Anda di halaman 1dari 12

RESUME

INSTRUMENTASI TEKNIK
MOW PADA NY. S 44 th DENGAN P100010AB000 PP SPONTAN HARI KE-1
DI OK 5 (OBGYN)

OLEH :
HASIM RHOSIDI

INSTALASI BEDAH SENTRAL


RSSA MALANG
TAHUN 2015
TINJAUAN PUSTAKA
TUBEKTOMI/ MOW (MEDIS OPERASI WANITA)

A. Pengertian

MOW (Medis Operatif Wanita)/ Tubektomi atau juga dapat disebut dengan
sterilisasi. MOW merupakan tindakan penutupan terhadap kedua saluran telur kanan
dan kiri yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati saluran telur, dengan
demikian sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma laki laki sehingga tidak terjadi
kehamilan, oleh karena itu gairah seks wania tidak akan turun (BKKBN, 2006).
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas atau
kesuburan perempuan dengan mengokulasi tuba fallopi (mengikat dan memotong
atau memasang cincin) sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum
(Noviawati dan Sujiayatini, 2009) jadi dasar dari MOW ini adalah mengokulasi
tubafallopi sehingga spermatozoa dan ovum tidak dapat bertemu (Hanafi, 2004).
MOW (Medis Operatif Wanita) adalah Oklusi tuba fallopi sehingga
spermatozoa tidak dapat bertemu . MOW juga disebut dengan tubektomi yaitu
pemutusan lumen tuba fallopi sehingga mengakibatkan sterilisasi pada seorang
wanita (Goldman, 2008).

B. Syarat Melakukan MOW


Syarat dilakukan MOW Menurut Saiffudin (2002) yaitu sebagai berikut:
1. Syarat Sukarela
Syarat sukarela meliputi antara lain pengetahuan pasangan tentang cara cara
kontrasepsi lain, resiko dan keuntungan kontrasepsi mantap serta pengetahuan
tentang sifat permanen pada kontrasepsi ini (Wiknjosastro, 2005)
2. Syarat Bahagia
Syarat bahagia dilihat dari ikatan perkawinan yang syah dan harmonis, umur
istri sekurang kurangnya 25 dengan sekurang kurangnya 2 orang anak hidup dan
anak terkecil lebih dari 2 tahun (Wiknjosastro,2005)
3. Syarat Medik
Setiap calon peserta kontrasepsi mantap wanita harus dapat memenuhi syarat
kesehatan, artinya tidak ditemukan hambatan atau kontraindikasi untuk menjalani
kontrasepsi mantap. Pemeriksaan seorang dokter diperlukan untuk dapat
memutuskan apakah seseorang dapat menjalankan kontrasepsi mantap. Ibu yang
tidak boleh menggunakan metode kontrasepsi mantap antara lain ibu yang
mengalami peradangan dalam rongga panggul, obesitas berlebihan dan ibu yang
sedang hamil atau dicurigai sedang hamil (BKKBN, 2006)

C. Indikasi MOW
Komperensi Khusus Perkumpulan untuk Sterilisasi Sukarela Indonesia tahun
1976 di Medan menganjurkan agar tubektomi dilakukan pada umur 25 – 40 tahun,
dengan jumlah anak sebagai berikut: umur istri antara 25 – 30 tahun dengan 3 anak
atau lebih, umur istri antara 30 – 35 tahun dengan 2 anak atau lebih, dan umur istri 35
– 40 tahun dengan satu anak atau lebih sedangkan umur suami sekurang kurangnya
berumur 30 tahun, kecuali apabila jumlah anaknya telah melebihi jumlah yang
diinginkan oleh pasangan tersebut.(Wiknjosastro,2005)
Menurut Mochtar (1998) indikasi dilakukan MOW yaitu sebagai berikut:
1. Indikasi medis umum
Adanya gangguan fisik atau psikis yang akan menjadi lebih berat bila wanita
ini hamil lagi.
a. Gangguan fisik
Gangguan fisik yang dialami seperti tuberculosis pulmonum, penyakit
jantung, dan sebagainya.
b. Gangguan psikis
Gangguan psikis yang dialami yaitu seperti skizofrenia (psikosis), sering
menderita psikosa nifas, dan lain lain.
2. Indikasi medis obstetrik
Indikasi medik obstetri yaitu toksemia gravidarum yang berulang, seksio
sesarea yang berulang, histerektomi obstetri, dan sebagainya.
3. Indikasi medis ginekologik
Pada waktu melakukan operasi ginekologik dapat pula dipertimbangkan
untuk sekaligus melakukan sterilisasi.

