Anda di halaman 1dari 14

TUGAS INI DIBUAT UNTUK MEMENUHI

TARGET ASUHAN KEBIDANAN

OLEH
APRILIA C. PALUPI
PO.62.24.216.171

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SDM POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
PALANGKA RAYA PROGRAM STUDI
SARJANA TERAPAN KEBIDANAN
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan
dapat bersifat sementara maupun permanen, dan upaya ini dapat dilakukan
dengan menggunakan cara, alat atau obat - obatan (Atikah dkk, 2010).
Kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya
kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara sel telur dengan sel
sperma (Suratun dkk, 2009).
Program nasional Keluarga Berencana (Birth Control) telah
berjalan dengan baik dan berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk
beberapa persen setiap tahun. Keberhasilan ini sangat menunjang program
pembangunan nasional, yang sedang menuju kepada terciptanya keadilan
dan kemakmuran yang merata dalam masyarakat. Sebagai bagian
mayoritas penduduk Indonesia, umat Islamlah yang paling banyak
disentuh oleh gerakan program nasional Keluarga Berencana (KB). Karena
itu diperlukan penjelasan tericinci tentang tinjauan hukum Islam terhadap
pelaksanaan KB.
Dalam pelaksanaan program nasional Keluarga Berencana telah
diperkenalkan kepada masyarakat beberapa alat kontrasepsi yang dapat
digunakan oleh suami-isteri untuk menyukseskan program tersebut.
Misalnya pil, kondom, susuk, IUD dan sterilisasi (vasektomi dan
tubektomi). Dari segi etika, hampir setiap alat kontrasepsi tersebut
dibenarkan oleh Islam, kecuali IUD (spiral). IUD sebagai alat kontrasepsi
yang dipasang pada rahim wanita memerlukan metode tertentu agar tidak
melanggar etika Islam. Penggunaan IUD dapat dibenarkan jika
pemasangan dan pengontrolannya dilakukan oleh tenaga medis wanita,
atau jika terpaksa dapat dilkukan oleh tenaga medis laki-laki dengan
disampingi oleh oleh suami atau wanita lain.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian MOW
2. Untuk mengetahui syarat-syarat melakukan MOW
3. Untuk mengetahui indikasi dan kontra indikasi MOW
4. Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian dari MOW
5. Untuk mengetahui komplikasi yang terjadi dari MOW
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. MOW
1. Pengertian
MOW (Medis Operatif Wanita)/ Tubektomi atau juga dapat disebut
dengan sterilisasi. MOW merupakan tindakan penutupan terhadap
kedua saluran telur kanan dan kiri yang menyebabkan sel telur tidak
dapat melewati saluran telur, dengan demikian sel telur tidak dapat
bertemu dengan sperma laki laki sehingga tidak terjadi kehamilan, oleh
karena itu gairah seks wania tidak akan turun (BKKBN, 2009).
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan
fertilitas atau kesuburan perempuan dengan mengokulasi tuba fallopi
(mengikat dan memotong atau memasang cincin) sehingga sperma
tidak dapat bertemu dengan ovum, jadi dasar dari MOW ini adalah
mengokulasi tuba fallopi sehingga spermatozoa dan ovum tidak dapat
bertemu.

