestesi berjalan dengan tenang dan dalam.
Kerugiannya adalah terjadi perpanjangan waktu pemulihan, timbul spasme serta kolik
biliaris dan ureter.
b. Petidin
Dosis premedikasi dewasa 50-75 mg (1-1,5 mg/kg BB) intravena diberikan untuk
menekan tekanan darah dan pernafasan serta merangsang otol polos. Dosis induksi 1-2
mg/kg BB intravena.
2. Barbiturat
Penobarbital dansekobarbital. Diberikan untuk menimbulkan sedasi. Dosis dewasa
100-200 mg, pada anak dan bayi 1 mg/kg BB secara oral atau intramuslcular.
3. Antikolinergik
Atropin. Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah dan dan bronkus selama
90 menit. Dosis 0,4-0,6 mg intramuskular bekerja setelah 10-15 menit.
4. Obatpenenang (tranquillizer)
a. Diazepam
Diazepam (valium) merupakan golongan benzodiazepin. Dosis premedikasi dewasa
10 mg intramuskular atau 5-10 mg oral (0,2-0,5 mg/kgBB) dengan dosis maksimal
15 mg. Dosis sedasi pada analgesi regional 5-10 mg (0,04-0,2 mg/kgBB) intravena.
Dosis induksi 0,2-1 mg/kg BB intravena.
b. Midazolam
Mempunyai awal dan lama kerja lebih pendek dibandingkan dengan
diazepam.

2.2.5 Obat Anestesi Inhalasi


Zat Untung Rugi
N2O Analgesik kuat, baunyaJarang digunakan tunggal, harus
manis, tidak iritasi, tidakdisertai O2 minimal 25%, anestetik
terbakar. lemah, memudahkan hipoksia difusi.
Halotan Baunya enak. TidakVasodilator serebral, meningkatkan
merangsang jalan nafas,aliran darah otak yang sulit
anestesi kuat dikendalikan, analgesik lemah.
Kelebihan dosis akan menyebabkan
depresi nafas, menurunnya tonus
simpatis, hipotensi, bradikardi,
vasodilator perifer, depresi
vasomotor, depresi miokard.
Kontraindikasi gangguan hepar.
Paska pemberian menyebabkan
menggigil.
Enfluran Induksi dan pemulihanPada EEG, menunjukkan kondisi
lebih cepat dari halotan.epileptik. Depresi nafas, iritatif,
Efek relaksasi terhadapdepresi sirkulasi.
otot lebih baik
Isofluran Menurunkan laju meta-Meninggikan aliran darak otak dan
bolisme otak terhadap O2 TIK.
Desfluran Sangat mudah menguap, potensi
rendah. Simpatomimetik, depresi
nafas, me-rangsang jalan nafas atas.

Sevofluran Bau tidak menyengat,


tidak merangsang jalan
nafas, kardiovaskular
stabil

2.2.6 Posisi Pasien Di Meja Operasi


Posisi pasien di meja operasi bergantung pada prosedur operasi yang akan
dilakukan juga pada kondisi fisik pasien. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah
sebagai berikut :
1. Pasien harus dalam posisi senyaman mungkin,
apakah ia tetidur atau sadar.
2. Area operatif harus terpajan secara adekuat.
3. Pasokan vascular tidak boleh terbendung akibat
posisi yang salah.
4. Pernapasan pasien harus bebas dar gangguan
tekanan lengan pada dada atau konstriksi pada leher dan dada yang disebabkan oleh
gaun.
5. Saraf harus dilindungi dari tekanan yang tidak
perlu. Pengaturan posisi lengan, tangan, tungkai, atau kaki yang tidak tepat dapat
mengakibatkan cedera serius atau paralisis. Bidang bahu harus tersangga dengan baik
untuk mencegah cedera saraf yang tidak dapat diperbaiki, terutama jika posisi
Trendelenburg diperlukan.
6. Tindak kewaspadaan untuk keselamatan pasien
harus diobservasi, terutama pada pasien kurus, lansia atau obes.
7. Pasien membutuhkan restrain tidak keras sebelum
induksi, untuk berjaga-jaga bila pasien melawan
Posisi pasien di meja operasi:
1. Posisi Dorsal Rekumben
Posisi lazim untuk pembedahan adalah terlentang dasar; satu lengan di sisi tubuh,
dengan telapak tangan tertelungkup; tangan satunya diposisikan di atas sebuah papan
lengan untuk infuse intravena. Posisi ini kebanyakan digunakan pada bedah abdomen,
kecuali untuk bedah kandung empedu dan pelvis.