4. Indikasi sosial ekonomi


Indikasi sosial ekonomi adalah indikasi berdasarkan beban sosial ekonomi
yang sekarang ini terasa bertambah lama bertambah berat.
a. Mengikuti rumus 120 yaitu perkalian jumlah anak hidup dan umur ibu,
kemudian dapat dilakukan sterilisasi atas persetujuan suami istri, misalnya
umur ibu 30 tahun dengan anak hidup 4, maka hasil perkaliannya adalah
120.
b. Mengikuti rumus 100 ( usia ibu x jumlah anak = 100 )
Umur ibu 25 tahun ke atas dengan anak hidup 4 orang
Umur ibu 30 tahun ke atas dengan anak hidup 3 orang
Umur ibu 35 tahun ke atas dengan anak hidup 2 orang ]

D. Kontra Indikasi MOW


Menurut Mochtar (1989) kontraindikasi dalam melakukan MOW yaitu dibagi
menjadi 2 yang meliputi indikasi mutlak dan indikasi relative
1. Kontra indikasi mutlak
a. Peradangan dalam rongga panggul
b. Peradangan liang senggama aku (vaginitis, servisitis akut)
c. Kavum dauglas tidak bebas,ada perlekatan
2. Kontraindikasi relative
a. Obesitas berlebihan
b. Bekas laparotomi
Sedangkan menurut Noviawati dan Sujiyati (2009) yang sebaiknya tidak menjalani
Tubektomi yaitu:
1. Hamil sudah terdeteksi atau dicurigai
2. Pedarahan pervaginal yang belum jelas penyebabnya
3. Infeksi sistemik atau pelvik yang akut hingga masalah itu disembuhkan atau
dikontrol
4. Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas dimasa depan
5. Belum memberikan persetujuan tertulis

E. Patofisiologi
Takut terjadi
Jumlah anak yang sudah
Umur 44 tahun kehamilan lagi dan
banyak, partus yang ke 10
beresiko