2. Etiologi
Tuba falopi adalah saluran sepanjang sekitar 10 cm yang
menghubungkan ovarium dengan uterus. Pada saat ovulasi, sel telur
dikeluarkan dari ovarium dan bergerak menuju uterus. Bila ada sperma
di tuba falopi, ovum akan terbuahi dan menjadi embrio yang kemudian
melekat di uterus.
Cara memblokir saluran tuba dapat dilakukan dalam beberapa cara.
Tuba bisa ditutup dengan mempergunakan implan, klip atau cincin
serta dengan memotong atau mengikat. Metode yang paling dipakai
sekarang adalah dengan mempergunakan laparoskopi kemudian
menjepit kedua saluran tuba dengan klip atau dengan memasang ring.
Terdapat beberapa macam tindakan bedah / operasi sterilisasi tuba
yaitu: laparoskopi, mikro-laparoskopi, laparotomi (bersamaan dengan
Seksio Cesarea (SC), mini-laparotomi (operasi kecil), histereskopi
(dengan memasang implan yang akan merangsang jaringan ikat,
sehingga saluran tuba akan terblokir), dan pendekatan/ teknik melalui
vagina (sekarang tidak dipakai lagi karena tingginya angka infeksi).
Pembedahan biasanya dilakukan dengan pembiusan umum. Dokter
dapat menggunakan alat bantu berupa teleskop khusus yang disebut
laparoskop. Teleskop berupa pipa kecil bercahaya dan berkamera ini
dimasukkan melalui sebuah sayatan kecil di perut untuk menentukan
lokasi tuba falopi. Sebuah sayatan lainnya kemudian dibuat untuk
memasukkan alat pemotong tuba falopi Anda. Biasanya, ujung-ujung
tuba falopi kemudian ditutup dengan jepitan. Cara yang lebih
tradisional yang disebut laparotomi tidak menggunakan teleskop dan
membutuhkan sayatan yang lebih besar.
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan
fertilitas atau kesuburan perempuan dengan mengokulasi tuba fallopi
(mengikat dan memotong atau memasang cincin) sehingga sperma
tidak dapat bertemu dengan ovum (Noviawati dan Sujiayatini, 2009)
jadi dasar dari MOW ini adalah mengokulasi tubafallopi sehingga
spermatozoa dan ovum tidak dapat bertemu (Hanafi, 2010).

3. Jenis-jenis
a. Minilaparotomi
Metode ini merupakan penyerdahanaan laparotomi terdahulu,
hanya diperlukan sayatan kecil sekitar 3 cm baik pada perut bawah
(suprapubik) maupun sub umbilical (pada lingkar perut pusat).
Tindakan ini dapat dilakukan terhadap banyak klien, relative
murah, dan dapat dilakukan oleh dokter yang diberi latihan khusus.
Operasi ini aman dan efektif.
b. Laparoskopi
Prosedur ini memelukan tenaga Spesialis Kebidanan dan
Penyakit Kandungan yang telah dilatih secara khusus agar
pelaksanaannya aman dan efektif. Teknik ini dapat dilakukan pada
6-8 minggu pasca persalinan atau setelah atau abortus (tanpa
komplikasi). Laparoskopi sebaiknya digunakan pada jumlah klien
yang cukup banyak karena peralatan laparoskopi dan biaya
pemeliharaannya cukup mahal.

4. Syarat Melakukan MOW ( Metode Operasi Wanita )


Syarat dilakukan MOW Menurut Saiffudin (2011) yaitu sebagai
berikut:
a. Syarat Sukarela
Syarat sukarela meliputi antara lain pengetahuan pasangan
tentang cara cara kontrasepsi lain, resiko dan keuntungan
kontrasepsi mantap serta pengetahuan tentang sifat permanen pada
kontrasepsi ini (Wiknjosastro, 2009).

b. Syarat Bahagia
Syarat bahagia dilihat dari ikatan perkawinan yang syah dan
harmonis, umur istri sekurang kurangnya 25 dengan sekurang
kurangnya 2 orang anak hidup dan anak terkecil lebih dari 2 tahun
(Wiknjosastro,2009).
c. Syarat Medik
Setiap calon peserta kontrasepsi mantap wanita harus dapat
memenuhi syarat kesehatan, artinya tidak ditemukan hambatan atau
kontraindikasi untuk menjalani kontrasepsi mantap. Pemeriksaan
seorang dokter diperlukan untuk dapat memutuskan apakah
seseorang dapat menjalankan kontrasepsi mantap. Ibu yang tidak
boleh menggunakan metode kontrasepsi mantap antara lain ibu
yang mengalamai peradangan dalam rongga panggul, obesitas
berlebihan dan ibu yang sedang hamil atau dicurigai sdang hamil
(BKKBN, 2006).