2. Posisi Trendelenberg
Posisi ini biasanya digunakan untuk pembedahan abdomen bawah dan pelvis untuk
mendapat pajanan area operasi yang baik dengan mengeser intestine ke dalam abdomen
atas. Dalam posisi ini kepala dan badan lebih rendah dan lutut dalam keadaan fleksi.
3. Posisi Litotomi
Dalam posisi litotomi, pasien terlentang dengan tungkai dan paha fleksi dengan sudut
yang tepat. Posisi ini dipertahankan dengan menempatkan telapak kaki pada pijakan
kaki. Posisi ini digunakan pada pembedahan perineal, rectal dan vaginal.
4. Untuk Bedah Ginjal
Pasien dibaringkan miring pada sisi tubuh yang tidak dioperasi dalam posisi Sims
menggunakan bantal udara dengan ketebalan 12,5 cm samapai 15 cm di bawah
pinggang, atau di atas meja dengan ginjal dan punggung di atas.
5. Untuk Bedah Dada dan Abdominotorakik
Posisi yang dibutuhkan beragam sesuai dengan pembedahan yang akan dilakukan. Ahli
bedah dan ahli anestesi membaringkan pasien dalam posisi yang diinginkan.
6. Pembedahan pada Leher
Bedah leher, misalnya bedah tiroid, dilakukan dengan pasien dalam posisi terlentang,
leher ekstensi menggunakan bantal yang diletakkan dibawah bahu, dan kepala serta
dada ditinggikan untuyk mengurangi aliran balik vena.
7. Pembedahan pada Tulang Tengkorak dan
Otak
Prosedur ini membutuhkan posisi dan peralatan khusus, biasanya diataur oleh ahli
bedah.
2.2.7 Peralatan
Mesin anestesi merupakan peralatan anestesi yang sering digunakan. Secara
umum mesin anestesi terdiri dari tiga komponen yang saling berhubungan yaitu:
1. Komponen 1: sumber gas, penunjuk
aliran gas (flow meter),dan alat penguap (vaporizer).
2. Komponen 2: sistem napas, yang
terdiri dari sistem lingkar dan
sistem Magill.
3. Komponen 3: alat yang
menghubungkan sistem napas dengan
pasien yaitu sungkup muka (face mask), pipa endotrakhea
(endotrakheal tube).
2.2.8 Tahapan
1. Persipan Praanestesi
Keadaan fisis pasien telah dinilai sebelumnya. Dilakukan penilaian praoperasi.
Keadaan hidrasi pasien dinilai, akses intravena dipasang untuk pemberian cairan infus,
transfusi dan obat-obatan. Dilakukan pemantauan elektrografi, tekanan darah, saturasi
Cb, kadar CO2 dalam darah (kapnograf), dan tekanan vena sentral (CVP). Premedikasi dapat
diberikan. oral, rektal, intramuskular, atau intravena.
2. Induksi Anestesi
Pasien diusahakan tenang dan diberikan O2 melalui sungkup muka. Obat-obat
induksi diberikan secara intravena seperti tipental, ketamin, diazepam, midazolam, dan
profol. Jalan napas dikontrol dengan sungkup muka atau napas orofaring/nasofaring.
Setelah itu dilakukan intubasi trakhea. Setelah kedalaman anestesi tercapai, posisi pasien
disesuaikan.
3. Perawatan Anestesi
Selama operasi berlangsung dilakukan pemantauan anestesi. Hal-hal yang dipantau
adalah fungsi vital (pernapasan, tekanan darah, nadi, dan kedalaman anestesi, misalnya
adanya gerakan, batuk, mengedan, perubahan pola napas, takikardi, hipertensi,
keringat, air mata, midriasis.
Ventilasi pada anestesi umum dapat secara spontan, bantu, atau kendali tergantung jenis,
lama, dan posisi operasi. Cairan infus diberikan dengan memperhitungkan kebutuhan
puasa, rumatan, perdarahan, evaporasi, dan lain-lain.
Selama pasien dalam anestesi dilakukan pemantauan frekuensi nadi dan tekanan darah.
Peningkatan tekanan darah dan dan frekuensi nadi terjadi bila anestesi kurang dalam. Hal
ini disebabkan karena terjadi sekresi adrenalin. Diatasi dengan membuat anestesi lebih
dalam, yaitu dengan meningkatkan konsentrasi halotan atau suntikan barbiturat. Penurunan
tekanan darah dan nadi halus sebagai tanda syok dapat disebabkan karena kehilangan
banyak darah. Hal ini diatasi dengan pemberian cairan pengganti plasma atau darah.
Penurunan tekanan darah dan frekuensi nadi dapat disebabkan karena anestesi terlalu dalam
atau terlalu ringan serta kehilangan banyak darah atau cairan. Peningkatan tekanan darah
dan tekanan nadi serta penurunan frekuensi nadi disebabkan transfusi yang berlebihan.
Diatasi dengan penghentian transfusi.
4. Pemulihan Pasca-Anestesi
Setelah operasi selesai pasien dibawa ke ruang pemulihan (recovery room) atau
keruang perawatan intensif (bila ada indikasi). Secara umum, ekstubasi terbaik dilakukan
pada saat pasien dalam anestesi ringan atau sadar. Di ruang pemulihan dilakukan
pemantauan keadaan umum, kesadaran, tekanan darah, nadi, pemapasan, suhu,
sensibilitas nyeri, perdarahan dari drain, dan lain-lain.
Kriteria yang digunakan dan umumnya yang dinilai adalah warna kulit, kesadaran,
sirkulasi, pemapasan dan aktivitas motorik, seperti Skor Aldrette. Idealnya pasien baru
boleh dikeluarkan bila jumlah skor total adalah 10. namun bila skor total telah diatas 8
pasien boleh dipindahkan dari ruang pemulihan.
Skor Pemulihan Pasca-Anestesi
Penilaian Nilai
Merah muda 2
Warna Pucat 1
Sianotik 0
Dapat bernafas dalam dan batuk 2
Pernapasa Dangkal namun pertukaran udara adekuat 1
n Apnea atau obstruksi
0
Tekanan darah menyimpang <20%> 2
Tekanan darah menyimpang 20-50% 1
Sirkulasi dari normal
Tekanan darah menyimpang >50% dari 0
normal
Sadar, siaga, dan orientasi 2
KONSEP
Kesadaran Bangun namun cepat kembali tertidur 1
Tidak berespon 0
Seluruh ekstremitas dapat digerakkan 2
Aktivitas Dua ekstremitas dapat digerakkan 1
Tidak bergerak 0
PERSIAPAN OPERASI
Pelaksanaan atau tata cara kerja perawat instrument merupakan tindakan yang
dilakukan perawat instrument pada waktu sebelum, selama, dan sesaat sesudah
dilingkungan operasi. Tugas dan tanggung jawab yang dilakukan adalah menyiapkan
ruangan, pasien, personil, maupun alat instrument dan bahan kebutuhan operasi lain nya.
2.3.1 Persiapan ruangan sebelum dan selama operasi
Sesaat sebelum operasi, perawat kamar operasi melakukan pengecekan terhadap
kebersihan lingkungan, meja mayo, kelayakan alat, dll.
2.3.2 Persiapan pasien
Sesaat setelah pasien datang diruang Persiapan, kemudian dipindahkan ke brancard
dan mengganti baju khusus ruang OK hingga akhir operasi berlangsung.
2.3.3 Persiapan personil tim bedah
Personil yang dimaksud adalah operator, asisten, perawat instrument, dan yang
terlibat langsung dalam aseptic 0.
2.3.4 Instrument
Instrument adalah alat-alat yang digunakan untuk tindakan pembadahan. Instrument
terbagi menjadi 2 macam yaitu :
a. Instrument dasar (basic instrument)
Instrument dasar digunakan untuk pembedahan yang sifatnya sederhana dan tidak
memerlukan instrument tambahan.