Mendapatkan
MOW ( Tubektomi ) persetujuan

F. Teknik Melakukan MOW


1. Tahap persiapan pelaksanaan
a. Informed consent
b. Riwayat medis/ kesehatan
c. Pemeriksaan laboratorium
d. Pengosongan kandung kencing, asepsis dan antisepsis daerah abdomen
e. anesteri
2. Tindakan pembedahan (2009) teknik yang digunakan dalam pelayanan tubektomi
antara lain:
a. Minilaparotomi
Metode ini merupakan penyederhanaan laparotomi terdahulu, hanya
diperlukan sayatan kecil (sekitar 3 cm) baik pada daerah perut bawah
(suprapubik) maupun subumbilikal (pada lingkar pusat bawah). Tindakan ini
dapat dilakukan terhadap banyak klien, relative murah, dan dapat dilakukan
oleh dokter yang mendapat pelatihan khusus. Operasi ini juga lebih aman
dan efektif (Syaiffudin, 2006).
Baik untuk masa interval maupun pasca persalinan, pengambilan tuba
dilakukan melalui sayatan kecil. Setelah tuba didapat, kemudian dikeluarkan,
diikat dan dipotong sebagian. Setelah itu, dinding perut ditutup kembali, luka
sayatan ditutup dengan kasa yang kering dan steril serta bila tidak ditemukan
komplikasi, klien dapat dipulangkan setelah 2 - 4 hari. (Syaiffudin,2006).
b. Laparoskopi
Prosedur ini memerlukan tenaga Spesialis Kebidanan dan Kandungan
yang telah dilatih secara khusus agar pelaksanaannya aman dan efektif.
Teknik ini dapat dilakukan pada 6 – 8 minggu pasca pesalinan atau setelah
abortus (tanpa komplikasi). Laparotomi sebaiknya dipergunakan pada
jumlah klien yang cukup banyak karena peralatan laparoskopi dan biaya
pemeliharaannya cukup mahal. Seperti halnya minilaparotomi, laparaskopi
dapat digunakan dengan anestesi lokal dan diperlakukan sebagai klien rawat
jalan setelah pelayanan. (Syaiffudin,2006).
3. Perawatan post operasi
a. Istirahat 2-3 jam
b. Pemberian analgetik dan antibiotik bila perlu
c. Ambulasi dini
d. Diet biasa
e. Luka operasi jangan sampai basah, menghindari kerja berat selama 1
minggu, cari pertolongan medis bila demam (>38), rasa sakit pada abdomen
yang menetap, perdarahan luka insisi.
G. Waktu Pelaksanaan MOW
Menurut Mochtar (1998) dalam Wiknjosastro (2005) pelaksanaan MOW dapat
dilakukan pada saat:
1. Masa Interval (selama waktu selama siklus menstrusi)
2. Pasca persalinan (post partum)
Tubektomi pasca persalinan sebaiknya dilakukan dalam 24 jam, atau selambat
lambatnya dalam 48 jam pasca persalinan. Tubektomi pasca persalinan lewat dari
48 jam akan dipersulit oleh edema tuba dan infeksi yang akan menyebabkan
kegagalan sterilisasi. Edema tuba akan berkurang setelah hari ke-7 sampai hari
ke-10 pasca persalinan. Pada hari tersebut uterus dan alat alat genetal lainnya
telah mengecil dan menciut, maka operasi akan lebih sulit, mudah berdarah dan
infeksi.  
3. Pasca keguguran
Sesudah abortus dapat langsung dilakukan sterilisasi
4. Waktu operasi membuka perut
Setiap operasi yang dilakukan dengan membuka dinding perut hendaknya harus
dipikirkan apakah wanita tersebut sudah mempunyai indikasi untuk dilakukan
sterilisasi. Hal ini harus diterangkan kepada pasangan suami istri karena
kesempatan ini dapat dipergunakan sekaligus untuk melakukan kontrasepsi
mantap.
Sedangkan menurut Noviawati (2009) waktu pelaksanaan MOW (Mantap Operasi
Wanita) dapat dilaukan pada:
1. Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional klien
tersebut tidak hamil
2. Hari ke-6 hingga hari ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi)
3. Pasca persalinan
Minilaparotomi dapat dilakukan dalam waktu 2 hari atau setelah 6 minggu atau
12 minggu pasca persalinan setelah dinyatakan ibu dalam keadaan tidak hamil.
4. Pasca keguguran
Tubektomi dapat dilakukan dengan cara minilaparatomi atau laparoskopi setelah
triwulan pertama pasca keguguran dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti
infeksi pelvik. Sedangkan pada triwulan kedua dalam waktu 7 hari sepanjang
tidak ada bukti infeksi pelvik, tubektomi dapat dilakukan dengan cara
minilaparotomi saja.

H. Keuntungan
Menurut BKKBN (2006) keuntungan dari kontrasepsi mantap ini antara lain:
1. Perlindungan terhadap terjadinya kehamilan sangat tinggi
2. Tidak mengganggu kehidupan suami istri
3. Tidak mempengaruhi kehidupan suami istri
4. Tidak mempengaruhi ASI
5. Lebih aman (keluhan lebih sedikit), praktis (hanya memerlukan satu kali
tindakan), lebih efektif (tingkat kegagalan sangat kecil), lebih ekonomis
Sedangkan menurut Noviawati dan Sujiyati (2009) keuntungan dari kontrasepsi
mantap adalah sebagai berikut:
1. Sangat efektif (0.5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama
penggunaan).
2. Tidak mempengaruhi proses menyusui (breasfeeding).
3. Tidak bergantung pada faktor senggama.
4. Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan yang serius.
5. Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi local.
6. Tidak ada perubahan fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon
ovarium)