5. Teknik Melakukan MOW


1) Tahap persiapan pelaksanaan
2) Informed consent
3) Riwayat medis/ kesehatan
4) Pemeriksaan laboratorium
5) Pengosongan kandung kencing, asepsis dan antisepsis daerah
abdomen
6) Anesteri
Tindakan pembedahan (2009) teknik yang digunakan dalam pelayanan
tubektomi antara lain:
1) Minilaparotomi
Metode ini merupakan penyederhanaan laparotomi terdahulu,
hanya diperlukan sayatan kecil (sekitar 3 cm) baik pada daerah
perut bawah (suprapubik) maupun subumbilikal (pada lingkar pusat
bawah). Tindakan ini dapat dilakukan terhadap banyak klien,
relative murah, dan dapat dilakukan oleh dokter yang mendapat
pelatihan khusus. Operasi ini juga lebih aman dan efektif
(Syaiffudin, 2009)
Baik untuk masa interval maupun pasca persalinan,
pengambilan tuba dilakukan melalui sayatan kecil. Setelah tuba
didapat, kemudian dikeluarkan, diikat dan dipotong sebagian.
Setelah itu, dinding perut ditutup kembali, luka sayatan ditutup
dengan kasa yang kering dan steril serta bila tidak ditemukan
komplikasi, klien dapat dipulangkan setelah 2 - 4 hari.
(Syaiffudin,2009).
2) Laparoskopi
Prosedur ini memerlukan tenaga Spesialis Kebidanan dan
Kandungan yang telah dilatih secara khusus agar pelaksanaannya
aman dan efektif. Teknik ini dapat dilakukan pada 6 – 8 minggu
pasca pesalinan atau setelah abortus (tanpa komplikasi).
Laparotomi sebaiknya dipergunakan pada jumlah klien yang cukup
banyak karena peralatan laparoskopi dan biaya pemeliharaannya
cukup mahal. Seperti halnya minilaparotomi, laparaskopi dapat
digunakan dengan anestesi lokal dan diperlakukan sebagai klien
rawat jalan setelah pelayanan. (Syaiffudin,2009).
Perawatan post operasi
a. Istirahat 2-3 jam
b. Pemberian analgetik dan antibiotik bila perlu
c. Ambulasi dini
d. Diet biasa
e. Luka operasi jangan sampai basah, menghindari kerja berat selama
1 minggu, cari pertolongan medis bila demam (>38), rasa sakit
pada abdomen yang menetap, perdarahan luka insisi.

6. Waktu Pelaksanaan MOW


Menurut Mochtar (1998) dalam Wiknjosastro (2009) pelaksanaan
MOW dapat dilakukan pada saat :
1. Masa Interval (selama waktu selama siklus menstrusi)
2. Pasca persalinan (post partum)
Tubektomi pasca persalinan sebaiknya dilakukan dalam 24 jam,
atau selambat lambatnya dalam 48 jam pasca persalinan.
Tubektomi pasca persalinan lewat dari 48 jam akan dipersulit oleh
edema tuba dan infeksi yang akan menyebabkan kegagalan
sterilisasi. Edema tuba akan berkurang setelah hari ke-7 sampai
hari ke-10 pasca persalinan. Pada hari tersebut uterus dan alat alat
genetal lainnya telah mengecil dan menciut, maka operasi akan
lebih sulit, mudah berdarah dan infeksi.
3. Pasca keguguran
Sesudah abortus dapat langsung dilakukan sterilisasi
4. Waktu operasi membuka perut
Setiap operasi yang dilakukan dengan membuka dinding perut
hendaknya harus dipikirkan apakah wanita tersebut sudah
mempunyai indikasi untuk dilakukan sterilisasi. Hal ini harus
diterangkan kepada pasangan suami istri karena kesempatan ini
dapat dipergunakan sekaligus untuk melakukan kontrasepsi
mantap.
Sedangkan menurut Noviawati (2009) waktu pelaksanaan MOW
(Mantap Operasi Wanita) dapat dilaukan pada:
1) Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara
rasional klien tersebut tidak hamil.
2) Hari ke-6 hingga hari ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi)
3) Pasca persalinan
Minilaparotomi dapat dilakukan dalam waktu 2 hari atau
setelah 6 minggu atau 12 minggu pasca persalinan setelah
dinyatakan ibu dalam keadaan tidak hamil.
4) Pasca keguguran
Tubektomi dapat dilakukan dengan cara minilaparatomi atau
laparoskopi setelah triwulan pertama pasca keguguran dalam waktu
7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik. Sedangkan pada
triwulan kedua dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti
infeksi pelvik, tubektomi dapat dilakukan dengan cara
minilaparotomi saja.