- Pinset anatomis (Tissue forceps) : 2 buah


- Pinset chirurgis (Dissecting forceps) : 2 buah
- Gunting metzembaum (Metzemboum scissor) : 1 buah
- Gunting jaringan (Surgical scissor) : 1 buah
- Gunting lurus (Surgical scissor straiht) : 1 buah
- Desinfeksi klem (washing and dressing forcep) : 1 buah
- Doek klem (towel klem) : 4 buah
- Mosquito klem ((Baby mosquito klem pean) : 2 buah
- Klem pean bengkok (Forcep pean curve) : 3 buah
- Klem kocher bengkok(Forcep kocher curve) : 10 buah
- Alise klem (Allies clamp) : 2 buah
- Haak tajam gigi 4 (wound hook sharp) : 2 buah
- Langenbeck (Rectractor US army) : 2 buah
- Nald volder (Needle holder) : 2 buah
- Handle mess : 1 buah
b. Instrument tambahan
Instrument tambahan yang dimaksud adalah alat-alat yang dipergunakan untuk
tindakan pembedahan yang sifatnya kompleks dalam macam pembedahan
maupun jenis pembedahan.
c. Linen Set
 Duk besar :3
 Duk sedang :4
 Duk kecil :4
 Duk kombinasi :1
 Duk lubang :1
 Scort/baju Operasi :5
 Sarung meja Mayo :1
 Handuk kecil :5
d. Bahan Habis Pakai
 Mess no. 10 :1
 Handscoun : secukupnya
 Underpad steril/on : 2/1
 Sufratul :1
 Sponsngostan :1
 Urin bag :1
 Kateter no 16 :1
 Spuit 10 :2
 Betadine 10 % : secukupnya
 NS 0,9 % : 1 liter
 Jelly : secukupnya
 Kassa : 10 lembar
 Deppers : 5 buah
 Deppers kecil ( kacang ) : 1 buah
 Pita gulung : 30 cm
 Hepavik : secukupnya
 Benang vicryl 0 :2
 Benang prolene 2-0 / 3-0 : 1/1

Anda mungkin juga menyukai