I. Kerugian
Kerugian dalam menggunakan kontrasepsi mantap (Noviawati dan Sujiyati,2009)
yaitu antara lain:
1. Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini tidak dapat
dipulihkan kembali.
2. Klien dapat menyesal dikemudian hari
3. Resiko komplikasi kecil meningkat apabila digunakan anestesi umum
4. Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan
5. Dilakukan oleh dokter yang terlatih dibutuhkan dokter spesalis ginekologi atau
dokter spesalis bedah untuk proses laparoskopi.
6. Tidak melindungi diri dari IMS.

LAPORAN KASUS
INSTRUMEN TEKNIK

1. Persiapan pasien
a. Informed consent.
b. Puasa.
c. Menanggalkan semua perhiasan dan gigi palsu.
d. Personal hygiene, serta memakai pakaian operasi.
e. Persiapan psikologis.
f. Vital sign dalam batas normal
g. Marking area operasi

2. Persiapan Lingkungan
a. Lampu Operasi.
b. Meja Operasi.
c. Meja Instrumen.
d. Meja Mayo.
e. Standar Infus.
f. Standar Baskom
g. Tempat Sarnpah.

3. Persiapan Alat
a. Persiapan Alat Steril
1. Meja mayo
 Desinfeksi klem / Dressing forceps 1
 Duk klem / Towel forceps 4
 Handle mess (Scaple handle) no.3 1
 Gunting kasar 1
 Pinset anatomis / Delicate Disseding Forceps 2
 Pinset chirurgis / Delicate Tissue Forceps 2
 Klem pean mosquito 2
 Klem pean bengko besar 1
 Klem khocker lurus 4
 Ring klem 1
 Nald foeder 2
 Ear haaq tiir 2
 Langen back / retractor us army 2
 Klem bebcock 1
 Bengkok 1
 Jarum round sedang / cutiing 1/1
b. Meja Instrumen
 Duk tebal 3
 Duk panjang 3
 Duk kecil 4
 Sarung meja mayo 1
 Schort steril 4
 Handuk steril 4
 Kom berisi NS 0,9% Secukupnya
 Cucing berisi iodine 10 % secukupnya
c. Bahan Habis Pakai
 Paragon mess no. 15 1
 chromix no. 2-0 / T-silk 1 1/1
 Handscoen 7, 7 ½ 3/1
 Sufratule Secukupnya
 Hypafix Secukupnya
 Iodine 10 % Secukupnya
 Kassa 5
 Kassa tali 1
 Deppers kecil tali / kacang 1
 Deppers 4
 Folley catheter 16 1
 Urobag 1
 Spuit 10 cc 1