7. Indikasi MOW
Komperensi Khusus Perkumpulan untuk Sterilisasi Sukarela
Indonesia tahun 1976 di Medan menganjurkan agar tubektomi
dilakukan pada umur 25 – 40 tahun, dengan jumlah anak sebagai
berikut: umur istri antara 25 – 30 tahun dengan 3 anak atau lebih, umur
istri antara 30 – 35 tahun dengan 2 anak atau lebih, dan umur istri 35 –
40 tahun dengan satu anak atau lebih sedangkan umur suami sekurang
kurangnya berumur 30 tahun, kecuali apabila jumlah anaknya telah
melebihi jumlah yang diinginkan oleh pasangan tersebut.
(Wiknjosastro,2009).
Menurut Mochtar (2010) indikasi dilakukan MOW yaitu sebagai
berikut :
a. Indikasi medis umum
Adanya gangguan fisik atau psikis yang akan menjadi lebih berat
bila wanita ini hamil lagi.
1) Gangguan fisik
Gangguan fisik yang dialami seperti tuberculosis pulmonum,
penyakit jantung, dan sebagainya.
2) Gangguan psikis
Gangguan psikis yang dialami yaitu seperti skizofrenia
(psikosis), sering menderita psikosa nifas, dan lain lain.
b. Indikasi medis obstetrik
Indikasi medik obstetri yaitu toksemia gravidarum yang
berulang, seksio sesarea yang berulang, histerektomi obstetri, dan
sebagainya.
c. Indikasi medis ginekologik
Pada waktu melakukan operasi ginekologik dapat pula
dipertimbangkan untuk sekaligus melakukan sterilisasi.
d. Indikasi sosial ekonomi
Indikasi sosial ekonomi adalah indikasi berdasarkan beban
sosial ekonomi yang sekarang ini terasa bertambah lama bertambah
berat.

8. Kontra Indikasi MOW


Menurut Mochtar (2009) kontraindikasi dalam melakukan
MOW yaitu dibagi menjadi 2 yang meliputi indikasi mutlak dan
indikasi relative.
a. Kontra indikasi mutlak
1) Peradangan dalam rongga panggul
2) Peradangan liang senggama aku (vaginitis, servisitis akut)
3) Kavum dauglas tidak bebas, ada perlekatan
b. Kontraindikasi relative
1) Obesitas berlebihan
2) Bekas laparotomi
Sedangkan menurut Noviawati dan Sujiyati (2009) yang sebaiknya
tidak menjalani Tubektomi yaitu:

a) Hamil sudah terdeteksi atau dicurigai


b) Pedarahan pervaginal yang belum jelas penyebabnya
c) Infeksi sistemik atau pelvik yang akut hingga masalah itu
disembuhkan atau dikontrol
d) Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas dimasa
depan
e) Belum memberikan persetujuan tertulis.

9. Keuntungan MOW
Menurut BKKBN (2010) keuntungan dari kontrasepsi mantap ini
antara lain :
a. Perlindungan terhadap terjadinya kehamilan sangat tinggi
b. Tidak mengganggu kehidupan suami istri
c. Tidak mempengaruhi kehidupan suami istri
d. Tidak mempengaruhi ASI
e. Lebih aman (keluhan lebih sedikit), praktis (hanya memerlukan
satu kali tindakan), lebih efektif (tingkat kegagalan sangat kecil),
lebih ekonomis

Sedangkan menurut Noviawati dan Sujiyati (2009) keuntungan dari


kontrasepsi mantap adalah sebagai berikut :

a. Sangat efektif (0.5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun


pertama penggunaan).
b. Tidak mempengaruhi proses menyusui (breasfeeding).
c. Tidak bergantung pada faktor senggama.
d. Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan
yang serius.
e. Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi local.
f. Tidak ada perubahan fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi
hormon ovarium)
10. Kerugian MOW
Kerugian dalam menggunakan kontrasepsi mantap (Noviawati dan
Sujiyati,2009) yaitu antara lain:
a. Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini
tidak dapat dipulihkan kembali.
b. Klien dapat menyesal dikemudian hari
c. Resiko komplikasi kecil meningkat apabila digunakan anestesi
umum
d. Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah
tindakan
e. Dilakukan oleh dokter yang terlatih dibutuhkan dokter spesalis
ginekologi atau dokter spesalis bedah untuk proses laparoskopi.
f. Tidak melindungi diri dari IMS.

11. Komplikasi dan Penanganan


a. Komplikasi
1) Komplikasi selama operasi
a) Perdarahan dan syok.
b) Sesak nafas (apnoe).
2) Komplikasi pasca bedah
a) Nyeri perut, perut kembung, nyeri dada.
b) Infeksi dan febris.
c) Disparenea karena pertumbuhan jaringan granulasi pada
bekas luka kolpotomi.
b. Penanganan
1) Infeksi Luka
Apabila terlihat infeksi luka, obati dengan antibiotik.
2) Hematoma (subkutan)
a) Gunakan pack yang hangat dan lembab ditempat tersebut.
b) Rasa sakit pada lokasi pembedahan

Pastikan adanya infeksi atau abses dan obati berdasarkan apa yang
ditemukan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
MOW (Medis Operatif Wanita)/ Tubektomi atau juga dapat disebut
dengan sterilisasi. MOW merupakan tindakan penutupan terhadap kedua
saluran telur kanan dan kiri yang menyebabkan sel telur tidak dapat
melewati saluran telur, dengan demikian sel telur tidak dapat bertemu
dengan sperma laki laki sehingga tidak terjadi kehamilan, oleh karena itu
gairah seks wania tidak akan turun (BKKBN, 2010)
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan
fertilitas atau kesuburan perempuan dengan mengokulasi tuba fallopi
(mengikat dan memotong atau memasang cincin) sehingga sperma tidak
dapat bertemu dengan ovum (Noviawati dan Sujiayatini, 2009) jadi dasar
dari MOW ini adalah mengokulasi tubafallopi sehingga spermatozoa dan
ovum tidak dapat bertemu (Hanafi, 2009).

B. Saran
1. Untuk Masyarakat
Makalah ini diharapkan dapat menjadi suatu informasi yang baru bagi
masyarakat agar lebih mengetahui tentang alat kontrasepsi dengan
menggunakan metode permanen MOW dan MOP. Dan juga
masyarakat dapat menjaga kebersihan dirinya agar tidak berdampak
buruk bagi dirinya sendiri.

2. Untuk Petugas Kesehatan


Agar selalu memberikan informasi yang baru kepada masyarakat
tentang informasi penggunaan alat kontrasepsi yang aman dan efektif.
Selain itu, perawat juga dapat menerima ilmu baru yang akan
diaplikasikan langsung kepada dirinya.
DAFTAR PUSTAKA

Hanafi. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta. EGC.

Sujayati,Noviawati.2009. Buku Panduan Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta. Yayasan


Bina Pustaka.

BKKBN.2012.Pedoman Pelayanan Keluarga berencana Pasca Persalinan.


Jakarta.BKKBN.

Wiknjosastro.2009.Rencana Asuhan Kebidanan : Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed 3. Jakarta : EGC.

Syaiffudin.2009. Diagnosis Keperawatan Nanda: Definisi & Klasifikasi 2008-


2009. Jakarta : prima Medika.

Anda mungkin juga menyukai