Teknik Intrumentasi :
1. Pasien datang
2. Sign in dilakukan di ruang premidikasi,dihadiri oleh semua tim
operasi, yang meliputi:
 Apakah pasien telah dikonfirmasikan identitas, area operasi, tindakan
operasi, dan lembar persetujuan?
 Apakah area operasi telah ditandai?
 Apakah mesin anestesi dan obat-obatan telah diperiksa kesiapannya?
 Apakah pulse oksimeter pada pasien telah berfungsi baik?
 Apakah pasien mempunyai riwayat alergi?
 Apakah ada penyulit airway atau resiko aspirasi?
 Apakah ada resiko kehilangan darah >500ml atau 7cc/kgBB ( anak )
3. Bantu memindahkan pasien ke meja operasi
4. Anestesi melakukan pembiusan dengan SAB.
5. Posisikan pasien dengan supine terlentang kanan kiri,perawat
sirkuler memasang catheter.
6. Perawat instrumen melakukan scrubing, gowning, dan gloving
7. Operator dan asisten cuci tangan, membantu memasang scort dan
handscoon
8. Berikan desinfeksi klem, chucing berisi iodine dan deppers pada
operator untuk antisepsis daerah operasi
9. Lakukan drapping dengan cara duk tebal diletakkan di daerah
atas dan bawah, duk panjang di daerah kiri dan kanan,duk kecil menutup bagian
bawah pasien kemudian fiksasi dengan duk klem pada tepi-tepinya.
10. Berikan kasa kering pada operator untuk mengeringkan daerah
operasi, lalu dekatkan alat-alat instrumen.
11. Berikan pinset chirurgis pada operator untuk marker area operasi.
12. Time out, dibacakan oleh perawat sirkuler yang meliputi :
 Konfirmasi bahwa semua tim operasi telah memperkenalkan nama dan tugas
masing-masing.
 Konfirmasi nama pasien, jenis tindakan dan area yang akan dioperasi.
 Apakah antibiotik propilaksis telah diberikan paling tidak 60 menit sebelum
operasi.
 Antisipasi kejadian kritis bagi operator, anestesi dan instrumen
 Apakah diperlukan instrumentasi radiologi?
 Mengingatkan operator untuk memimpin doa sebelum dimulai incisi
13. Berikan mess pada operator untuk melakukan insisi pada area
operasi
14. Berikan kassa untuk rawat perdarahan
15. Insisi dilakukan sampai tampak fascia, lalu berikan langenbeek
untuk memperluas lapang pandang. Berikan 2 klem khocker untuk menjepit
fascia.
16. Berikan gunting kasar untuk membuka fascia dan dilebarkan
sampai tampak peritoneum
17. Setelah peritoneum dibuka, berikan kasa besar (bertali dijepit
mosquito) basah pada operator untuk melindungi usus.
18. Berikan asisten langenbeek untuk memperluas lapang pandang.
19. Tampak tuba fallopi, operator diberi 2 pinset anatomis panjang
untuk identifikasi fimbrie
20. Setelah tuba ditemukan (bagian istnus), kemudian berikan klem
bebcock untuk menarik tuba dan di klem pean untuk menjepit tuba dibawah
klem bebcock.
21. Setelah itu diikat dengan silk no. 2-0, jarum round (pilih daerah
yang avaskuler), kemudian tuba dipotong dengan gunting mayo pada bekas
jepitan klem. Identifikasi perdarahan dengan menggunakan still depper.
22. Tahap 19-21 diulang untuk mencari tuba pada sisi sebaliknya.
23. Sign out, dibacakan oleh perawat sirkuler yang meliputi :
 Jenis tindakan
 Kecocokan jumlah instrumen,kassa jarum sebelum dan sesudah operasi
 Label pada spesimen ( membacakan identitas pasien, jenis spesimen,
register, ruangan yang tertera pada label).
 Apakah ada permasalahan pada alat-alat yang digunakan.
 Instumen,anestesi dan operator : apa yang menjadi perhatian husus pada
masa pemulihan ( recovery ).
24. Jahit area operasi lapis demi lapis
 Pada lapisan peritoneum dan fasia dijadukan 1 dijahit dengan plain chromic
no. 2-0 dan jarum round
 Pada lapisan lemak dijahit dengan plain chromic no. 2-0 jarum cutting
 Pada lapisan kulit dengan chromix 2-0 jarum cutting
20. Setelah proses penjahitan selesai, berikan kasa basah dan kering u/ membersihkan
sisa/bekas darah pada daerah operasi dan sekitarnya.
21. Tutup luka operasi dengan sufratule + kasa + hypafix.
22. Operasi selesai, alat-alat dibersihkan dan inventaris.
23. Dekontaminasi alat, cuci/sikat, lalu dibilas dengan air mengalir, di packing, dan
di sterilkan oleh CSSD

Malang, Agustus 2015

Pembimbing OK 5

(Khusnul Hidayati, SST)


DAFTAR PUSTAKA

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Ilmu kebidanan, edisi ketiga cetakan
keenam. Jakarta, 2002

Farrer, Helen. ( 2001 ). Perawatan maternitas. Jakarta : EGC.


Mansjoer, Arif. ( 2000 ). Kapita selekta kedokteran edisi ketiga jilid satu. Jakarta : media
Aesculapius.
Manuaba, Ida, Bagus. G. ( 2001 ). Operasi kebidanan, kandungan dan keluarga
berencana utnuk dokter umum.. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai